Abstrak
Dalam partai politik di Indonesia tidak dapat dipungkiri adanya oligarki yang
dapat mempengaruhi mekanisme pencalonan sehingga tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Pencalonan kandidat oleh partai politik seringkali berdasarkan keinginan elit
partai politik, bukan berdasarkan kualitas dan integritas calon.Konsep yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah, demokrasi praktis, liberte, egalite, dan fraternite. Tujuan
penelitian ini, untuk mengungkap secara lebih rinci mengenai dinasti politik yang
berkembang di Indonesia. Metode Penelitian ini merupakan studi literature (kajian
pustaka), dengan menelusuri produk hukum, jurnal, artikel, dan dokumen-dokumen.
Jika praktik politik dinasti terus berjalan, hal ini jelas bertentangan dengan tujuan
dari politik hukum yang berlandaskan Pancasila dan norma-norma sosial karena
menyangkut pelanggaran etika politik dan dapat menghambat upaya merumuskan
konsepsi demokrasi yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme pada pemerintahan
guna mewujudkan tujuan politik hukum dan cita-cita bangsa Indonesia yang adil,
makmur dan sejahtera.
Kata Kunci: Politik Dinasti, Kandidat, Pelanggaran Etika Politik, politik hukum
PENDAHULUAN
Meluasnya praktik dinasti politik di daerah merupakan salah satu dampak dari
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi daerah yang seharusnya
memposisikan rakyat sebagai pihak yang diuntungkan, ternyata realitanya malah
dihadapkan dengan menguatnya arus kekuasaan oligarki dan dinasti politik, bahkan
sampai ranah partai politik yang dipraktikan oleh aktor-aktor politik di daerah.
Dalam negara demokrasi, dinasti politik telah berkembang dan muncul sejak lama.
Dinasti politik banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat mengenai adanya
ketidaksetaraan dalam distribusi kekuasaan. Jika dinasti politik terus menerus terjadi
akan dapat mencerminkan ketidaksempurnaan dalam pereperesentasian demokrasi
politik yang sering disebut kekuasaan akan melahirkan kekuatan. Dinasti polititk
merupakan salah satu fenomena umum dan telah banyak lahir di negara-negara
demokrasi modern. Seperti hasil pemilihan paruh waktu di Filipina pada tahun 2013
menunjukkan bahwa dari 80 persen provinsi, yang keluarga politik ikut andil dalam
pemilihan, mencapai 74 persen anggota dewan wakil rakyat terpilih berasal dari keluarga
dinasti tersebut.
Pada akhirnya kekuasaan yang berada di tangan keluarga ini, akan terus meluas
membentuk dinasti-dinasti politik lokal yang cukup sulit untuk dipensiunkan dalam
kontestasi politik.
Persoalan tersebut akan dikaji lebih lanjut melalui subtopic seperti: (1) mengapa
dinasti politik disebut sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi? , (2)
bagaimana konsep familisme dalam dinasti politik?, (3) adakah bahaya yang ditimbulkan
jika dinasti politik terus berkembang di Indonesia?, (4) dan bagaimana solusinya agar
demokrasi di Indonesia berlangsung dengan seharusnya?.
METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan data utama berupa konten-
konten disetiap dokumen yang sudah dipilih. Oleh karena itu, analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model analisis isi. Peneliti menggunakan metode analisis isi
dengan urutan : perumusan konsep penelitian, penentuan unit analisis, koding dan
kategori data, kontruksi, uji validasi data, analisis data dan interpretasi data.
a) Data Primer; data yang berisi materi utama mengenai hal yang dibahas dalam
penelitian ini.
b) Data Sekunder; data pendukung materi utama yang terdiri dari buku, majalah, artikel
dan berita-berita media massa.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Namun, situasi politik di Indonesia masih belum sesuai seperti yang dikemukakan
oleh Diamond yang seharusnya kekuataan konsolidasi demokrasi sangat ditentukan
bagaimana seluruh elemen masyarakat dapat memilih wakil rakyat dan kepala negara
atau daerah terbebas dari tekanan. Kasus-kasus seperti popularitas (keartisan) dapat
mendongkrak suara sehingga mereka melenggang dengan cepat ke parlemen atau
jabatan politik yang lain. Dan kasus yang terjadi dalam lingkungan keluarga besar
seorang tokoh politik. Popularitas sang tokoh politik telah membuat sanak familinya
menjadi orang yang dikenal di masyarakat.
Politik dinasti dan dinasti politik merupakan dua hal yang berbeda. Politik dinasti
merupakan proses berlangsungnya kelahiran kekuasaan baru oleh kaum oligarki dengan
tujuan untuk meraih atau terus melanggengkan kekuasaan. Sedangkan dinasti politik
adalah sistem menciptakan atau mengembangkan kekuasaan dengan mengandalkan
familisme atau hubungan kekerabatan. Kecenderungan politik dinasti cukup dikatakan
menguat dalam politik kontemporer Indonesia. Praktik politik dinasti akan tidak sehat
bagi negara yang menganut sistem demokrasi karena kontrol terhadap pemerintah yang
diperlukan dalam demokrasi seperti checks and balances akan menjadi lemah. (Marcus
Mietzner :2009)
Dinasti politik dalam dunia politik modern merupakan elit politik yang didasarkan
pada pertalian darah atau perkawinan sehingga para pengamat politik menyebutnya
sebagai oligarki politik. Di Indonesia, kelompok elit merupakan kelompok yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Sehingga
mereka kadang relatif lebih mudah untuk menjangkau kekuasaan ataupun bertarung
merperebutkan kekuasaan.
Dinasti politik pada dasarnya tidak ada dalam demokrasi, walaupun sejarah
mencatat dalam negara-negara demokrasi modern pasti dinasti politik ditemukan.
Padahal kita ketahui bahwa Negara demokrasi menjunjung tinggi hak seluruh warga
negara untuk memilih dan dipilih. Tidak dibenarkan jika itu mengatasnamakan
konstitusi, kehidupan politik didominasi oleh sekelompok golongan tertentu, karena
negara adalah milik bersama dan setiap warga negara berhak menduduki jabatan politik
selama mendapat kepercayaan oleh rakyat. Pengawasan dan juga pembatasan yang
berjalan selama ini, hanya sekadar diserahkan kepada landasan etik terkait kepatutan
dan kepantasan. Fakta yang terjadi di lapangan justru memperlihatkan bahwa politik
dinasti berkembang dan subur dalam lingkup negara demokrasi kita. Sistem yang berlaku
di dalam dinasti politik bukan berdasarkan kualitas kandidat melainkan atas kedekatan
secara personal dan kekeluargaan.
Dinasti politik di Indonesia biasanya dilakukan dengan dua cara: by design dan by
accident. Dinasti politik by design terbentuk sudah sejak lama. Jejaring familisme dalam
pemerintahan juga sudah kuat, sehingga memungkinkan bagi kerabat yang masuk dalam
pemerintahan atau terjun dalam politik diatur sedemikian rupa dengan tujuan untuk
merekayasa keberhasilan. Dan lain halnya dengan dinasti politik by accident, terjadi
ditandai dengan pemerintahan yang secara tiba-tiba mencalonkan kerabat untuk
menggantikannya demi menjaga kekuasaan informal terhadap penggantinya jika
menang dalam pemilihan.
Disadari atau tidak, dinasti politik terus membangun jejaring power nya dengan
kokoh sehingga mampu mengambil alih dan membunuh demokrasi dalam partai politik.
Dinasti politik yang berkembang di Indonesia menjadi ancaman keberlangsungan dan
masa depan perpolitikan di Indonesia. Bukan hanya menghilangkan hak rakyat dalam
berdemokrasi tetapi juga akan melahirkan pemimpin yang tidak kompeten. Bukan hanya
berdampak pada politik, tumbuh dan berkembangnya dinasti politik juga sangat
merugikan secara ekonomi karena dapat mengganggu persaingan usaha yang sehat.
Fenomena dinasti politik yang dibentuk oleh Dedi Mulyadi menempatkan jabatan
jabatan strategis yang dikuasai oleh satu keluarga, tentu menumbuhkan rasa pesimistis
dalam pembentukan demokrasi yang substansial di daerah. Bisa jadi kedepannya,
jabatan-jaabatan dalam ruang eksekutif, legislatif, hingga partai politik pun bisa dikuasai
dengan sepenuhnya. Sesuatu hal yang sudah ditanam, akan menjadi sangat bagus apabila
dirawat dengan baik oleh sang penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya, dan
biasanya lebih mengarah pada dinasti politik di daerah yang lebih menghegemoni.
Dinasti politik dapat disebut sebagai sistem yang bertentangan dengan demokrasi
karena dengan adanya dinasti politik telah menciptakan pembatasan ruang lingkup
demokrasi yang sejatinya membuka peluang kepada siapapun dalam berpolitik seluas-
luasnya. Maka dari itu, dinasti politik ditentang di Indonesia karena tidak dibangun
berdasarkan sistem meritokrasi yang dinilai cocok dengan iklim politik di Indonesia.
Ada lima kriteria praktik dinasti politik yang menjadi tumpuan, yaitu: Pertama,
mempunyai dampak politik dari petahana. Kedua, memanfaatkan momentum agar bisa
masuk ke wilayah politik. Ketiga, calon tidak diuji kemampuan dan pengalamannya.
Kempat, memanfaatkan sesuatu yang dimiliki sebelumnya oleh keluarganya. Dan kelima,
adanya penggabungan kekuatan politisi antara penguasa.
Politik dinasti seharusnya bisa lebih mengarah terhadap perilaku moral, bukan
hanya sekadar mengejar kekuasaan. Di Eropa atau Amerika Utara memiliki konsep
familisme yang dipahami sebagai cara dalam menumbuhkan sikap favoritisme,
nepotisme, seksionalisme, maupun regionalisme, berdasarkan pada sikap semangat
dalam upaya menjaga dan mewujudkan kepentingan secara kolektif. Namun demikian,
hubungan darah tidaklah menjadi patokan utama dalam mendorong kerabat untuk
terjun dalam dunia politik.
Praktik dinasti politik akan memberi pengaruh buruk pada pembangunan sosial-
politik dan sosial-ekonomi, karena peluang politik dan ekonomi setiap warga negara
menjadi amat terbatas sebab di monopoli oleh penguasa serta keluarga dan para
kerabatnya. (Agustino : 2014)
Menurut Karyudi Sutajah Putra (2013) dalam Suara Merdeka “Kompetisi Politik
Dinasti”, dinasti politik menyebar dikarenakan tiga faktor : pertama, kekuatan modal
financial; kedua, kekuatan jaringan; dan ketiga, posisi dalam partai. Sampai sekarang
masih belum juga ada pembatasan oleh undang-undang tentang berkembangnya dinasti
politik di satu wilayah ataupun dalam parpol, sehingga berkembangnya dinasti politik
sulit disalahkan.
Apabila, dinasti politik tidak mampu dicegah, maka kejadian di Philipina bisa jadi
akan muncul di Indonesia, seperti yang dituturkan Ikrar (2010) demokrasi justru
menguatkan orang-orang kaya lama. Dan apabila bangsa ini tidak peduli, maka bisa jadi
hal seperti itu akan terjadi di negeri kita. Memunculkan kelas menengah yang kritis
adalah sarana ampuh menguatkan demokrasi. Hanya saja, kelas menengah hanya dapat
muncul ketika pendidikan yang berkualitas dan lapangan kerja sudah banyak tersedia.
Kedudukan struktur dan aktor politik secara teoritis memang memiliki perbedaan
dari segi sudut pandang, hal itu bisa dilihat dari yang lebih prioritas diantara keduanya
dalam menentukan tindakan. Dilihat dari konsepnya, struktur “ditakdirkan” sebagai
sebuah sistem yang difungsikan sebagai penentu dan juga pembatas gerak dari aktor dan
memiliki sifat mekanistik.
Proses demokrasi yang wajar menurut Robert A Dahl (dalam Gaffar : 2000) ;
Pertama, kontrol terhadap keputusan pemerintah tentang kebijakan secara
konstitusional yang diberikan kepada para pejabat terpilih. Kedua, melalui pemilihan
yang teliti dan jujur serta para pejabat dipilih tanpa paksaan dan rakyat memilih tanpa
adanya tekanan. Ketiga, semua orang dewasa mempunyai hak untuk memilih dalam
pemilihan pejabat pemerintahan. Keempat, semua orang dewasa juga mempunyai juga
hak untuk mencalonkan diri pada jabatan-jabatan dalam pemerintahan. Kelima, rakyat
mempunyai hak untuk mengeluarkan pendapat tanpa adanya ancaman hukum yang
berat mengenai berbagai persoalan politik pada tataran yang luas lagi, termasuk juga
mengkritisi para pejabat, system pemerintahan, ideologi yang berlaku dan tatanan sosio-
ekonomi. Keenam, rakyat mempunyai hak untuk mendapatkan sumber informasi
cadangan yang ada dan dilindungi oleh hukum. Ketujuh, warga Negara mempunyai hak
dan kebebasan untuk membangun suatu lembaga atau organisasi yang relatif
independen.
KESIMPULAN
Oleh karena itu, tugas yang harus segera dituntaskan oleh sistem perpolitikan di
Indonesia yaitu bisa memunculkan kelas menengah yang independen. Baik dari segi
perekrutan partai politik, pendidikan mengenai politik bagi masyarakat, dan juga
perundang-undangan. Agar nantinya keberadaan dinasti politik dapat dikritisi oleh
banyak kelompok yang sadar dan paham betul mengenai politik, dari segi ekonomi juga
mereka menjadi tidak mudah dipengaruhi. Bagaimanapun demokrasi itu adalah pilihan
yang paling memungkinkan bagi masyarakat untuk mendapat hak-hak kemanusiaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Gunanto, Djoni. (2020). “Tinjauan Kritis Politik Dinasti di Indonesia”. Jurnal Administrasi
Negara. Volume 8 Nomor 2 (2020). Halaman 177-191.
Bathoro, Alim. (2011). “Perangkap Dinasti Politik Dalam Konsolidasi Demokrasi”. Jurnal
FISIP Umrah. Vol 2. No 2 (2011). Halaman 115-125.
Mustapa, H., Bakti, Andi F.., et. all. (2020). “Good Governance and Corruption in the View
of Syafruddin Prawiranegara (1911-1989)”.24 (04): 5336–50.
https://doi.org/10.37200/IJPR/V24I4/PR201631
Mustapa, H., et. all.. (2020). “Civil Society Culture and Authority Systems in the
Perspectives on Waste Management in Tokyo”. Politicon, 2 (2): 191-209.
Mustapa, Hasan. (2019). “Political Regional Tourism in Civil Society Perspective (Profile
of Development Strategy of Situ Bagendit Tourism Object, Banyuresmi District, Garut
Regency, West Java Province)”. Politicon, 1 (1): 24–50.
Nurhadi, Wahyu. (2020). “Dinasti Politik Dalam Demokrasi Lokal Era Desentralisasi”.
Jurnal FISIP UNPAD.(2020). Halaman 1-3.
Djuyandi, Yusa. Al-Banjari, H. & Dea Arsyad Mujtahid Shibgotulloh. (2020). “Peran Aktor
Dalam Proses Pembentukan Dinasti Politik (Studi Kasus Di Kabupaten Purwakarta”.
Jurnal FISIP UNPAD. Vol. 3 No. 1 (2020). Halaman 27-48
Fadhilah, Amir, 2007. “Budaya Politik: Studi Kasus Kyai Pesantran di Kabupaten
Pekalongan”. Jurnal Al Qalam, Vol. 24. No 1 Januari-April 2007, hal 38-54.
Creswell, John W. (2015). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset:Memilih di Antara Lima
Pendekatan. Penerjemah: Ahmad Lintang Lazuardi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Diamond, L & Plattner MF. (2000). Hubungan Sipil-Militer dan Konsolidasi Demokrasi.
Jakarta, Raja Grafindo Persada
Agustino, L. (2014). Politik Lokal dan Otonomi Daerah. Bandung: Alfabeta. Halaman 209-
211.
Gaffar, Afan, 2000. Politik Indonesia Menuju Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Abdurrahman, Muhammad. (2015). Political: Ilmu Politik, Demokrasi, Partai Politik dan
Welfare State. Yogyakarta: Buku Litera.
Ikrar Nusa Bhakti, Polemik Istri Pejabat Maju Pilkada, Seputar Indonesia, 1 juni 2010