Anda di halaman 1dari 6

Nama : Zalfa Violina Addysa

NIM : 1203030134

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Politik


Kelas/Jurusan : C/Hukum Tatanegara (Siyasah)
Semester : II (Dua)
Dosen Pengampu : PROF. DR. FAUZAN ALI RASYID.,M.Si
HAMDANI KURNIAWAN, S.H., M.I.Pol

Soal-Soal :

1. Bagaimana pendapat anda tentang Presiden 3 periode ?


Jawab : Pendapat saya mengenai Presiden 3 periode saya kurang setuju dengan rumor yang beredar
luas, apabila Presiden menambahkan jabatan satu periode menjadi 3x (tiga kali). Karena sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Dasar (Pasal 7 UUD 1945) Presiden dan Wakil Presiden hanya bisa
sebanyak 2x (dua kali) periode. Pelanggengan kekuasaan jokowi yang di inginkan oleh relawannya
hanyalah kemauan politis mereka, bahkan merusak nilai demokrasi di Indonesia. Apalagi negara ini
masih banyak kurangnya, banyak yang harus di perbaiki, seharusnya kita cermati juga dampak apabila
masa periode jabatan Presiden di perpanjang bisa mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan dan
berdampak kepada hasil kebijakan yang di peroleh nanti bahkan dalam 3 (tiga) periode ini Presiden
akan cenderung memperkaya kaum oligarki dari pada memikirkan keadaan ekonomi rakyatnya yang
terpuruk.

2. Jelaskan sistem kepartaian yang ada di Indonesia lalu jelaskan sejarah kemunculan partai di
Indonesia kemudian pilihlah salah satu partai yang menurut Anda mempunyai produk kebijakan
yang berdampak terhadap kesejahteraan rakyat!
Jawab : Sistem multi partai adalah salah satu varian dari beberapa sistem kepartaian yang berkembang
di dunia modern pada saat ini. Andrew Heywood (2002) berpendapat bahwa sistem partai politik adalah
sebuah jaringan dari hubungan dan interakasi antara partai politik di dalam sebuah sistem politik yang
berjalan. Untuk mempermudah memahami sistem partai politik Heywood kemudian memberikan kata
kunci untuk membedakan tipe-tipe sistem kepartaian. Sartori (1976) menyatakan bahwa yang paling
terpenting dari sebuah sistem kepartaian adalah sebuah pengaturan mengenai hubungan partai politik
yang berkaitan dengan pembentukan pemerintahan, dan secara lebih specifik apakah kekuatan mereka
memberikan prospek untuk memenangkan atau berbagi (sharing) kekuasaan pemerintah.

Sejarah kemunculan partai di Indonesia, partai politik di Indonesia lahir bersamaan dengan
tumbuhnya gerakan kebangsaan yang menandai era kebangkitan nasional. Berbagai organisasi modern
muncul sebagai wadah pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Walaupun pada awalnya
berbagai organisasi tidak secara tegas menamakan diri sebagai partai politik, namun memiliki program-
program dan aktivitas politik. Partai politik pada pertama kali lahir di negara-negara Eropa barat.
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta
diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang
menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain.
Partai politik di Indonesia pertama-tama lahir dalam zaman kolonial juga sebagai manifestasi
bangkitnya kesadaran nasional. Berbagai organisasi modern muncul sebagai wadah pergerakan nasional
untuk mencapai kemerdekaan. Walaupun pada awalnya berbagai organisasi tidak secara tegas
menamakan diri sebagai partai politik, namun memiliki program- program serta aktivitas politik. Partai-
partai politik yang ada sebelum kemerdekaan pada umumnya bersifat iedeologis serta memiliki fungsi
dan program utama untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Partai-partai tersebut menjalankan
fungsi mengagresikan dan mengartikulasikan aspirasi dan ideologi masyarakat untuk mencapai
kemerdekaan, serta menjalakan fungsi rekruitmen politik yang memunculkan tokoh nasional dan wakil
rakyat yang menjadi anggota Volksraad.
Partai yang mempunyai produk kebijakan yang berdampak terhadap kesejahteraan rakyat, dapat
diakui bahwa metode dan strategi yang digunakan oleh partai politik memiliki pengaruh yang kuat
dalam meraup perolehan suara dari partisipan pemilih dalam hal ini adalah masyarakat. Keinginan partai
politik untuk mendominasi haruslah melihat aspek-aspek yang dapat menarik masyarakat.
Partai Demokrat ialah partai politik yang saya pilih, karena dari penjelasan visi misi partai
tersebut yang berkontribusi di masyarakat mulai dalam hal bantuan sosial, penanganan bencana alam,
perbaikan jalan, membantu UMKM mengembangkan bisnis usaha kecil bagi kaum menengah dengan
mensuntikkan dana ke UMKM tersebut. Partai Demokrat ini di dalam visi misinya terlihat sangat
mementingkan pada kaum bawah agar kaum bawah juga tidak semakin tertindas karena kaum atas yang
semakin naik derajatnya. Menyatu dengan rakyat dan terus memperjuangkan kepentingan dan
mensejahterakan rakyatnya. Contoh saja jika kita melihat disekililing kita, UMKM (Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah). UMKM sendiri mempunyai tujuan untuk meningkatkan peran UMKM dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
pengentasan kemisikinan.

3. Apa yang dimaksud dengan demokrasi substansial dan demokrasi prosedural? Kemudian
tuliskan padangan Anda terhadap perkembangan demokrasi hari ini di Indonesia ?
Jawab : Demokrasi prosedural, yaitu proses teknis dalam penyelenggaraan demokrasi. Sebagai
contoh, pilkada, pilpres, dan pemilu secara umum. Model memilih pemimpin secara langsung adalah
bentuk demokrasi procedural.
Demokrasi substansial, yaitu wujud nilai-nilai demokratis, misalnya, adanya perlindungan terhadap
kaum minoritas oleh negara dan masyarakat secara umum. Ketika setiap orang memiliki kebebasan
berpendapat tanpa melukai kepentingan umum, maka hal tersebut merupakan wujud demokrasi
substansial.

Perkembangan demokrasi hari ini di Indonesia, secara spesifik setidaknya ada sebelas
karakteristik demokrasi di Indonesia saat ini yang mencerminkan demokrasi tanpa demos itu. Pertama,
ialah lemahnya pelaksanaan checks and balances dari lemahnya peran partai, DPR, kehakiman, dan
lain lainnya di hadapan eksekutif. Kedua, pudarnya sikap kritis civil society, baik pers, LSM,
akademisi, dan yang lainya sebagai mitra pemerintah dan pembungkaman kalangan aktivis-kritis. Maka
dari itu, demokrasi kita sejatinya tengah tumbuh dalam “tanah yang gersang”. Ketiga, kepemimpinan
nasional tidak membawa pencerahan/pendewasaan berpolitik. Para elite juga tidak cukup tercapai
dalam menjaga soliditas masyarakat, mencegah personifikasi politik, dan memajukan demokrasi
substansial-rasional. Inilah yang akhir-akhir ini menjadi pendorong berkembangnya pembodohan
politik dan manipulasi kepentingan serta pembelahan politik. Keempat, lemahnya penerapan nilai-nilai
demokrasi, baik pada level elite ataupun masyarakat, seiring dengan meningkatnya oportunisme di
kalangan elite dan meredupnya pendidikan politik serta melemahnya ekonomi masyarakat.

Kelima, penegakan hukum yang tebang pilih. Kedekatan dengan rezim akan membawa
keuntungan tersendiri dalam dunia hukum kita. Selain itu, ada kecenderungan menerabas aturan yang
terlihat pada aturan-aturan kekinian, termasuk omnibus law. Keenam, memudarnya partisipasi rakyat
yang otonom dan genuine. Ini ditandai dengan maraknya politik uang, manipulasi informasi, dan
beroperasinya buzzer secara masif. Ketujuh, pelemahan kebebasan berekspresi demi stabilitas politik
yang ditandai dengan meningkatnya pendekatan keamanan dan kriminalisasi. Kedelapan, terjadinya
“de-demokratisasi internal” pada lembaga-lembaga politik, terutama partai yang justru menyuburkan
nilai-nilai anti-demokrasi dan meningkatkan personifikasi lembaga demokrasi. Kesembilan, pelaksaana
pemilu dan pilkada yang sarat dengan manipulasi dan politik uang. Uang demikian bermakna dan
menentukan (money talks and decides).

Akibat situasi ini, muncul fenomena yang disebut sebagai “votes without voice”. Kesepuluh,
repolitisasi birokrasi dan aparat untuk kepentingan penguasa, terutama dalam kontestasi
elektoral. Kesebelas, terjadinya diskriminasi politik atas nama SARA (Suku, Agama, Ras, dan
Antargolongan) dan rasa kedaerahan. Dengan kesebelas karakteristik itu, tidak mengherankan jika nilai
demokrasi Indonesia menjadi jeblok. Dari hasil studi Economist Intelligence Unit (EIU), dalam dua
tahun terakhir ini, di kawasan Asia Tenggara Indonesia berada di peringkat 3, di bawah Malaysia dan
Filipina, dengan kategori sebagai “flawed democracy” (demokrasi yang cacat).
4. Bagaimana menurut anda relasi Agama dan Negara di Indonesia ?
Jawab : Hubungan Agama dan Negara
Dalam praktik kehidupan kenegaraan masa kini, hubungan antara agama dan negara dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yakni integrated, intersectional, dan sekularistik pemisahan
antara agama dan negara.Bentuk hubungan antara agama dan negara di negara-negara Barat dianggap
sudah selesai dengan sekularismenya atau pemisahan antara agama dan negara. Paham ini menurut The
Encyclopedia of Religion adalah sebuah ideologi, dimana para pendukungnya dengan sadar mengecam
segala bentuk supernaturalisme dan lembaga yang dikhususkan untuk itu, dengan mendukung prinsip-
prinsip non-agama atau anti-agama sebagai dasar bagi moralitas pribadi dan organisasi sosial.

Pemisahan agama dan negara tersebut memerlukan proses yang disebut sekularisasi, yang
pengertiannya cukup bervariasi, termasuk pengertian yang sudah ditinjau kembali. Menurut Peter L.
Berger berarti “sebuah proses dimana sektor-sektor kehidupan dalam masyarakat dan budaya
dilepaskan dari dominasi lembaga-lembaga dan simbol-simbol keagamaan”. Sekularisasi politik juga
terjadi dalam konteks modernisasi politik di negara-negara berkembang, termasuk di negera-negara
Muslim. Dalam kaitan dengan halini Donald Eugen Smith beberapa dekade lalu mengatakan, bahwa
sebenarnya sekularisasi politik dan pelibatan agama dalam politik ini berjalan secara simultan. Namun
menurut dia, sekularisasi ini betul-betul merupakan proses yang lebih mendasar, dan hal ini lambat laut
akan melenyapkan fenomena partai politik dan ideologi keagamaan. Sekularisasi politik dalam hal-hal
tertentu dan tingkat tertentu memang terjadi di negara-negara Muslim, seperti pembentukan lembaga-
lembaga negara modern sebagai perwujudan sistem demokrasi yang menggantikan lembaga-lembaga
negara berdasarkan keagamaan, pembentukan partai-partai politik, penyelenggaraan pemilihan umum,
dan sebagainya.

Bahkan adopsi sistem sekuler, seperti sistem demokrasi dan penegakan hak asasi manusia,
dalam banyak hal dilakukan dengan pemberian legitimasi keagamaan melalui ijtihad dan penyesuaian-
penyesuaian tertentu. Tanpa legitimasi ini, ide-ide atau sistem sekuler itu tidak akan mendapat
dukungan sepenuhnya dari warga yang mayoritas beragama Islam. Ijtihad ini merupakan bagian dari
modernisasi pemahaman keagamaan agar ajaran-ajaran Islam tetap kompatibel dengan perkembangan
masyarakat modern tanpa menyalahi ajaran-ajaran Islam yang bersifat mendasar dan absolut.
Menguatnya kembali orientasi keagamaan dan penolakan terhadap sekularisme telah menjadi fenomena
di seluruh dunia Islam sejak akhir dasawarsa 1970-an, terutama karena semakin tingginya tingkat
pendidikan umat Islam sehingga memunculkan pemahaman dan kesadaran mereka tentang karakteristik
ajaran Islam yang memang tidak memisahkan antara agama dan negara.
5. Mengapa Partai Islam hingga saat ini tidak pernah menjadi Partai pemenang dalam pemilu di
Indonesia ?
Jawab : Menurut saya mengapa partai-partai islam di indonesia tidak pernah menjadi pemenang pemilu
jawabanya tidak rumit, partai-partai islam dan orang-orang islam tidak mau bersatu berkoalisi bersama
guna menyatukan suara untuk mencalonkan pemimpin atau khalifa yang siddik, amanah, tablik dan
fathanah. Jikalau partai-partai islam sudah bersatu yakin pasti rakyat muslim yang mayoritas di
indonesia akan memilih partai islam tersebut dan menjadi pemenang di negeri Indonesia ini dibanding
partai nasionalis.

6. Bagaimana menurut anda pembagian kekuasaan menurut Montesquie di Indonesia ?


Jawab : Trias politica menurut montesquieu, adalah sebagai berikut:
Eksekutif: merupakan lembaga yang melaksanakan undang-undang. Lembaga eksekutif dipimpin oleh
seorang raja atau presiden beserta kabinetnya. Tidak hanya melaksanakan undang-undang, lembaga ini
juga mempunyai beberapa kewenangan. Menurut Miriam Budiardjo, lembaga eksekutif mempunyai
kewenangan diplomatik, yudikatif, administratif, legislatif, dan militer. Kewenangan diplomatik yaitu
kewenangan menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Kewenangan yudikatif
adalah kewenangan memberikan grasi dan amnesti kepada warga negaranya yang melakukan
pelanggaran hukum. Kewenangan administratif adalah kewenangan melaksanakan peraturan dan
perundang-undangan dalam administrasi negara. Melalui kewenangan legislatifnya, seorang presiden
atau menteri dapat membuat undang-undang bersama dewan perwakilan. Lembaga eksekutif juga
mempunyai kewenangan mengatur angkatan bersenjata, menyatakan perang apabila dibutuhkan, dan
menjaga keamanan negara.
Legislatif: merupakan lembaga yang dibentuk untuk mencegah kesewenang-wenangan raja atau
presiden. Lembaga legislatif yang merupakan wakil dari rakyat ini diberikan kekuasaan untuk membuat
undang-undang dan menetapkannya. Tidak hanya itu, lembaga ini juga diberikan hak untuk meminta
keterangan kebijakan lembaga eksekutif yang akan dilaksanakan maupun yang sedang dilaksanakan.
Selain meminta keterangan kepada lembaga eksekutif, lembaga ini juga mempunyai hak untuk
menyelidiki sendiri dengan membentuk panitia penyelidik. Hak mosi tidak percaya juga dimiliki oleh
lembaga ini. Hak ini merupakan hak yang memiliki potensi besar untuk menjatuhkan lembaga eksekutif.
Yudikatif: mempunyai kekuasaan untuk mengontrol seluruh lembaga negara yang menyimpang atas
hukum yang berlaku pada negara tersebut. Lembaga yudikatif dibentuk sebagai alat penegakan hukum,
hak penguji material, penyelesaian penyelisihan, hak mengesahkan peraturan hukum atau membatalkan
peraturan apabila bertentangan dengan dasar negara.
DAFTAR PUSTAKA

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=438:sistem-

multi-partai-presidensial-dan-persoalan-efektivitas-pemerintah&catid=100&Itemid=180

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/119476-D%2000926%20Pembubaran%20partai--

%20Metodologi.pdf

http://repository.unpas.ac.id/28315/4/BAB%20II.pdf

http://www.politik.lipi.go.id/kolom/kolom-2/politik-nasional/1394-demokrasi-indonesia-dan-arah-

perkembangannya-di-masa-pandemi-covid-19

https://www.google.co.id/amp/sosiologis.com/pengertian-demokrasi/amp

Anda mungkin juga menyukai