Anda di halaman 1dari 5

SOAL UTS MATA KULIAH PERADILAN DI INDONESIA KLS HTN 3 C

DOSEN : DR. HJ. AAH TSAMROTUL FUADAH, M.AG.

Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia ada 4 lingkungan peradilan yang berada


di bawah Mahkamah Agung dan satu Mahkamah Konstitusi. Tugas anda :
1. Jelaskan definisi dari semua lingkungan peradilan tersebut dihubungkan dengan
tugasnya!
2. Salah satu lingkungan peradilan di Indonesia adalah Peradilan Agama. Coba
jelaskan keberadaan peradilan agama tersebut disesuaikan dengan proses
penerapan hukum Islam di Indonesia
3. Ada banyak prinsip-prinsip penyelenggaraan peradilan menurut ajaran Islam
yang didasarkan baik pada al-Qur’an Sunnah Nabi dan Qaul Sahabat (Umar bin
Khattab) . Coba jelaskan prinsip-prinsip tersebut bila dihubungkan dg
pelaksanaan peradilan di Indonesia.
4. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu Lembaga yang bertugas untuk mengadili
perkara-perkara khusus yang putusannya final. Coba anda analisis pernyataan
tersebut, lalu berikan contoh putusan MK baik yang mengenai pengujian undang-
undang terhadap UUD, mengenai sengketa kewenangan antar lembaga negara,
maupun yang mengenai perselisihan hasil pemilihan umum.

CATATAN : Jawaban dikumpulkan hari ini Senin tgl 25 Oktober 2021, paling lambat
jam 22.00. WIB.

SELAMAT BEKERJA !!!!!


Tasikmalaya, 25 Oktober 2021,
Dosen,
(Dr. Hj. Aah Ts. Fuadah, M. Ag.)
Nama : Zalfa Violina Addysa
NIM : 1203030134
Kelas : HTN 3C

1. Lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dan satu Mahkamah
Konstitusi ialah :
 Lingkungan Peradilan Umum, meliputi sengketa perdata dan pidana.

Ialah susunan badan kekuasaan kehakiman dalam negara-negara yang terlingkup ke dalam
Common Law State, di mana pada negara-negara common law tersebut memberlakukan
prinsip atau konsep “Rule of Law”. Dalam negara-negara tersebut tidak adanya badan forum
peradilan bagi pejabat pemerintahan atau pejabat administrasi negara. Sehingga setiap rakyat
baik merupakan rakyat umum maupun pejabat pemerintah atau pejabat administrasi negara
akan diadili, diperiksa, dan diputus sengketanya oleh badan peradilan yang sama yakni badan
peradilan umum atau yang disebut sebagai the ordinary court. Tugas Pokok Pengadilan
adalah menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya oleh para pencari keadilan.

 Lingkungan Peradilan Agama, meliputi hukum keluarga seperti perkawinan,


perceraian, dan lain-lain. merupakan salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum. Untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-or
ang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh, di
mana keseluruhan bidang tersebut dilakukan berdasarkan hukum Islam.
 Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, meliputi sengketa antar warga Negara dan
pejabat tata usaha Negara. PTUN ialah salah satu peradilan yang ada di indonesia yang
berwenang untuk menangani Sengketa tata usaha negara. Berdasarkan Undang-undang No. 5
Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No.9 Tahun 2004 tentang peradilan Tata
Usaha Negara (UU PTUN), bahwasanya peradilan tata usaha negara diadakan untuk
menghadapi kemungkinan timbulnya pembenturan kepentingan, perselisihan, ataupun
sengketa antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan warga masyarakat.
 Lingkungan Peradilan Militer, hanya meliputi kejahatan atau pelanggaran yang
dilakukan oleh militer. Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di
lingkungan angkatan bersenjata untuk menegakan hukum dan keadilan dengan
memperhatikan kepentingan penyelenggaraan pertahanan negara.

2. Keberadaan Pengadilan Agama sebagai pengadilan Islam limitatif mempengaruhi mas


yarakat Islam untuk mendapatkan keadilan. Dengan demikian, adanya Undang-Undang 50
Tahun 2009 atas perubahan kedua Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Aga
ma, menjadi tongak supremasi hukum peradilan Agama di Indonesia. Keberadaan Lembaga
Peradilan Agama telah diakui sejak lama. Pemerintah Belanda membentuknya dengan Staat
blad (LN) 1882 No. 152 jo Staatblad 1937 untuk Peradilan Agama di Jawa dan Madura, Sta
atBlad 1937 No. 638 dan 639 di Kalimantan Selatan. Kemudian setelah Indonesia merdeka,
pemerintah membentuk Peradilan Agama untuk selain Jawa-Madura dan Kalimantan Selata
n dengan peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 1975. Akan tetapi, dalam peraturan-peratu
ran tersebut tidak diatur tentang hukum acara mengenai tata cara memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara. Sehingga para hakim Peradilan Agama mengambil intisari hukum a
cara yang ada dalam kitab kitab fikih yang dalam penerapannya berbeda antara Pengadilan a
gama yang satu dengan pengadilan agama yang lain. Akan tetapi, peradilan agama itu
sendiri tidak mengatur ke dalam urusan privat seperti shalat dan zakat karena hal tersebut
termasuk urusan manusia dengan Tuhan. Karena seperti halnya tersebut itu menjadikan
sebuah kewajiban yg menjadikan umatnya taat akan agamanya. Karena peradilan agama
tersebut dapat membatasi dalam hal yg melebih-lebihkan sehingga semua adil.
Proses penerapan hukum islam secara kompilasi hukum islam itu mengikat dengan
umat yg beragama islam, dan tidak bertentangan dengan hukum luar karena hukum islam
yang digunakan ke indonesia ialah hukum keluarga seperti, waris, zakat, perkawinan,
perceraian dan sebagainya.

3. Prinsip yang diajarkan dalam aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah meliputi beberapa hal,
diantaranya keadilan, kesetaraan, dan musyawarah. Hal ini tentunya sangat menjadi pondasi
dasar yang kemudian menjadi nilai dalam setiap peradilan yang dilaksanakan. Seperti yang
dicontohkan pada masa khalifah umar, bahwa pada saat itu masyarakat dikumpulkan di suatu
tempat untuk memberikan pendapat tentang masa kepemimpinannya. Hal itu menjadi
kontroversi ketika ada salah satu masyarakat yang mengangkat pedang untuk bersiap
memberikan hukuman apabila dalam kepemimpinannya tidak mencerminkan nilai-nilai itu.
Dan dengan bijaksananya khalifah Umar menyatakan bahwa hal itu memang harusnya terjadi
bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Ketika kita di dalam jalan yang benar, maka gotong
royong mensukseskan sesuatu menjadi hal yang tepat. Begitupun sebaliknya, ketika dalam
perjalanan mengarah kepada hal yang tidak benar, diantara kita harus berjibaku untuk saling
menasihati dalam kebaikan dan kesabaran.

Berkaca kepada kondisi peradilan di indonesia, masih banyaknya bentuk politisasi


dalam persidangan, tentunya hal ini perlu disoroti dan dievaluasi dengan tegas dan seksama.
Pergulatan peradilan yang sejak dulu masih terkenal dengan istilah “tajam ke bawah, tumpul
keatas” harus dimaknai tidak hanya sebagai jargon belaka, sepatutnya hal tersebut dimaknai
sebagai sebuah bentuk kritik dengan gaya bahasa satire sehingga kesadaran akan sebuah nilai
prinsip yang ada teraktualisasikan dengan baik.
4. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Keputusan Mahkamah Konstitusi adalah keputusan final dan mengikat yang harus
dihormati. Namun, tentu hakim Mahkamah Konstitusi tidak selalu sempurna. Sudah pasti ada
sejumlah hal yang membuat seorang hakim Mahkamah Konstitusi menjadi kurang teliti
dalam mengambil keputusan. Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan dan satu
kewajiban konstitusional, yaitu menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum. Contoh-contoh putusan Mahkamah Konstitusi :

- Nomor: 33/PUU-XIX/2021

Pokok Perkara: Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan terhadap UUD 1945

Pemohon: 1. Hj. Nurhasanah, S.H., M.H., selaku Pemohon I; 2. H. Khoerul Huda, S.T.,
M.M., selaku Pemohon II.

Amar Putusan: Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya

Status: Menolak Seluruhnya

Di Unduh: 405

Kata Kunci: Konstitusionalitas frasa diatur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan

- Nomor:29/PUU-XIX/2021

Pokok Perkara: Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945

Pemohon: H. Patrice Rio Capella, S.H., M.Kn.


Amar Putusan: Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

Status: Menolak Seluruhnya

Di Unduh: 264

Kata Kunci: Delik korupsi berdasarkan Pikiran orang lain dalam Pasal 11 UU Tipikor

Anda mungkin juga menyukai