Anda di halaman 1dari 3

Nama: Alya Hanifah

NIM: 2210412115

Kelas: C

Program Studi: Hubungan Internasional

Dosen Pengampu: Jati Satrio, S.IP.,MA.

1. Terdapat dilema demokrasi antara lain; adanya tirani mayoritas, terpilihnya pemimpin
yang

ignoran, dan partai politik terjebak dalam oligarki. Bagaimana anda menjelaskan ketiga hal

ini? Dan bagaimana anda melihat dilema demokrasi ini terjadi di Indonesia?

Jawab:

 Tirani mayoritas termasuk dilema demokrasi yang mana merupakan fenomena


terbentuknya keputusan bersama yang didasari pada ketiranian (kesewenang-
wenangan) yang dianggap sebagai wujud demokrasi.
 Terpilihnya pemimpin yang ignoran termasuk dilema demokrasi yang mana
melibatkan ketidaksesuaian pemimpin dalam melakukan tugas dan kewajibannya
yang mana nantinya akan berdampak pada kerugian yang dirasakan masyarakatnya
atas sikap pemimpin yang buruk dan tidak kompeten yang berdampak pada aspek
keberlangsungan demokrasi dan akan meluas ke aspek yang lain.
 Partai politik terjebak dalam oligarki termasuk dilema demokrasi karena ini
merupakan keterlibatan elit penguasa politik yang memiliki kekuatan yaitu kekayaan
material dan memiliki tujuan kepentingan kapitalis yang menguasai jalannya
demokrasi yang berlindung dibalik nama partai.

Di Indonesia, dilema demokrasi kerap kali terjadi diantaranya tirani mayoritas


yang muncul pada saat persetujuan RUU Cipta Kerja yang disetujui oleh tujuh fraksi
dan dua fraksi yang menolak dipaksa harus menyetujuinya dan sisi tirani mayoritas
yang terjadi yakni dengan tidak membuka aspirasi bagi publik untuk dilibatkan dalam
pembahasan RUU Cipta Kerja tersebut.
Pada Kasus korupsi mantan ketua DPR Setya Novanto juga menjadi
gambaran atas dilema politik yang diakibatkan oleh bagaimana partai politik terjebak
dalam oligarki. Kasus ini diduga kuat keterlibatan elite kekayaan yang secara tersirat
terlibat dalam dukungan dari pelaku bisnis dan pemilik proyek misalnya yang
memiliki tujuan agar memiliki akses birokrasi yang mudah kepada fraksi/ partai
politik yang terlibat.
4. Menurut Heywood (2013), sistem pemilu adalah serangkaian aturan yang mengatur
tentang

pelaksanaan pemilu. Ada beragam jenis sistem pemilu, di antaranya yang populer yaitu
sistem

distrik dan sistem proporsional. Jelaskan kedua sistem tersebut dan sebutkan kelebihan serta

kekurangan masing-masing sistem?

Jawab:

 Pemilu sistem distrik adalah sistem pemilihan yang membagi daerah pemilihan
kedalam daerah- daerah bagian yang mana dalam satu distrik hanya terdapat satu
wakil suara, maka calon yang berdasarkan dari daerah tersebut akan mendominasi
kemenangan suara dan hanya terdapat satu kursi perwakilan yang diperebutkan.
Wakil rakyat yang meraih suara terbanyak merupakan pemenang dan meraih satu
kursi lembaga perwakilan.
Kelebihan: Terwujud kemunculan oposisi, Sistem yang sederhana dan mudah
dipahami pemilih, pemilih cenderung dekat dan mengenal kandidat calon, satu partai
yang menghasilkan kekuatan dalam pemerintahan dan penyeleksian dilakukan lebih
kompetitif dan ketat.
Kekurangan: Suara minoritas yang tidak dipertimbangkan, terputusnya multipartai
yan plural, meningkatnya partai etnis, dan tidak representative karena hanya
mendukung partai besar saja.
 Pemilu sistem proposional adalah satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil
dengan memperhatikan kesamaan jumlah penduduk dengan jumlah kursi di daerah
pemilihan yaitu jumlah kursi yang diperoleh partai politik sama dengan jumlah
perolehan suara yang dihasilkan berupa ada yang terbuka dan juga tertutup.
Kelebihan: Berbeda dengan sistem distrik justru sistem ini lebih representatif, lebih
demokratis dengan menghargai dan mewadahi prulaitas masyarakat, tidak ada suara
yang terbuang karena mayoritas dan minoritas suara dipertimbangkan.
Kekurangan: kerengangan dan cenderung tidak mengenal antara pemilih dan calon,
para calon kurang memahami kebutuhan daerahnya, parpol yang bertambah akan sulit
bekerja sama karena adanya multripartai tersebut.

5. Setidaknya ada empat model teori dalam kebijakan publik, antara lain rational actor,

incremental, bureaucratic politics, dan belief systems. Jelaskan salah satu dari empat model

kebijakan tersebut dan berikan contoh kasus penerapannya!

Jawab:

Teori dalam kebijakan publik, antara lain rational actor, yaitu kebijakan yang
dihasilkan dari proses intelektual dari aktornya sendiri dengan mempertimbangkan beberapa
aspek dan analisis secara objektif dari aktor tersebut, namun memiliki kelemahan dengan
mempertimbangkan permasalahan eksternal dan internal sehingga pemimpin harus berpikir
rasional dalam memberi keputusan ini mengingat bahwa faktanya sifat manusia yang egosi
atau melakukan kesalahan.

Contoh kasus penerapannya yaitu Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden
memprioritaskan isu perubahan iklim dengan tujuan mencapai target pengurangan emisi di
AS sebesar 50% sampai 2030, kebijakan ini didasari pada kalkulasi rasional yang telah Ia
analisis dengan melakukan langkah-langkah untuk mencapai tujuannya tersebut.

8. Saat ini, di berbagai negara termasuk Indonesia, kehadiran buzzer telah menjadi fenomena

umum dalam perpolitikan kontemporer yang aktivitasnya berkembang pesat di media sosial.

Menurut anda, bagaimana hubungan antara buzzer, media sosial, dan demokrasi di
Indonesia?

Jawab:

Buzzer merupakan istilah yang diberikan kepada para oknum individu yang memiliki
tujuan atau motif tertentu dengan memberikan pesan serta menggring opini opini public
terhadap stuasi politik yang mereka tuju, para buzzer ini ada yang dibayar ataupun mereka
melakukannya secara sukarela. Buzzer ini mempengaruhi pandangan dan menggiring
pemahaman luas kepada masyarakat agar terbawa arus. Seperti buzzer yang memberikan
ujaran berlebihan terhadap fraksi politik dengan memuji hasil kerja atau yang lainnya.

Buzzer ini marak dan berkembang karena adanya media sosial, yang mudak diakses
dan kebebasan dari masyarakat untuk memberikan pendapatnya dimuka umum dianggap
sebagai media yang mewadahi buzzer.

Buzzer dinilai dapat memberikan pengaruh kepada demokrasi, pasalnya karena buzzer
ini sering mengakibatkan perbedaan pendapat diantara masyarakat, maka hal tersebut
memicu ujaran kebencian dan malah menyinggung ranah pribadi dan melanggar demokrasi
yang ada dimana kebebasan berpendapat yang terganggu.

Maka dari itu fenomena buzzer ditengah demokrasi kontemporer ini didorong oleh
kesadaran dan kecerdasan dalam berpolitik supaya buzzer ini mengandung nilai positif.

Anda mungkin juga menyukai