● Polarisasi
Polarisasi merupakan cerminan dari perpecahan dengan pembagian pada dua
kutub yang berseberangan atas dasar ideologi atau suatu kebijakan. Sebagai contoh
mengacu pada Politik Amerika Serikat dimana elite dan warganya terbelah antara
kaum liberal dan konservatif, Partai Republik dan Partai Demokrat. Sedangkan Politik
Inggris adalah contoh lain yang mengalami polarisasi politik dalam spektrum
kiri-kanan, yang direpresentasikan oleh Partai Buruh dan Partai Konservatif.
Polarisasi politik membuat partisan menganggap pandangan dan prinsipnya adalah
yang paling benar, dan menganggap kelompok yang berseberangan memiliki
pandangan politik yang salah. Semakin besar tingkat polarisasi partisan-ideologis
dalam suatu masyarakat maka semakin besar juga kemungkinan perbedaan ideologi
akan diekspresikan di arena politik, dan hal tersebut berakibat pada semakin besarnya
intensitas konflik politik dalam suatu masyarakat. Apabila tidak disikapi dengan bijak,
fenomena polarisasi sangat mungkin memecah belah persatuan masyarakat yang telah
lama terbentuk.
● Politik Identitas
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam suku bangsa, agama,
serta kurang lebih 300 kelompok etnis asli yang berbeda dan lebih dari 100 bahasa
lokal dan dialek. Agama dan etnis asli Indonesia memiliki peran krusial dalam ajang
pemilihan umum di Indonesia. Tidak jarang beberapa kandidat menggunakan politik
identitas dalam mencari simpatisan dari suatu massa tertentu. Sebagai contoh,
pengusungan calon legislatif yang menggunakan atribut suatu agama tertentu yang
ditujukan khusus untuk pemeluk agama tersebut agar memberikan hak pilihnya pada
kandidat tersebut, selain itu penggunaan dialek dan atau bahasa daerah beberapa kali
digunakan hal tersebut. Politik identitas mengusung persamaan serta perbedaan yang
melekat dalam suatu identitas tertentu demi mendapatkan suara.
Adanya politik identitas di masa menjelang pemilu mengakibatkan
terancamnya stabilitas demokrasi di Indonesia. Politik identitas terus berlanjut dan
mengabaikan heterogenitas masyarakat dimana pemilu itu dilaksanakan, dan
membuat “jurang pemisah” antar masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena politik tidak
lagi terkesan inklusif dan terlihat memihak suatu identitas tertentu, akibatnya sebagian
masyarakat jadi terpecah dan membentuk kubu yang dapat berakhir pada terjadinya
polarisasi massa. Hal tersebut sangat berbahaya bila diterapkan di Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras, dan aliran kepercayaan.
Maraknya politik identitas menggiring masyarakat untuk memilih kandidat
yang sesuai dan memiliki identitas sama dengan pemilih, padahal seharusnya
masyarakat memilih kandidat berdasarkan kualitas dan kapasitas kandidat tersebut.
Akibatnya, banyak kandidat terpilih yang tidak credible dalam menjalankan tugasnya
dan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas.
● Disinformasi
Kampanye dapat dilakukan dengan dua metode, secara langsung dan tidak
langsung. Peran media sosial yang mampu disalahgunakan karena mencakup banyak
audience dalam beberapa platform oleh para pasangan calon pemimpin. Disinformasi
yang dimaksud adalah penyebaran informasi yang tidak semestinya dengan rekayasa
data yang mampu memberikan stigma buruk kepada suatu individu atau kelompok.
Hal ini bisa terjadi karena adanya permainan kata dan perbuatan dalam suatu
postingan dengan maksud untuk saling menjatuhkan. Kekuatan dari media sosial yang
mampu menggambarkan citra suatu individu dengan mengklasifikasi macam
postingan.
Disinformasi dianggap sebuah kecurangan ketika salah satu pasangan calon
pemimpin dan timnya dengan jelas menyindir dan menjatuhkan citra dengan
penyebaran informasi buruk. Hal ini bisa mengancam kedaulatan demokrasi
Indonesia. Kemunduran demokrasi ketika masyarakat sudah terlalu bebas dalam
berekspresi ditambah lagi, adanya media sosial dan platform digital lainnya yang
mempermudah akses penyalurnya. Disinformasi ini mampu menimbulkan konflik
yang berujung pada perpecahan. Pembekalan yang kuat akan memudahkan kita dalam
memilah informasi hoax. Gerakan literasi dengan bijak dan kritis memahami
informasi mampu menanggulangi adanya disinformasi.
Referensi