Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS POLITIK IDENTITAS DALAM FRAMING

IKLAN ADZAN DI MEDIA TELEVISI NASIONAL


(STUDI KASUS : CAPRES GANJAR PRANOWO
DALAM IKLAN ADZAN DI TELEVISI)

Artikel ini dibuat sebagai pra-syarat mengikuti LK II

Cabang Batusangkar

Disusun Oleh:

FATUR FADLI

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM


CABANG PADANG
ANALISIS POLITIK IDENTITAS DALAM FRAMING
IKLAN ADZAN DI MEDIA TELEVISI NASIONAL
(STUDI KASUS : CAPRES GANJAR PRANOWO
DALAM IKLAN ADZAN DI TELEVISI)

Fatur Fadli
HMI Cabang Padang
E-mail : syahaziz21@gmail.com

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan membahas terkait politik identitas yang saat ini marak
diperbincangkan oleh para pengamat politik.Tentunya politik identitas ini menjadi
momokan seakan-akan terindikasi melanggar aturan yang berlaku. Sementara itu
agama menjadi hal sensitif terhadap naik turunnya popularitas sosok seseorang di
Negara Indonesia ini. Penelitian ini bersifat kualitatif yang memfokuskan
penelitian pada kasus Politik Identitas Dalam Framing Iklan Adzan Di Media
Televisi Nasional. Kasus tersebut akan di analisis menggunakan teori politik
identitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya suatu indikasi yang sangat
kuat telah terjadinya sebuah upaya atau siyasat yang lebih awam kita kenal
dengan Politik Identitas yang mana menggunakan ranah framing media Tv
nasional.

PENDAHULUAN

Secara etis apabila berbicara Negara dan Pemerintahan pasti tidak terlepas dari
sebuah politik yang mengakar secara alami, hal itu sudah berlangsung lama
bahkan sejak wafatnya nabi Muhammad SAW tepat pada masa sahabat khulafaur
rasyidin yang mana islam langsung terbagi menjadi beberapa kelompok. Maka di
Indonesia hari ini politik juga menjadi trend yang cukup ramai di bicarakan
terlebih menjelang pergantian kekuasaan atau di Indonesia di kenal dengan
Pemilu.

Secara etimologi, politik dalam bahasa Arab disebut Siyasyah (Siasat), dalam
bahasa Inggris disebut Politics. Asal kata politik berasal dari “polis” yang berarti
kota. Penggunaan istilah politik tersebut mengalami perkembangan sedemikian
rupa hingga di serap kedalam bahasa Indonesia yang mempunyai tiga arti. (WJS
Poerwadarminta, 183: 763) yaitu setiap urusan, tindakan, kebijksanaan, siasat, dan
sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu Negara terhadap Negara lain, tipu
muslihat atau kelicikan, dan juga digunakan sebagai nama bagi disiplin
pengetahuan yaitu ilmu politik. Menurut ahli diantaranya Deliar Noer (1983: 6)
politik adalah segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan
yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau
mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat. Kemudian Miriam
Budiarjo (1982: 8) mengemukakan bahwa politik adalah bermacam-macam
kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang menyangkut proses
menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Dalam kehidupan bermasyarakat istilah kata politik pertama kali dikenal


pada masa Plato dalam buku yang berjudul Politeia yang dikenal pula dengan
istilah Republik. (Deliar Noer, 1982: 11-12), dan kemudian berkembang dalam
karya Aristoteles yang dikenal dengan Politica. Karya Plato dan Aristoteles ini
dianggap sebagai awal mula pemikiran politik dalam perkembangannya, yang hal
itu diketahui bahwa politik adalah istilah yang digunakan sebagai konsep
pengaturan masyarakat.

Indonesia adalah Negara yang menjadi wilayah jalur sutra, berbagai etnis
dan suku bangsa mendiami negeri khatulistiwa, baik etnis diluar maupun dalam
negeri itu sendiri. Pembentukan identitas dapat terbentuk baik secara parsial
maupun interaksial. Hal ini yang kemudian melahirkan perubahan social ekonomi,
social politik, sosial itu sendiri dan sosial budaya. Identitas etnis dan agama
meruapakan dua hal yang menjadi elemen perubahan sosial. Proses terjadinya
politik identitas keagamaan akan memunculkan dampak langsung maupun tidak
langsung bagi perubahan social begitupun sebaliknya (Sukamto, 2010: 13).
Sedangkan adanya politik identitas etnitas juga secara langsung atau tidak
langsung, nyata atau tersamar memunculkan perubahan social. Tidak dapat
dipungkiri juga pembentukan, penamaan, dan penggunaan identitas melahirkan
pula perubahan social. Terjadinya interelasi antara identitas dan perubahan social
adalah sebagai sesuatu yang bertentangan, baik secara tersembunyi atau terang-
terangan diantara warga, badan public, dan pasar.

Proses demokrasi di Indonesia meruapakan proses demokrasi yang tidak


terlepas dari orientasi identitas agama dan etnis. Hal ini dapat dilihat pada
keikutsertaan partai-partai politik yang mengikuti pemilu atau pilkada
sebelumnya. Penguatan identitas politik dan representasi politik secara otomatis
muncul sebagai dampak dibukakannya kran partisipasi politik yang dimulai sejak
era reformasi hingga sekarang (Ana sabhana dan Suryani, 2016: 21).

Contoh-contoh politik identitas yang telah ada di indonseia ini mengutip


jurnal Politik Identitas dan Representasi Politik karya Juhana Nasrudin,
banyaknya warga China dan Arab di Jakarta menjadi kekuatan primordial bagi
cagub DKI Jakarta kala itu, Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama alias
Ahok. Pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno merupakan representasi Muslim
pribumi, sehingga mendapat dukungan lebih dari masyarakat yang memiliki
identitas sama. Begitu pula dengan lawannya, pasangan Ahok-Djarot yang
merepresentasikan non Muslim dari etnis Tionghoa. Ini membuat pasangan
tersebut lebih banyak memperoleh dukungan dari warga Jakarta etnis China.

Sarana tercepat dan efektif dalam melakukan politik identitas saat ini ialah
melalui media masa yang dikemas kedalam bentuk iklan dan lain sebagainya.
Iklan merupakan salah satu alat dalam bauran promosi (promotion mix) yang
terdiri dari lima alat (Kotler, 2000). Selain iklan, juga terdapat sales promotion,
personal selling, public relation, dan direct marketing. Namun, iklanlah yang
paling banyak digunakan khususnya untuk produk konsumsi. Iklan merupakan
suatu bentuk informasi produk maupun jasa dari produsen kepada konsumen
maupun penyampaian pesan dari sponsor melalui suatu media. “Periklanan
merupakan proses komunikasi lanjutan yang membawa khalayak ke informasi
terpenting yang memang perlu mereka ketahui” (Jefkins, 1997: 16).

Dalam pasal 3 Undang-undang No. 32 tahun 2022 tentang penyiaran


disebutkan bahwa “Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh
integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan
bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum,
dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan
sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia”.

Kemudian dalam pasal 69 ayat 1 poin h PKPU RI No. 23 tahun 2018


tentang kampanye pemilihan umum disebutkan bahwa “pelaksana, peserta, dan
tim kampanye pemilu dialarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah,
dan tempat pendidikan.”

Menurut Lee (2004: 35), pengertian iklan politik adalah penyiaran yang
memiliki sifat informatif dan persuasif dengan tujuan untuk meraih suara dan
memberikan mereka pilihan politik yang terdiri dari partai politik, kandidat dan
program Bolland (dalam McNair, 203) mendefinisikan periklanan sebagai
penempatan pesan-pesan terorganisir pada media dengan membayar. Begitu juga
periklanan politik, dalam pengertian yang sama, mengacu kepada pembelian dan
penggunaan tentang ruang periklanan (advertising space), membayar untuk rating
komersil, dalam rangka untuk mentransmisikan pesan-pesan politik kepada suatu
khalayak. Media yang digunakan meliputi bioskop, billboards, pres, radio, dan
televisi.

Dewasa ini Indonesia dihadapkan dengan salah satu cuplikan iklan di


televisi nasional yaitu iklan adzan magrib yang diperankan oleh model disitu oleh
calon presiden pada pemilihan umum 2024 mendatang. Pasca tersiarnya tayangan
iklan adzan magrib tersebut banyak muncul perbedaan pendapat dikalangan ahli,
tokoh masyarakat, dan bahkan tokoh politikus menanggapi hal tersebut, ada yang
menyatakan hal itu biasa saja karena hal tersebut dianggap tidak memecah belah
politik identitas dan juga tidak memecah belah umat. Sebab untuk peran dalam
tayangan adzan magrib tersebut siapapun bisa memerankannya. Namun disisi lain
tak sedikit pula para pakar yang menolak keberadaan iklan tersebut karena
cendrung menonjolkan politik identitas yang hanya mengemukakan salah satu
golongan agama saja sebab Indonesia ini merupakan Negara yang multi agama.
Maka seharusnya sedikit dikurangkan politik identitas agar terciptanya pemilu
yang sehat dikemudian hari.

Agar tidak terjadi pelebaran pembahasan maka penelitian ini akan


difokuskan pada pembahasan Capres Ganjar Pranowo Dalam Iklan Adzan Di
Televisi. Berdasarkan pada fokus permasalahan tersebut diatas maka dapat
dirumuskan pertanyaan pokok penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum
politik identitas dalam framing iklan di media masa ? Dan apakah Ganjar
Pranowo melakukan politik identitas dalam iklan adzan di Televisi ?

METODE PENELITIAN

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Pendekatan yang digunakan adalah penelitian kajian pustaka (library research).
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik library research.
Langkah-langkahnya adalah dengan mengumpulkan data dalam buku, jurnal, dan
laporan penelitian yang terdapat di perpustakaan atau secara online.

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analitis agar memahami dan
memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang terkait dengan
tema yang penulis angkat serta dapat menghubungkan beberapa permasalahan
yang ada dengan teori yang digunakan guna untuk menemukan kejelasan atas
penelitian yang sedang digunakan.

TINJAUAN PUSTAKA

Juha Nasrudin dalam jurnalnya yang berjudul Politik Identitas dan


Representasi Politik (Studi Kasus pada Pilkada DKI periode 2018-2022) Volume
1 nomor 1 tahun 2018: 34-37 lebih memfokuskan penelitiannya pada kasus
Pilkada DKI periode 2018-2022 putaran kedua. Kasus tersebut dianalisis
menggunakan teori politik identitas dan refresentasi politik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orientasi politik identitas dan refresentasi politik
mempengaruhi proses demokrasi pada kasus pilkada DKI 2018-2022. ( Juha
Nasrudin: 2018).

I Putu Sastra Wingarta dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Politik


Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia lebih cendrung membahas Praktek
Politik Identitas secara negatif berpengaruh pada pelaksanaan demokrasi di
Indonesia yang masih belum sepenuhnya sesuai dengan cita-cita demokrasi.
Dalam hal ini pemerintah bersama masyarakat perlu meningkatkan edukasi politik
agar tercipta masyarakat yang rasional dan mampu berpartisipasi sesuai koridor
demokrasi yang ada di Indonesia. (I Putu Sastra Wingarta: 2021).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juha Nasrudin ia lebih fokus


membahas tentang politik identitas dan refresentasi politik dan I Putu Sastra
Wingarta dalam jurnalnya lebih membahas pengaruh politik identitas terhadap
demokrasi di Indonesia, sedangkan penulis lebih fokus membahas politik identitas
dalam framing iklan adzan di media televisi nasional (studi kasus : capres Ganjar
Pranowo dalam iklan adzan di Televisi).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Secara teoritis politik identitas menurut Lukmantoro adalah politis untuk


mengedepankan kepentingankepentingan dari anggota-anggota suatu kelompok
karena memiliki kesamaan identitas atau karakteristik, baik berbasiskan pada ras,
etnisitas, jender, atau keagamaan. Politik identitas merupakan rumusan lain dari
polit ik perbedaan. Politik Identitas merupakan tidakan politis dengan upaya-
upaya penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas
distribusi nilai- nilai yang dipandang berharga hingga tuntutan yang paling
fundamental, yakni penentuan nasib sendiri atas dasar keprimordialan. Dalam
format keetnisan, politik identitas tercermin mula dari upaya memasukan nilai-
nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pemerintahan, keinginan
mendaratkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separa tis.
Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam
upaya untuk memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan
kebijakan, termasuk menggejalanya perda syariah, maupun upaya menjadikan
sebuah kota identik dengan agama tertentu. Sedangkan Cressida Heyes
mendefinisikan politik identitas sebagai sebuah penandaan aktivitaspolitis
(Cressida Heyes, 2007). Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas politik
identitas berkepentingan dengan pembebasan dari situasi keterpinggiran yang
secara spesifik mencakup konstituensi (keanggotaan) dari kelompok dalam
konteks yang lebih luas.Jika dicermati Politik identitas sebenarnya merupakan
nama lain dari biopolitik yang berbicara tentang satu kelompok yang diidentikkan
oleh karakteristik biologis atau tujuan-tujuan biologisnya dari suatu titik pandang.
Sebagai contoh adalah politik ras dan politik gender. (Hellner, 1994:4). Menurut
Agnes Heller politik identitas adalah gerakan politik yang focus perhatiannya
pada perbedaan sebagai satu kategori politik utama. Politik identitas muncul atas
kesadaran individu untuk mengelaborasi identitas partikular, dalam bentuk relasi
dalam identitas primordial etnik dan agama.

Namun, dalam perjalanan berikutnya, politik identitas justru dibajak dan


direngkuh oleh kelompok mayoritas untuk memapankan dominasi kekuasaan.
Penggunaan politik identitas untuk meraih kekuasaan, yang justru semakin
mengeraskan perbedaan dan mendorong pertikaian itu, bukan berarti tidak menuai
kritik tajam. Politik identitas seakan-akan meneguhkan adanya keutuhan yang
bersifat esensialistik tentang keberadaan kelompok sosial tertentu berdasarkan
identifikasi primordialitas. Agnes Heller mendefinisikan politik identitas sebagai
sebuah konsep dan gerakan politik yang fokus perhatiannya pada perbedaan
(difference) sebagai suatu kategori politik yang utama (Abdilah S, 2002: 16). Di
dalam setiap komunitas, walaupun mereka berideologi dan memiliki tujuan
bersama, tidak bias dipungkiri bahwa di dalamnya terdapat berbagai macam
individu yang memiliki kepribadian dan identitas masing-masing. Jadi secara
umum teori umum politik identitas dan berbagai hasil penelitian menunjukkan,
ada dua faktor pokok yang membuat etnis dan agama menjadi menarik dan
muncul (salient) untuk dipakai dan berpengaruh dalam proses politik. Pertama,
ketika etnis dan agama menjadi faktor yang dipertaruhkan. Ada semacam
keperluan untuk mempertahankan atau membela identitas yang dimiliki suatu
kelompok. Kedua, ketika proses politik tersebut berlangsung secara kompetitif.
Artinya, proses politik itu menyebabkan kelompok-kelompok identitas saling
berhadapan dan tidak ada yang dominan, sehingga tidak begitu jelas siapa yang
akan menjadi pemenang sejak jauh-jauh hari. Pemilihan umum, termasuk pilkada,
adalah proses politik di mana berbagai faktor seperti identitas menjadi pertaruhan.
Tinggal sekarang bagaimana aktor-aktor yang terlibat di dalamnya mengelola isu-
isu seperti etnis dan agama, menjadi hal yang masuk pertaruhan.

Menurut Mustafa (1996) iklan adalah segala bentuk penyajian dan promosi
secara nonpribadi dari ide barang dan pelayanan yang dibayar oleh sponsor
tertentu. Dengan adanya iklan, penjual menyampaikan berita kepada konsumen
melalui media surat kabar, majalah, surat langsung atau melalui media lainnya.
Dalam UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran bab I pasal 1 (5) disebutkan
bahwa siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan
masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat
dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga
penyiaran yang bersangkutan. Lupiyoadi (2006) menjabarkan periklanan sebagai
salah satu bentuk dari komunikasi impersonal (impersonal communication) yang
digunakan perusahan barang atau jasa. Periklanan adalah semua bentuk penyajian
nonpersonal, promosi ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh sponsor yang
dibayar (Kotler,2003). Sedangkan Lee (2007) mendiskripsikan periklanan sebagai
suatu komunikasi komersial dan nonkomersial tentang sebuah organisasi dan
produk-produknya yang ditransmisikan ke suatu khalayak target melalui media
bersifat massal seperti televisi, radio, koran , majalah, direct mlai (pengeposan
langsung), reklame luar ruang, atau kendaraan umum.
Menurut Lee (2007) iklan mempunyai fungsi, yaitu : (1) fungsi informasi,
yaitu mengkomunikasikan informasi produk termasuk produk baru, ciri-ciri dan
lokasi penjualannya , (2) fungsi persuasif, yaitu mencoba membujuk para
konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau mengubah sikap mereka
terhadap produk atau perusahan tersebut, (3) fungsi pengingat, yaitu terus
menerus mengingatkan para konsumen tentang sebuah produk sehingga mereka
akan tetap membeli produk yang diiklankan tanpa mempedulikan merek
pesaingnya. Tujuan periklanan menurut Swastha (2000) adalah meningkatkan
penjualan barang dan jasa atau ide sasaran nyata dilakukan dengan
mengkomunikasikan secara efektif pada sasaran-sasaran dalam periklanan yaitu
masyarakat atau pasar. Kotler (2007) menggolongkan tujuan periklanan menurut
sasarannya, yaitu : (1) Iklan informatif, yaitu dimaksudkan untuk menciptakan
kesadaran dan pengetahuan tentang produk baru atau ciri baru produk yang sudah
ada, (2) Iklan persuasif, dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi,
keyakinan dan pembelian suatu produk atau jasa, (3) Iklan pengingat,
dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali, (4) Iklan
penguatan, dimaksudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka
telah melakukan pilihan yang tepat.

Lee (2007) mengklasifikasikan iklan dalam beberapa tipe besar, yaitu : (1)
Periklanan produk. Porsi utama pengeluaran periklanan dibelanjakan untuk
produk : presentasi dan promosi produk-produk baru, produk-produk yang sudah
ada dan produk-produk hasil revisi, (2) Periklanan eceran. Berlawanan dengan
iklan produk, periklanan eceran bersifat lokal dan berfokus pada toko, tempat di
mana beragam produk dapat dibeli atau di mana satu jasa ditawarkan. Periklanan
eceran memberikan tekanan pada harga, ketersediaan, lokasi dan jam-jam
operasi., (3) Periklanan korporasi. Fokus periklanan ini adalah membangun
identitas korporasi atau untuk mendapat dukungan publik terhadap sudut pandang
organisasi.(4) Periklanan bisnis ke bisnis, yaitu periklanan yang ditujukan kepada
para pelaku industri (ban yang diilankan kepada manufaktur mobil), para
pedagang perantara (pedagang partai besar dan pengecer), serta para profesional
(seperti pengacara dan akuntan). (5) Periklanan politik). Periklanan politik sering
kali digunakan para politisi untuk membujuk orang memilih mereka dan
karenanya iklan jenis ini merupakan sebuah bagian penting dari proses politik dari
negara-negara demokrasi, (6) Iklan direktori. Orang merujuk periklanan direktori
untuk menemukan cara memebeli sebuah produk atau jasa, (7) Periklanan respon
langsung. Periklanan respon langsung melibatkan komunikasi dua arar di antara
pengiklan dan konsumen. Periklanan tersebut dapat menggunakan sembarang
media perklanan (pos, televisi, koran atau majalah), dan konsumen dapat
menanggapinya, (8) Iklan pelayaan masyarakat. Iklan pelayanan masyarakat
dirancang beroperasi untuk kepentingan masyarakat dan mempromosikan
kesejahteraan masyarakat. Iklan-iklan ini diciptakan bebas biaya oleh para
profesional periklanan, dengan ruang dan waktu iklan merupakan hibah oleh
media.

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang pengertian ILM, maka


harus dipahami kreteria tentang ILM. Menurut Ad Council (dalam Kasali, 2007) ,
suatu dewan periklanan di Amerika Serikat yang memelopori ILM, kriteria yang
digunakan dalam menentukan ILM adalah : (1) Non-komersial, (2) Tidak bersifat
keagamaan, (3) Nonpolitik, (4) Berwawasan nasional, (5) Diperuntukkan bagi
semua lapisan masyarakat, (6) Diajukan oleh organisasi yang telah diakui atau
diterima, (7) Dapat diiklankan, (8) Mempunyai dampak dan kepentingan tinggi
sehingga patut memperoleh dukungan media lokal maupun nasional.

Menurut Kamus Istilah Periklanan Indonesia (Nuradi, 1996), ILM adalah


jenis periklanan yang dilakukan oleh pemerintah, suatu organisasi komersial atau
pun nonkomersial untuk mencapai tujuan sosial atau sosio-ekonomis terutama
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam UU No.32 tahun 2002
tentang penyiaran bab I pasal 1 (7) disebutkan bahwa ILM adalah siaran iklan
nonkomersial yang disiarkan melalui penyiaran radio atau televisi dengan tujuan
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan/atau mempromosikan gagasan, cita-cita,
anjuran, dan/atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi
khalayak agar berbuat dan/atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan
tersebut. Dwihantoro (2010) menjabarkan ILM sebagai siaran iklan nonkomersial
yang disiarkan melalui media cetak ataupun elektronik dengan tujuan
memperkenalkan, memasyarakatkan, dan atau mempromosikan gagasan, cita-cita,
anjuran, dan atau pesan-pesan lainnya kepada masyarakat untuk mempengaruhi
khalayak agar berbuat dan atau bertingkah laku sesuai dengan pesan iklan tersebut
. Kasali (2007) mendefinisikan ILM atau biasa disebut kampanye sosial adalah
sebuah himbauan, anjuran, larangan atau ancaman yang ditujukan kepada
masyarakat melalui media. Dalam ILM disajikan pesan-pesan sosial yang
dimaksudkan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah
masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam
keserasian dan kehidupan umum.

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang menyajikan pesan-pesan


sosial yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap
sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam
keselarasan dan kehidupan umum. Iklan layanan masyarakat (ILM) dapat
dikampanyekan oleh organisasi profit atau non profit dengan tujuan sosial
ekonomis yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (
http://id.wikipedia.org/wiki/Iklan_layanan_masyarakat. Diakses 17 November
2014) Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ILM adalah sebuah bentuk
iklan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah untuk
mempengaruhi secara persuasi khalayak umum melalui media cetak ataupun
elektronik yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, tetapi merupakan
media untuk mempromosikan atau mengkampanyekan suatu kegiatan sebagai
bentuk pemberian layanan kepada masyarakat melalui upaya menggerakan
solidaritas dan kepedulian masyarakat dalam menghadapi sejumlah masalah sosial
yang harus dihadapi.

KESIMPULAN

Para pakar komunikasi mengemukakan pandangan, diantaranya pakar


komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo yang lebih menyerahkan
persoalan itu ke Bawaslu dan KPI, dan dia juga mengatakan pentingnya
konsistensi pemahaman terkait munculnya wajah seseorang di adzan pada televise
nasional. Menurutnya keputusan saat ini ada di Bawaslu dan KPI yang barangkali
diduga melakukan pelanggaran pasal 58 ayat 5 bahwa siaran adzan tidak boleh
disisipi iklan, dan bagi kami wajah Ganjar Pranowo yang tampil di adzan itu
bukanlah termasuk iklan. Lanjut Suko kalaulah wajah termasuk iklan maka wajah
dalam semua tayangan adzan adalah iklan dan kalau kita konsisten dengan ini
maka seluruh adzan tidak boleh ada wajah orang cukup suara dan visualisasi
tulisan saja.

Kemudian dosen komunikasi dari London School of Public (LSPR) Iwel


Sastra setuju dengan konsisten aturan tersebut. Jika adanya wajah dinuilai
melanggar aturan, maka di tayangan adzan sebaiknya tidak boleh ada tampilan
wajah siapa pun. Ia berkomentar bahwa saat kita ingin adil terhadap nama-nama
lain maka kita harus adil juga kepada Ganjar, jangan sampai kita lupakan keadilan
pada Ganjar. Iwel menerangkan kalau wajah rakyat lain boleh tampil pada siaran
adzan maka wajah Ganjar yang juga rakyat biasa boleh juga tampil disana.

Pakar komunikasi Univeristas Pelita Harapan Emrus Sihombing


mempertanyakan konsistensi media secara luas, kita harus adil seluas-luasnya,
jika ada stasiun Tv menayangkan satu acara politik suatu partai tertentu selama
dua jam, maka dia juga harus menayangkan acara seluruh partai lain secara adil
selama dua jam juga. Menurut Emrus hal ini menarik untuk diskusi public sebagai
kedewasaan komunikasi politik kita.

Sementara peneliti Institut Salemba School Efendi Gazali setuju dengan


Suko Widodo agar konsisten menunggu hasil penelusuran Bawaslu dan KPI.
Menurut Efendi harus ada diskusi substantif soal defenisi iklan atau aturan mana
yang boleh dan aturan aman ayang tidak boleh, mungkin sekarang hanya di
Negara-negara komunis klasik atau orthodox hal tersebut dibatasi.

Beragkat dari pembahasan di atas maka hemat penulis melihat fenomena


ini merupakan suatu indikasi yang sangat kuat telah terjadinya sebuah upaya atau
siyasat yang lebih awam kita kenal dengan Politik Identitas yang mana
menggunakan ranah framing media Tv nasional lebih tepat iklan layanan
masyarakat yang mengumandangkan adzan Maghrib dengan menggunakan model
seorang calon Presiden pada pemilihan yang akan datang. Dampak dan akibat
yang ditimbulkan pun beragam atas hal ini, karena secara regulasi penyiaran iklan
layanan masyarakat bertujuan untuk mengedukasi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Meriam. 1982. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.

Noer, Deliar. 1983. Pengantar ke Pemikiran Politik. Jakarta : Rajawali.

Sukamto, 2010. Politik Identitas (Suatu Kajian Awal dalam Kerangka dan
interaksi “Lokalitas dan Globalisasi”). Jurnal Sejarah dan Budaya
Universitas Malang. Vol.2

Kotler, Philip, 2000, “Marketing Management: Analysis, Planning,


Implementation, and Control, Tenth Edition”, Prentice Hall International,
Inc., New Jersey

Jefkins, Frank, 1997, Periklanan. Erlangga, Jakarta.

Nasrudin, Juhana. Politik Identitas dan Representasi Politik (Studi Kasus pada
Pilkada DKI periode 2018-2022). 2018.

Wingarta , I Putu Sastra. Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di


Indonesia. 2021.

Anggara, Sahya. Sistem Politik Indonesia. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2013.

Salman Al-Farisi, Leli. Ancaman Terhadap Persatuan dan Kesatuan Bangsa


dalam Negara Pancasila. Jurnal Aspirasi Vol. No. 2 Februari 2018 FISIP
Universitas Wiralodra, Indramayu.

Ahmad Syafii Maarif. 2012. Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita,
Jakarta, Democracy Project.
Ahmad Syafii Maarif. 2018. Islam dan Politik. Yogyakarta: IRCiSoD

https://news.detik.com/pemilu/d-6927228/pendapat-para-pakar-komunikasi-soal-
usul-semua-capres-muncul-di-azan-tv, diakses pada 23 September 2023.
FORMULIR PENDAFTARAN LK II DAN LKK
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG BATUSANGKAR

Nama : Fatur Fadli Syah Aziz


Tempat/Tanggal Lahir : Padang Belimbing/ 21 Maret 2000
Alamat : Nagari Koto Sani, Kec. X Koto Singkarak,
Kabupaten Solok, Sumatera Barat
Asal Cabang : HMI Cabang Padang
Asal Badko : Badko HMI Sumatera Barat
Hp/WA : +6282236955355
E-mail : syahaziz21@gmail.com
Prodi : Perbandingan Mazhab
Fakultas : Syariah
Asal Kampus : UIN Imam Bonjol Padang

PENGALAMAN INTERNAL HMI


NAMA ORGANISASI JABATAN TAHUN
Komisariat Syariah Anggota biasa 2021 – sekarang
UIN Imam Bonjol Padang

PENGALAMAN EKSTERNAL HMI


NAMA ORGANISASI JABATAN TAHUN
Pergerakan Pengurus 2019 - sekarang
Milenial Minang (PMM)

Hormat saya,
Senin, 25 September 2023

Fatur Fadli Syah Aziz


CURRICULUM VITAE (CV)

DATA PRIBADI

Nama : Fatur Fadli Syah Aziz


Tempat & Tgl. Lahir : Padang Belimbing, 21 Maret 2000
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Nagari Koto Sani, Kec. X Koto Singkarak, Kabupaten
Solok, Sumatera Barat
Handphone : +6282236955355
E-Mail : syahaziz21@gmail.com

PENDIDIKAN

1. SDN 32 Koto Sani 2006 – 2012


2. MTsN Kota Solok 2013 – 2016
3. MA PP Islamic Centre Alhidayah Kampar 2016 – 2019
4. Fakultas Syariah UIN Imam Bonjol Padang

RIWAYAT ORGANISASI

1. Wakil Ketua IP2 (Ikatan Pelajar Islamic Pekanbaru), 2017 – 2018


2. Pengurus Pergerakan Milenial Minang (PMM), 2019 – sekarang
3. Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Perhimpunan Remaja Masjid
DMI (PRIMA DMI) Kabupaten Solok 2019 – 2023
4. Pemuda PERTI Solok
5. Pengurus Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (Inspira) Sumbar
6. Anggota Bidang Pertahanan, Keamanan, dan Kebencanaan Perisai Sumbar

Anda mungkin juga menyukai