Anda di halaman 1dari 9

Forum Diskusi 2 ini akan membahas persoalan yang terkait dengan

persoalan Wawasan Nusantara dan Geopolitik Indonesia. Adapun


persoalan yang akan didiskusikan adalah sebagai berikut.

Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri


dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan serta
menghargai perbedaan dan keanekaragaman di dalam mewujudkan cita-
cita nasional. Berdasarkan cara pandang ini, seharusnya perbedaan suku,
agama, ras, dan kebudayaan tidak menjadi persoalan di dalam
menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Namun
demikian, pada kenyataannya kondisi ideal ini masih menghadapi
tantangan salah satunya dalam bentuk masih kuatnya anggapan bahwa
putra daerahlah yang paling layak untuk dipilih sebagai kepala daerah.
Menurut pendapat Anda, mengapa hal ini bisa terjadi? Jelaskan jawaban
Anda.

mengapa kuatnya anggapan bahwa putra daerahlah yang paling layak untuk dipilih sebagai
kepala daerah dari sudut pandang wawasan nusantara

Assalamualaikum, selamat sore Tutor dan rekan-rekan semua

Nama : Jundarta

Nim : 044967957

UPBJJ : Pangkalpinang

Menurut pendapat saya anggapan bahwa putra daerahlah yang paling layak untuk dipilih
sebagai kepala daerah, istilah putra daerah memiliki arti seorang laki-laki yang lahir dan
besar di suatu wilayah administratif, dua kata tersebut kerap digunakan pada musim
Pemilihan Kepala daerah ( pilkada) ketika ada calon yang diusung berasal dari tempat
tersebut, beragam argumen dilontarkan bahwa seorang Putra daerah dinilai ideal untuk
memimpin di mana daerahnya berasal. Adapun alasan isu tersebut karena lebih mengetahui
asal-usul, latar belakang, dan keadaan sosial-budaya dari daerah tersebut.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat beranggapan putra daerah layak
memimpin daerah tersebut

1. Kurangnya implementasi dari pendidikan Pancasila, Pendidikan Pancasila yang kurang


khususnya pendidikan keberagaman sehingga membuat daerah tidak memiliki wawasan
Nusantara yang baik dan pengamalan Pancasila di Kalangan sebagian masyarakat Indonesia,
khususnya pada sila ke 3 yaitu Persatuan Indonesia.

2. Premordialisme, menjelaskan bahwa definisi primordialisme adalah perasaan intrinsik


tentang kebanggaan, dedikasi, serta emosi kuat pada etnisitas dan ras, agama, bahasa, sejarah,
dan negara asal sendiri. Karena intrinsik, primordialisme hampir selalu mewarnai pandangan
dunia dan perilaku seseorang dan kelompok masyarakat. Azyumardi Azra (Kompas, 2016)
untuk meminimalisir premordialisme ini perlu dilakukan, Penguatan aturan kepemiluan baik
melalui undang-undang ataupun peraturan teknis oleh penyelenggara diharapkan membawa
kesegaran dan mampu mengurangi tindakan diskriminasi, termasuk perumusan sanksi yang
paling tepat.

Jika kita pelajari mengenai persyaratan untuk menjadi kepala daerah, dapat dilihat dalam UU
8/2015. Calon kepala daerah (gubernur, walikota, atau bupati) bisa merupakan pasangan
calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau bisa juga
merupakan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang, Ini berarti,
tidak ada keharusan bahwa kepala daerah harus berasal dari daerah tersebut atau merupakan
putra daerah tersebut.
Sumber referensi :
"Merayakan Keragaman, Melawan Politik Primordialisme"
selengkapnya https://news.detik.com.

Demikian jawaban saya pada sesi ini silahkan di tanggapi untuk rekan-rekan, terima kasih.

Karakteristik pemilihan kepala daerah yang bersifat kelokalan sangat mempengaruhi


preferensi pemilih, berbagai praktik selama ini menunjukkan godaan
kampanye/publikasi dengan kemasan mendorong sentimen primordilasime. Konkret
atas persoalan ini, secara umum menjadi mantra atau tagline sebagai representasi
putra daerah, suku asli, pemeluk agama tertentu dan identitas lainnya yang
berupaya membedakan dari pasangan calon lainnya.

Situasi umum lainnya yang perlu mendapatkan perhatian semua pihak adalah
praktik ujaran kebencian (hate speech) yang berujung pada diskriminasi suku,
agama, ras dan antargolongan yang juga menjadi bagian dari politik primordialisme.
Penggunaan media sosial dan dunia maya menjadi sarana paling masif dari praktik
tersebut dan perlu pembuktian yang akurat, apakah melibatkan pasangan calon/tim
kampanye ataupun terstruktur melalui pendukung fanatik.

Amartya Sen (Kekerasan dan Identitas, 2016) menengarai politik identitas ini
cenderung menimbulkan agresivitas dan kekerasan, baik langsung mau pun tidak
langsung. Pendekatan semacam itu lazim disebut dengan pemikiran soliteris yang
memandang manusia hanya memiliki satu identitas. Celakanya, apabila paham ini
terus direproduksi secara masif dan dikaitkan dengan kontestasi pemilihan kepala
daerah, penghargaan akan nilai keberagaman cenderung menurun dan potensi
konflik sulit dikelola.
Melawan Primodialisme

Konsep formal demokrasi menyoroti dua aspek utama, yaitu kesetaraan politik
warga negara dan gagasan pemerintahan yang baik (Diskursus Politik Lokal, 2015).
Kesetaraan politik tidak hanya sebatas kesamaan kesempatan dan ruang ekspresi
pilihan politik, akan tetapi juga perlindungan politik sebagai mekanisme utama yang
dikembangkan, serta selalu harus diperjuangkan juga keyakinan bahwa kelompok
minoritas niscaya mendapat perlindungan dalam segenap ekspresi politik mereka.

Guna memastikan demokrasi berjalan dengan prinsip HAM yang mencerminkan


aspek kesetaraan politik, maka terdapat beberapa strategi yang perlu dilakukan
guna memitigasi penanganan terhadap politik primordialisme. Pertama, Aspek
Regulasi. Sebagai negara yang beradab, demokrasi yang dikembangkan Indonesia
harus complay dengan standar norma hak asasi manusia (HAM) yang memberikan
tanggung jawab kepada negara untuk memastikan perlindungan hak memilih dan
hak dipilih tanpa diskriminasi.

Dengan dasar apapun baik ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik,
asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya, tindakan
diskriminasi tidak dibenarkan. Penguatan aturan kepemiluan baik melalui undang-
undang ataupun peraturan teknis oleh penyelenggara diharapkan membawa
kesegaran dan mampu mengurangi tindakan diskriminasi, termasuk perumusan
sanksi yang paling tepat

Kedua, Penegakan Hukum. Peran yang tidak kalah penting, mendorong penegakan
hukum secara objektif dan imparsial dengan jerat KUHP, UU Nomor 40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta UU Informasi dan Transaksi
Elektronik. Perang melawan politik primordialisme yang terwujud dalam tindakan
aktif berupa penyebarluasan paham diskriminasi, tidak saja menjadi domain
pengawas kepemiluan, akan tetapi memerlukan sinergi dan peran lembaga-lembaga
negara lain yang diberikan mandat pengawasan.

Ketiga, Kampanye Cerdas. Tanggung jawab pendidikan politik dibebankan kepada


pemerintah dan partai politik, termasuk pasangan calon yang akan mengikuti
kontestasi. Program kerja dan adu gagasan, seharusnya yang ditampilkan oleh
pasangan calon kepala daerah ataupun tim suksesnya. Visi dan misi yang
disampaikan merupakan komitmen sekaligus parameter arah pembangunan yang
akan dijalankan bila terpilih. Warga secara aktif turut berpartisipasi menentukan arah
pembangunan selama lima tahun ke depan, sekaligus melakukan pengawasan.

Keempat, Merayakan Keragaman. Keragaman yang dimiliki Indonesia harus


didorong menjadi episentrum mempererat pertalian dan kebersamaan sebagai
sebuah bangsa, bukan menjadi "bahan bakar" yang terus diproduksi untuk
memunculkan politik primordialisme. Keragaman perlu didorong untuk dihadirkan
dan diwujudkan dalam praktik sehari-hari, tidak terbatas momentum pemilihan
kepala daerah, akan tetapi menjadi semangat mempersatukan dan berbagi peran.
Manifesto tersebut dihadirkan sebagai implementasi prinsip kesetaraan (equality),
ketergantungan (interdefendance), universal (universality) dan non diskriminasi.
Dengan pendekatan tersebut di atas, diharapkan pilkada serentak tahap ketiga 2018
dilalui dengan riang gembira dan mencerminkan perayaan keragaman, tanpa perlu
merendahkan martabat kemanusiaan --hanya sekedar untuk mengisi jabatan publik.

Agus Suntoro staf senior Komnas HAM, menekuni isu HAM dengan tema pemilu,
terorisme, konflik sumber daya alam dan hukum
(mmu/mmu)
pilkada serentak 2018

Baca artikel detiknews, "Merayakan Keragaman, Melawan Politik Primordialisme"


selengkapnya https://news.detik.com/kolom/d-3875807/merayakan-keragaman-
melawan-politik-primordialisme.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Sementara yang lebih primer adalah kelayakan kepemimpinan sang kandidat. Pemilih yang
hanya menimbang "keaslian darah" sang kandidat berarti menjebak diri menjadi "pemilih
primordial". Mereka belum menjadi "pemilih rasional-kalkulatif," yang menimbang perkara putra
daerah dalam kaitan dengan kualitas kelayakan kepemimpinan sang kandidat.Pemilih rasional-
kalkulatif, sambil menimbang asal daerah kandidat, mempersoalkan: Seberapa jauh sang
kandidat terbukti memiliki pemahaman, pengetahuan dan empati yang layak terhadap
persoalan-persoalan daerah? Seberapa realistis dan menjanjikan rancangan program dan
kebijakan-kebijakan yang ditawarkannya? Seberapa jauh pula ia bisa dipercaya, terutama
dikaitkan dengan rekam jejak karier politik dan ekonominya? Adakah jejak korupsi (politik
dan/atau ekonomi) dalam karier itu? Seberapa besar kemauan dan komitmen sang kandidat
untuk bekerja keras dan mewakafkan seluruh waktunya sebagai pemimpin daerah? Seberapa
mampu ia membangun kepemimpinan kolektif yang profesional, kompeten, dan berintegritas?
Eep Saefulloh FatahWakil Direktur EksekutifThe Indonesian
Instituteesf@theindonesianinestitute.comeepsf@yahoo.com

Jika kita pelajari mengenai persyaratan untuk menjadi kepala daerah, dapat dilihat dalam UU
8/2015. Calon kepala daerah (gubernur, walikota, atau bupati) bisa merupakan pasangan
calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau bisa juga
merupakan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang, Ini berarti,
tidak ada keharusan bahwa kepala daerah harus berasal dari daerah tersebut atau merupakan
putra daerah tersebut.

Demikian jawaban saya pada sesi ini silahkan di tanggapi untuk rekan-rekan, terima kasih.
Pembahasan :

Istilah Putra daerah adalah anak yang berasal dari daerah tersebut, misalnya
mengharuskan memiliki kriteria berdasarkan suku, agama, ras, dan warna kulit yang
sesuai dengan daerah asal. Istilah putra daerah dalam pemilu mengharuskan
pemimpin mereka berasal dari golongan tertentu, tidak boleh ada golongan luar
khususnya orang asing yang memimpin karena dianggap merusak citra daerah
tersebut.

Istilah ini sangat bertolak belakang dengan wawasan Nusantara dan Bhinneka
Tunggal Ika, karena masih menganggap perbedaan padahal sudah ditetapkan
bahwa semua keberagaman adalah sama tidak ada yang berbeda. Berikut cara
supaya masyarakat menghilangkan harusnya putra daerah untuk pemilu,

- Pengenalan akan orang luar

- Mendapat wawasan Nusantara

- Belajar menyaring budaya asing.

Jawaban Kedua

Menurut pendapat saya hal itu bisa terjadi karena masih rendahnya pemahaman
dan pengamalan Pancasila di Kalangan sebagian masyarakat Indonesia, khususnya
pada sila ke 3 yaitu Persatuan Indonesia.

Di samping itu dalam sebuah negara yang mempunyai keanekaragaman penduduk


dalam hal suku, agama ,ras dan golongan akan berkembang sebuah paham
Primordialisme di kalangan penduduknya. Primordialisme itu sendiri adalah paham
yang memandang daerah asalnya lebih baik dari daerah lain. adanyapaham ini lah
yang menjadi salah satu penyebab bahwa sampai sekarang masih ada anggapan
bahwa putra daerah yang paling layak untuk dipilih sebagai kepala daerah.

Jawaban Ketiga

Menurut tanggapan saya, pernyataan anggapan bahwa putra daerah yang paling
layak untuk dipilih sebagai kepala daerah adalah adalah satu permasalahan besar
mengenai mental bangsa Indonesia khususnya di daerah atau golongan tertentu,
sebab dengan beranggapan demikian maka semakin sempit pemikiran seseorang
atau golongan terhadap kemerataan sumber daya, dan kontribusi bagi bangsa
Indonesia. Karena sesungguhnya Indonesia terbagi atas 34 propinsi daerah dengan
berbagai macam suku, ras, budaya, agama dan keberagaman sosial. 
Yang jika dimanfaatkan dengan baik maka akan terjalin keharmonisan serta semakin
kuatnya pemikiran bagi pemerintah ataupun instansi untuk menciptakan ide serta
pemerintahan yang semakin nasionalis. Dari keberagaman ide tersebut juga akan
menciptakan kontribusi kontribusi yang beragam serta tepat sasaran bagi
masyarakat yang ada di wilayah pemerintahannya.

Karena di Indonesia sendiri setiap daerah pasti memiliki keberagaman suku dan
budaya, baik yang merantau maupun yang sudah menetap. Nah kontribusi untuk
daerah tersebut dijalin Bersama sama dengan adanya putra daerah bahkan
masyarakat masyarakat rantauan yang ada di daerah tersebut.

Maka cara pandang kita lah sebagai masyarakat Indonesia yang harus berubah
harus cerdas harus berani akan perubahan yang membawa dampak positif bagi
Indonesia.

Jawaban Keempat

Anggapan bahwa putra daerah yang paling layak untuk dipilih sebagai kepala
daerah ini disebabkan karena kurangnya implementasi Wawasan Nusantara hingga
berpengaruh terhadap pemahaman tentang negara kesatuan. Menguatnya sikap
Primordialisme yang dilandasi sifat kedaerahan, kesukuan maupun keagamaan
merupakan salah satu indikator.

Primordialisme adalah suatu perasaan-perasaan dimiliki oleh seseorang yang


sangat menjunjung tinggi ikatan sosial yang berupa nilai-nilai, norma, dan
kebiasaan-kebiasaan yang bersumber dari etnik, ras, tradisi dan kebudayaan yang
dibawa sejak seorang individu baru dilahirkan

Primordialisme adalah salah satu faktor penting yang dapat memperkuat ikatan
suatu kelompok saat ada ancaman dari luar kelompok mereka. Akan tetapi,
primordialisme juga dinilai negatif karena berpotensi mengganggu kelangsungan
hidup masyarakat.

Selain itu, paham ini juga seringkali dianggap memiliki sifat yang merusak, primitif,
dan regresif. Bahkan, primordialisme dianggap bisa menghambat modernisasi,
merusak integrasi nasional, dan proses proses pembangunan nasional. Oleh karena
itu, paham ini bisa saja memicu munculnya konflik antar suku yang ada di suatu
negara.

Oleh sebab itu, untuk menangkal adanya paham primordialisme yang berlebihan.
Setiap kelompok masyarakat wajib mengembangkan budaya toleransi terhadap
budaya atau kelompok lain. Hal ini bertujuan agar mereka bisa menerima
kebudayaan kelompok lain tanpa menganggap mereka sebagai saingan yang perlu
dilawan. Paham ini bisa saja memberikan dampak negatif maupun positif. Hal
tersebu
Mengenai kepala daerah secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU Pemerintahan Daerah”).
Sedangkan mengenai ketentuan pemilihan kepala daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang telah ditetapkan sebagai undang-undang
oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (“UU 8/2015”).
 
Setiap Daerah dipimpin oleh kepala Pemerintahan Daerah yang disebut kepala
daerah.[1] Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut
bupati, dan untuk kota disebut wali kota.[2]

Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya


Terjangkau
Mulai Dari
Rp 149.000
Lihat Semua Kelas 
 
Mengenai persyaratan untuk menjadi kepala daerah, dapat dilihat dalam UU 8/2015.
Calon kepala daerah (gubernur, walikota, atau bupati) bisa merupakan pasangan
calon yang diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik; dan/atau bisa
juga merupakan pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
[3]
 
Untuk dapat menjadi calon kepala daerah, yang pasti adalah orang tersebut harus
Warga negara Indonesia. Kemudian calon kepala daerah tersebut harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:[4]

a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;


b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. Dihapus
e. Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;
f. mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan
menyeluruh dari tim dokter;
g. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat
keterangan catatan kepolisian;
j. menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
k. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau
secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan
keuangan negara;
l. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
m. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota selama 2
(dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama untuk Calon Gubernur,
Calon Bupati, dan Calon Walikota;
o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Bupati, dan Walikota untuk Calon
Wakil Gubernur, Calon Wakil Bupati, dan Calon Wakil Walikota;
p. berhenti dari jabatannya bagi Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota yang mencalonkan diri di daerah lain
sejak ditetapkan sebagai calon;
q. tidak berstatus sebagai penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat
Walikota;
r. tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana [5];
s. memberitahukan pencalonannya sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati,
Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota kepada Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kepada Pimpinan
Dewan Perwakilan Daerah bagi anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau
kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bagi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah[6];
t. mengundurkan diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak mendaftarkan diri
sebagai calon; dan
u. berhenti dari jabatan pada badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah sejak ditetapkan sebagai calon.
 
 
Ini berarti, tidak ada keharusan bahwa kepala daerah harus berasal dari daerah
tersebut atau merupakan putra daerah tersebut.
 
Akan tetapi, di beberapa daerah ada rencana untuk membuat peraturan daerah
yang ingin mengakomodir putra asli daerah menjadi calon kepala daerah. Sebagai
contoh dalam artikel Ranperdasus Pilkada Papua Barat Usulkan Calon Kepala
Daerah

Simak alasan mengapa Putra Daerah diutamakan menjadi Kepala Daerah beserta
apakah ketentuan tersebut tercantum di UU tentang pencalonan Pilkada atau tidak.

Istilah "Putra Daerah"memiliki arti seorang laki-laki yang lahir dan besar di


suatu wilayah administratif. Dua kata tersebut kerap digunakan pada musim
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ketika ada calon yang diusung berasal dari
tempat tersebut.

Beragam argumen dilontarkan bahwa seorang Putra Daerah dinilai ideal untuk


memimpin di mana daerahnya berasal. Adapun alasan isu tersebut karena lebih
mengetahui asal-usul, latar belakang, dan keadaan sosial-budaya.

Namun, apakah ini menjadi sebuah keharusan bahwa suatu daerah


harus dipimpin oleh Putra Daerah? Bagaimana di dalam Undang-Undang (UU) yang
berlaku?

Baca Juga: Sejarah BPUPKI Beserta Tujuan dan Fungsi, Badan yang Dibentuk
Zaman Penjajahan Jepang

Sebelum dibahas lebih lanjut, Kepala Daerah yang dimaksud bisa saja pada tingkat


lokal mulai dari Bupati yang memimpin Kabupaten, Walikota yang memimpin Kota,
dan Gubernur yang memimpin Provinsi.

Anda mungkin juga menyukai