Anda di halaman 1dari 5

Keterlibatan Umat Katolik Dalam Pemilu

Willy Kasandra
email: willy.23111@mhs.unesa.ac.id
Transportasi, Fakultas Vokasi
23091427111

Pendahuluan
Politik adalah salah satu aspek kehidupan sosial yang memiliki dampak besar pada
arah dan perkembangan sebuah negara. Dalam masyarakat yang demokratis, pemilu
merupakan fondasi dari proses politik yang memungkinkan warga negara untuk
berpartisipasi dalam pembentukan pemerintahan dan penentuan kebijakan. Alasan saya
memilih judul “ Keterlibatan Umat Katolik Dalam Pemilu “ adalah keterlibatan demi
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan negara. Saya sebagai warga negara Indonesia
memiliki hak pilih yang seharusnya digunakan untuk memberikan suara/hak pilih demi
menjadikan pemimpin yang jujur dan bijaksana.
Rumusan masalah yang akan di bahas pada makalah ini ;
1,Bagaimana aku mempertanggungjawabkan hak politik yang ada padaku?
2,Kajian Teoritis tentang partisipasi politik warga negara dalam kaitan hak dipilih dan
memilih
3,Dasar bibilis yang menguatkan partisipasi umat katolik dalam politik?
4,Konfrontasikan empiris, teoris, dan bibilis dengan agrumentasi untuk menjawab
pertanyaan : menurut Anda bagaimana idealnya mewujudkan partisipasi itu, perlukah terjun
dalam politik parkis ? perlukah partai politik Katolik ? jika ada partai Katolik apakah Orang
katolik wajib secara moral mendukungnya? Alasan? Atau ada jalan lain?

1. Pertanggung jawaban diri untuk melaksanakan hak politik


Kesadaran akan politik sebagai panggilan untuk melayani dan merefleksikan kasih
Allah mendorong setiap anggota komunitas Katolik untuk terlibat secara proaktif dalam
membentuk dan mengelola aspek kehidupan sosial dan politik dengan memandu dan
mengilhami oleh ajaran serta nilai-nilai Injil.
Keikutsertaan dalam melakukan pemilihan, juga merupakan tindakan tanggung
jawab sebagai warga negara. Penting terlibat dalam pemilihan tidak hanya saat penyoblosan
namun ikut serta dalam kampanye, debat politik dan menelusuri rekam jejak calon-calon
yang berpotensi
Memilih secara penilaian objektif, ini bertujuan agar calon yang terpilih benar benar
calon yang memiliki tujuan dan komitmen yang jelas. Memilih dengan kualifikasi, intregitas
dan platfom politik mereka. Bukan hanya karena perbedaan suku agama atau presepsi
popularitas.
Tidak memberikan hak suara dengan iming iming uang. Hal ini marak terjadi pada
kasus kasus pemilihan yang ada di Indonesia. Kita sebagai Katolik sebaiknya untuk
menghindar dari kecurangan politik tersebut. Gunakan hak politik sebaik mungkin
berpegangteguh pada pendirian diri sendiri dan tidak mudah di pecah belah.

2. Kajian Teoris Partisipasi Diri Sendiri Dalam Politik


Memanfaatkan hak suara dengan bijak Dengan asumsi bahwa hak suara tidak
terbatas sebagai hak politik mereka, diharapkan bahwa warga negara akan menggunakan
hak suara mereka dengan kebijaksanaan dan tanggung jawab. Mereka diharapkan untuk
melakukan pemilihan dengan teliti, memilih pemimpin yang memiliki integritas dan
kompetensi berdasarkan rekam jejak yang sesuai dengan nilai-nilai hati nurani mereka.
Setiap individu yang merupakan warga negara seharusnya menerima sosialisasi
terkait pemilihan umum. Bagian dari sosialisasi ini dapat mencakup informasi tentang
peraturan pemilu terbaru, daftar kandidat yang terlibat dalam pemilu baik dari partai politik
maupun sebagai calon independen, kampanye politik yang transparan dan adil, partisipasi
perempuan dalam proses politik, teknik pemilihan yang benar, serta hal-hal lain yang
relevan.
Namun, selain pentingnya sosialisasi pemilu, pendidikan politik juga memiliki peran yang tak
kalah penting. Tujuan dari pendidikan politik adalah memberikan pemahaman yang lebih
mendalam dan matang tentang politik kepada calon pemilih. Hal ini khususnya penting bagi
umat Katolik, yang juga perlu diberikan pemahaman tentang etika politik yang sesuai
dengan ajaran sosial Gereja Katolik. Mengapa demikian? Karena etika politik merupakan
sumbangan dari hierarki gereja kepada umat yang terlibat dalam dunia politik.
Dengan pendidikan politik yang kuat, individu dapat mengembangkan pengetahuan
yang lebih maju tentang proses politik dan peran mereka dalam demokrasi. Selain itu,
pemahaman tentang etika politik sesuai dengan ajaran sosial gereja dapat membantu
individu dalam membuat keputusan politik yang selaras dengan nilai-nilai moral dan etika,
yang sangat penting dalam menjalankan tanggung jawab sebagai warga negara dan umat
Katolik.
Tidak terprofokasi dengan adanya berita hoaxs dan ujaran kebencian. Dalam
konteks pesta demokrasi, terutama selama pemilihan umum, kita berharap bahwa
penyebaran berita palsu (hoaks) dan ujaran kebencian tidak lagi akan mengganggu dan
menghilang dari masyarakat kita. Kehadiran kabar bohong dan ujaran kebencian dapat
merusak demokrasi yang selama ini kita bantu menjaga bersama-sama. Sebagai pemilih
yang cerdas, kita harus aktif mencari kebenaran di balik informasi yang kita terima,
terutama ketika informasi tersebut berkaitan dengan pilihan yang akan kita buat saat
pemungutan suara.
Dampak buruk dari penyebaran kabar bohong dan ujaran kebencian selama proses
pemilihan umum termasuk:
1. Potensi Menciptakan Ketidakpercayaan di Masyarakat: Penyebaran kabar bohong
dan ujaran kebencian dapat menyebabkan masyarakat saling curiga satu sama lain.
Hal ini dapat merusak hubungan yang sudah terjalin baik di antara anggota
masyarakat. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini bisa memicu perubahan dalam pola
hubungan sosial, yang bisa menjadi lebih agresif. Ini juga bisa menyebabkan
munculnya kelompok-kelompok yang saling mengawasi dengan pandangan negatif
dan lebih mudah diadu domba.
2. Potensi Menciptakan Konflik dan Pecah Belah: Penyebaran kabar bohong dan ujaran
kebencian dapat mengakibatkan permusuhan dan perpecahan di tengah masyarakat
yang sebelumnya damai. Kehadiran informasi yang tidak benar atau ujaran
kebencian bisa memicu ketegangan dan konflik antarindividu atau kelompok. Ini bisa
mengancam stabilitas sosial dan politik suatu negara.
3. Mengurangi Partisipasi Pemilih: Penyebaran kabar bohong dan ujaran kebencian bisa
membuat pemilih ragu-ragu atau bahkan mengurungkan niat untuk berpartisipasi
dalam pemilihan umum. Ini dapat mengurangi tingkat partisipasi pemilih yang
penting untuk menjaga kesehatan demokrasi.
Dengan demikian, penting untuk mengenali dan melawan penyebaran kabar bohong dan
ujaran kebencian selama pemilihan umum untuk menjaga proses pemilu yang adil dan
mendukung keberlanjutan demokrasi yang sehat. Ini juga mengandalkan peran aktif dari
masyarakat, media, dan lembaga pemerintah dalam mengatasi isu-isu ini.

3. Dasar bibilis partisipasi umat katolik dalam politik

Efesus 2:14-16
‘’Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan
sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya,
dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di
dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu.
Dalam ayat ini menekan bahwa kita adalah penyelamat dalam suatu keputusan.’’ Dalam
konteks ini umat katolik dipanggil untuk menciptakan kerukunan, kedamaian dan persatuan
bangsa serta menjauhkan ketegangan dan perpecahan. Khususnya dalam politik kita harus
benar benar dapat memilih dan memilah bagaimana cara memimpin calon yang kita pilih
apakah benar benar memimpin dengan jujur dan bijaksana atau malah memimpin dengan
cara yang salah dan dapat memecah belah kerukunan dan kedamaian.

Yesaya 1:17
‘’Belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah
hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!.’’ Ayat ini mengingatkan kita
untuk berjuang demi keadilan dan membela yang lemah. Untuk dapat memperjuangkan
kebebasan politik untuk memillih pemimpin yang dapat menindas ketidakadilan. Banyak
kejadian kaum lemah tertindas ini yang membuat kita untuk berkorban dengan membela
kaum lemah untuk menciptakan keadilan kesetaraan dalam politik.

Matius 5:13-16
“Kalian adalah garam dunia. Kalau garam menjadi tawar, mungkinkah diasinkan
kembali? Tidak ada gunanya lagi, melainkan dibuang dan diinjak-injak orang.’’ Menjadikan
diri sebagai garam dan terang dunia Dalam konteks politik atau kepemimpinan, ayat ini
dapat diartikan sebagai sebuah panggilan kepada pemimpin atau pejabat publik untuk
menjadi contoh yang baik dan memberikan dampak positif dalam masyarakat.

4. Konfrontasi empiris,teoris, dan bibilis mengenai hak politik


Dalam upaya untuk memastikan pelaksanaan hak asasi warga negara, pemerintah
memiliki kewajiban penting untuk memastikan bahwa pemilihan umum dilakukan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan dalam kerangka ketatanegaraan.Dalam konteks ini,
pemilihan umum merupakan mekanisme yang krusial dalam menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi. Melalui pemilihan ini, warga negara memiliki kesempatan untuk memengaruhi
pembuatan kebijakan pemerintah serta memilih perwakilan yang mereka yakini akan
mewakili kepentingan mereka dengan baik.
Lantas bagaimana cara idealnya mewujudkan partisipasi itu yaitu dengan ikut
terlibat dalam politik,Memahami tujuan politik, dan memanfaatkan hak politik dengan
sebaik mungkin. Kita sebebagai umat Katolik tidak mengharuskan untuk masuk di politik
praktis. Karena Politik parktis hanya akan mengutamakan kepentingan partainya, sekalipun
dengan embel-embel untuk kepentingan negara.
Gereja tidak boleh dikotori oleh nafsu-nafsu duniawi yang bertopengkan partai
politik Kristen atau sejenisnya, dengan alasan membela hak-hak Kristen atau mewujudkan
Indonesia Baru berdasarkan prinsip-prinsip atau ajaran kekristenan. Tetapi, gereja
seharusnya menunjukkan jati diri yang benar (integritas) sesuai dengan prinsip-prinsip
Alkitab dan mengakui bahwa Indonesia dibangun di atas dasar Pancasila yang “Berbhinneka
Tunggal Ika”.
Sebagai umat Katolik seharusnya hadir memberikan sumbangsih yang tidak ternilai
harganya, yakni: (1) mendukung reformasi kebangsaan yang sudah terpuruk; (2) menghargai
Pancasila, konstitusi dan lembaga pemerintahan; (3) meningkatkan pelayanan sosial; (4)
meningkatkan pelayanan pen-damaian; (5) turut serta meningkatkan mutu pendidikan
nasional; (6) turut serta meningkatkan stabilitas nasional; (7) bersatu sebagai teladan bagi
persatuan nasional; dan (8) turut meningkatkan demokratisasi.
Simpulan
Dalam konteks keterlibatan umat Katolik dalam pemilu, perlu dipahami bahwa
partisipasi politik adalah hak yang dipegang oleh setiap warga negara dalam menjalankan
tugasnya untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan di negara ini. Hal ini menjadi
penting karena politik memiliki dampak besar pada perkembangan negara, terutama dalam
masyarakat yang demokratis di mana pemilu adalah fondasi dari proses politik. Sebagai
warga negara dan umat Katolik, tanggung jawab pertama adalah
mempertanggungjawabkan hak politik yang dimiliki dengan sungguh-sungguh. Hal ini
mencakup pemilihan yang bijak, dengan menilai calon berdasarkan integritas dan
kompetensi mereka, bukan hanya faktor-faktor lain seperti suku, agama, atau popularitas.
Meskipun gereja Katolik tidak perlu terlibat dalam politik praktis, gereja memiliki
peran yang penting dalam mendukung umatnya untuk terlibat dalam politik dengan
integritas dan moral yang tinggi. Kita sebagai uamat Katolik mendorong untuk menjadi
garam dan terang Kristus dalam dunia ini, menciptakan kerukunan, kedamaian, dan
persatuan, serta menghindari tindakan yang dapat memecah belah masyarakat. Dengan
demikian, umat Katolik memberikan kontribusi yang berarti bagi bangsa dan negara
Indonesia yang kita cintai.

Pustaka Acuan

Bawamenewi, Adrianus. "Implementasi Hak Politik Warga Negara." Warta


Dharmawangsa 13.3 (2019).
https://yabisa.wordpress.com/2010/04/23/pemberdayaan-sosial-ekonomi-sebagai-suatu-
model-evangelisasi-dalam-konteks-indonesia/
Mathias Adon's Lab. 2017 “KETERLIBATAN UMAT KATOLIK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
POLITIK DI INDONESIA’’ Malang.
Sibarani, Poltak YP. ‘’Bolehkah gereja berpolitik: mencari pola hubungan gereja dan negara
yang relevan di Indonesia.’’ Ramos Gospel Publishing House, 2004.
Wijayanto, Antonius Beny, dkk. 2018 "PERAN SERTA UMAT KATOLIK DALAM MEWUJUDKAN
PEMILU YANG BERKUALITAS." Jakarta Pusat: Badan Pengawas Pemilihan Umum
Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai