Anda di halaman 1dari 5

Tugas 2

Pasca Reformasi tahun 1998, untuk pertama kalinya setelah 30 tahun rezim Orde Baru,
Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Partai politik mulai banyak
bermunculan, dan tidak ada lagi partai yang setiap pemilu selalu menjadi pemenang mutlak
atau dikenal dengan istilah “mayoritas tunggal”.

Pertanyaan:

1. Bila merujuk pada kategori budaya politik Almond dan Powell, selama tahun 1999
sampai dengan sekarang, Indonesia berada pada kategori budaya politik yang mana?
Uraikan tentang budaya politik tersebut!
2. Terkait contoh diatas, kemukakan alasan Anda pada pilihan kategori budaya politik
dari Almond dan Powell tersebut! Lakukan analisis terhadap pilihan Anda tersebut!
JAWABAN

1. Jawaban No. 1

Menurut pemahaman saya, dimulai tahun 1999 sejak runtuhnya rezim Orde Baru
Indonesia tengah berada pada kategori budaya politik Partisipan. Budaya politik partisipan
sendiri merupakan budaya politik yang ideal dalam sebuah sistem politik yang demokratis.

Budaya politik partisipan ialah budaya politik dimana kesadaran masyarakatnya


sangat tinggi untuk aktif dalam aktivitas politik. Budaya politik partisipan biasanya berada di
lingkungan masyarakat dengan tingkat pendidikan yang dominan tinggi atau masyarakat di
kota-kota besar.

Budaya politik partisipan juga dapat diartikan sebagai orang-orang dengan budaya
politik yang selalu ikut serta dalam proses pengambilan keputusan publik untuk menentukan
tujuan dan mencapai tujuan bersama. Fokus perhatian budaya politik partisipan yaitu
partisipan politik, maksudnya usaha terorganisir oleh para Negara untuk memilih pimpinan-
pimpinan mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini
didasarkan atas kesadaran dan tanggung jawab partisipan terhadap kehidupan bersama
sebagai suatu bangsa dan negara.

Warga Negara dalam kelompok ini mempunyai kesadaran bahwa mereka dapat
mempengaruhi sistem politik, oleh karena itu mereka akan berusaha untuk terlibat dan
menggunakan kesempatannya untuk berperan serta mempengaruhi proses politik. Keadaan
tersebut dipengaruhi oleh tingginya tingkat pendidikan dan kompetensi serta mempunyai
korelasi positif dengan budaya politik partisipan warga Negara dalam sebuah Negara.

Apabila sistem politik membuka kesempatan bagi warga Negara untuk berpartisipasi
dalam proses politik, maka jumlah warga Negara yang akan ikut aktif berpartisipasi akan
tinggi dan pengaruh mereka akan sangat meningkat. (Almond dan Powell 1978 : 34-36)

Pembentukan budaya partisipan hanya dapat diciptakan melalui proses sosialisasi


politik yang dapat mewariskan berbagai nilai politik dari satu generasi ke generasi
berikutnya, hal tersebut dapat dipengaruhi melalui berbagai agen seperti keluarga, teman
sepergaulan, sekolah atau perguruan tinggi, partai politik dan media massa. Kepribadian dan
kesadaran individu juga merupakan penentu bagi seseorang untuk mampu melaksanakan
aktivitas politiknya secara mandiri. Kesadaran individu ini berkaitan erat dengan keinginan
dan minat yang kuat untuk ikut berperan dalam kehidupan politik, sehingga dengan berbagai
cara dan upaya ia akan meningkatkan ilmu dan keterampilannya serta menambah pengalaman
politiknya dengan melibatkan diri secara aktif ke dalam dunia politik.

Tanpa kesadaran politik yang tinggi dan niat yang kuat, seorang individu hanya cukup
puas dengan peran politik yang pasif. Banyak orang-orang yang menganggap bahwa dunia
politik itu kotor, licik, penuh dengan muslihat dan kekerasan. Hal ini disebabkan pemahaman
dan pengetahuan mengenai kehidupan politik masih sangat sempit, juga terdapat fakta sering
adanya kekerasan dalam perebutan pengaruh dan kekuasaan politik. Kondisi yang demikian
menunjukkan rendahnya budaya politik masyarakat, sehingga praktik-praktik politik yang
diperankan oleh para tokoh politik terkadang menimbulkan penilaian dan citra negatif di
hadapan masyarakat. Masyarakat cenderung beranggapan bahwa untuk memperebutkan suatu
tahta politik atau untuk mencapai tujuan politik boleh menghalalkan segala cara, sehingga
bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

Sebagai generasi muda yang terpelajar, sudah sepatutnya para pemuda memiliki sikap
dan pandangan yang positif terhadap budaya politik yang berkembang dalam budaya
masyarakat Indonesia yang sedang menuju arus budaya politik yang demokratis. Hal ini
dapat dilakukan dengan mempelajari, memahami, bersikap kritis dan demokratis terhadap
perkembangan budaya politik masyarakat Indonesia, sehingga pada saatnya nanti akan
mampu berperan dalam dunia politik yang lebih luas, dengan sikap dan budaya politik yang
lebih mapan.

Sebagai warga masyarakat dan warga negara, sudah selayaknya untuk ikut serta
membangun budaya politik partisipan agar mampu mewujudkan masyarakat demokratis yang
stabil. Sebagai generasi penerus bangsa, generasi muda perlu menumbuhkan kesadaran untuk
belajar sesuai dengan tingkat dan kemampuan dalam berbagai kegiatan politik di lingkungan
masing-masing, misalnya, peran serta di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
lingkungan masyarakat dan negara. Peran serta dalam budaya politik partisipan memerlukan
proses yang panjang melalui sosialisasi sejak kanak-kanak, hingga dewasa bahkan sampai tua
di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara.
2. Jawaban No. 2

Alasan saya memilih budaya politik partisipan dikarenakan mulai tahun 1999 hingga
saat ini bercermin kepada masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap pentingnya
berpartisipasi dalam politik.

Hal tersebut dikuatkan dengan adanya contoh budaya politik partisipan dalam
kehidupan bermasyarakat di Indonesia, yaitu:

a. Individu atau masyarakatnya memiliki perhatian dan minat yang tinggi terhadap
sistem politik.
b. Adanya kesadaran tinggi akan hak dan kewajiban dalam kehidupan politik.
c. Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap semua objek politik, baik
menerima maupun menolak suatu objek politik
d. Kesadaran bahwa ia adalah warga negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis
e. Tidak menerima begitu saja keadaan, tunduk pada keadaan, berdisiplin,
tetapidapat menilai dengan penuh kesadaran semua objek politik, baik
keseluruhaninput, output ataupun posisi dirinya sendiri
f. Masyarakatnya terlibat langsung dalam proses input berupa dukungan atau
tuntutan terhadap sistem politik.
g. Adanya peran yang sangat besar dalam proses ouput dengan melaksanakan,
menilai dan mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat
h. Kehidupan politik dianggap sebagai sarana transaksi seperti halnya penjual dan
pembeli. Warga dapat menerima berdasar kesadaran, tetapi juga mampu menolak
berdasarkan penilaiannya sendiri.
i. Kritis dalam memilih partai politik dan anggota Parlemen (DPD, DPR dan
DPRD).
j. Kritis dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden yang dinilai lebih kepada
kualitas diri calon yang akan dipilih tersebut. Baik itu dari segi visi kebersihan
dari praktik korupsi, maupun kenegaraan, kolusi kredibilitas moral, amanah,
kapabilitas, dan nepotisme.

Salah satu contoh budaya politik partisipan di Indonesia yang paling mencolok ialah
ketika tingginya kasus pelecehan dan kekerasan seksual, masyarakat dalam budaya politik
partisipan akan bergerak untuk ikut serta agar hal tersebut tidak terulang kembali. Gerakan
yang dilakukan seperti, melakukan demonstrasi untuk mendorong pemerintah mengesahkan
undang-undang yang dapat melindungi korban dan mencegah merebaknya kasus kekerasan
seksual.

Gerakan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut akhirnya terealisasi menyusul


terbitnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi undang-undang
melalui rapat paripurna,yaitu UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS. UU TPKS terdiri
dari 8 BAB dan 93 pasal. Dalam proses penyusunannya, DPR dan pemerintah juga
melibatkan 120 kelompok masyarakat sipil.

Pada Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS terdapat sembilan
bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non-fisik; pelecehan seksual
fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; kekerasan
seksual berbasis elektronik; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; dan perbudakan seksual.

UU TPKS mengatur penanganan kekerasan seksual mulai dari pencegahan hingga


pemulihan korban. Hal tersebut termasuk juga proses tindak pidana terhadap pelaku dan
bagaimana pelaku kembali ke masyarakat tanpa mencederai hak korban.

Referensi :

BMP ISIP4212/3SKS/MODUL 1-9 EDISI 1. Modul 4 KB1 hal 4.7-4.8

https://www.merdeka.com/pendidikan/apa-itu-budaya-politik-partisipan-yuk-
simakpenjelasannnya.html

Darmawan, Ikhsan. 2015. Mengenal Ilmu Politik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Harnawansyah Fadhillah. 2020. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: Scopindo Media Pustaka

https://www.kompas.com/tren/read/2022/02/23/191500265/poin-penting-ruu-tpks-dan-
bedanya-dengan-ruu-pks?
amp=1&page=2&jxconn=1*12drdel*other_jxampid*bkZMRzR3SHIzT1lzdmZOd1R6ODhJ
eV83ZFF4M1UwemNmTHZ0aWZ0SERYZmtsdlUtWFBXNXdsMG00Y3hzM0VHWA

Anda mungkin juga menyukai