Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2

PENGANTAR ILMU POLITIK

Tutor: Irwansyah, M.I.P

Dikerjakan Oleh:

NADILA FIRDINIA
NIM 050614008

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TERBUKA
2023
Tugas 2
Pasca Reformasi tahun 1998, untuk pertama kalinya setelah 30 tahun rezim Orde
Baru,Indonesia memasuki babak baru dalam kehidupan berdemokrasi. Partai politik mulai
banyak bermunculan, dan tidak ada lagi partai yang setiap pemilu selalu menjadi pemenang
mutlak atau dikenal dengan istilah “mayoritas tunggal”
Pertanyaan:
1. Bila merujuk pada kategori budaya politik Almond dan Powell, selama tahun 1999 sampai
dengan sekarang, Indonesia berada pada kategori budaya politi k yang mana? Uraikan tentang
budaya politik tersebut!
2. Terkait contoh kasus diatas, jelasan alasan Anda pada pilihan kategori budaya politik dari
Almond dan Powell tersebut! Lakukan analisis terhadap pilihan Anda tersebut.

Jawaban:
1. Merujuk pada kategori budaya politik Almond dan Powell, menurut saya Indonesia saat ini
berada pada kategori budaya politik parokial dan juga partisipan.
a. Parokial
Sebagian masyarakat Indonesia memiliki ciri-ciri budaya politik parokial yang mencakup
kurangnya minat dalam politik, kurangnya partisipasi dalam pemilihan umum, serta
kurangnya pengetahuan tentang proses politik dan isu-isu politik. Ada juga ketidakpercayaan
terhadap efektivitas partisipasi politik dalam perubahan. Mereka melihat diri mereka
dipengaruhi oleh tindakan-tindakan pemerintah, tetapi tidak ikut aktif dalam membentuk
kebijakan atau tindakan pemerintah tersebut. Warga negara yang mempunyai budaya politik
parokial cenderung sebagai kelompok orang yang pasif orientasinya terhadap proses politik,
sikap mereka tidak jelas, kadangkala mendukung tetapi dapat pula tampak teralienasi dari
otoritas yang berkuasa. Individu dalam budaya politik parokial memiliki minat yang rendah
dalam urusan publik dan kebijakan politik. Mereka mungkin lebih fokus pada kehidupan
pribadi dan kurang peduli tentang isu-isu sosial dan politik. Warga negara yang memiliki
budaya politik parokial cenderung kurang aktif dalam kampanye politik, aksi sosial, atau
kegiatan politik lainnya. Mereka mungkin hanya memenuhi kewajiban dasar sebagai pemilih
tetapi tidak terlibat dalam cara-cara lain dalam kehidupan politik. Pendidikan politik dan
pemahaman tentang sistem politik mungkin kurang dalam budaya politik parokial. Individu
dalam kategori ini mungkin tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang isu-isu
politik. Budaya politik parokial dapat mencerminkan sikap apati terhadap politik. Warga
negara mungkin merasa bahwa politik bukan bagian penting dalam kehidupan mereka dan
tidak memiliki dampak signifikan pada kehidupan sehari-hari mereka.
b. Partisipan
Di sisi lain, ada juga banyak warga Indonesia yang memiliki ciri-ciri budaya politik
partisipan. Partisipan merupakan budaya politik yang ideal dalam sebuah sistem politik yang
demokratis. Warga negara dalam kelompok ini mempunyai kesadaran bahwa mereka dapat
memengaruhi sistem politik, oleh karena itu mereka akan berusaha untuk terlibat dan
menggunakan kesempatan untuk berperan serta memengaruhi proses politik. Mereka aktif
dalam pemilihan umum, terlibat dalam kampanye politik, dan memiliki minat yang kuat
dalam isu-isu politik. Mereka mungkin memiliki pengetahuan yang lebih dalam tentang
proses politik dan isu-isu yang relevan. Partisipasi dalam budaya politik partisipan mencakup
berbagai bentuk, seperti pemilihan umum, kampanye, demonstrasi, dan partisipasi dalam
kelompok-kelompok advokasi. Budaya politik partisipan dianggap mendukung demokrasi
yang sehat karena partisipasi aktif warga negara penting untuk menjaga sistem politik yang
responsif terhadap kebutuhan dan keinginan masyarakat.

2. Terdapat alasan kenapa saya memilih berpendapat jika Indonesia berada pada kategori
parokial dan partisipan, berikut di bawah ini adalah uraiannya:
a. Parokial
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sebagian masyarakat Indonesia memiliki ciri-ciri
budaya politik parokial yang mencakup kurangnya minat dalam politik, kurangnya partisipasi
dalam pemilihan umum, serta kurangnya pengetahuan tentang proses politik dan isu-isu
politik. Contohnya saja pemilihan kepala daerah di Indonesia, seperti pemilihan gubernur atau
bupati, seringkali kurang mendapat perhatian yang memadai dari masyarakat. Sebagian besar
pemilih hanya berpartisipasi dalam pemilihan presiden dan pemilu legislatif. Melansir dari
Jawapos, Berdasarkan hasil survei beberapa lembaga, tingkat partisipasi pemilih tergolong
rendah. Salah satunya yang disampaikan lembaga survei Indikator Politik Indonesia. Menurut
lembaga tersebut, partisipasi di berbagai daerah yang menggelar pilkada tidak bisa disebut
tinggi. Di Jawa Timur misalnya, partisipasi pemilih hanya ada di angka 62,23 persen
dengan margin of error 1,33 persen. Demikian juga halnya di Jabar (67,83 persen) dan
Sumatera Utara (68,54 persen). Ada juga yang masih lumayan seperti di Sulawesi Selatan
(74,43 persen).
Selain itu, Sebagian masyarakat melihat partai politik sebagai entitas yang tidak representatif
atau hanya mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan rakyat. Ini dapat
mengurangi partisipasi dalam partai politik. Hal ini juga ditunjukkan pada data yang dilansir
dari Republika, kepercayaan publik terhadap partai politik berada paling bawah dengan 59,0
persen. Banyak warga Indonesia memiliki pandangan skeptis terhadap lembaga-lembaga
pemerintah dan seringkali melihatnya sebagai korup atau tidak efektif. Hal ini juga
ditunjukkan dengan tingkat kepercayaan publik kepada DPR dengan 58,7 persen. Selain itu
beberapa daerah di Indonesia masih memiliki budaya nepotisme di mana jabatan politik atau
pekerjaan di sektor publik seringkali diberikan kepada keluarga atau teman dekat. Akses
terhadap informasi politik yang objektif seringkali juga terbatas dimana sosialisasi politik
masih sangat minim, ditambah pemerataan teknologi yang belum sesuai. Ini bisa membuat
masyarakat kurang mendapatkan informasi yang diperlukan untuk terlibat dalam politik.
Meskipun budaya politik parokial masih ada, penting untuk diingat bahwa Indonesia juga
memiliki warga yang aktif dalam politik, terutama di tingkat lokal dan dalam isu-isu tertentu.
Perubahan sosial, pendidikan politik, dan kesadaran akan isu-isu politik dapat membantu
mengurangi budaya politik parokial.

b. Partisipan
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, di sisi lain, ada juga banyak warga Indonesia yang
memiliki ciri-ciri budaya politik partisipan. Warga negara dalam kelompok ini mempunyai
kesadaran bahwa mereka dapat memengaruhi sistem politik, oleh karena itu mereka akan
berusaha untuk terlibat dan menggunakan kesempatan untuk berperan serta memengaruhi
proses politik. Bisa dilihat jika warga Indonesia masih banyak yang aktif menggunakan hak
suara mereka untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat. Beberapa warga juga aktif
berpartisipasi dalam partai politik. Mereka dapat menjadi anggota partai, terlibat dalam
kampanye, atau bahkan mencalonkan diri dalam pemilu. Banyak pula organisasi masyarakat
sipil, seperti LSM dan kelompok advokasi, berperan aktif dalam memperjuangkan hak-hak
warga dan isu-isu sosial. Mereka berperan dalam mengawasi pemerintah, memperjuangkan
isu hak asasi manusia, dan berpartisipasi dalam perubahan sosial. Aktivitas di media sosial
pun memainkan peran penting dalam budaya politik partisipan. Warga Indonesia sering
menggunakan platform media sosial untuk menyuarakan pendapat, memobilisasi dukungan,
dan menyebarkan informasi politik. Apalagi di era gempuran perkembangan teknologi ini,
semakin mudah akses informasi tentang politik bagi mereka yang memiliki gawai. Budaya
politik partisipan di Indonesia sangat bervariasi dan mencerminkan komitmen warga terhadap
proses politik dan perubahan sosial. Perubahan sosial, pendidikan politik, dan kebutuhan
untuk mengatasi berbagai isu telah menjadi pendorong partisipasi aktif dalam politik di
Indonesia.

Sumber referensi:
Budiardjo, dkk. Pengantar Ilmu Politik ISIP421201. Tangerang Selatan: Penerbit Universitas
Terbuka.
Facette, F. Angka Golput di Pilkada Serentak 2018 Masih Tinggi. Diakses pada 7 November
2023 dari https://www.jawapos.com/pemilihan/0188380/angka-golput-di-pilkada-serentak-
2018-masih-tinggi.
Ramadhan, B. Survei Indikator: Kepercayaan Publik ke Parpol Konsisten Paling Rendah.
Diakses pada 7 November 2023 dari https://news.republika.co.id/berita/rtxgas330/survei-
indikator-kepercayaan-publik-ke-parpol-konsisten-paling-rendah.
Romli, L. Reformasi Partai Politik dan Sistem Kepartaian Indonesia. Politica, Vol. 2, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai