Anda di halaman 1dari 5

BERITA ACARA BUDAYA POLITIK

(Mata Kuliah Sosiologi Politik)

Dosen Pengampu

Dr. Mohammad Mona Adha, S.Pd., M.Pd.

Abdul Halim, S.Pd., M.Pd.

Kelompok 5

Ade Irma Kusuma Whardani


Aji Wahyu Nugroho
Amanda Mustika Dehana
Gracia Erna Putri
Kadek Milasari
Kezia Febiliani Putri Siswandi
Nisya Ramanda
Nola Vanessa Putri Napitupulu
Shofi Shifa Shafira
Siti Robiah
Thalia Aisya Putri
Yunita Sari

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2023
TUGAS PRESENTASI

1. Moderator dan kesimpulan : Gracia Erna Putri


2. Pemateri 1 : Yunita Sari
3. Pemateri 2 : Nola Vanessa
4. Pemateri 3 : Amanda Mustika
5. Pemateri 4 : Thalia Aisya
6. Pemateri 5 : Siti Robiah
7. Pemateri 6 : Ade Irma dan Shofi Shifa
8. Pemateri 7 : Kadek Milasari
9. Pertanyaan 1 : Aji Wahyu Nugroho
10. Pertanyaan 2 : Kezia Febiliani
11. Pertanyaan 3 : Nisya Ramanda

SESI DISKUSI

A. Pertanyaan 1 oleh Rahman Ardy putra


Berikan tanggapan penjelasan yang dimaksud budaya politik dan mengapa budaya
politik antara suatu negara dengan negara lain memiliki perbedaan !
Jawaban:
Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat. budaya politik adalah perwujudan nilai-nilai politik yang di anut oleh
sekelopmpok masyarakat,bangsa,negara yang diyakini sebagai pedoman dalam
melaksanakan aktivitas-aktivitas politik negara.
Setiap negara memiliki budaya politik yang berbeda-beda karena setiap negara
memiliki orientasi kehidupan dan aspek masing-masing, seperti pandangan sesama
warga negara, nilai, informasi, kecakapan serta arah tujuan politik. prinsip dan
pemikirannya juga tidak sama, kalau prinsip dan pemikiranya sama pasti takkan ada
beberapa negara, cukup satu saja.
B. Pertanyaan 2 Suci Insyira Abbas
Apakah di dalam sosialisasi budaya politik di indonesia memiliki penyimpangan? Jika
ada apasaja bentuk-bentuk dari penyimpangan tersebut dan hal apa yang melatar
belakangi sehingga terjadinya penyimpangan dalam sosialisasi budaya politik di
Indonesia ? lalu bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah dalam memperbaiki dan
meningkatkan budaya politik yang sehat di Indonesia agar penyimpangan-
penyimpangan tersebut tidak terjadi kembali
Jawaban :
Budaya Politik di Indonesia bisa dilihat dari pelaku masyarakatnya. Jadi,
pengertiannya yaitu tindakan atau sikap warga negara dalam merespon struktur serta
aktivitas politis dalam sebuah wilayah. Adapun mengenai budaya poliktik ini berasal
dari aspek tertentu, seperti adat, pengetahuan serta norma masyarakat. Hasil
pemahaman, pembelajaran maupun analisis dalam kurun waktu tertentu oleh
masyarakat yang akhirnya membentuk budaya.
Budaya Politik di Indonesia bisa dilihat dari pelaku masyarakatnya. Jadi,
pengertiannya yaitu tindakan atau sikap warga negara dalam merespon struktur serta

2
aktivitas politis dalam sebuah wilayah. Adapun mengenai budaya poliktik ini berasal
dari aspek tertentu, seperti adat, pengetahuan serta norma masyarakat. Hasil
pemahaman, pembelajaran maupun analisis dalam kurun waktu tertentu oleh
masyarakat yang akhirnya membentuk budaya.
Sifat budaya yang berkembang di masyarakat indonesia sekarang adalah mixed
political culture. Selain mempunyai budaya bertipe parokial, juga memegang
partisipan. Menurut para ahli, budaya politik masyarakat Indonesia tidak hanya
menganut satu tipe saja. Parokial bisa dilihat dari kurangnya partisipasi warga negara
terhadap kegiatan bidang ini. Kurangnya partisipasi ini bisa karena banyak hal.
Secara umum, kasus tersebut bisa ditemui pada wilayah masyarakat yang sulit
dijangkau, seperti pedalaman gunung, pesisir maupun desa terpencil. Selain itu bisa
juga karena faktor lain, seperti ekonomi, rendahnya pendidikan maupun sarana
prasarana. Sedangkan budaya politik di Indonesia partisipan bisa dilihat dari aktifnya
peran masyarakat yang membuka suara setiap ada aktivitas politik. Apalagi Indonesia
menganut sistem demokrasi, kebebasan berpendapat merupakan hak rakyat.
Berdasarkan buku yang berjudul Mengenal Ilmu Politik (2015) karya Ikhsan
Darmawan, terdapat tiga tipe budaya bidang ini. Budaya politik di Indonesia masuk
ke dalam tipe yang sudah disebutkan sebelumnya. Tiga tipe tersebut antara lain:
1. Parokial
Parokial mempunyai cakupan daerah terbatas. Jadi, lingkupnya kecil dalam zona
daerah. Parokial menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat dalam kegiatan
bidang ini rendah.Biasanya terjadi pada kelompok masyarakat yang tradisional
atau berada di wilayah terpencil, sehingga sarana untuk ikut berpartisipasi pun
kurang memadai. Parokial ditandai dengan kurang tertariknya warga mengenai
masalah politik.
2. Partisipan
Budaya politik di Indonesia partisipan ditandai dengan kesadaran rakyat untuk
ikut berpartisipasi dalam kegiatan aspek ini. Masyarakat pada partisipan sadar
bahwa sebagai warga negara mempunyai hak dan kewajiban terkait masalah
politik. Kontribusi aktif yang diberikan memiliki pengaruh terhadap kebijakan
politik. Apalagi mengingat masyarakat memang mempunyai peran dalam
penetapan kebijakan tersebut, tidak hanya oleh penguasa saja. Partisipan secara
umum diterapkan pada wilayah yang sistemnya menganut demokrasi. Sebab, pada
sistem ini, dalam negara pemerintah serta masyarakat memiliki hak dan juga
kebebasan setara.
3. Subjek
Terakhir adalah subjek, di mana masyarakat tidak sadar dan kurang perduli
mengenai sistem pemerintahan yang sedang berlangsung. Warganya lebih tertarik
terhadap hasil dari penyelenggaraannya. Sedangkan terkait proses, keterlibatan
dan partisipasi termasuk rendah. Sehingga bisa dikatakan bahwa pengaruh dari
warga terhadap sistem ini sangat kecil.

3
C. Pertanyaan 3 oleh Gebby Faulintya
Dilihat dari penjelasan kelompok bahwa eksistensi budaya politik Indonesia
dipengaruhi oleh perkembangan nilai yang dianut oleh masyarakat, lalu seperti apa
implementasi budaya politik (misalnya dalam pemilu) apakah dapat berpengaruh pada
politik identitas?
Jawaban:
Memberikan suara dalam pemilihan umum atau pemilu. budaya politik ini masuk ke
dalam jenis budaya politik partisipan. apa bisa berpengaruh terhadap politik identitas?
dapat kita katakan iya kita ambil contoh kasus pilpres tahun 2019 kemarin ada
beberapa pandangan yang melihat aspek politik identitas dalam Pilpres 2019 yang
dikaitkan dengan daerah yang berbasis ke-Islaman yang relatif dipandang kuat. Salah
satunya adalah di Provinsi Sumatera Barat, dimana perolehan suara Capres Nomor 1
Jokowi kalah dari Paslon Nomor 2 (Prabowo-Sandi). Dikatakan bahwa gencarnya
sosialisasi dan kebijakan pemerintah Jokowi dalam membangun Sumbar ternyata
tidak mampu mengangkat perolehan suara Jokowi. Sebabnya adalah prestasi
pemerintah Jokowi tak mampu melunturkan politik identitas dan sentimen negatif
masyarakat Sumatera Barat terhadap dirinya dan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P). Jokowi dianggap “tidak ramah” dengan umat Islam, yang mana
hal itu berdampak juga ke PDI-P sebagai partai pengusung utama Paslon Nomor 1.
Apa yang dibangun dan prestasi dari pemerintahan Jokowi tidak ada artinya karena
sentimen keagamaan dan argumen politik identitas yang kuat. Dengan kata lain,
Jokowi dianggap masyarakat Sumbar sebagai tokoh capres yang berjarak dengan
umat Islam.Sebaliknya, masyarakat Sumbar memberikan apresiasi kepada capres
nomor urut 02, Prabowo Subianto beserta partai pengusungnya, Gerindra, Partai
Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat yang
dianggap memperjuangkan aspirasi umat Islam dari contoh kasus ini dapat kita
simpulkan bahwa budaya politik dapat juga berpengaruh terhadap politik identitas.

PENAMBAHAN JAWABAN

1. Penambahan Jawaban Oleh Fatrycia Gunawan


Izin menambahkan terkait sesi diskusi yakni politik identitas dan penyimpangan
politik, bahwa salah satu bentu penyimpangan politik adalah politik identitas yang
kemudian akan menghambat regenerasi kepemimpinan akibat pergantian
kepemimpinan yang stuck pada satu kelompok dan salah satu cara mengatasi politik
identitas adalah apabila nanti kita terjun ke dunia politik kita harus berfokus pada
tujuan dan berfikir secara objektif.
2. Penambahan Jawaban Oleh Dika Yumanda
Corak ideologi partai politik di Indonesia dalam kaitannya dengan fenomena politik
identitas Terkait corak ideologi partai politik Indonesia dalam mengelola fenomena
politik identitas. Corak ideologi partai politik di Indonesia yang memiliki identitas
politik tertentu adalah sebuah “keniscayaan”. Agama adalah salah satu isu yang akan
terus menegaskan perbedaan ideologi di antara corak partai-partai di Indonesia. Corak
ideologi partai politik “tidak perlu dikuatirkan” dan merupakan hal yang “lumrah”

4
sebagai cara untuk menggaet dukungan dan suarayang sah secara hukum. Namun
dalam praktiknya,partai politik memainkan politik identitas hanya semata-mata untuk
mendulang suara dalam kepentingan “electoral vote”. Permasalahannya muncul
ketika corak ideologi partai politik“dimanipulasi” dan “dieksploitasi” sedemikian rupa
secara berlebihan untuk kepentingan “politik sempit” kelompoknya saja. Di samping
itu, Belum mengakarnya ideologi Partai Politik di masyarakat mengakibatkan
masyarakat tidak memiliki preferensi pasti dalam memilih, sehingga partai politik saat
ini selain menggunakan praktek money politics untuk mendulang suara, dan juga
menggunakan populisme simbol identitas berbasis “agama” dan “non-agama”.
Menurut Siti Kholisoh, politik identitas dapat membawa beberapa dampak antara lain:
a) Polarisasi sosial. Kelompok identitasMasyarakat terpecah, tantangan
mengembalikan agar masyarakat bersatu kembali sebagai bangsa yang
berbeda tetap satu tujuan (Bhinneka Tunggal Ika),
b) Perlakuan tidak setara. Pembatasan terhadap kebebasan berbicara dan
menghambat partisipasi bebas warga negara dalam demokrasi. pesan bahwa
kelompok tertentu adalah warga kelas rendah (subhuman) dan karena itu tidak
hanya berbahaya tetapi juga tidak berhak mendapatkan perlakuan setara oleh
negara, dan
c) Psikologi sosial masyarakat. Masyarakat menjadi mudah tersinggung,
gampang terbakar emosi, dan rentan terprovokasi.
Politik identitas juga dapat menjadi ancaman dalam hajatan demokrasi yakni:
a. Politik identitas berpotensi mengecilkan bahkan menghilangkan identitas lain
yang hidup di masyarakat,
b. Politik identitas menutupi perdebatan program kerja berkualitas, dan
c. Politik identitas lebih banyak memecah belah dari pada mempersatukan
masyarakat. Para pendukung merasa identitas mereka adalahkelompok pilihan
ciptaan “terbaik” yang akan menyelesaikan masalah di daerahnya.

Anda mungkin juga menyukai