Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SEJARAH TEORI DAN OBJEK KAJIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara

Dosen Pengampu :

Dr. Mohammad Mona Adha, S.Pd., M.Pd.

Edi Siswanto, S.Pd., M.Pd.

Di susun Oleh :

Nama Anggota Kelompok 1 :

1. Kezia Febiliani Putri Siswandi_2013032012

2. Yunita Sari_20530320043

3. Nisya Ramanda_2013032037

4. Nanda Fibilya Hantari 2013032051

5. Anisa Lutfia Nurhasanah_2013032019

6. Anggita Dwi Rahayu_2013032021

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

JURUSAN PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2022

i
KATA PENGANTAR
Pertama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana pada
kesempatan ini kami masih diberikan kesehatan dan kemudahan dalam mengerjakan tugas
makalah mata Kuliah Hukum Administrasi Negara.

Terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kami kemudahakan


dengan hasil penelitiannya maupun sumber refensi yang kami gunakan dan rekan-rekan
kelompok satu atas kontribusi dan kerjasamanya yang baik sehingga makalah yang berjudul
“Sejarah Teori dan Objek Kajian Hukum Administrasi Negara” dapat disusun dengan
baik.

Kami dari kelompok satu sangat memahami jika makalah kami masih amat jauh dari
kata terbaik, oleh karena itu kami berkeinginan perlu kritik dan saran yang bisa membangun
buat memperbaiki hasil diskusi kami pada makalah ini. Besar harapan saya semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan baru.

Bandar Lampung, 28 Februari 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Hukum Administrasi Negara .................................................................. 3
2.2 Teori Hukum Administrasi Negara ...................................................................... 5
2.3 Objek Kajian Hukum Administrasi Negara ......................................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 18
3.2 Penutup ................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum, hal ini telah dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyebutkan : Negara Indonesia adalah negara
hukum hal ini mendasarkan pada penjelasan UUD 1945 bahwa negara Indonesia berdasar
atas hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan semata (machstaat). Negara tidak
boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasar pada
hukum, di Indonesia pengaturan kepada rakyat yang dilakukan oleh pemerintah mendasarkan
pada Hukum Administrasi Negara. Dalam pergaulan hukum di masyarakat, pemerintah dapat
menempatkan dirinya sebagai subjek hukum yang melakukan hubungan hukum dengan
warga negara baik di dalam hukum publik maupun hukum privat. Kedudukan pemerintah
dalam hukum privat adalah sebagai wakil dari badan hukum publik, sedangkan kedudukan
hukum pemerintah berdasarkan hukum publik adalah sebagai wakil (vertegenwoordiger) dari
jabatan pemerintahan.

Administrasi negara sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala. Hal itu terbukti dari
catatan sejarah peradaban manusia, di Asia Selatan, Eropa termasuk Indonesia dan di Mesir
kuno, dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan pemerintahan. Sistem ini pada saat
sekarang disebut dengan Administrasi Negara. Meskipun administrasi negara memiliki
kebebasan, namun dalam pelaksanaan harus berdasarkan kepada hukum. Sebagai
konsekuensi negara hukum, segala sikap tindak administrasi negara tidak boleh bertentangan
dengan hukum. Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga negara
adalah Hukum Administrasi Negara atau Hukum Perdata, tergantung sifat dan kedudukan
pemerintah dalam melakukan tindakan hukum. Telah disebutkan bahwa pemerintah memiliki
dua kedudukan hukum yaitu sebagai wakil dari badan hukum publik (publiek rechtpersoon,
public legal entity) dan sebagai pejabat (ambtsdrager) dari jabatan pemerintahan. Ketika
pemerintah melakukan tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan hukum,
maka tindakan tersebut diatur dan tunduk pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan
ketika pemerintah bertindak dalam kapasitasnya sebagai pejabat, maka tindakan itu diatur dan
tunduk pada Hukum Administrasi Negara.

1
Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan
administrasi negara menjalankan fungsinya, sekaligus melindungi warga terhadap sikap
tindak administrasi negara, dan melindungi administrasi negara itu sendiri. Dalam lingkup
hukum administrasi negara terdapat tugas dan wewenang lembaga negara (administrasi
negara) baik di tingkat pusat maupun daerah, perhubungan kekuasaan antar lenbaga negara
(administrasi negara), dan antara lembaga negara dengan warga masyarakat (warga
negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada
warga masyarakat dan administrasi negara itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah Hukum Administrasi Negara di Dunia?
1.2.2 Bagaimana sejarah Hukum Administrasi Negara di Indonesia?
1.2.3 Apa saja teori-teori Hukum Administrasi Negara?
1.2.4 Apa saja objek kajian Hukum Administrasi Negara?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1 Untuk mengetahui sejarah Hukum Administrasi Negara di dunia.
1.3.2 Untuk mengetahui sejarah Hukum Administrasi Negara di Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui teori-teori Hukum Administrasi Negara.
1.3.4 Untuk mengetahui objek kajian Hukum Administrasi Negara.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Hukum Administrasi Negara

2.2.1 Sejarah Hukum Administrasi Negara di Dunia

Administrasi negara sebenarnya sudah ada semenjak dahulu kala. Hal itu terbukti dari catatan
sejarah peradaban manusia, di Asia Selatan, Eropa termasuk Indonesia dan di Mesir kuno,
dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan pemerintahan. Sistem ini pada saat sekarang
disebut dengan Administrasi Negara. Administrasi negara modern atau Hukum administrasi
Negara yang dikenal sekarang adalah produk dari masyarakat feodal yang tumbuh subur
didataran Eropa terutama di Eropa Barat. Sebelum Abad19 konsep negara di Eropa Barat
sebagai “penjagamalam” (Nachtwaker Staat). Konsep ini sebenarnya hanya bertujuan untuk
mengokohkan sistem pemerintahan yang dikuasai oleh kaum feodal dan bangsawan.
Akibatnya, kepentingan umum tidak diurus dan diselenggarakan dengan baik serta banyak
muncul korps administator yang tidak cakap, tidak penuh dedikasi, tidak stabil dan tidak
memiliki integritas. Akibatnya, timbul keinginan masyarakat untuk merubah hal tersebut.

Akhir abad19 dan permulaan abad20 di Eropa Barat dikembangkan konsep “negara
kesejahteraan” (WelfareState), pada dasarnya konsep negara ini mengutamakan kepentingan
umum. Perkembangan negara kesejahteraan di Eropa terjadi setelah Perang Dunia kesatu,
pada tahun 1974 lahir bentuk baru, yaitu “Verzorgingstaat”, yang memiliki ciri khas, seperti
negara memberikan jaminan sosial kepada seluruh penduduk, seperti tunjangan
pengangguran, pemiliharaan kesehatan, subsidi dan sebagainya. Negara harus aktif dalam
mengurus bidang kehidupan masyarakat dan mengantisipasi kecenderugan perubahan sosial.

Tujuannya agar dapat memelihara keseimbangan berbagai kepentingan dan berupaya


meningkatkan kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip keadilan. Hukum Administrasi
Negara telah berkembang dalam keadaan, pihak negara atau pemerintah mulai menata
masyarakat dengan menggunakan sarana hukum, misalnya menetapkan keputusan-keputusan
larangan tertentu.

Pada negara-negara Eropa Barat, seperti Inggris pengurusan kepentingan umum itu disebut
public service. Pengurusan tersebut disebabkan terjadinya Revolusi Industri di Inggris
sehingga mendorong lahirnya negara kesejahteraan yang mempunyai sifat mengurus
kepentingan umum. Berdasarkan konsep tersebut negara berusaha untuk mengatasi kesulitan-

3
kesulitan masyarakat pada waktu itu yang meliputi : pendidikan, perumahan, distribusi tanah,
kesehatan, pengaturan, perburuhan dan sebagainya. Dalam negara kesejahteraan tentunya
negara turutaktif dalam pergaulan masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya
pertumbuhan Hukum Administrasi Negara yang menerobos berbagai bidang kehidupan
masyarakat.

2.2.2. Sejarah Hukum Administrasi Negara di Indonesia

Hukum Indonesia berkiblat ke Negara Belanda sebagai mantan negara penjajah bangsa ini,
sehingga perubahan hukum yang terjadi di sana juga mempengaruhi pandangan bangsa
Indonesia tentang hukum di Indonesia.

Perkembangan hukum di negara Belanda setelah perang dunia ke ll, menganggap perlu untuk
memisahkan HAN dari HTN, hal ini dikarenakan perkembangan HAN yang cepat sehingga
memerlukan pengkajian tersendiri yang terlepas dari induknya hukum tata negara.
Universitas swasta Nederland yang mula-mula memisahkan mata kuliah HAN dari HTN
dengan guru besar pertamanya: Mr. Vegting pada tahun 1946. Baru 2 tahun kemudian,
universitas negeri di Leiden mengikuti jejak Universitas Nederland memisahkan mata kuliah
HAN dari HTN.

Di Indonesia, pada tahun 1947 terjadi pemisahan HAN dari HTN berdasarkan Stb. 1947 no.
170 pasal 34 tentang peraturan universitas. Pemisahan ini dengan alasan: HAN semakin
berkembang sehingga memerlukan penyelidikan tersendiri. Sebelum tahun 1946 nama mata
kuliahnya adalah Staatsen Administratief recht (HTN dan HAN), setelah tahun 1946 dipisah
menjadi: Staatsrecht (HTN) yang diajar oleh Prof. Resink, dan Administra tiefrecht (saat itu
namanya msih HTP) diajar oleh: Mr. W.F. Prins. (lihat S.Prayudi Atmosudirjo, 1995).

Pada mulanya pemakaian istilah untuk HAN berbeda-beda yaitu HTUN, HTP dan HAN,
tetapi dalam perkembangan selanjutnya yang biasanya dipergunakan adalah: HAN, walaupun
tidak menutup kemungkinan penggunaan nama lainnya. Menurut Prayudi, HTUN adalah:
bagian HAN yang bertitik berat pada hukum birokrasi. Tata usaha negara dalam arti modern
lahir di Eropa Barat dalam abad ke-17 dan menimbulkan birokrasi modern. Sedangkan HTP
bagian dari HAN yang mengatur seluk beluk dari penyelenggaraan pemerintahan.

4
2.2. Teori Hukum Administrasi Negara

1) Teori Ekapraja (Ekatantra)

Pada abad ke-14 dan abad ke-15, sistem pemerintahan pada umum- nya negara,
khususnya di Eropa adalah monarki absolut, yaitu seluruh kekuasaan negara berada
dalam satu tangan, yaitu raja. Dalam negara monarki absolut ini, administrasi sebagai
hukum administrasi negara yang membuat peraturan (legislatif ) dan menjalankan
(eksekutif ) serta mempertahankan hukum administrasi negara dalam arti mengawasi
(yudik atif ) seluruhnya ter tumpu pada raja, demi k epentingannya. Sistem pemerintah
hukum administrasi negara bersifat sentralisasi dan konsentrasi. Dalam sistem
konsentrasi, berarti aparat negara yang lain merupakan pembantu raja sehingga tidak
boleh mengambil inisiatif sendiri dalam melaksanakan fungsinya. Oleh sebab itu, hanya
ada satu macam kekuasaan, yaitu kekuasaan raja sehingga pemerintah hukum. Seorang
sarjana Austria Jerman Kelsen dengan Die Reine Rechts Theorie suatu mazhab baru
ilmu hukum, yaitu Mazhab Wina yang mem- bagi seluruh kekuasaan negara menjadi dua
bidang, yaitu:

a. Legis Latio, yang meliputi “law creating function”;


b. Legis Executio, yang meliputi:
1) legislative power;
2) judicial power.
Tugas Legis Executio itu bersifat luas, yaitu melaksanakan konstitusi beserta seluruh
undang-undang yang ditetapkan oleh kekuasaan legislatif sehingga mencakup selain
kekuasaan administratif seluruh judicial power. Kemudian, Kelsen membagi kekuasaan
administratif tersebut menjadi dua bidang, yaitu:
a. political function (yang disebut government);
b. administrative function (dalam bahasa Jerman “verwaltung”, sedang- kan dalam
bahasa Belanda disebut “bestuur”).
2) Teori Dwipraja

Pembagian dalam dua bidang ini disebut juga dwipraja ataupun dwitantra. Nawiasky
dalam bukunya Alge-meine Staatslehre membagi seluruh kegiatan negara hukum
administrasi negara menjadi dua bagian.

5
a. Normgebung, yaitu pembentuk norma-norma hukum beserta peng- undangannya
yang bersifat bebas dalam memilih objeknya menurut keperluan.
b. Normvolisichung atau fungsi eksekutif yang terikat pada norma- norma atau
undang-undang yang harus dilaksanakannya. Nawiasky membagi normvolisichung
dalam dua bagian, yaitu:
1) C. Hu Verwaltung atau pemerintah hukum administrasi negara (pangreh);
2) Rechtsplege atau peradilan.
Menurut A.M. Donner, pembedaan kekuasaan pemerintah hukum administrasi negara
dapat dilihat dari segi sifat hakikat fungsi yang ada dalam suatu negara, yang dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu:
a. kekuasaan yang menentukan tugas (taakstelling) dari alat-alat pe- merintah atau
kekuasaan yang menentukan politik negara;
b. kekuasaan yang menyelenggarakan tugas yang telah ditentukan atau merealisasikan
politik negara yang telah ditentukan sebelum- nya.Frank J. Goodnow membagi
seluruh kekuasaan pemerintah hukum administrasi negara dalam dikotomi, yaitu:
a) policy making, yaitu penentu tugas dan haluan;
b) task executing, yaitu pelaksana tugas dan haluan negara.
Teori yang membagi fungsi pemerintah hukum administrasi negara dalam dua fungsi
seperti tersebut disebut Teori Dwipraja.
3) Teori Tripraja (Trias Politika)
Pada abad ke-17 John Locke dalam bukunya Two Treatises on Civil Government
menguraikan pembagian kekuasaan (distribution of powerlmachten scheiding) bahwa
kekuasaan negara harus dibagi menjadi tiga kekuasaan, yaitu sebagai berikut.
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan perundangan.
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan peraturan perundang-
undangan, termasuk kekuasaan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
perundangan, yaitu kekuasaan pengadilan (yudikatif ).
c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan yang tidak termasuk kedua kekuasaan tersebut
(legislatif dan eksekutif ), misalnya kekuasaan untuk mengadakan hubungan antara
alat-alat negara, baik intern maupun ekstern.

Tiap-tiap kekuasaan harus diserahkan pada suatu alat perlengkapan negara yang berdiri
sendiri dan terlepas satu sama lain. Dengan cara pem- bagian kekuasaan tersebut,
kekuasaan sewenang-wenang dari raja dapat dihindari sehingga kekuasaan raja menjadi

6
terbatas. Pada abad ke-17 muncullah ajaran atau teori Montesquieu yang merupakan
penyempurnaan terhadap teori atau ajaran John Locke. Montesquieu dalam bukunya
UEsprit des Lois mengemukakan teorinya bahwa untuk mengatasi kewenangan raja yang
absolut, hendaknya dalam suatu negara diadakan suatu pemisahan hukum administrasi
negara kekuasaan (fungsi) dalam tiga kekuasaan yang tiap kekuasaan mem- punyai
lapangan pekerjaan sendiri dan terpisah-pisah satu sama lain. Ketiga kekuasaan tersebut
adalah:

a. la puissance legislative (kekuasaan legislatif ), yaitu kekuasaan untuk membuat


peraturan perundangan, dijalankan oleh parlemen;
b. la puissance executive (kekuasaan eksekutif ), yaitu kekuasaan untuk melaksanakan
peraturan perundangan, oleh raja;
c. la puissance de juger (kekuasaan yudikatif ), yaitu kekuasaan untuk
mempertahankan hukum administrasi negara akan peraturan per- undangan oleh
pengadilan.

Pembagian kekuasaan tersebut disebut dengan istilah Trias Politika. Sistem pemerintah
hukum administrasi negara bahwa kekuasaan yang ada dalam suatu negara
dipisahkan menjadi tiga macam kekuasaan seperti tersebut lebih dikenal dengan sistem
tripraja.

4) Teori Catur Praja


Van Volenhoven dalam bukunya yang berjudul Omtrek Van Het Administraticf Recht,
pada tahun 1926 menguraikan mengenai teori sisa atau aftrek teori yang membagi
kekuasaan/fungsi pemerintah menjadi empat, yaitu sebagai berikut.
a. Fungsi Bestuur
Dalam suatu negara modern, fungsi bestuur (memerintah) ini mem- punyai tugas
yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada pelaksanaan undang-undang seperti
yang dikemukakan oleh Montesquieu, yaitu teori triaspolitika, tetapi meliputi
penyelenggaraan sesuatu yang tidak termasuk mempertahankan hukum administrasi
negara akan ketertiban hukum secara preventif (preventive rechtszorg),
mengadili/menyelesaikan perselisihan hukum administrasi negara atau membuat
peraturan. Karena di dalam negara hukum yang modern, pemerintah banyak
mencampuri urusan kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial
budaya maupun politik, fungsi bestuur ini semakin lama semakin luas.

7
b. Fungsi Politie
Fungsi politie adalah fungsi untuk melaksanakan pengawasan secara preventif
(preventief rechszorg), yaitu yang memaksa penduduk suatu wilayah untuk menaati
ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (tindakan preventif ),
agar tata tertib dalam masyarakat ter- sebut tetap terpelihara. Donner menyatakan
bahwa sebenarnya fungsi polisi sudah termasuk dalam pengertian fungsi bestuur
(memerintah) karena suatu pelaksanaan undang-undang tidak mempunyai arti apabila
di dalamnya tidak termasuk kekuasaan untuk melaksanakan tindakan preventif.
Oleh karena itu, kedua fungsi/kekuasaan bestuur dan polisi tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
c. Fungsi Justitiel (Mengadili)
Fungsi atau kekuasaan peradilan adalah juga fungsi pengawasan yang represif
sifatnya. Ini berarti fungsi melaksanakan yang konkret, agar perselisihan hukum
administrasi negara tersebut dapat diselesaikan ber- dasarkan peraturan hukum
dengan seadil-adilnya. Adapun peradilan tersebut dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1) contentenze jurisdictie, yaitu dalam hal ini hakim semata-mata hukum
administrasi negara menjalank an fungsi/kekuasaan kehak iman (rechterlijke
functie) saja;
2) voluntaire juridictie, yaitu di sini hakim tidak semata-mata hukum administrasi
negara menjalankan fungsi/kekuasaan kehakiman, tetapi juga melakukan tugas
pengaturan, tugas pemerintah hukum administrasi negara, dan tugas kepolisian.
Dalam hal ini, yang di- maksud dengan fungsi peradilan dalam pemerintah
hukum admi- nistrasi negara adalah voluntaire juridictie.
d. Fungsi Pengaturan (Regeiaar)
Fungsi pengaturan adalah suatu tugas perundangan untuk men-
dapatkan/memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti materiel. Dengan demikian,
hasil dari fungsi pengaturan ini bukanlah undang-undang dalam arti formal (yaitu
yang dibuat oleh presiden dengan persetujuan DPR), tetapi undang-undang dalam
arti materiel, yaitu setiap peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh pemerintah
mempunyai daya ikat ter- hadap semua atau sebagian penduduk wilayah dari suatu
negara.
5) Teori Panca Praja

8
Pada tahun 1951 teori Panca Praja dikembangkan oleh J.R. Stellinga dalam bukunya
yang berjudul Grondtreken Van Het Nederlands Admi- nistratie gerecht. J.R. Stellinga
ini menambah satu fungsi lagi pada peme- rintah hukum administrasi negara sehingga
fungsi pemerintah hukum administrasi negara tersebut bukan lagi empat fungsi,
melainkan terdiri atas lima fungsi, yaitu:
a. fungsi wetgeving (perundang-undangan);
b. fungsi bestuur (pemerintah hukum administrasi negara);
c. fungsi politie (kepolisian);
d. fungsi rechtspraak (peradilan);
e. fungsi burgers (kewarganegaraan).

Teori Panca Praja juga dikemuk ak an oleh Lemaire, yang pada hakikatnya merupakan
penyempurnaan terhadap teori Catur Praja dari Van Vollenhoven tersebut. Menurut teori
Panca Praja dari Lemaire, fungsi pemerintah hukum administrasi negara terdiri atas
lima fungsi, yaitu sebagai berikut.

a. Fungsi bestuurszorg adalah kekuasaan/fungsi yang meliputi pe- nyelenggaraan


kesejahteraan umum (yang memiliki ciri-ciri ter- tentu), yaitu memberikan
kepercayaan pada administrasi negara keleluasaan untuk bertindak, yang disebut
Frcise Ermessen, yaitu menyelenggarakan dengan cepat dan jelas yang memberikan
ke- gunaan (oeltreffend) kepentingan untuk kesejahteraan umum.
b. Fungsi bestuur hukum administrasi negara merupak an fungsi untuk melaksanakan
peraturan perundangan saja, sebagaimana dikemukakan oleh ajaran/paham atau teori
Trias Politika/Tri Praja.
W.F. Willoughby dalam bukunya The Goverrment of Modern States menyatakan
bahwa kekuasaan yang ada dalam suatu negara terdiri atas legislatif, eksekutif,
yudikatif, dan administratif. Akan tetapi, karena adanya electorate (semua warga
negara memiliki hak untuk memilih) dalam suatu negara terdapat lima fungsi/
kekuasaan.
c. Fungsi politie (kekuasaan polisi).
d. Fungsi justitiel (kekuasaan mengadili).
e. Fungsi Regeiaar (kekuasaan mengatur).

9
6) Teori Sad Praja
Teori Sad Praja yang disampaikan oleh Wirjono Prodjodikoro di- dasarkan pada
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam teori ini kekuasaan pemerintah hukum administrasi
negara tidak lagi terdiri atas lima, me- lainkan enam kekuasaan, yaitu:
a. fungsi/kekuasaan pemerintah;
b. fungsi/kekuasaan perundangan;
c. fungsi/kekuasaan pengadilan;
d. fungsi/kekuasaan keuangan;
e. fungsi/kekuasaan hubungan luar negeri;
f. fungsi/kekuasaan pertahankan hukum administrasi negara dan ke- amanan umum.

Jika dikaitkan dengan ruang lingkup tugas pemerintah hukum Indonesia menganut
prinsip negara hukum yang dinamis atau welfare state (negara kesejahteraan) sebab
negara wajib menjamin kesejahteraan sosial (masyarakat). Pernyataan ini memiliki lima
landasan dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam alinea IV, antara lain
memuat empat macam tujuan negara, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi kesejahteraan
umum ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial itu.

Sila kelima dari Pancasila yang juga tercantum di dalam alinea IV Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 menegaskan prinsip “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Begitu juga ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang
mengharuskan pemerintah untuk menjamin setinggi-tinggi kemakmuran rakyat serta
memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar sehingga bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya serta yang menjadi hajat hidup orang banyak dikuasai
oleh negara untuk digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan tugas membangun
kesejahteraan sosial.

a. Tugas Pemerintah Indonesia


Secara konstitusional, negara Indonesia menganut prinsip “negara hukum yang
dinamis” atau welfare state sehingga tugas pemerintah Indonesia sangat luas.
Pemerintah wajib berusaha memberikan per- lindungan kepada masyarakat, baik
dalam bidang politik maupun dalam sosial-ekonominya. Untuk itu, pemerintah

10
mendapat rads ermessen, atau kewenangan untuk ikut campur dalam berbagai
kegiatan sosial untuk membangun kesejahteraan sosial, seperti melakukan
pengaturan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat dengan memberi izin, lisensi,
dispensasi, dan lain-lain atau mencabut hak-hak warga negara tertentu karena di-
perlukan oleh umum. Tugas pemerintah yang menyangkut pemerintah hukum
adminis- trasi negara pada saat ini ada lima, yaitu:
1) pemerintah hukum administrasi negara terdiri atas pengaturan, pem- binaan
masyarakat negara, kepolisian, dan peradilan;
2) tata usaha negara, yang dilakukan melalui pengembangan daripada birokrasi
negara;
3) pengurusan rumah tangga negara, yang dilakukan melalui pengem- bangan dinas-
dinas pengurusan serta badan-badan usaha negara dan daerah;
4) pembangunan nasional, yang dilakukan dengan Bappenas serta Pelita-pelita;
5) penyelamatan dan pelestarian lingkungan.
Dengan demikian, administrasi negara dalam membantu menyeleng- garakan
kehendak dan keputusan-keputusan pemerintah dalam rangka tugas-tugas tersebut
terdiri atas:
1) administrasi pemerintah hukum administrasi negara;
2) administrasi ketatausahaan negara;
3) administrasi kerumahtanggaan negara;
4) administrasi pembangunan;
5) administrasi lingkungan.
Administrasi negara tersebut dijalankan oleh para pejabat peme- rintah yang
merangkap sebagai pejabat administrasi (negara) dengan pejabat-pejabat pemerintah
hukum administrasi negara, pejabat-pejabat administrasi. Para pejabat pemerintah
ketika berkedudukan dan menjalankan fungsinya sebagai pejabat administrasi,
dengan memimpin penyeleng- garaan keputusan-keputusan pemerintah (yang
bersifat politik) secara operasional kasual-individual mempergunakan wibawa dan
wewenang administrasi yang bersifat teknis-penyelenggaraan (organisasi informasi
dan manajemen). Hukum administrasi negara sebagai hukum operasional sangat
penting artinya bagi pelaksanaan tugas para pejabat administrasi (negara) dalam
menghadapi masyarakat ser ta penyelesaian permintaan dan kebutuhan hukum
administrasi negara kebutuhannya. Selain merupakan hukum operasional dan hukum
prosedural, hukum administrasi negara merupakan pula hukum disiplin bagi para
11
pejabat administrasi dalam penunaian tugas, kewajiban, dan penggunaan we-
wenang. Para pejabat pemerintah dan administrasi dapat dibagi antara mereka yang
mempunyai wewenang lini, staf, teknis, dan bantuan.
Para pejabat yang mempunyai wewenang lini mempunyai komando, pengaturan, dan
penentuan policy (mengambil keputusan yang mem- punyai daya laku hukum). Para
pejabat yang mempunyai wewenang staf mempunyai wewenang yang relevan
dengan pekerjaan staf, di antaranya mengadakan pengawasan, pemeriksaan,
penelitian, pengumpulan data pada umumnya, analisis, penyusunan laporan, nasihat,
usul-usul pimpinan, dan rekomendasi yang mengikat. Para pejabat yang mempunyai
we wenan g te k nis menangani pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan keahlian
khusus secara eksklusif serta mempunyai daya laku hukum Para pejabat yang
mempunyai wewenang bantuan memberikan bantuan kepada pejabat unit lini secara
khas dan secara berkewajiban hukum (misalnya, transportasi, pengamanan,
pemanduan).
b. Konsekuensi dalam Perundang-undangan

Seperti telah dikemukakan, pemilih hukum administrasi negara opersionalisasi


negara dalam bentuk welfare state (negara kesejahteraan, negara hukum yang
dinamis) dengan freies ermessen-nya menurut E. Utrecht mengundang
konsekuensinya sendiri dalam bidang perundang- undangan, yaitu diberikannya
kewenangan bagi pemerintah hukum administrasi negara untuk “membuat”
peraturan perundangan, baik atas inisiatif sendiri maupun atas delegasi yang
diterimanya dari Undang- Undang Dasar serta “menafsirkan” isi peraturan yang
bersifat enunsiatif (enumeratif ).

c. Kewenangan atas Inisiatif Sendiri


Kewenangan atas inisitatif sendir i berar ti bahwa pemerintah (presiden) tanpa
harus dengan persetujuan DPR, diberi kewenangan untuk membuat peraturan
perundangan yang setingkat dengan undang- undang apabila keadaan terpaksa.
Dalam keadaan biasa (tidak terpaksa), kewenangan membuat undang-undang
(kekuasaan legislatif ) dilaku- kan oleh presiden bersama DPR, seperti dengan jelas
ditentukan dalam Pasal 5 dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, jika
timbul keadaan genting (gawat) yang memaksa, presiden diberi kewenangan untuk
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Peperpu). Dasar
teoretis dari kewenangan inisiatif dalam keadaan genting ini adalah salus populi

12
supreme lex yang berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Peperpu
ini menurut Ketetapan MPRS No. XX tahun 1966 setingkat dengan Undang-Undang.
Kewenangan presiden untuk membuat Peperpu (sebagai ke - wenangan atas
inisiatif sendiri) ini tercantum di dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
yang menyebutkan, “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak
menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang”. Karena
produk legislasi Peperpu ini dibuat dalam keadaan darurat dan dengan prosedur
yang luar biasa, paling lambat pada masa persidangan DPR berikut sesudah berlaku,
Peperpu tersebut harus disampaikan kepada DPR untuk di- setujui.
d. Kewenangan atas Delegasi

Kewenangan atas delegasi berarti kewenangan untuk membuat peraturan


perundang-undangan yang derajatnya di bawah undang- undang yang berisi masalah
untuk mengatur ketentuan satu undang- undang Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat. Hal ini karena de legasi ini pada d asar nya me man g dapat dibuat
oleh preside n sesuai dengan ketentuan Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebutkan:

“Presiden menetapk an Peraturan Pemerintah untuk menjalan- kan Undang-Undang


sebagaimana mestinya.” Selain Peraturan Pemerintah pihak pemerintah dapat juga
mengeluarkan bentuk peraturan perundangan lainnya yang derajatnya lebih rendah
dari Peraturan Pemerintah”.

Kewenangan untuk membuat peraturan perundangan yang di bawah PP bukan


merupakan delegasi langsung dari Undang-Undang Dasar 1945, tetapi diberikan
berdasarkan Ketetapan MPRS No. XX tahun 1966. Peraturan Perundang-undangan
yang derajatnya berada di bawah PP tersebut tidak harus dibuat oleh menteri
ataupun pemerintah daerah sesuai dengan lingkup kekuasaannya masing-masing.
Menurut Ketetapan MPRS No. XX tahun 1966 peraturan perundang-undangan yang
derajatnya lebih rendah dari Peraturan Pemerintah adalah Keputusan Presiden dan
Peraturan Pelaksanaan lainnya (seperti Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri).

e. Droit Function
Droit function adalah menafsirkan bagian isi peraturan perundang- undangan yang
masih bersifat enunsiatif atau enunteratif. Dalam Pasal 1 ayat (1) Ordonansi
tersebut, larangan pemerintah disebutkan untuk berbagai objek yang dilarang

13
didirikan tanpa izin dari pihak peme- rintah, ketentuan yang berakhir dengan kata-
kata Zoomede allc an dcre inrichtingen, welke gevaar, schade of hinder kunnen
veroorzaken (dan semua bangunan lain yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian
atau gangguan). Kata-kata tersebut memberikan kekuasaan kepada pejabat untuk
menentukan sendiri masalah bangunan yang dianggap dapat menimbulkan bahaya.
Dengan demikian, pejabat ber wenang untuk menentukan sesuatu yang hendak
dibangun itu termasuk objek yang berbahaya, merugik an, mengganggu atau tidak.
Dengan demikian, pejabat berwenang pula untuk mengeluarkan izin atau melarang
didiri- kannya bangunan. Jadi, pejabat tersebut merdeka untuk menentukan bahwa
objek yang hendak didirikan itu memerlukan atau sama sekali tidak memerlukan
izin dari pemerintah. Contoh lain adalah kewenangan bagi presiden untuk
menentukan bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan untuk
kepentingan umum. Kewenangan tersebut diperoleh karena Inpres No. 9 tahun 1973
yang dalam salah satu pasalnya menentukan bahwa “Presiden dapat menentukan
bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya. Yang menurut pertimbangan perlu
bagi kepentingan umum”.
Dengan demikian, kewenangan administrasi negara untuk membuat peraturan terdiri
atas tiga macam, yaitu:
1. penjabaran secara normatif dari ketentuan undang-undang menjadi peraturan
administratif;
2. interpretasi dari pasal-pasal undang-undang yang dijadikan per- aturan atau
instruksi dinas;
3. penentuan atau penciptaaan dari kondisi nyata untuk membuat ketentuan
undang-undang dapat direalisasikan.

Pembuatan peraturan tersebut oleh administrasi negara disebut administrative


legislation atau delegated legislation. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat
dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kekuasaan pemerintah hukum
administrasi negara terdiri atas enam kekuasaan, yaitu sebagai berikut.

1. Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar dan


Garis-garis Besar Haluan Negara yang di Negara Indonesia berada di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan yang berada di tangan Presiden dan Dewan
Perwakilan Rakyat secara bersama-sama dalam membuat undang-undang.

14
3. Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan yang berada pada Mahkamah Agung
dalam menjalankan undang-undang.
4. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan yang berada di tangan Presiden dibantu
oleh para menteri dalam menjalankan pemerintah.
5. Kekuasaan konsultatif, yaitu kekuasaan yang berada pada Dewan Penasihat
Agung dalam memberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.
6. Kekuasaan pengawasan keuangan negara atau inspektif, yaitu ke- kuasaan yang
berada di tangan Badan Pemeriksa Keuangan.

Adapun pembagian kekuasaan tersebut tidak berarti bahwa masing- masing


kekuasaan terpisah satu sama lain secara tegas, seperti dalam teori dan dinamis.

2.3. Objek Kajian Hukum Administrasi Negara

Obyek HAN Khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan bidang
tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Contoh : Hukum Tata Ruang, IMB dan laim-lain.
Obyek HAN Umum adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terikat pada suatu bidang
tertentu dari kebijaksanaan penguasa. Contoh : Asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan
laim-lain. Dari lapangan hukum administrasi khusus itulah kemudian dicari elemen-elemen
umum yaitu elemen yang terdapat dalam tiap lapangan khusus tersebut. Elemen yang
demikian itulah kemudian membentuk hukum administrasi umum.

Adapun jika dari ruang lingkup dari HukumAdministrasi Negara adalah bertalian erat
dengan tugas dan wewenang lembaga negara (administrasi negara) baik di tingkat pusat
maupun daerah, perhubungan kekuasaan antar lenbaga negara (administrasi negara), dan
antara lembaga negara dengan warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan
perlindungan hukum kepada keduanya, yakni kepada warga masyarakat dan administrasi
negar itu sendiri. Dalam perkembangan sekarang ini dengan kecenderungan negara turut
campur tangan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, maka peranan Hukum
Administrasi Negara (HAN) menjadi luas dan kompleks. Kompleksitas ini akan membuat
luas dan complicated dalam menentukan rumusan ruang lingkup HAN.

Secara historis pada awalnya tugas negara masih sangat sederhana, yakni sebagai penjaga
malam (natchwachter staad) yang hanya menjaga ketertiban, keamanan, dan keteraturan
serta ketentraman masyarakat. Oleh karenanya negara hanya sekedar penjaga dan
pengatur lalu lintas kehidupan masyarakat agar tidak terjadi benturan-benturan, baik
menyangkut kepentingan hak dan kewajiban, kebebasan dan kemerdekaan, dan atau
15
benturan-benturan dalam kehidupan masyarakat lainnya. Apabila hal itu sudah tercapai, tugas
negara telah selesai dan sempurna. Pada suasana yang demikian itu HAN tidak
berkembang dan bahkan statis.

Keadaan seperti ini tidak akan dijumpai saat ini, baik di Indonesia maupun di negara-negara
belahan dunia lainnya. Dalam batas-batas tertentu (sekecil, sesederhana dan seotoriter
apapun) tidak ada lagi negara yang tidak turut ambil bagian dalam kehidupan warga
negaranya. Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya hal tersebut, maka perlu dibentuk
hukum yang mengatur pemberian jaminan dan perlindungan bagi warga negara (masyarakat)
apabila sewaktu- waktu tindakan administrasi negara menimbulkan keraguan pada warga
masyarakat dan bagi administrasi negara sendiri. Untuk mewujudkan cita-cita itu tepatlah apa
yang dikemukakan oleh Sjachran Basah bahwa fungsi hukum secara klasik perlu ditambah
dengan fungsi-fungsi lainnya untuk menciptakan hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat. Oleh karena itu hukum harus tidak dipandang sebagai kaidah semata-mata, akan
tetapi juga sebagai sarana pembangunan, yaitu berfungsi sebagai pengarah dan jalan
tempat berpijak kegiatan pembangunan untuk mencapai tujuan kehidupan bernegara. Di
samping itu sebagai sarana pembaharuan masyarakat hukum harus juga mampu
memberi motivasi cara berpikir masyarakat kearah yang lebih maju, tidak terpaku
kepada pemikiran yang konservatif dengan tetap memperhatikan factor- faktor sosiologis,
antropologis, dan kebudayaan masyarakat. Namun demikian seperti apa yang dikemukakan
oleh Mochtar Kusumaatmaja hukum tetap harus

memperhatikan, memelihara dan mempertahankan ketertiban sebagai fungsi klasik dari


hukum. Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi. Hukum Administrasi
Negara, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang dipelajari dalam
HAN yaitu meliputi :

1. Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara;


2. Hukum tentang organisasi negara;
3. Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang bersifat
yuridis;
4. Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama
mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara;
5. Hukum administrasi pemerintah daerah dan Wilayah, yang dibagi menjadi:
a. Hukum Administrasi Kepegawaian;

16
b. Hukum Administrasi Keuangan;
c. Hukum Administrasi Materiil;
d. Hukum Administrasi Perusahaan Negara.
6. Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara.

Kusumadi Pudjosewojo, membagi bidang-bidang pokok Hukum Administrasi Negara


sebagai berikut :

1) Hukum Tata Pemerintahan;


2) Hukum Tata Keuangan termasuk Hukum Pajak;
3) Hukum Hubungan Luar Negri;
4) Hukum Pertahanan dan Keamanan Umum.

Walther Burekhardt menyebutkan bidang-bidang pokok bagian dari Hukum Administrasi


Negara, yaitu :

1. Hukum Kepolisian, berisi aturan-aturan hukum yang mengandung norma untuk


bertingkah laku, bersifat larangan/pengingkaran dan mengadakan pembatasan-
pembatasan tertentu terhadap kebebasan seseorang guna kepentingan keamanan umum;
2. Hukum Perlembagaan, yaitu aturan-aturan hukum yang ditujukan kepada panguasa untuk
menyelenggarakan perkembangan rakyat dan pembangunan dalam lapangan kebudayaan,
kesenian, Ilmu Pengetahuan, kerohanian dan kejasmanian, kemasyarakatan dan lain-lain
(pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah, perpustakaan, tentang rumah sakit).
Dengan meluasnya bidang-bidang kebe- basan bergeraknya perseorangan maka
penguasa wajib mengatur hubungan-hubungan hukum individu-individu tersebut
berdasarkan tugasnya yakni menyelenggarakan kepentingan umum;
3. Hukum Keuangan, yaitu aturan-aturan hukum tentang upaya menyediakan perbekalan
guna melaksanakan tugas- tugas penguasa. Misalnya, aturan tentang pajak, bea dan
cukai, peminjaman uang bagi negara dan lain- lainnya.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang


aparatur pemerintah dalam melakukan berbagai aktivitas atau tugas-tugas negara, guna
mencapau tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bagi aparatur pemerintah baik di
pusat maupun di daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat (orang
perseorangan maupun Badan Hukum Perdata begitu juga dalam memberikan pelayanan
kepada sesama Aparatur Pemerintah sendiri) tetap berpegang kepada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.HAN muncul setelah terjadinya perang dunia ke ll, sebelumnya
fungsi negara adalah sebagai: negara kepolisian atau negara penjaga malam, yaitu hanya
mengurusi keamanan saja. Baru setelah PD ke ll, fungsi negara beralih menjadi negara
kesejahteraan (welfare state). Untuk mewujudkan tujuan negara itu, maka pemerintah harus
turut campur tangan dalam urusan, kegiatan atau kepentingan masyarakat. Masuknya campur
tangan pemerintah ini harus dipayungi oleh hukum yang jelas, agar pemerintah tidak berubah
menjadi otoriter, untuk itulah HAN diperlukan sebagai pembatas atau pedoman bagi aparat
pemerintah dalam menjalankan tugasnya menuju negara kesejahteraan sedangkan sejarah
HAN di indonesia sendiri Pada mulanya pemakaian istilah untuk HAN berbeda-beda yaitu
HTUN, HTP dan HAN, tetapi dalam perkembangan selanjutnya yang biasanya dipergunakan
adalah: HAN, walaupun tidak menutup kemungkinan penggunaan nama lainnya. teori HAN
yakni teori ekapraja/ekatantra, teori dwipraja/dwitantra/dikotomi,teori tripraja/Trias
politika,teori catur praja,teori panca praja, dan teori sadpraja sedangkan terkait objek kajian
HAN yakni .objek kajian HAN khusus adalah peraturan-peraturan hukum yang berhubungan
dengan bidang tertentu dari kebijaksanaan penguasa sedangkan objek kajian HAN umum
adalah peraturan-peraturan hukum yang tidak terkait pada suatu bidang tertentu dari
kebijaksanaan penguasa.

3.2 SARAN

Sebagai negara hukum sudah sepatutnya hukum ditaati dan dipatuhi agar tercipta
negara yang sejahtera agar masyarakat dapat terlindungi dari hal-hal yang meresahkan.
sebagai negara hukum Indonesia termasuk negara yang menjunjung hukum agar ketentraman
di negara Indonesia senantiasa terjaga dan terpelihara agar tercipta kesejahteraan dan
ketentraman dalam masyarakat oleh karena itu sudah sepatutnya pemerintah juga turut turun

18
langsung untuk meninjau apakah masyarakat sudah mendapatkan haknya dilindungi oleh
hukum tanpa pandang bulu karena hukum adalah bagian dari masyarakat pula dan
masyarakat berhak dijamin atas hukum.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anggrara, Sahya. 2018. Hukum Administrasi Negara. Bandung: CV Pustaka Setia.

Razy, Fakhruddin. 2020. Hukum Administrasi Negara. Banyumas: Pena Persada.

Muna, Yusri. 2016. Hukum Administrasi Negara. Pekan Baru: Marpoyan Tujuh.

Ismatullah, Deddy. 2018. Hukum Administrasi Negara. Bandung: Pustaka Setia.

Siburian, Kasman. 2017. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Capiya Publish.

Tjandra, Riawan. 2018. Hukum Administrasi Negara. Jakarta Timur: Sinar Grafika

Nursadi, Harsanto. 2018. Hukum Administrasi Negara Sektoral. Jawa Barat: Aska Mulia

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia (Pustaka Tinta Mas,


Surabaya, 1998)

20

Anda mungkin juga menyukai