Disusun oleh :
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur serta terimakasih kehadirat Allah SWT atas segala kemudahan yang
diberikan kepada kami sehingga tugas mata kuliah Kewarganegaraan dapat
terselesaikan.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah ini ke depan. Harapan kami, kiranya makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua orang.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................ 1
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 7
3.2 Saran.................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Agar ruang lingkup pembahasan tidak terlalu luas, maka peneliti membatasi kajian penelitian
pada :
1. Pengertian konstitusi
2. Masalah aktual yang terjadi dimedia sosial dilakukan oleh orang yang melanggar
kostitusi
3. Solusi yang bisa dilakukan
1
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka ada beberapa rumusan
yaitu :
1. Pengertian konstitusi
2. Masalah aktual yang terjadi dimedia sosial dilakukan oleh orang yang melanggar kostitusi
3. Solusi yang bisa dilakukan
2
BAB 2
Negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Jika diibaratkan bangunan, negara sebagai
pilar-pilar atau tembok tidak bisa berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi
Indonesia. Hampir setiap negara mempunyai konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi
tersebut telah dilaksanakan dengan optimal atau belum. Yang jelas, konstitusi adalah
perangkat negara yang perannya tak bisa dipandang sebelah mata.
2.2 Masalah aktual yang terjadi dimedia sosial dilakukan oleh orang yang melanggar
kostitusi
Perkembangan media sosial semakin cepat dan menjangkau seluruh lapisan
masyarakat. Media sosial menggabungkan elemen informasi dan komunikasi melalui
beberapa fitur untuk kebutuhan penggunanya. Sejumlah informasi melalui unggahan
status, membagi tautan berita, komunikasi melalui chat, komunikasi audio/visual dan
lainnya merupakan fitur-fitur unggulan yang dimiliki media sosial.
3
Nilai-nilai konstitusional ini bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Namun,
seiring berjalannya waktu, warga negara melakukan pelanggaran konstitusi. Tentu saja ini
merupakan pelanggaran yang terjadi, pelanggaran tersebut bisa terjadi dimanapun,
termasuk dimedia sosial, karena media sosial ini pada zaman sekarang lebih banyak
digunakan dan tidak jarang ada orang yang berbuat seenaknya.
Penggunaan media sosial yang banyak, dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk
melakukan berbagai tindak pidana dalam bentuk penipuan, pemalsuan, tayangan
bermuatan pornografi, termasuk perbuatan sengaja menyebabkan penghinaan/pencemaran
nama baik.
Pencemaran nama baik adalah suatu tindakan menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang (aanranding of goede naam). Salah satu bentuk pencemaran nama baik adalah
pencemaran nama baik yang dilakukan secara tertulis dengan menuduhkan sesuatu hal
(Oemar Seno Adji).
Adapun hukum pencemaran nama baik di media sosial selain dalam KUHP juga dapat
merujuk pada UU ITE dan perubahannya. Pasal 27 ayat (3) UU ITE mengatur : “Setiap
Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Sedangkan ketentuan SARA diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yaitu : “Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Ancaman hukum pencemaran nama baik di media sosial, pelaku yang melanggar Pasal
27 ayat (3) UU ITE diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 yang berbunyi : “Setiap
Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp750 juta”.
Kemudian pelaku yang melanggar Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
berdasarkan SARA, diancam hukuman dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yakni :
4
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar”.
Patut digarisbawahi, delik hukum pencemaran nama baik di media sosial yang diatur
dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 UU 19/2016 adalah
delik aduan, sehingga hanya korban yang bisa memproses ke polisi.
2.3 Solusi yang Bisa Dilakukan
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran nama
baik, yaitu :
1. Batasan Kebebasan Berekspresi
Batasan kebebasan berekspresi adalah melalui undang-undang terutama dalam
hukum perdata maupun dalam hukum pidana. Dalam situasi masyarakat Indonesia
sekarang ini, instumen hukum pidana lebih diutamakan oleh “korban” meskipun sifat
dari hukum pidana adalah ultimum remidium. Tidak mengherankan apabila seseorang
atau kelompok masyarakat tidak senang dengan pernyataan pihak lain yang
disampaikan dalam media sosial, maka melaporkan ke polisi menjadi hal yang lazim
dilakukan untuk “menghukum” pernyataan pihak lain tersebut. Banyak laporan yang
sebenarnya tidak layak untuk menjadi perkara pidana kemudian diteruskan prosesnya
sampai ke pengadilan dan divonis bersalah. Memang jika dianalisis lebih lanjut
laporan polisi banyak perkataan dari pengguna media sosial yang dilaporan ke polisi
karena pendapat yang merupakan offensive speech yang kemudian dipandang sebagai
suatu penghinaan ataupun ujaran kebencian.
Dalam perkembangannya penerapan hukum pidana dirasa kurang efektif untuk
menyelesaikan masalah kicauan di media sosial. Pihak kepolisian harus
mengutamakan cara preventif terlebih dahulu untuk mengatasi permasalahan kicauan
yang dipandang sebagai ujaran kebencian sebelum upaya represive dilakukan dengan
memproses dalam sistem peradilan pidana.
2. Meninjau Berbagai Aspek Sosial
Hasil penelitian di bidang ilmu psikologi menunjukan bahwa kehadiran media
sosial telah merubah model komunikasi dan interaksi sosial para penggunanya. Lebih
5
lanjut perilaku pengguna media sosial yang didominasi oleh para generasi yang lebih
muda menunjukan bahwa kebutuhan psikologis para penggunanya yang hendak
menunjukan kebutuhan atas perhatian dan pengakuan dari orang lain yang
diekspresikan melalui media sosial.
Oleh karenanya untuk menyelesaikan permasalahan kicauan di media sosial
hendaknya juga harus melihat aspek pengguna sosial media. Kajian dari berbagai
ilmu sosial diperlukan untuk mendukung penyelesaian masalah ini serta sebagai
upaya penanggulangan non-penal dan masukan untuk menyusun penanggulangan
melalui sarana penal.
6
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Syarat terbentuknya suatu negara yaitu setiap
negara harus memiliki konstitusi, tanpa adanya konstitusi negara tersebut tidak mungkin
terbentuk. Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara yang berupa
kumpulan peraturan yang membentuk dan mengatur/memerintah dalam pemerintahan
suatu negara. Herman Heller: konstitusi lebih luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya
bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis. Nilai-nilai konstitusional ini bersifat
mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Namun, seiring berjalannya waktu, warga negara
melakukan pelanggaran konstitusi. pelanggaran tersebut bisa terjadi dimanapun, termasuk
dimedia sosial. Penggunaan media sosial yang banyak, dimanfaatkan oleh sejumlah pihak
untuk melakukan berbagai tindak pidana dalam bentuk penipuan, pemalsuan, tayangan
bermuatan pornografi, termasuk perbuatan sengaja menyebabkan penghinaan/pencemaran
nama baik. Solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran nama
baik yaitu dengan batasan kebebasan berekspresi dan meninjau berbagai aspek sosial.
3.2 Saran
Berdasarkan beberapa peraturan di atas, seharusnya masyarakat lebih memahami
aturan-aturan tersebut agar kelak tidak melakukan pencemaran atas nama baik seseorang.
Di zaman yang serba teknologi ini segala sesuatu dapat menyebar secara cepat terutama
jika terjadi di media sosial. Apabila seseorang tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu
dan hal tersebut menyinggung tentang nama baik seseorang, maka orang tersebut dapat
dilaporkan atas dasar pencemaran nama baik dan dapat dipidana. Maka dari itu diperlukan
pemahaman dan literasi bagi masyarakat dalam memahami peraturan-peraturan yang ada.
7
DAFTAR PUSTAKA
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-pencemaran-nama-baik-di-media-
sosial-lt520aa5d4cedab
http://lib.litbang.kemendagri.go.id/index.php?p=show_detail&id=629
https://business-law.binus.ac.id/2017/06/27/upaya-sosial-penyelesaian-hukum-
kicauan-di-media-sosial/
https://badilum.mahkamahagung.go.id/artikel-hukum/2452-aspek-hukum-
pencemaran-nama-baik-melalui-facebook.html