Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KESENJANGAN HUKUM
PADA ORANG MISKIN DI INDONESIA

Disusun Oleh:
HAMKA
B1E123020

PRODI DIII OPTOMETRI


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah Swt., karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara
tepat waktu. Makalah ini kami beri judul “ Kesenjangan hukum terhadap orang
miskin di Indonesia”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan dari


Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Ibu Jusmawati, S.Pd., M.Pd. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan bagi kami
sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya dalam hal manfaat
pelaksanaan bimbingan kelompok sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar
para mahasiswa.

Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Jusmawati, S.Pd., M.Pd selaku dosen Pendidikan Kewarganegaraan. Tidak
lupa bagi rekan-rekan mahasiswa lain yang telah mendukung penyusunan
makalah ini kami juga mengucapkan terima kasih. bisa menulis makalah dengan
lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan para pembaca.

Makassar, 20 September 2023

Hamka
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………………..... i
KATA PENGANTAR……………………..
…………………………………………… ii
DAFTAR ISI.…...
…………………………………………………………………………. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah……………………………………………………….. 1
B. Batasan masalah…………………………….…..…………………………….. 1
C. Rumusan Masalah………………...…………………….…………………….. 2
D. Tujuan Pembahasan…………………………….………....………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Penjelasan Kesenjangan Hukum.………………………….………………….. 3
B. Kesenjangan Hukum pada orang miskin di Indonesia……………….……….. 4
C. Penyabab Terjadinya Kesenjangan Hukum pada orang miskin di Indonesia ... 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan…………………………………………………….……………. 7
B. Saran…………………………………………………………………………..7
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia sedang dalam kondisi krisis di berbagai bidang,


termasuk bidang hukum. Hukum merupakan salah satu bidang yang
keberadaannya sangat esensial guna menjamin kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Negara Indonesia adalah negara hukum, maka segala
sesuatu yang berkenaan dengan pelanggaran hukum atau tidak taat pada
aturan hukum yang ada akan mendapatkan sanksi yang tegas bagi
pelakunya. Setiap perilaku dalam mengabaikan atau melawan terhadap
norma dalam masyarakat akan dihadapkan pada hukum yang berlaku
sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat dan disepakati bersama.
Namun, hukum yang pada dasarnya dibuat untuk menciptakan ketertiban
dan kedamaian serta bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata
malah sebaliknya. Hukum yang seharusnya berlaku bagi semua kalangan,
tidak mengenal stratifkasi sosial dalam penegakan hukum, tetapi realita
yang terjadi berbanding terbalik dari prinsip hukum, hukum dijadikan alat
bagi mereka yang mempunyai kepentingan.

Bagi masyarakat dalam stratifikasi sosial keatas mendapat


perlakuan yang berbeda daripada masyarakat yang mempunyai stratifikasi
sosial kebawah. Masyarakat yang mempunyai kedudukan lebih tinggi
memiliki perlakuan yang istimewa daripada masyarakat yang berasal dari
kalangan biasa atau tidak mempunyai kedudukan dalam masyarakat.
Artinya, terdapat sebuah indikasi terjadinya ketidakadilan dalam perlakuan
bagi pelanggar hukum dari aparat penegak hukum. Padahal dalam UUD
1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi "Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum" dalam pasal tersebut tercantum
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
artinya setiap warga negara memiliki hak yang sama dan tidak di banding
bandingkan dengan kekayaan, status, jabatan maupun keturunan.
Sementara kondisi hukum sekarang ini, ketika berhadapan dengan orang
yang memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka
hukum menjadi tumpul.
Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di gadang-gadang
oleh pemerintah nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang
berlaku sekarang di Indonesia seakan-akan berpihak kepada segelintir
orang saja.

B. BATASAN MASALAH
Agar pembahasan tidak terlalu luas, penulis perlu membatasi pembahasan
dalam makalah ini. Pembatasan yang penulis terapkan yaitu hanya
membahas Kesenjangan hukum pada orang miskin di Indonesia.

C. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan penulis terapkan yaitu:

1. Apa yang dimaksud Kesenjangan Hukum?


2. Kesenjangan hukum apa yang terjadi pada orang miskin di Indonesia?
3. Kenapa kesenjangan hukum pada orang miskin di Indonesia tersebut
dapat terjadi?

D. TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan membuat makalah ini agar masyarakat lebih mengenal tentang


kesenjangan hukum pada orang miskin yang terjadi di Indonesia, dan
memberikan informasi tentang kenapa kesenjangan hukum pada orang
miskin di indonesia diantara kita dapat terjadi serta solusi yang dapat kita
lakukan dan pemerintah untuk mengurangi dampak dari kesenjangan
hukum itu.
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENJELASAN KESENJANGAN HUKUM

Kesenjangan hukum merupakan suatu keadaan di mana terdapat


ketidaksesuaian dan ketidakseimbangan dalam tuntutan, vonis, atau
putusan hukum yang diberikan di tengah masyarakat. Hal ini berarti,
terdapat jurang pemisah (gap) atau adanya ketidaksamaan keputusan
hukum antara masyarakat satu dan lainnya. Mirisnya, ketidakadilan
dan kesenjangan hukum sudah seperti hal yang lazim terjadi di
Indonesia. Indonesia sebagai negara hukum dan menjunjung tinggi
hukum bagaikan slogan semata tanpa ada bukti konkret
pengimplementasiannya. Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial
(social control) dalam praktiknya banyak disalahgunakan oleh
berbagai pihak demi kepentingannya sendiri.

Penegakan hukum di negeri ini bagaikan perumpamaan hukum


tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Dengan kata lain, hukum
sepertinya hanya berlaku untuk masyarakat kalangan bawah,
sedangkan bagi masyarakat kalangan atas, hukum sudah umpama
barang yang dapat leluasa dan seenaknya diperjualbelikan.

Membudayanya kesenjangan hukum di negeri ini dilatarbelakangi


oleh berbagai hal, seperti melemahnya pengamalan nilai-nilai
Pancasila di masyarakat, khususnya sila ke-5 yakni keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa semestinya seluruh masyarakat,
tanpa mengenal suku, ras, atau agamanya berhak mendapatkan
perlakuan yang adil di berbagai aspek, termasuk hukum, ekonomi,
politik, dan lain sebagainya. Berbagai jenis perlakuan diskriminatif dan
tidak adil yang terjadi di negeri ini secara tidak langsung sudah
mencederai Pancasila dan hak-hak manusia sebagai warga negara.
Kemudian, faktor penyebab kesenjangan hukum lainnya adalah
kemerosotan moral dan akhlak para penegak hukum Indonesia. Hal ini
juga berkaitan dengan melemahnya nilai-nilai Pancasila oleh elemen
masyarakat tersebut, sehingga menyebabkan banyaknya
penyelewengan, KKN, dan pelanggaran hukum lainnya. Tingkat
jabatan, adanya praktik nepotisme, ketimpangan dan tumpang tindih
pasal-pasal, adanya intervensi penguasa, ketidakpercayaan publik, dan
rendahnya kesadaran masyarakat akan hukum juga merupakan faktor-
faktor yang melatarbelakangi ketidakadilan dan kesenjangan hukum di
negeri ini.

Ketidakadilan dan kesenjangan hukum yang berlarut-larut justru


akan menimbulkan banyak masalah dan problematika baru.
Kesenjangan hukum dapat dikatakan sebagai masalah sosial ketika
dampaknya sudah dirasakan oleh banyak orang, telah melanggar atau
terdapat ketidaksesuaian dengan nilai-nilai atau norma yang dijunjung
tinggi oleh suatu kelompok masyarakat tertentu, telah menyebabkan
terjadinya perpecahan, konflik, atau disintegrasi dalam kelompok,
ataupun telah memunculkan ketidakbahagiaan dan kegelisahan bagi
individu lain dalam kelompok. Apabila proses sosial dan gejala sosial
hanya memberikan dampak dan pengaruh negatif bagi masyarakat,
maka gejala sosial dan proses sosial tersebut dapat berubah menjadi
masalah sosial (Masrizal, Sugihen, & Hasanuddin, 2015)

Masalah ketidakadilan dan kesenjangan hukum dapat dikaji


melalui perspektif sosiologi hukum. Menurut (Utsman, 2013),
sosiologi hukum merupakan sebuah cara pandang atau ilmu
pengetahuan yang dapat memberikan kemampuan untuk menilik dan
mengidentifikasi aktivitas kegiatan dalam masyarakat berhukum
melalui penguasaan konsep-konsep dasar sosiologi (baik secara mikro,
meso, ataupun makrososiologi hukumnya), memberikan dasar-dasar
kemampuan bagi proses pemahaman secara sosiologis mengenai fakta
sosial hukum yang beranak-pinak di masyarakat, dan juga mampu
memberikan pengetahuan tentang perubahan sosial hukum.

Dalam perspektif sosiologi hukum, materi dan substansi hukum


bukanlah hal yang menjadi perhatian. Interaksi dan hubungan sosial
dalam proses penegakan dan hasil putusan hukum yang nantinya akan
menimbulkan dampak secara sosial dan memengaruhi penerapan
hukum yang berlakulah yang menjadi fokus kajian perspektif ini
(Biroli, 2015).

Lalu, upaya seperti apakah yang bisa dilakukan dalam menghadapi


ketidakadilan dan kesenjangan hukum yang sudah berlarut-larut terjadi
di negeri ini? Salah satunya melalui penguatan moral dan nilai-nilai
Pancasila untuk menanamkan kesadaran dan pemahaman masyarakat
akan pentingnya substansi dari setiap sila yang terdapat pada dasar
negara Indonesia ini. Apabila semua pihak telah sadar akan pentingnya
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, hukum, dan kemanusiaan yang
ada dalam masyarakat, maka hukum di negeri ini pastilah dapat
berjalan secara efektif.

2. KESENJANGAN HUKUM YANG TERJADI PADA ORANG


MISKIN DI INDONESIA

Bagi masyarakat dalam stratifikasi sosial keatas mendapat


perlakuan yang berbeda daripada masyarakat yang mempunyai
stratifikasi sosial kebawah. Masyarakat yang mempunyai kedudukan
lebih tinggi memiliki perlakuan yang istimewa daripada masyarakat
yang berasal dari kalangan biasa atau tidak mempunyai kedudukan
dalam masyarakat. Artinya, terdapat sebuah indikasi terjadinya
ketidakadilan dalam perlakuan bagi pelanggar hukum dari aparat
penegak hukum. Padahal dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 yang
berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum" dalam pasal tersebut tercantum kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum artinya setiap warga
negara memiliki hak yang sama dan tidak di banding bandingkan
dengan kekayaan, status, jabatan maupun keturunan. Sementara
kondisi hukum sekarang ini, ketika berhadapan dengan orang yang
memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan politik maupun uang, maka
hukum menjadi tumpul.

Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di gadang-gadang


oleh pemerintah nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang
berlaku sekarang di Indonesia seakan-akan berpihak kepada segelintir
orang saja. Misalnya pada kasus kaburnya selebgram RV, saat
karantina di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Atas pelanggaran
yang dilakukan, seharusnya ia mendapatkan hukuman sesuai Undang-
Undang yang berlaku karena terbukti melanggar Pasal 9 Ayat 1 UU
No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman
hukuman satu tahun penjara. Namun sayangnya, pada saat pembacaan
putusan oleh Majelis Hakim, RV dianggap tidak perlu dipenjara dan
bebas dari hukuman. Sedangkan kasus yang terjadi pada tahun 2015
silam, Nenek Asyani, asal Situbondo, Jawa Timur divonis bersalah
karena terbukti mencuri dua batang pohon jati milik perhutani untuk
dibuat tempat tidur. Jangankan kebebasan, keringanan hukuman pun
tak didapatkan oleh nenek Asyani meskipun dengan tubuhnya yang
renta ia memohon di depan Hakim. Ia divonis 1 tahun penjara dengan
masa percobaan 1 tahun 3 bulan dan denda Rp500 juta subsider 1 hari
hukuman percobaan.

Dari kasus diatas jelas terlihat perbedaan perlakuan dalam hal


hukum. Hukum yang semestinya ditegakkan dan dijalankan
sebagaimana mestinya, seolah-olah menjadi bergeser, hukum
dihadapkan pada berbagai arena kepentingan. Lemahnya mentalitas
aparat penegak hukum juga mengakibatkan ketidakadilan dalam
penegakkan hukum. Ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia
juga dapat dilihat dari ketidakpuasan masyarakat karena hukum yang
seharusnya sebagai wadah untuk mencari keadilan bagi masyarakat,
tetapi malah memberikan rasa ketidakadilan.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di


Indonesia ini merupakan fakta dan data yang ditunjukkan dari hasil
survei terhadap masyarakat oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang
menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan
penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas,
sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Padahal penegak
hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum.

3. PENYEBAB TERJADINYA KESENJANGAN HUKUM PADA


ORANG MISKIN DI INDONESIA

Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah


negara hukum. Leon Duguit, seorang ahli hukum menyebut bahwa
hukum adalah aturan tingkah laku masyarakat yang harus ditaati
sebagai jaminan dari kepentingan bersama, yang jika dilanggar akan
menimbulkan kecaman sebagai reaksi. Sementara itu, penegakan
hukum merupakan sistem yang di dalamnya terdapat pemerintah atau
lembaga negara yang bertindak secara terorganisir untuk menjamin
keadilan dan ketertiban dengan menggunakan perangkat atau alat
kekuasaan negara.

Penegak hukum memiliki peran strategis dalam menentukan


kualitas penegakan hukum di sebuah negara. Di Indonesia, kinerja para
penegak hukum sering kali dianggap kurang memuaskan.
Ketidakpuasan masyarakat ini menjadi pertanda lemahnya penegakan
hukum di Indonesia. Hukum yang dianggap sebagai cara untuk
mencari keadilan bagi masyarakat malah memberikan rasa
ketidakadilan. Salah satu penyebab lemahnya penegakan hukum di
Indonesia adalah kualitas para penegak hukum. Masih rendahnya
moralitas mengakibatkan profesionalisme kurang dan terjadi
ketidakmauan pada penegak hukum. Moralitas ini berkaitan pula
dengan korupsi yang dilakukan oknum penegak hukum (judicial
corruption). Para penegak hukum yang seharusnya menegakkan
hukum malah justru terlibat dalam praktek korupsi.

Moralitas yang rendah inilah yang menyebabkan penegakan hukum di


Indonesia masih lemah. Penegakan hukum akan menjadi kuat dan
dihormati jika para penegak hukum bertindak profesional, jujur dan
menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good
governance).

Salah satu contoh lemahnya penegakan hukum adalah penilangan


pengendara yang melanggar aturan lalu lintas. Tak sedikit pengendara
yang tidak ingin disidang di pengadilan dan memilih jalur “damai di
tempat”. Hal ini sudah bertahun-tahun terjadi sehingga menjadi satu
rahasia umum. Akibatnya, muncul ketidakpercayaan masyarakat
terhadap penegak hukum. Tagar #PercumaLaporPolisi bahkan sempat
viral di media sosial akibat kekesalan masyarakat terhadap kinerja
salah satu penegak hukum tersebut. Jika tidak segera dituntaskan,
ketidakpercayaan masyarakat ini dapat menimbulkan aksi main hakim
sendiri. Masyarakat yang tidak percaya penegak hukum dapat lebih
memilih untuk menyelesaikan masalah dengan kekerasan atau cara
mereka sendiri.
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Penting untuk meyakinkan semua pihak bahwa masalah


lemahnya atau tidak adanya akses kelompok miskin terhadap
hukum dan keadilan sebagai masalah hak asasi manusia.

Menurut penulis potret penegakan hukum di Indonesia belum


berjalan dengan baik, bahkan bisa dikatakan buruk. Jika
keadilan sudah tidak ada lagi maka masyarakat akan
mengalami ketimpangan.

Oleh karena itu, penegakan hukum harus dapat berjalan sesuai


dengan tujuan hukum, sehingga hukum akan berjalan apa
adanya tanpa adanya tekanan dari pihak mana saja. Penegak
hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang
hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu,
sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan


pengertian dari golongan masyarakat, di samping mampu
membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima
oleh masyarakat itu sendiri. Selain itu, penegak hukum harus
dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu,
sehingga menarik partisipasi dari golongan sasaran atau
masyarakat luas

2. SARAN

Penulis menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak


kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para
pembaca dan penulis berharap mendapat kritik dan saran,
supaya makalah selanjutnya dapat lebih baik dari sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Biroli, A. (2015). Problematika Penegakan Hukum di Indonesia ( Kajian Dengan


Perspektif Sosilogi Hukum ). Journal Trunojoyo Vol 8, No. 2.
Masrizal, Sugihen, B. T., & Hasanuddin. (2015). Pengendalian Masalah Sosial
Melalui Kearifan Lokal. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Salle, S. 2020. Sistem Hukum dan Penegakan Hukum. Makassar: Social Politic
Utsman, S. (2013). Dasar-Dasar Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai