Anda di halaman 1dari 15

KETIDAKADILAN HUKUM INDONESIA: KASUS KAKEK PEMUNGUT SISA

GETAH

Sofia Rizky Saputri


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarata
JL. Brawijaya, Geblagan, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55813
Email: sofia.rizky.isip21@mail.umy.ac.id

ABSTRAK

Kehadiran hukum baik secara kelembagaan maupun dalam penghormatannya menuntut


permintaan dalam keberadaan manusia, baik dalam kerjasama yang bersahabat maupun
dalam permintaan hidup bagi setiap orang. Karena dalam masyarakat hukum adalah
hasil penyelidikan pikiran dan perjumpaan manusia dalam mengelola hidupnya.
Otorisasi hukum adalah masalah di hampir setiap negara, termasuk negara kita sendiri.
Di Indonesia banyak masalah hukum yang terjadi terutama ketidakadilan. Sedemikian
rupa masalah hukum, maka pada saat itu, banyak yang belum atau mungkin tidak dapat
diselesaikan. Motivasi di balik hukum atau keyakinan hukum mengandung kebajikan
seperti kesetaraan dan sebenarnya, kualitas-kualitas ini harus memiliki pilihan untuk
diakui dalam kenyataan sejati.
Kata Kunci: Hukum, Ketidakadilan, Masyarakat.

PENDAHULUAN

Hukum yang kita tau merupakan peraturan yang dibuat adanya untuk mengatur

tingkah laku manusia dimana untuk menjaga ketertiban, keadilan, dan mencegah

terjadinya konflik. Negara Indonesia sendiri merupakan negara hukum yang dijelaskan

dalam UUD 1945 pada Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, “Negara Indonesia adalah

Negara Hukum”. 1Hukum yang dibuat di Indonesia wajib dipatuhi dan dilaksanakan

dengan hukum yang ada, tujuan hukum sendiri pun sebagai upaya melindungi hak asasi

1
Imaculata, M. G. (2018). Ketidakadilan Hukum Di Indonesia Bagi Masyarakat Menengah Ke Bawah
Ditinjau Dari Konsep Negara Aristoteles Dan Negara Gotong Royong, hal.2-3.
setiap manusia. Pandangan Negara Hukum itu dibentuk dengan mengembangkan bagian

hukum sendiri sebagai suatu pola yang pragmatis dan berkeadilan. Sifat dari hukum

sendiri ini pun bersifat memaksa dan menyeluruh yang wajib ditaati oleh seluruh Warga

Negara Indonesia.

2
Realita yang terjadi pada negara kita ini justru tidak semudah membuat peraturan

hukum itu sendiri. Masih banyak ketidakadilan hukum sesuai peraturan hukum yang ada,

masih banyak hukum yang dipergunakan oleh oknum pejabat untuk melindungi mereka

dan menyederhanakan hukum atas perilaku mereka yang merugikan pemerintah negara

dan masyarakat. Dalam kata lain, meringankan hukum mereka dengan alasan bahwa

mereka memiliki jabatan, yang membuat mereka menyalahgunakan hukum. Namun, jika

ada kasus pidana terhadap kaum bawah, hukum setinggi langit, perbuatan yang dilakukan

kaum bawah seperti dianggap sepele.

Hukum Indonesia sampai detik ini masih belum memiliki bantalan keadilan yang

signifikan karena cenderung dilihat dari kasus politik yang banyak terjadi pelanggaran

yang sangat merugikan negara dan merugikan individu yang sedang berkembang.

Misalnya kasus yang ramai diperbincangkan belakangan terakhir yaitu kakek samirrin

yang memungut sisa getah divonis dua bulan empat hari, ada begitu banyak kasus

mengenai ketidakadilan yang dialami negara kita ini. Dari persoalan yang sedang terjadi

di masyarakat akan berakibat buruk nantinya jika tidak diselesaikan dengan baik.

Hukum seharusnya tidak hanya mengasumsikan keabsahan formal yang ditumpuk

dengan siklus prosedural yang umumnya mencari jaminan yang sah. Namun juga harus

memiliki kemampuan untuk memeriksa secara komprehensif berbagai masalah yang

2
Ajang, Y. (2019). Ketidak Adilan Hukum di Negara Hukum, hal.2-3.
muncul di tengah kehidupan. Ini menyiratkan bahwa hukum tidak hanya dibatasi sebagai

pengaturan aturan tetapi juga hukum sebagai kerangka yang menandai nilai hukum itu.

Sehingga selain adanya kepastian yang hukum, hal itu juga tidak dapat dipisahkan dari

nilai keadilan pada masyarakat.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang menjadi penyebab ketidakadilan hukum untuk kakek samirin?

2. Apakah hukum di Indonesia belum adil untuk kaum menengah bawah?

3. Bagaimana agar penegakkan hukum di Indonesia adil bagi kaum menengah

bawah?

METODE PENELITIAN

Data dan informasi yang mendukung penulisan ini menggunakan metode

kualitatif, karena permasalahan mengidentifikasi dengan orang-orang yang berada di

lingkungan tingkat yang sangat dasar pada persepsi. Metode penelitian kualitatif ini

merupakan pemeriksaan yang memahami kekhasan apa yang mampu dimiliki subjek,

seperti perilaku persepsi, inspirasi, tindakan, dan sebagainya secara komprehensif dan

melalui penggambaran sebagai kata-kata dan bahasa, dalam konteks yang khusus yang

alamiah, yang normal dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Pendekatan

kualitatif ini dilakukan secara penuh terhadap subjek dimana ada kesempatan dimana

spesialis menjadi instrumen penting dalam pemeriksaan, kemudian metodologi tersebut

digambarkan dalam kata-kata yang tersusun, informasi observasional yang telah

diperoleh dan dalam metodologi ini menggarisbawahi makna daripada spekulasi. Oleh

karena itu, metode penelitian kualitatif ini cocok digunakan dalam penelitian yang
dilakukan. Karena penelitian memungkinkan untuk menganalisis titik fokus masalah

secara mendalam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Apa yang menjadi penyebab ketidakadilan hukum untuk kakek samirin?

Kata hukum bukanlah hal yang asing lagi bagi kita. Dalam di media sosial,

media massa, dan percakapan sehari-hari, kita kerap mendengar dan

menggunakan kata hukum. Sementara itu, apa yang terjadi dengan hukum?

Hukum adalah standar atau persetujuan untuk mengatur perilaku manusia. Setiap

kali disalahgunakan, daerah setempat akan dikenakan sanksi yang berlaku untuk

diri mereka sendiri. Pasal 1 Ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 berbunyi, "Negara

Indonesia sebagai negara hukum." Meskipun demikian, hukum di Indonesia saat

ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat luas karena ketidakjelasan berbagai

undang-undang dan kekurangan pedoman yang ada.

Banyak orang telah memajukan pandangan mereka tentang hukum di

Indonesia dengan tujuan agar dapat ditingkatkan. Membahas hukum, kita pasti

pernah mendengar istilah "tumpul ke atas, runcing ke bawah". Bagaimanapun, arti

istilah bisa menjadi sedikit lebih jelas. Yang dimaksud dengan istilah ini adalah

adanya keganjilan, lebih spesifiknya menolak individu kelas bawah daripada

menolak individu masyarakat kelas atas. Mengapa demikian? karena individu

kelas bawah kalah dalam hal ekonomi sehingga mereka tidak bisa melakukan

pembelaan mengenai hukum. Sama sekali tidak seperti individu yang memiliki

hak istimewa, mereka dapat meringankan hukuman mereka dengan segala hal

yang mereka miliki.


Salah satu yang menggambarkan bahwa rakyat kecil tidak mendapatkan

keadilan, yaitu kakek samirin yang sedang menggembalakan sapinya, kemudian

memungut getah pohon karet dan menjualnya kepada orang yang menampung.

Saat sedang memungut getah karet, tak diduga satpam perkebunan memergoki

kakek samirin yang sedang memungut getah karet. Karena hal tersebut membuat

kakek samirin harus dibawa ke pengadilan. Karena berkemampuan ekonomi

rendah, kakek samirin tersebut tidak mampu melakukan pembelaan dan menyewa

pengacara. Kemudian, kakek samirin dijatuhkan hukuman penjara selama dua

bulan empat hari. Di sisi lain, ada situasi di mana otoritas yang mengambil uang

rakyatnya hanya dihukum 1 tahun. Bahkan, mereka masih dapat pergi selama

dalam tahanan.

Dilihat dari dua gambaran kasus di atas, sangat beralasan bahwa mengapa

adanya ketidakadilan hukum bagi kakek samirin karena hukum di Indonesia yang

"tumpul ke atas, runcing ke bawah". Demikian pula, penerapan hukum di

Indonesia tidak mencerminkan premis negara kita, tepatnya Pancasila. Selain itu,

kedua kasus tersebut menunjukkan adanya penyimpangan dari sila kelima

Pancasila, lebih spesifiknya “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Selama ini hukum di Indonesia justru melenceng dari Pancasila dan UUD 1945

sehingga banyak kalangan bawah justru merasa tidak mendapatkan keadilan.

Tragisnya, ketidak tegasan hukum di Indonesia menyebabkan kaum bawah

tertindas karena kurang mampunya ekonomi sehingga kalah dengan kaum kaya.

Kesenjangan hukum ini adalah keadaan di mana adanya perbedaan dan

kecanggungan dalam permintaan, keputusan, atau putusan hukum yang diberikan

di tengah-tengah masyarakat. Ini menyiratkan bahwa ada kesenjangan atau


ketidakseimbangan dalam putusan antara masyarakat satu dengan yang lainnya.

Mirisnya, kasus ketidakadilan yang dialami kakek samirin ini seperti sudah hal

yang lazim yang terjadi di Indonesia. Jika kita memaknai kembali sila kelima

dalam Pancasila. Maka seharusnya seluruh masyarakat tanpa mengenal suku, ras,

atau agamanya berhak mendapatkan perlakuan yang adil di berbagai aspek,

termasuk hukum, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Berbagai macam perilaku

diskriminatif dan tidak adil yang terjadi di bangsa ini berimplikasi pada

mencederai Pancasila dan kebebasan bersama sebagai warga negara.

Hal yang dialami kakek samirin ini menunjukkan dimana hukum akan

berpihak kepada orang yang memiliki ekonomi lebih tinggi serta memiliki

jabatan, tidak adanya biaya untuk pembelaan terhadap dirinya membuat kakek

samirin lebih memilih harus divonis penjara. Ketidakadilan hukum benar-benar

akan menyebabkan banyak masalah dan membuat masalah baru jika dibiarkan.

2. Apakah hukum di Indonesia belum adil untuk kaum menengah bawah?

Indonesia negara yang seringkali terjadi kasus-kasus kecil namun dibesar-

besarkan oleh media karena adanya ketidakadilan hukum di negeri kita ini. Inilah

unsur-unsur hukum di Indonesia, seolah-olah pandangan negeri ini telah berubah,

pemenangnya adalah orang yang memiliki pengaruh atau kekuasaan, orang yang

memiliki banyak uang, dan orang yang memiliki kekuasaan. Mereka tentu

terlindung dari pengaruh hukum yang meresahkan terlepas dari apakah aturan

negara diabaikan, atau dalam istilah hukum "tidak merata". Yang kita lihat kondisi

hukum negara kita saat ini sangat lemah, lebih tepatnya kepada penegakkan

hukum Indonesia.
Meskipun demikian, ketika berhadapan dengan individu yang lemah, yang

tidak memiliki kekuatan, dll. Hukum bisa sangat tajam. Ini sedang terjadi karena

aturan hukum tidak berjalan semestinya akibatnya, itu tidak dapat diukur

bagaimana proses otorisasi hukum. Terbukti, ketika ada kasus hukum kita bisa

temukan secara numerik. Bagaimana itu bisa merespons, apa interaksinya?

Bagaimana cara paling umum untuk menunjukkannya, apa pilihannya. Dengan

asumsi ini diterapkan, proses penyelesaian hukum harus berjalan secara baik.

Meskipun begitu, banyak inkonsistensi terjadi. 3 Individu nantinya tidak akan

percaya pada proses hukum yang ada, nantinya masyarakat dapat melihat bahwa

dalam memeriksa proses persyaratan hukum ini orang dapat melihatnya dengan

ekuitas.

Kehadiran kejahatan datar dan vertikal pada dasarnya karena melemahkan

pemanfaatan kualitas sosial dan kesadaran yang hukum masyarakat yang

menyebabkan rendah daerah setempat sesuai dengan hukum dan munculnya

berbagai demonstrasi penyalahgunaan wewenang.4 Kasus yang dialami kakek

samirin ini menjadi salah satu contoh nyata dimana hukum di Indonesia benar-

benar belum adil bagi kaum menengah bawah, seolah- olah yang berhak mendapat

keadilan hanya yang memiliki uang, jabatan, dan kekuasaan. Jika dilihat lagi ini

sangat timpang dengan adanya hukum di Indonesia sebagaimana mestinya.

Apabila ketidakdilan ini didiamkan saja, maka akan menjadikan Indonesia

negara yang tidak taat pada peraturan hukum dan semena-mena pada penegakkan

hukum. Sangat miris didepan mata kita keadilan tidak diberikan bagi kaum yang

3
Amrunsyah, A. (2017). TAJAM KE BAWAH TUMPUL KE ATAS. Legalite: Jurnal Perundang
Undangan dan Hukum Pidana Islam, 2(I), hal.3.
4
Sanyoto, S. (2008). Penegakan Hukum Di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 8(3), hal.3.
tertindas. Eksekusi hukum di arena publik selain mengandalkan perhatian hukum

terhadap wilayah setempat, itu juga secara khusus dikendalikan oleh aparat

penegak hukum, karena sering beberapa pedoman hukum tidak dapat terjadi

diselesaikan dengan baik karena ada beberapa penegak hukum yang tidak

melakukan pengaturan hukum sebagai di mana seharusnya. Hal ini karena

eksekusi oleh para pelaksana hukum itu sendiri yang tidak pantas dan merupakan

model yang mengerikan dan dapat merusak citra. Selain itu, contoh asli terlebih

lagi kualitas kepercayaan dan etika pejabat persyaratan hukum harus baik, sangat

bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Indonesia.

Implementasi hukum terletak pada latihan mengatur hubungan kualitas

yang digambarkan dalam prinsip-prinsip itu konsisten dan sikap aktivitas sebagai

perkembangan penggambaran harga diri tahap konklusif untuk membuat,

mengikuti, dan mengikuti aktivitas publik yang tenang. 5 Membangun hukum yang

sesuai dengan harga diri dan desain sosial Indonesia. Membutuhkan mentalitas

dasar dan penalaran terbuka. Karena banyak kualitas yang tidak dengan mudah

diwajibkan dalam keseluruhan rangkaian peraturan perundang-undangan

Pancasila yang sebagaimana ditunjukkan oleh istilah Muladi adalah kerangka

hukum keluarga. Keadaan Indonesia saat ini menunjukkan adanya

missinkronisasi antara nilai dan standar kemenangan. Kualitas yang dibutuhkan

yang diangkat adalah kualitas sosial Indonesia. Yang paling kritis dan prinsip

dalam perbaikan hukum Indonesia adalah: mengubah pandangan dunia yang sah.

Ini sangat mempengaruhi kehadiran model dan karakter pedoman yang halal.

5
Utama, A. S. (2019). Kepercayaan Masyarakat terhadap Penegakan Hukum di Indonesia. dalam Jurnal
Ensiklopedia Social Review, 1(3), hal.2.
Dipercaya bahwa kami akan memulai pengembangan yang sah dari “kemapanan”

dan semangat negara Indonesia. 6

3. Bagaimana agar penegakkan hukum di Indonesia adil bagi kaum menengah

bawah seperti contoh kakek samirin?

Kekuasaan menyiratkan bahwa bangsa memiliki batas penuh untuk

bertindak pada akhir hari memiliki kekuasaan yang memuaskan penuh. Negara

berdaulat dapat mengambil posisi apa pun yang dia bisa selesai selama tidak

berjuang dengan standar seperti halnya pengaturan instrumen utama asosiasi

global yang saat ini dibuat. 7 Penegakkan hukum pada dasarnya adalah komponen

signifikan dalam penataan budaya masyarakat, dalam perasaan peningkatan

kualitas prosedural dan cukup dalam kehidupan. Stamler maupun kelsen

menegaskan keadilan sebagai tujuan hukum. Demikian pula Radbruch

mengatakan bahwa keadilan sebagai tujuan umum dapat diberikan arah yang

berbeda-beda untuk mencapai keadilan sebagai tujuan dari hukum. Oleh sebab itu,

kapasitas hukum adalah untuk menjaga kepentingan publik dalam masyarakat,

mengamankan kebebasan dasar, dan mengakui kesetaraan dalam hidup masing-

masing. Ketiga tujuan ini tidak bermasalah, tetapi lebih merupakan gagasan

penting, untuk lebih spesifik bahwa orang harus hidup di mata publik dan bahwa

masyarakat harus dikontrol dengan tepat oleh otoritas publik yang bergantung

pada hukum. 8 Berbicara mengenai hukum sebagai pengaturan siklus

implementasi hukum, kami benar-benar ingin melihat unsur-unsur yang

6
Sukadi, I. (2011). Matinya Hukum dalam Proses Penegakan Hukum di Indonesia. Risalah Hukum,
hal.12.
7
Gunawan, Y. (2021). Hukum Internasional: Sebuah Pendekatan Modern. Yogyakarta, LP3M UMY, 12.
8
Dwisvimiar, I. (2011). Keadilan dalam perspektif filsafat ilmu hukum. Jurnal Dinamika Hukum, 11(3),
hal.5.
mempengaruhi pelaksanaan hukum. Saat mencoba menjawab mengapa berusaha.

Kewenangan hukum di Indonesia secara konsisten mengalami hambatan dalam

pelaksanaannya.

Komponen utama yang menyebabkan Indonesia belum memiliki pilihan

untuk melaksanakan hukum merupakan figur kebutuhan hukum yang dimulai dari

individu pokok yang pada yayasan-yayasan sah yang ada, baik di Kantor Kabag

Hukum, Kepolisian, Pengadilan Tinggi, Pengadilan dan organisasi yang berbeda.

Arti dari sudut sekutu utama dari keuntungan dan kerugian dari otorisasi hukum

di Indonesia. Seharusnya memahami hukum yang adil dapat membantu atau

menyelamatkan individu. Selain itu juga dapat menjerumuskan orang-orang yang

sangat dekat dengan kehancuran. Hukum yang hidup dalam pengaturan di atas

adalah hukum yang hidup dalam keberadaan wilayah hukum Indonesia yang sah.

Jenis hukum yang hidup dalam masyarakat hukum Indonesia antara lain di

daerah-daerah tertentu di Indonesia, sebenarnya memiliki pengaturan hukum yang

tidak tertulis yang hidup dan berlaku di mata masyarakat yang biasa disebut

dengan hukum pidana baku. Untuk memberikan landasan legitimasi yang kuat

terhadap penggunaan hukum pidana baku, hal ini tergantung pada pedoman yang

tegas dalam Rancangan KUHP yang baru.9

Pemajuan seperangkat hukum publik harus didasarkan pada gagasan

tentang kualitas yang hidup dan berkembang di lingkungan sekitar, termasuk

membangun kerangka hukum pidana yang juga harus mempertimbangkan

pandangan dunia tentang kualitas sosial Indonesia yang juga harus berdasar pada

Pancasila. Mengubah kualitas sosial Pancasila yang hidup dan berkembang dalam

9
Syamsuddin, R. (2019). Pengantar Hukum Indonesia.
budaya Indonesia adalah langkah cerdas untuk membentuk struktur hukum pidana

publik yang bereaksi terhadap permintaan perubahan sosial sebagaimana

dijelaskan dalam Pasal 2 Rancangan KUHP baru bahwa:

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi

berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa

seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam

peraturan perundangundangan.

2. Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, hak

asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat

bangsa-bangsa.

Ada beberapa faktor penting yang dapat kita lihat yang bisa dijadikan tumpuan

oleh suatu kejelasan hukum bagi masyarakat:

1. Norma jelas mencirikan apa yang diperlukan dan apa yang dilarang. Sebagai

instrumen yang sah, secara umum akan diuraikan secara kontras antara pertemuan

penegak hukum itu sendiri atau antara pihak-pihak yang dapat dikenakan sanksi

sesuai dengan seleranya apalagi kelebihannya sendiri.

2. Keterusterangan yang sah yang menghindari masyarakat umum dari mengatur

kekacauan. Konsistensi dalam kegiatan dan ekspresi otoritas negara dan

persyaratan hukum adalah bagian yang mencirikan keterusterangan yang sah.

Perjuangan di dunia nyata juga wacana di antara mereka juga akan

mengembangkan "kekacauan yang mengatur" antara individu, dengan alasan

bahwa di negara mana pun, individu melihat (dan secara teratur perlu diingat)

kata-kata dan perilaku otoritas negara dan persyaratan hukum sebagai referensi.
3. Perkembangan hukum dan ketertiban yang menjadi acuan perilaku di masa depan.

Dengan asumsi seorang pejabat negara pada suatu waktu menyatakan bahwa

otoritas publik tidak akan menengahi dalam interaksi yang sah, namun sebagai

aturan umum kemudian, pada saat itu, otoritas publik menengahi, dia akan

menciptakan keraguan individu terhadap kemajuan hukum dan ketertiban.

Terlepas dari ketiga faktor tersebut, tujuan kasus luar biasa berbeda melalui

pilihan pengadilan yang menegaskan kembali standar kesetaraan, dan penyerahan

perspektif individu yang luas pada umumnya standar hukum yang diakui,

misalnya, "pedoman asumsi" kejujuran" dan "aturan perlakuan hukum yang adil"

juga berperan penting sebagai panduan jaminan yang sah. Pemanfaatan faktor

acuan untuk arah keyakinan hukum masyarakat sama seperti pemanfaatan

sebagian besar standar atau standar yang diakui harus dilakukan tergantung pada

dua standar atau standar pemerataan, agar tidak merugikan perasaan pemerataan

daerah. aturan atau aturan kesetaraan untuk penggunaan hukum adalah standar

atau aturan otorisasi hukum umum, dan standar atau pedoman keseragaman di
10
bawah pengawasan hukum.

Aturan otorisasi hukum umum sebagai standar utama kesetaraan mensyaratkan

bahwa standar yang sah yang diterapkan sebagai hukum tertentu akan hubungi semua

orang yang mungkin di dalam tempat yang sah tersebut, apa pun yang terjadi. Pedoman

korespondensi di bawah pengawasan hukum sebagai aturan kedua ekuitas membutuhkan,

bahwa semua dan setiap penduduk adalah setara di bawah pengawasan tetap dari otoritas

yang ditunjuk yang harus menerapkan hukum. Itu tidak bisa ditolak sudut pandang yang

10
Julaiddin, J. (2019). AKSES MENDAPATKAN KEADILAN (ACCESS TO JUSTICE) DALAM
KONSTITUSI INDONESIA. UNES Law Review, 2(2), 3-4.
tercipta di arena publik, untuk lebih spesifik biaya yang signifikan untuk merawat proses

kasus dalam domain hukum. Sikap yang menggugah ini kemudian, pada saat itu, kegiatan

berdampak, khususnya masyarakat tidak bisa mengelola. Jadi ketika memiliki masalah

hukum, mereka ragu untuk pergi ke pengadilan apalagi mengakui tanpa mengambil

tindakan apa pun. Mereka tidak tahu tempat lain yang harus dikunjungi memperebutkan

hak-hak istimewa mereka. Dalam keadaan yang berbeda, perbuatan tidak adil

dikompensasi dengan serahkan kebiadaban, sehingga menjadi pasien. Akhirnya, masuk

ke ekuitas dipandang sebagai tidak layak untuk dicapai lapisan masyarakat yang lebih

rendah. 11

Meskipun jaminan yang sah harus memiliki otoritas formal (metodologi harus

benar) dan material (substansi harus konsisten dengan) memiliki pilihan untuk merasakan

kualitasnya, Dengan tujuan agar kepastian hukum juga memiliki eksekusi yang baik

dilihat oleh daerah setempat, “masyarakat pada umumnya memiliki” merasa sangat peka

terhadap pengkhianatan. Ini menyiratkan kepastian hukum diputuskan melalui efek

ekuitas yang (seharusnya) itu menghasilkan.12 Sebaiknya hukum yang jelas, juga harus

masuk akal, dan sah wajar, seharusnya memberikan keyakinan. di sini dua kualitas

memiliki keadaan yang antinomis, dengan alasan bahwa sesuai derajat tertentu,

penghargaan keyakinan apa lagi pemerataan, harus mampu memberikan konfirmasi

kebebasan semua orang dengan sopan. Sepanjang garis ini dalam membuat dan

melaksanakan hukum harus benar-benar dengan mempertimbangkan bahwa hukum

dibuat untuk sukacita dan kemakmuran, jangan hanya bergantung pada alasan perilaku

manusia yang tepat dan bijaksana sederhana. Perkembangan tanggung jawab negara

11
MP, M. R. P., Chadijah, S., Wardhani, D. K., Ekawati, D., & Ngatiran, N. (2020). PENYULUHAN
HAK WARGA NEGARA ATAS BANTUAN HUKUM. Abdi Laksana: Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 1(3), hal.2.
12
Latif, A. (2016). Jaminan UUD 1945 dalam Proses Hukum yang Adil. Jurnal Konstitusi, 7(1), hal.5.
mengenai hukum tergantung pada adanya tindakan atau latihan yang di wilayah suatu

bangsa atau di bawah pengawasan negara yang memberikan hasil negatif terhadap

sesuatu tanpa mengetahui alasan-alasan yang diperbuat. Berdasarkan hukum yang ada,

kita harus bersikap adil dan bijak dalam mengambiul keputusan dan mengadili sesuatu.13

KESIMPULAN

Semestinya hukum berlaku adil bagi siapapun itu tanpa harus memandang status, tanpa

harus memandang materi yang dimiliki. Kekuasaan bukan menjadi alasan untuk tetap

bertindak adil bagi siapapun yang bersalah. Sudah sepantasnya sebagai aparat penegak

hukum harus bijak dalam membuat keputusan dan berbuat adil kepada pihak yang

tertindas. Apabila ketidakdilan ini didiamkan saja, maka akan menjadikan Indonesia

negara yang tidak taat pada peraturan hukum dan semena-mena pada penegakkan hukum.

Keadaan Indonesia saat ini menunjukkan adanya missinkronisasi antara nilai dan standar

kemenangan. Kualitas yang dibutuhkan yang diangkat adalah kualitas hukum Indonesia.

13
Gunawan, Y. (2014). Transboundary Haze Pollution in the Perspective of International Law of State
Responsibility. Jurnal Media Hukum, 21(2), 6.
DAFTAR PUSTAKA

Imaculata, M. G. (2018). Ketidakadilan Hukum Di Indonesia Bagi Masyarakat Menengah Ke

Bawah Ditinjau Dari Konsep Negara Aristoteles Dan Negara Gotong Royong.

Ajang, Y. (2019). Ketidak Adilan Hukum di Negara Hukum.

Amrunsyah, A. (2017). TAJAM KE BAWAH TUMPUL KE ATAS. Legalite: Jurnal

Perundang Undangan dan Hukum Pidana Islam, 2(I), 50-72.

Sanyoto, S. (2008). Penegakan Hukum Di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 8(3), 199-204.

Utama, A. S. (2019). Kepercayaan Masyarakat terhadap Penegakan Hukum di

Indonesia. dalam Jurnal Ensiklopedia Social Review, 1(3).

Sukadi, I. (2011). Matinya Hukum dalam Proses Penegakan Hukum di Indonesia. Risalah

Hukum, 39-53.

Gunawan Y, 2021, Hukum Internasional: Sebuah Pendekatan Modern, Yogyakarta: LP3M


UMY.
Dwisvimiar, I. (2011). Keadilan dalam perspektif filsafat ilmu hukum. Jurnal Dinamika
Hukum, 11(3), 522-531.
Syamsuddin, R. (2019). Pengantar Hukum Indonesia.

Julaiddin, J. (2019). AKSES MENDAPATKAN KEADILAN (ACCESS TO JUSTICE)


DALAM KONSTITUSI INDONESIA. UNES Law Review, 2(2), 137-143.

MP, M. R. P., Chadijah, S., Wardhani, D. K., Ekawati, D., & Ngatiran, N. (2020).
PENYULUHAN HAKWARGA NEGARA ATAS BANTUAN HUKUM. Abdi Laksana:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(3), 343-350.

Latif, A. (2016). Jaminan UUD 1945 dalam Proses Hukum yang Adil. Jurnal Konstitusi, 7(1),
049-066.
Gunawan, Y. (2014). Transboundary Haze Pollution in the Perspective of International Law
of State Responsibility. Jurnal Media Hukum, 21(2), 11.

Anda mungkin juga menyukai