HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................... 6
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 22
B. Saran ............................................................................................................................ 22
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis mengucapkan
syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik
maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Sosiologi Hukum dengan judul “Perilaku Hukum”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.
Penulis
Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Indonesia Tumpul Ke Atas dan Tajam Ke Bawah Saat ini Indonesia
sedang dalam kondisi carut-marut, kondisi krisis di berbagai bidang termasuk bidang
hukum. Hukum yang diharapkan bisa memberikan keadilan bagi masyarakat ternyata
sebaliknya. Efektifitas penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil yang
melakukan kejahatan kecil. Sedangkan pelaku-pelaku kejahatan besar seperti korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) yang lazim disebut penjahat berkerah putih (white
collar crime) sangat sulit untuk disentuh. Dalam hal ini memang diperlukan
keberanian bagi masyarakat khususnya aparat penegak hukum untuk melakukan
terobosan-terobosan dalam menyelesaikan perkara tersebut. Hukum yang berlaku
dalam masyarakat seperti ada pembedaan dalam kelas-kelas sosial. Bagi masyarakat
dalam stratifikasi sosial keatas jelas mendapat perlakuan yang berbeda daripada
masyarakat yang mempunyai stratifikasi sosial kebawah.
Masyarakat yang dalam keluarganya mempunyai kedudukan atau jabatan lebih
tinggi memiliki perlakuan yang istimewa atau kehormatan tersendiri daripada
masyarakat yang berasal dari latar belakang keluarga kalangan biasa atau tidak
mempunyai kedudukan atau jabatan posisi dalam masyarakat. Artinya disini
kedudukan hukum yang berlaku terdapat sebuah indikasi bahwa perlakuan bagi
pelanggar hukum dari aparat penegak hukum terjadi ketidakadilan. Hukum tajam
kebawah dan hukum tumpul keatas, fenomena tersebut hampir terjadi di semua ranah
penjuru tanah air di Indonesia. Berangkat dari pemikiran bahwa tidak sedikit
masyarakat, baik masyarakat terdidik maupun masyarakat tidak terdidik, bahkan
masyarakat yang sehari-harinya menggeluti dunia hukum sekalipun khususnya di
Indonesia, mereka yang masih terheran-heran ketika mereka memahami hukum
adalah sebagai panglima untuk menjawab, memutuskan, ataupun menyelesaikan suatu
perkara atau kasus, ternyata tidak sedikit peraturan-perundangan sebagai hukum
tersebut menjadi mandul tidak melahirkan apa yang diharapkan masyarakat itu.
Harapan masyarakat terhadap hukum jauh dari keadaan atau keinginan dalam
penegakan hukum, hanya akan menambah sebuah kebimbangan di dalam masyarakat.
Hukum yang pada dasarnya dibuat untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian di
dalam masyarakat. Maka dari itu sistem dari sebuah hukum harus berjalan layaknya
sebuah rangkaian organ masyarakat harus saling melengkapi dan mempunyai
kesadaran yang tinggi dalam hukum yang berlaku. Paradigma yang memandang
hukum sebagai suatu sistem telah mendominasi pemikiran sebagian terbesar kalangan
hukum, baik para teoritisi maupun kalangan praktisinya sejak lahirnya negara modern
pada abad ke-17 hingga saat ini, yaitu paradigma yang menganggap hukum sebagai
suatu keteraturan (order).
Negara Indonesia yang notabenenya adalah negara hukum, maka segala
sesuatu yang berkenaan dengan pelanggaran hukum atau tidak taat pada aturan hukum
yang ada akan mendapatkan sanksi yang tegas bagi pelakunya. Dianjurkan bagi siapa
saja yang hidup sebagai warga masyarakat yang hidup di bumi pertiwi ini agar dapat
menciptakan keteraturan sosial dengan baik yaitu menjunjung tinggi hukum yang
berlaku. Hukum harus ditegakkan tanpa adanya tebang pilih dalam kasus hukum.
Dalam pandangan Weber, hukum adalah suatu tatanan yang bersifat memaksa
karena tegaknya tatanan hukum itu (berbeda dari tatanan-tatanan dan norma-norma
sosial lain yang bukan hukum) ditopang sepenuhnya oleh kekuatan pemaksa yang
dimiliki oleh negara. Weber membedakan berbagai sistem hukum atas dasar
rasionalitas yang substantif dan formal. Weber mengatakan bahwa memiliki
rasionalitas yang substantif tatkala substansi hukum itu memang terdiri atas aturan-
aturan umum in abstracto yang siap dideduksikan guna menghukumi berbagai kasus-
kasus konkret. Sebaliknya, hukum dikatakan tidak memiliki rasionalitas yang
substantif jika setiap perkara diselesaikan atas dasar kebijaksanaan-kebijaksanaan
politik atau etika yang unik dalam tatanannya. Bahkan mungkin juga diselesaikan
secara emosional yang sama sekali tidak bisa merujuk ke aturan-aturan umum yang
secara objektif ada. Sebaliknya, hukum bisa dikatakan memiliki rasionalitas yang
formal (irasional) jika hukum itu hanya diperoleh melalui ilham-ilham atau lewat
bisikan-bisikan wangsit yang konon diterima oleh para pemuka karismatis sehingga
kebenaran dan kelaikannya tidak bisa diuji secara.
Hal yang menjadi acuan dalam realitas objektif masyarakat yang bersumber
terciptanya aturan atau sanksi yang berlaku dari Negara atau pemerintah adalah pada
tataran hukum. Hukum bersifat tegas dan memaksa manakala bertujuan agar dalam
tatanan masyarakat tercipta ketertiban dan kedamaian. Hukum yang ada dalam
masyarakat yaitu hukum yang digunakan untuk mengatur terhadap kasus-kasus yang
rasionalitas, yaitu bersifat empiris bukan spekulatif. Jika hukum ditegakkan dengan
keadilan maka hukum akan dijunjung tinggi di masyarakat. Hukum tidak memandang
kelas-kelas sosial, kesadaran masyarakat dalam berhukum yang akan menentukan
terhadap jalannya penegakan hukum di Indonesia.
B. Rumusam masalah
1. Bagaimana bentuk serta dampak dari kesenjangan sosial yang terjadi
dimasyarakat?
2. Bagaimana perbuatan hukum serta perbuatan melawan hukum dalam perdata dan
pidana
3. Bagaimana problematika hukum dan penerapan hukum dalam masyarakat?
C. Tujuan penulisan
1. untuk mengetahui bagaimana bentuk serta dampak dari kesenjangan sosial yang
terjadi dimasyarakat
2. untuk mengetahui perbuatan hukum serta perbuatan melawan hukum dalam
perdata dan pidana
3. untuk mengetahui bagaimana problematika hukum dan penerapan hukum dalam
masyarakat
D. Manfaat penulisan
1. Agar pembaca dapat mengetahui/memahami bagaimana perilaku hukum serta
dampak dan kesenjangan yang terjadi dimasyarakat, serta bagaimana
perbuatan hukum dan melawan hukum dan bagaimana hukum itu di tegakkan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendapat para ahli hukum Pidana Indonesia berdasarkan kepada literatur Belanda
seperti menurut Poernomo melawan hukum dapat dapat diartikan melawan Undang-
undang maupun hukum diluar undang-undang. Andi hamzah mengemukakan bahwa
bukan hanya bertentangan dengan undang-undang saja yang dikatakan sifat melawan
hukum dalam hukum Pidana namun juga kepatutan, kelaziman didalam pergaulan
masyarakat yang dipandang perbuatan meawan hukum yang pengertiannya sama
dengan melanggar hukum (onrechtmatige) dalam hukum Perdata.
Dari pengertian sifat melawan hukum dan pembagiannya di atas, maka dapat
dinyatakan bahwa sifat melawan hukum memiliki 4 (empat) makna:
Pertama, sifat melawan hukum diartikan syarat umum dapat dipidananya suatu
perbuatan sebagaimana definisi perbuatan pidana yakni kelakukan manusia yang
termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela;
Kedua, kata melawan hukum dicantumkan dalam rumusan delik, dengan demikian
sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu
perbuatan;
Ketiga, sifat melawan hukum formil mengandung arti semua unsur dari rumusan delik
telah terpenuhi; dan
Keempat, sifat melawan hukum materiil mengandung 2 (dua) pandangan, pertama
dari sudut perbuatannya yang mengandung arti melanggar atau membahayakan
kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam
rumusan delik, dan kedua dari sudut sumber hukumnya, dimana sifat melawan hukum
mengandung pertentangan dengan asas kepatutan, keadilan, dan hukum yang hidup di
masyarakat.
C. Probematika Dan Penerapan Hukum Dalam Masyarakat
1. Problematika Penegakan Hukum
Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaannya sangat essensial
sifatnya untuk menjamin kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi negara
Indonesia adalah negara hukum, yang berarti bahwa setiap perbuatan aparat
negara harus berdasar hukum, serta setiap warga harus mentaati hukum.
Menurut Soerjono Soekanto, hukum dapat berfungsi dengan baik diperlukan
keserasian dan hubungan antara empat faktor, yakni:
a. Hukum dan peraturan itu sendiri.
Kemungkinannya adalah bahwa terjadi ketidak cocokan dalam peraturan
perundang-undangan mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu.
Kemungkinan lainnya adalah ketidakcocokan antara peraturan perundang-
undangan dengan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala
ketidakserasian antara hukum tertulis dengan hukum kebiasaan, dan
seterusnya.
b. Mentalitas Petugas yang menegakkan hukum.
Penegak hukum antara lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas
pemasyarakatan, dan seterusnya. Apabila peraturan perundang-undangan
sudah baik, akan tetapi jika mental penegak hukum kurang baik, maka akan
terjadi pada sistem penegakkan hukum.
c. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum.
Kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas
penegaknya baik, akan tetapi fasilitas kurang memadai, maka penegakkan
hukum tidak akan berjalan dengan semestinya.
d. Kesadaran dan kepatuhan hukum dari para warga masyarakat.
Namun dipihak lain perlu juga disadari bahwa penegakan hukum bukan tujuan
akhir dari proses hukum karena keadilan belum tentu tercapai dengan
penegakan hukum, padahal tujuan akhirnya adalah keadilan.
Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang khususnya
Indonesia bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan pada kualitas manusia
yang menjalankan hukum (penegak hukum). Dengan demikian peranan manusia yang
menjalankan hukum itu (penegak hukum) menempati posisi strategis. Masalah
transparansi penegak hukum berkaitan erat dengan akuntabilitas kinerja lembaga
penegak hukum. Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, telah menetapkan beberapa
asas. Asas-asas tersebut mempunyai tujuan, yaitu sebagai pedoman bagi para
penyelenggara negara untuk dapat mewujudkan penyelenggara yang mampu
menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab.
Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang
sangat luas, meliputi: petugas strata atas, menengah dan bawah. Maksudnya adalah
sampai sejauhmana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan
tertulis yang mencakup ruang lingkup tugasnya. Dalam penegakkan hukum, menurut
Zainuddin Ali, kemungkinan penegak hukum mengahadapi hal-hal sebagai berikut:
1. Sampai sejauh mana petugas terikat dengan peraturan yang ada,
2. Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan,
3. Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada
masyarakat,
4. Sampai sejauh manakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada
para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnya.
Dalam hal aparat penegak hukumnya, dapatlah kita katakan bahwa di Indonesia
hubungan antara negara dan badan-badan penegak hukum terjadi monopoli atas
kekerasan yang memang dibenarkan oleh negara. Memang pada umumnya aparat
penegak hukum dengan segala institusinya adalah menjaga ketertiban dan kedaulatan
negara Indonesia. Persenyawaan ini semakin menggelinding ketika negara sangat
tergantung kepada keahlian dan ketaatan mereka para penegak hukum terhadap tugas
yang diembannya. Dan kenyataan yang demikianlah maka kontrol masyarakat tidak
berdaya (berada pada posisi fatalisme “subhuman”). Masyarakat hanya akan taat dan
tunduk terhadap perlakuan hukum yang ada, biar bagaimanapun unsur kekuasaan
akan berpengaruh terhadap dominasi dalam struktur hukum.
Dalam berbagai penanganan kasus hukum yang terjadi di tanah air, seringkali
mencuat menjadi bahan perbincangan publik karena putusan peradilan dianggap
mengabaikan nilai-nilai keadilan yang semestinya dirasakan oleh masyarakat dan
pencari keadilan. Proses hukum di lingkungan peradilan Indonesia hingga saat ini
dianggap belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya.
Keadilan seolah menjadi “barang mahal” yang jauh dari jangkauan masyarakat.
Beberapa kasus yang sempat melukai rasa keadilan masyarakat diantaranya kasus
penempatan Artalyta Suryani di ruang khusus yang cukup mewah di Rumah Tahanan
Pondok Bambu dan kelambanan penanganan kasus Anggodo merupakan sedikit dari
wajah buram penegakan hukum yang berkeadilan di Indonesia. Belum lagi kasus Prita
Mulyasari yang dianggap menghina pihak Rumah Sakit Omni International, pencurian
buah semangka, randu, tanaman jagung, ataupun pencurian biji kakao oleh Nenek
Minah, semakin menambah daftar panjang potret buram dalam praktik penegakan
hukum di negeri ini.
Dari serangkaian kasus diatas jelas terlihat perbedaan perlakuan dalam hal hukum.
Hukum yang semestinya ditegakkan dan dijalankan sebagaimana mestinya, membuat
masyarakat semakin bertanya-tanya dalam proses penegakan hukum di Indonesia.
Fungsi hukum seolah-olah menjadi bergeser, hukum dihadapkan pada berbagai arena
kepentingan. Penegakan hukum seyogyanya dapat berjalan sesuai dengan tujuan
hukum, sehingga hukum akan berjalan apa adanya tanpa adanya tekanan dari pihak
mana saja. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan
hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi
lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman
agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya.
Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting
dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak
hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk
sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih
terbuka.
2. Penerapan Hukum dalam Masyarakat
Pada dasarnya manusia itu adalah sebagai makhluk bertindak yang bukan saja
merespon tetapi juga beraksi dan dengan aksinya itu maka terciptalah satuan-
satuan kegiatan untuk hal mana menghilangkan kebimbangan, kecemasan, dan
membangun percaya diri, serta gairah dalam kehidupan. Namun, semuanya
berjalan dengan kekerasan, kekotoran, kesendirian, prinsip hidup yang pendek,
diliputi rasa takut, manakala tidak adanya sistem sosial (aturan sosial) untuk
menertibkan dan mengorganisir maka keberadaan peraturan perundangan atau
hukumlah sebagai alat kontrolnya (hukum sebagai kontrol sosial dan sistem
sosial).
Hukum yang berjalan dalam masyarakat sebagai wujud dari pengendalian
sosial, siapa yang bermain-main dengan pelanggaran hukum, maka akan
terkungkung pula dalam lingkaran peraturan hukum. Hukum berlaku bagi semua
kalangan, tidak mengenal stratifikasi sosial dalam penegakan hukum, tetapi realita
yang terjadi berbanding terbalik dari prinsip hukum, hukum dijadikan alat bagi
mereka yang mempunyai kepentingan. Sesuai struktur hukum dalam suatu negara
bahwa hukum yang paling tinggi dalam suatu negara adalah hukum negara dalam
hal mana peraturan perundangan atau hukum yang berada dibawahnya harus
tunduk dan tidak boleh bertentangan dengan hukum negara. Plato, T. Hobbes dan
Hegel, bahwa hukum Negara lebih tinggi dari hukum yang lainnya sehingga tidak
ada hukum lain yang bertentangan dengan hukum negara. Hukum yang
berkembang dalam masyarakat, yaitu hukum yang berkenaan dengan maraknya
kasus-kasus saat ini sangat mempengaruhi pola pikir dari warga masyarakat.
Sebagai contoh hukum yang diterapkan dengan tidak menjunjung asas
keadilan dalam masyarakat, yaitu hukum tumpul keatas dan hukum tumpul
kebawah. Perlakuan yang berbeda dari penegakan hukum, sehingga terdapat kesan
hukum hanya berlaku bagi masyarakat kelas bawah sedangkan hukum bagi
penguasa dapat diperjual belikan. Fakta yang sangat ironis sekali, hukum tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Hukum yang diterapkan dalam masyarakat akan
membawa pengaruh bagi masyarakat.
Dalam proses penegakan hukum, pengadilan yang memutuskan terhadap
sebuah perkara. Sosiologi hukum lebih melihat kepada hubungan sosial yang
terjadi dalam proses penegakan hukum dan putusan hukum sehingga akan
menimbulkan dampak secara sosial. Dampak diberlakukannya hukum negara
tersebut akan berpengaruh terhadap individu atau kelompok yang sedang
bermasalah dengan hukum, keluarga masing-masing, kelompok-kelompok atau
organisasi kemasyarakatan, masyarakat dalam arti luas, dan media massa pun
turut berperan andil dalam sebuah kabar berita pada hukum yang berlaku di
masyarakat.
3. Kajian Perspektif Sosiologi Hukum
Donald Black berpendapat bahwa efektifitas hukum adalah masalah pokok
dalam sosiologi hukum yang diperoleh dengan cara memperbandingkan antara
realitas hukum dalam teori, dengan realitas hukum dalam praktek sehingga
nampak adanya kesenjangan antara keduanya. Hukum dianggap tidak efektif jika
terdapat perbedaan antara keduanya. Untuk mencari solusinya, langkah solusinya,
langkah apa yang harus dilakukan untuk mendekatkan kenyataan hukum (das
sein) dengan ideal hukum (das sollen) agar 2 (dua) variabel (law in books dan law
in action menjadi sama). Hukum yang efektif adalah hukum yang sesuai dengan
peraturan yang telah dibuat dalam undang-undang dan hukum yang sesuai dengan
harapan atau cita-cita dari masyarakat. Manakala dengan adanya hukum tersebut
akan menjadikan keteraturan sosial dalam masyarakat. Berbicara tentang hukum
memang sangat pelik terdapat takaran sebuah kenyataan hukum dan sebuah ideal
hukum. Kadangkala apa yang sudah menjadi ketetapan dalam undang-undang
sebuah hukum tidak sesuai dengan keinginan masyarakat, ataupun sebaliknya
masyarakat menginginkan sebuah hukum yang baru.
Perubahan hukum dalam masyarakat dapat saja terjadi karena dirasa memang
sangat perlu yaitu dengan hadirnya peraturan atau norma-norma yang sesuai
dengan keadaan zaman masa kini. Berangkat dari beberapa konsep dasar
karakteristik dan hal-hal yang dikaji sosiologi hukum, maka bisa disimpulkan
bahwa kegunaan sosiologi hukum sebagai ilmu pengetahuan untuk memahami
perkembangan masyarakat dalam kacamata kerangka terorganisir dan berproses
yang sepantasnya terjadi di masyarakat (bukan kerangka logis atau ideal) dalam
studi hubungan atau interaksi sosial masyarakat berhukum, maka dapatlah kita
runtut bahwa sosiologi hukum sebagai alat memahami perkembangan masyarakat
mempunyai kegunaan antara lain sebagai berikut:
a. Sosiologi hukum berguna dalam memberikan dasar-dasar kemampuan bagi
proses pemahaman secara sosiologis fakta sosial hukum yang beranak-pinak
di masyarakat.
b. Sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan untuk menganalisis aktivitas
kegiatan dalam masyarakat berhukum melalui penguasaan konsep-konsep
dasar sosiologi (baik secara mikro, meso, ataupun makrososiologi hukumnya).
c. Sosiologi hukum memberikan kemampuan dalam memprediksi dan evaluasi
“social fact” yang berkaitan dengan hukum yang bersifat empiris, non-
doktrinal dan non-normatif.
d. Sosiologi hukum dapat mengungkapkan tentang ideologi dan falsafah yang
berkristal mendasari cara berhukumnya dalam masyarakat.
e. Mengetahui kenyataan stratifikasi yang timbul dan berkembang serta
berpengaruh dalam hukum di masyarakat.
f. Sosiologi hukum juga mampu memberikan tentang pengetahuan perubahan
sosial hukum.
Sosiologi hukum merupakan kajian yang mempelajari tentang dampak
diberlakukannya sebuah hukum di dalam masyarakat, sehingga gejala-gejala sosial
dapat muncul dan berkembang dalam masyarakat. Gejala sosial yang nampak adalah
peristiwa bagi suatu individu atau kelompok sosial ketika mereka berhadapan dengan
hukum. Sebagaimana seperti kasus-kasus yang pernah mengemuka di berbagai media
baik televisi, radio, surat kabar atau koran, media online atau internet, dan lain-lain.
Seperti kasus beberapa tahun lalu yaitu Artalyta Suryani dan Anggodo, yang
merupakan orang penting dan mempunyai status sosial yang tinggi maka dalam
perlakuan hukum lebih diistimewakan oleh aparat penegak hukum. Berbeda dengan
kasus Prita Mulyasari dan Nenek Minah yang berasal dari kalangan masyarakat biasa,
sehingga dengan mudah berhadapan dengan proses hukum.
Dampak yang ditimbulkan dengan adanya hukum yang tidak adil adalah
masyarakat kurang dapat percaya terhadap penegakan hukum, sehingga citra hukum
di mata masyarakat menjadi pudar. Alih-alih tujuan diterapkannya hukum adalah agar
tercipta ketertiban dan kedamaian didalam masyarakat. Sosiologi hukum tidak
berbicara mengenai substansi atau materi hukum, tetapi lebih merujuk pada dampak
diterapkannya sumber hukum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada lima bentuk kesenjangan sosial yang terjadi yaitu Ekonomi, Budaya,
Lingkungan Alam, Psikologis. Selain itu terdapat beberapa dampak kesenjangan
sosial yaitu Kemiskinan, Kriminalitas, Konflik Sosial, Penyimpangan Sosial, dan
Pengangguran.
2. Perbuatan hukum atau tindakan hukum baru terjadi apabila ada “pernyataan
kehendak”Adanya kehendak orang itu untuk bertindak menerbitkan/menimbulkan
akibat yang diatur oleh hukum, Pernyataan kehendak pada asasnya tidak terikat
pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya. Serta Sifat Melawan
Hukum berarti Bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan larangan
atau keharusan hukum atau menyerang suatu kepentingan yang dilindungi oleh
hukum.Dalam hal ini yang dimaksud dengan hukum adalah hukum positif (hukum
yang berlaku).
3. Hukum dan manusia tidak dapat dipisahkan, manusia yang membuat aturan dan
manusia juga yang dapat merubah tatanan undang-undang dalam hukum. Proses
penegakan hukum masih jauh dari harapan kita semua, hukum tumpul keatas dan
hukum tajam kebawah. Hukum semestinya dapat berjalan secara efektif apabila
semua sadar diri akan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai hukum yang
berada dalam masyarakat.
Gejala sosial yang muncul dari penerapan hukum adalah suatu bentuk dari ilmu
sosiologi hukum. Aspek yang dikaji meliputi dampak penegakan hukum bagi
masyarakat, stratifikasi sosial dalam hukum, realitas hukum masyarakat dan ideal
hukum masyarakat, perkembangan masyarakat dalam perubahan sosial hukum,
dan lain-lain..
B. Saran
Adapun saran dari makalah ini, yaitu agar kiranya mhasiswa lebih mudah memahami
tentang perilaku hukum dan kesenjangan sosial terhadap perilaku hukum pada
masyarakat, sebagai pengembangan keilmuan khususnya dalam peningkatan
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
https://en.wikipedia.org/w/index.php?sort=relevance&search=kesenjangan+sosial&title
=Special%3ASearch&profile=advanced&fulltext=1&advancedSearch-
current=%7B%7D&ns0=1 pada minggu 8 september 2019, pada jam 21.00 WITA
MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM
“Perilaku Hukum”
Oleh:
Kelompok II
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2019