Anda di halaman 1dari 13

HUKUM DALAM MASYARAKAT

Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Di Susun oleh:

MUHAMMAD SIDQA FIKRIAN


AIDIL RIZKI
ANUGRAH TAUFIKUR RAHMAN
MELI SAHARA
PUTRI NADIA SUKMA
ZETY OKTA REZA

Dosen Pembimbing:

HARI WAHYUDI, M.IP

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)


BENGKALIS
PROGRAM STUDI SIYASAH SYAR’IYYAH JURUSAN
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Hukum Dalam Masyarakat”, dan juga saya berterima kasih pada Hari
Wahyudi,M.IP selaku Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang telah
memberikan tugas ini pada kami.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang bagaimana proses pembentukan hukum.
Saya juga menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang,
mengingat yidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kamimohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kamimemohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan dimasa depan.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………
A. Latar Belakang………………………………………………………………
B. Perumusan Masalah………………………………………………………….
C. Manfaat…………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………
A. Proses Pembentukan Hukum……………………………………………
B. Pembentukan Hukum dan Model Masyarakat…………………………….
C. Pembentukan Hukum dan Kultur…………………………………………….
D. Pembentukan Hukum dan Nilai-nilai yang ada di Masyarakat………………..
BAB III PENUTUP……………………………………………………………..
A. SIMPULAN…………………………………………………………………
B. SARAN…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang
mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap
penyimpangan terhadapnya. Bentuk-bentuk aturan normatif seperti itu tumbuh
sendiri dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan bernegara ataupun sengaja
dibuat menurut prosedur-prosedur yang ditentukan dalam sistem organisasi
kekuasaan dalam masyarakat yang bersangkutan. Makin maju dan kompleks
kehidupan suatu masyarakat, makin berkembang pulatuntutan keteraturan dalam
pola-pola perilaku dalam kehidupan masyarakat.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara republik indonesia tahun 1945
telah membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan, UUD menegaskan
bahwa “Indonesia adalah negara hukum”. prinsip ini semula dimuat dalam
penjelasan, yang berbunyi (Negara indonesia berdasar atas hukum ( rechsstaat)
tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat) disamping itu, ada prinsip lain
yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat dalam penjelasan
(Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi ) hukum dasar, tidak bersifat
(absolutisme ) kekuasaan yang tidak terbatas. Prinsip ini mengandung makna ada
pembagian kekuasaan negara dan pembatasan kekuasaan ) tidak absolut dengan
kekuasaan tidak terbatas. Dengan ketentuan ini, maka dasar sebagai negara
berdasarkan atas hukum mempunyai sifat normatif bukan sekedar asas belaka.
Berdasarkan tata kehidupan hukum di indonesia, teori hukum yang
berpengaruh kuat terhadap konsep-konsep dan implementasi hukum di indonesia
adalah teori hukum positifisme. Positifisme hukum dikenal sebagai suatu teori
hukum yang menganggap bahwa pemisahan antara hukum dan moral, merupakan
hal yang teramat penting. Dalamteori ini hukum dibuat oleh penguasa seperti
peraturan perundang-undangan.
Untuk mewujudkan indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban
melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana,
terpadu,dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin
pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara republik Indonesia tahun 1945. Pembentukan peraturan
perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan
hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh para dan
metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang
berwenang membuat peraturan perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Pembentukan Hukum?
2. Bagaimana Pembentukan Hhukum dan Model Masyarakat?
3. Bagaimana Pembentukan Hukum dan Kultur?
4. Bagaimana Pembentukan Hukum dan Nilai-nilai yang ada dimasyarakat?

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk Memahami Proses Pembentukan Hukum.
2. Untuk Memahami Pembentukan Hukum dan Model Masyarakat.
3. Untuk Memahami Pembentukan Hukum dan Kultur.
4. Untuk Memahami Pembentukan Hukum dan Nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Pembentukan Hukum
Hukum tidak akan mungkin bekerja dalam ruang hampa. Itulah sebabnya
hukum dalam realitasnya berfungsi sebagai faktor pengintegrasian masyarakat.
Sebagai pengatur sosial, hukum harus menjalani suatu proses yang panjang dan
melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda dalam proses
pembuatan hukum dan proses implementasi hukum. Proses pembuatan hukum itu
sesungguhnya mengandung pengertian yang sama dengan istilah proses
pembuatan UU.

Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan pola


pembentukan hukum untuk mengatur tatanan kehidupan social. Dalam masyarakat
demokratis yang modern, badan legislative berdaulat dalam membuat kebijakan
pembuatan hukum untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Pada prinsipnya
proses pembuatan hukum tersebut berlangsung dalam tiga tahapan besar, yakni :

(1)Tahap Inisiasi

Lahirnya gagasan dalam masyarakat perlunya pengaturan suatu hal


melalui hokum yang masih murni merupakan aktivitas sosiologis. Sebagai bentuk
reaksi terhadap sebuah fenomena sosial yang diprediksikan dapat mengganggu
keteraturan dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Di sinilah letak betapa pentingnya kajian-kajian sosiologis dalam
memberikan sumbangan informasi yang memadai untuk memperkuat gagasan
tentang perlunya pengaturan sesuatu hal dalam tatanan hukum.

(2) Tahap Sosio-Politis & Tahap Juridis

Sosio-politis ini dimulai dengan mengolah, membicarakan, mengkritisi,


mempertahankan gagasan awal masyarakat melalui pertukaran pendapat berbagai
golongan dan kekuatan dalam masyarakat. Gagasan akan mengalami ujian,
apakah ia bisa terus berjalan untuk berproses menjadi sebuah produk hukum
ataukah berhenti di tengah jalan. Apabila gagasan tersebut gagal dalam ujian
dengan sendirinya akan hilang dan tidak dipermasalahkan di dalam masyarakat.
Apabila gagasan tersebut berhasil untuk diajlankan terus, maka format dan
substansinya mengalami perubahan yang menjadikan bentuk dan isi gagasan
tersebut semakin luas dan dipertajam.

(3) Tahap Penyebarluasan atau Desiminasi

Gagasan dirumuskan lebih lanjut secara lebih teknis menjadi hukum,


termasuk menetapkan saksi hukumnya yang melibatkan kegiatan intelektual yang
bersifat murni dan tidak terlibat konlik kepentingan (conflict of interest) politik,
yang tentunya ditangani oleh tenaga-tenaga yang khusus berpendidikan hukum.
Merumuskan bahan hukum menurut bahasa hukum dan memeriksa meneliti
kontek sistem hukum yang ada sehingga tidak menimbulkan gangguan sebagai
satu kesatuan sistem. Tahap terakhir adalah tahap desiminasi (penyebarluasan)
yang menjadi tahap sosialisasi produk hukum. Sosialisasi ini berpengaruh
terhadap bekerjanya hukum di masyarakat. Sebagus apapun substansial hukum
jika tidak disosialisasikan dengan baik, maka hukum tersebut tidak dapat
diterapkan dengan baik di masysarakat.

B. Pembentukan Hukum dan Model Masyarakat

Pembuatan hukum merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang disepakati


dan dipertahankan oleh warga masyarakat. Langkah pembuatan hukum
dimungkinkan adanya konflik-konflik atau tegangan secara internal. Dimana nilai-
nilai dan kepentingan-kepentingan yang bertentangan dapat tanpa mengganggu
kehidupan masyarakat. Padahal pembuatan hukum memiliki arti yang sangat
penting dalam merubah perilaku warga masyarakat. Hukum baru memiliki makna
setelah ditegakkan karena tanpa penegakan hukum bukan apa-apa. Namun ketika
bertentangan dengan keadaan dimasyarakat maka akan sia-sia juga kelahiran
hukum tersebut.
Dalam penegakan hukum, faktor hukum (subtance), aparat penegak
hukum, sarana atau fasilitas pendukung penegakan hukum, masyarakat, dan
budaya memberikan pengaruh implementasinya dilapangan. Proses penegakan
hukum (tahapan pembuatan hukumnya, pemberlakuan dan penegakannya) harus
dijalankan dengan baik tanpa pengaruh kepentingan individu dan kelompok.
Hukum kemudian diberlakukan dan ditegakkan sebagai sarana untuk
merealisasikan kepentingan dan tujuan serta untuk melindungi kepentingan
individu, masyarakat

Secara juridis dan ideologis, instansi penegak hukum dan aparat penegak
hukum di Indonesia merupakan suatu kesatuan sistem yang terintegrasi dalam
membangun satu misi penegakan hukum. Meskipun penegakan hukum secara
prinsip adalah satu, namun secara substantif penegakan hukum, penyelesaian
perkara akan melibatkan seluruh integritas kepribadian para aparat penegak
hukum yang terlibat di dalamya. Keberhasilan atau kegagalan para penegak
hukum dalam melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah dimulai sejak peraturan
hukum dijalankan itu dibuat.

Norma hukum dikatakan berlaku secara filosofis apabila norma hukum itu
memang bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu negara.
Nilai filosofis negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai
”staatsfundamentalnorm”. Dalam rumusan kelima sila Pancasila terkandung nilai-
nilai religiusitas Ketuhanan Yang Maha Esa, humanitas kemanusiaan yang adil
dan beradab, nasionalitas kebangsaan dalam ikatan berbhineka-tunggal-ikaan,
soverenitas kerakyatan, dan sosialitas keadilan bagi segenap rakyat Indonesia.
Dari kelima nilai-nilai filosofis tersebut tidak satupun yang boleh diabaikan atau
malah ditentang oleh norma hukum yang terdapat dalam berbagai kemungkinan
bentuk peraturan perundang-undangan dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Norma hukum dengan daya ikatnya untuk umum dari pertimbangan


bersifat teknis juridis berlaku apabila norma hukum sendiri memang ditetapkan
sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi. Mengikat atau
berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan
akibatnya. Ditetapkan sebagai norma hukum menurut prosedur pembentukan
hukum yang berlaku dan ditetapkan sebagai norma hukum oleh lembaga yang
memang berwewenang untuk itu. Maka norma hukum yang bersangkutan dapat
dikatakan memang berlaku secara juridis.

Norma hukum berlaku secara politis apabila pemberlakuannya itu memang


didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata. Keberlakuan politik ini
berkaitan dengan teori kekuasaan (power theory) yang memberikan legitimasi
pada keberlakuan suatu norma hukum semata-mata dari sudut pandang kekuasaan.
Apapun wujudnya dan bagaimanapun proses pengambilan keputusan politik
tersebut dicapainya sudah cukup untuk menjadi dasar legitimasi bagi keberlakuan
norma hukum yang bersangkutan dari segi politik.

Norma hukum berlaku mengutamakan pendekatan yang empiris dengan


mengutamakan beberapa pilihan criteria pengakuan (recognition theory),
penerimaan (reception theory), faktisitas hukum. Hal itu menunjukkan, bahwa
keadilan tidak hanya dapat diperoleh di pengadilan, tetapi lebih jauh dari itu.
Karena keadilan yang sebenarnya muncul dari kesepakatan-kesepakatan yang
dilakukan oleh para pihak yang bersengketa.

C. Pembentukan Hukum dan Kultur


Pada dasarnya pembangunan hukum meliputi pembangungan subtansi
hukum, pembangunan struktur hukum dan pembangunan kultur hukum.
Sebagimana yang dikatakan oleh Lawrence m. Friedman bahwa komponen-
komponen yang terkandung dalam hukum meliputi: komponen struktur,yaitu
kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum, komponen subtansi yang
berupa norma-norma hukum, baik peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan
lain-lain yang dipergunakan oleh penegakan hukum dan oleh mereka yang diatur,
serta komponen hukum yang bersifat kultural yang terdiri dari ide-ide, sikap-
sikap, harapan dan pendapat tentang hukum.
Sebagaimana pendapat Lawrence M. Friedman, bahwa kultur hukum atau
budaya hukum bisa diartikan ssebagai pola pengetahuan sikap dan perilaku
sekelompok masyarakat terhadap sebuah sistem hukum. Dari pola-pola tersebut,
dapat dilihat tingkat integritas masyarakat tersebut dengan sistem hukum terkait.
Secara mudah, tingkat integritas ini ditandai dengan tingkat pengetahuan,
penerimaan, kepercayaan, dan kebergantungan mereka terhadap sistem hukum itu.
Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat
tertentu terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan
pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi suatu budaya hukum
menunjukkan tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang
menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum
yang dihayati masyarakat bersangkutan.
Budaya hukum yang baik, akan mengahasilkan karya-karya terbaik.
Seseorang menggunakan atau tidak menggunakan hukum, dan patuh atau tidak
patuh terhadap hukum sangat tergantung pada komponen-komponen yang ada
dalam budaya hukumnya. Meskipun disebutkan bahwa dalam hukum terdiri dari
tiga komponen, yaitu struktur, substansi, dan budaya hukum, akan tetapi
komponen yang paling berpengaruh dalam pembangunan hukum adalah budaya
hukum. Karena sebaik apapun hukum dibuat, tetapi pada akhirnya keberhasilan
hukum akan ditentukan oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan (Esmi
Warassih Pujirahayu, 2005:96).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
kultur suatu bangsa sangat berpengaruh terhadap kondisi hukum bangsa tersebut.
Oleh karena itu, pembaruan hukum suatu bangasa sangat dipengaruhi
perkembangan masyarakatnya, termasuk didalamnya pengaruh dari nilai-nilai
sosial budaya yang merupakan jiwa suatu bangsa. Demikian pula yang dikatakan
oleh Esmi warassih Pujirahayu dalam membicarakan tentang hukum kita tidak
dapat lepas dari faktor-faktor non-hukum lainnya terutama faktor nilai dan sikap
serta pandangan masyarakat, yang semua itu disebut kultur hukum. Jadi pada
dasarnya pembaharuan (pembangunan) hukum harus dimulai dari pembaharuan
budaya atau kultur hukum, karena keberadaan kultur hukum sangat
mempengaruhi substansi dan struktur hukum.
D. Pembentukan Hukum dan Nilai-nilai yang ada dimasyarakat
Suatu pembentukan hukum dapat mengarahkan masyarakat kepada aturan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukum yang berupa perundang-
undangan atau peraturan pada umumnya dirancang berdasarkan asumsi-asumsi
tertentu. Desain pengadilan menjadi begini atau begitu, misalnya didasarkan pada
perkiraan rata-rata jumlah perkara yang masuk. Berangkat dari situ ditentukan
jumlah hakim, panitera, ruang-ruang sidang fasilitas fisik lainnya. Akan
tetapi,keadaan tidak selalu sesuai dengan perkiraan, sehingga dapat muncul
keadaan luar biasa yang tidak diduga sama sekai. Situasi seperti ini pernah terjadi
di Amerika Serikat, menyusul produksi mobil yang menyebabkan banjir
kendaraan dijalan-jalan. Pada gilirannya terjadi banyak terjadi banyak kecelakaan
yang akhirnya berjuang dipengadilan. Desain pengadilan yang tidak siap
mengahadapi arus perkara yang masuk, akhirnya harus menyiapkan ketentuan-
ketentuan khusus atau mengadapi resiko ambruk.
Hal dan kejadian yang diuraikan diatas menunjukkan bahwa sewaktu-
waktu hukum memang dihadapkan kepada situasi luar biasa. Apapun juga yang
terjadi dan dihadapi, hukum tidak dapat berhenti dan menolak untuk bekerja,
semata-mata berdasarkan alasan, bahwa ia tidak dipersiapkan untuk itu. Dalam
situasi seperti itu, mau tidak mau kita akan memasuki ranah cara berhukum yang
luar-biasa. Apabila cara-cara biasa atau normal disebut: “rule making”, maka cara
luar biasa disebut : “rule breaking” atau mematahkan atau menorobos hukum
yang ada.
Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang
bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh
karena itu hukum haus mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh
masyarakat tempat dimana dan bagaimana hukum itu diciptakan. Ide-ide ini
adalah ide mengenai suatu keadilanyang hakiki. Hukum selalu berhubungan
dengan masyarakat dan perilaku-perilakunya dalam konteks perilaku sosial,oleh
karena itu hukum selalumenjadi wacana yang sangat menarik. Mengapa hukum
selalu menjadi perhatianyang sangat menarik pada saat ini, karenaperilaku-
perilaku dari masyarakat dalm interaksi sosial sangat bertalian dengan
masalahkeadilan.
Kaitan erat antara hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat itu
ternyata bahwa hukum yang baik taklain adalah hukum yang mencerminkan nilai-
nilai yang hidupdimasyarakat. Dengan demikian setiap membicarakan hukum
tidak terlepas dari konteks persoalan keadilan. Kita tidak dapat membicarakan
hukum dari wujud formalnya saja, tetapi harus dilihat ekspresi cita-cita keadilan
yang ada dalam masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Hukum tidak akan mungkin bekerja dalam ruang hampa. Itulah sebabnya
hukum dalam realitasnya berfungsi sebagai faktor pengintegrasian masyarakat.
Sebagai pengatur sosial, hukum harus menjalani suatu proses yang panjang dan
melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda dalam proses
pembuatan hukum dan proses implementasi hukum. Proses pembuatan hukum itu
sesungguhnya mengandung pengertian yang sama dengan istilah proses
pembuatan UU.
Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan pola
pembentukan hukum untuk mengatur tatanan kehidupan social. Dalam masyarakat
demokratis yang modern, badan legislative berdaulat dalam membuat kebijakan
pembuatan hukum untuk menyalurkan aspirasi masyarakat. Pada prinsipnya
proses pembuatan hukum tersebut berlangsung dalam tiga tahapan besar, yakni :
(1) Tahap Inisiasi
(2) Tahap Sosio-Politis & Tahap Juridis
(3) Tahap Penyebarluasan atau Desiminasi
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
masyarakat disekitar kita, dan juga mahasiswa bahwa hukum dibuat untuk
dipatuhi bukanuntuk dilanggar, hukum itu mempunyai peranan yang sangat besar
dalam menjaga stabilitas sosial masyarakat, sehingga kehidupan dapat terkendali
dan masyarakat akan selalu merasa aman. Oleh karena itu taati hukum yang
berlaku, karena menaati hukum merupakan salah satu ciri warga negara yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hartomo dan Aziz Arnicun, 1990. Ilmu sosial dasar. Jakarta: Bumi Aksara
2. Ali, Zainuddin. 2006. Sosiolagi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
3. Ferdy Ardianto. 2016. Makalah Pengantar Ilmu Hukum. Makalah
4. S. Maronie. 2014. http://zriefmaronie.blogspot.com/2014/05/bekerjanya-
hukum-dalam-masyarakat.html, diakses pada 11 januari 2019

Anda mungkin juga menyukai