Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PRODUK PERUNDANG-UNDANGAN SOSIAL II

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia dan
Perundang-Undangan Sosial

Dosen Pengampu : Muhammad Kholis Hamdy, S.Sos.I., Mlnt.Dev.

Disusun Oleh :

Kelompok 10 - Kesejahteraan Sosial 4B

Yudistira Nuril Huda 11210541000070


Fitri Nurul Qomariah 11210541000088
Alia Fatimah Azzahra 11210541000093
Anisa Fajri Septiarum 11210541000095

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1444 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Karena berkat
limpahan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan makalah ini dalam
bentuk sebaik-baiknya. Shalawat serta salam kita curahkan dan limpahkan kepada baginda kita
tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
berupa sehat fisik, maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia dan Perundang-
Undangan Sosial. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Produk
Perundang-Undangan Sosial II”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah
Sistem Hukum Indonesia dan Perundang-Undangan Sosial yaitu Bapak Muhammad Kholis
Hamdy, S.Sos.I., Mlnt.Dev yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kekurangan, bahkan kesalahan. Maka dari itu penulis dengan senang hati akan
menerima kritik dan saran yang pastinya akan sangat bermanfaat untuk penulis pribadi. Penulis
memohon maaf apabila masih banyak kekurangan, semoga makalah ini bisa memberikan suatu
kemanfaatan khususnya untuk penulis dan para pembaca. Terima kasih.

Ciputat, 22 Mei 2023

Penulis,

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3

A. Definisi Perundang-Undangan Sosial .............................................................................. 3

B. Tujuan dan Fungsi Perundang-Undangan Sosial ........................................................... 3

C. Produk Perundang-Undangan Sosial............................................................................... 4

D. Peran Pekerja Sosial terhadap Perundang-Undangan Sosial ..................................... 21

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 24

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 24

B. Saran ................................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perundang-undangan sosial adalah serangkaian peraturan atau hukum yang


mengatur hubungan dan interaksi sosial antara individu-individu dalam suatu masyarakat
yang sejalan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang diperkuat dengan Undang-
Undang Kesejahteraan Sosial. Perundang-undangan sosial dapat mencakup berbagai
macam bidang, seperti hukum pidana, hukum keluarga, hukum perburuhan, hukum
kontrak, hukum lingkungan, hukum perlindungan konsumen, dan sebagainya. Tujuan
utama dari perundang-undangan sosial adalah untuk mengatur perilaku masyarakat dalam
rangka menciptakan harmoni, keadilan, dan keamanan.

Perundang-undangan sosial dikembangkan dan diberlakukan oleh pemerintah atau


otoritas yang berwenang dalam suatu negara. Pentingnya perundang-undangan sosial
adalah untuk memberikan kerangka hukum yang jelas dan tegas bagi warga negara,
memberikan perlindungan hukum, dan mempromosikan kesejahteraan sosial. Dengan
adanya perundang-undangan sosial, diharapkan tercipta masyarakat yang lebih adil, aman,
dan berfungsi dengan baik serta terjaminnya hak-hak penyandang masalah kesejahteraan
sosial dalam rangka mencapai kesejahteraan sosial.

Terkait dengan uraian diatas, maka kami akan mengkaji lebih lanjut mengenai
definisi, tujuan dan fungsi dari perundang-undangan sosial serta apa saja produk hukum
dari perundang-undangan sosial di Indonesia serta peranan pekerja sosial terhadap
perundang-undangan sosial. Oleh karena itu, makalah ini dibuat dengan judul “Perundang-
Undangan Sosial”.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi perundang-undangan sosial?


2. Apa tujuan dan fungsi perundang-undangan sosial?
3. Apa saja produk perundang-undangan sosial?
4. Bagaimana peran pekerja sosial terhadap perundang-undangan sosial?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi perundang-undangan sosial


2. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi perundang-undangan sosial
3. Untuk mengetahui beberapa produk perundang-undangan sosial
4. Untuk mengetahui peran pekerja sosial terhadap perundang-undangan sosial

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Perundang-Undangan Sosial

Perundang-undangan Sosial adalah suatu bentuk peraturan perundang-undangan


dalam bidang sosial yang bertujuan melindungi dan menjamin hak-hak Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial dalam rangka mencapai Kesejahteraan Sosial. Perundang-
undangan merupakan suatu peraturan pemerintah yang memuat aturan,ketentuan-
ketentuan hak,kewajiban,fungsi dan status.

Perundang-undangan dapat diartikan juga sebagai ketentuan tertulis yang dibuat


oleh lembaga tinggi atau pejabat yang berwenang yang memuat tentang pengakuan dan
perlindungan.

B. Tujuan dan Fungsi Perundang-Undangan Sosial

Tujuan Perundang –Undangan Sosial berkaitan dengan tujuan Penyelenggaran


Kesejahteraan Sosial (Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial), sebagai berikut:

a. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup.


b. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.
c. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani
masalah kesejahteraan sosial.
d. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha
dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.
e. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.
f. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Perundang-undangan sosial memiliki beberapa fungsi berdasarkan


penyelenggaraan kesejahteraan sosial, antara lain sebagai berikut:

3
a. Sebagai alat untuk menciptakan dan menjaga keadilan sosial dengan memberikan
perlindungan dan memajukan hak-hak kelompok masyarakat yang kurang
beruntung secara sosial-ekonomi. Dengan demikian perundang-undangan sosial
dapat menciptakan lingkungan masyarakat yang adil dan tetap pada kesetaraan;
b. Mendorong perubahan sosial positif terhadap kehidupan masyarakat;
c. Sebagai pedoman untuk memajukan kesejahteraan sosial dengan merumuskan
kebijakan sosial dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, melindungi hak-hak
sosial individu dan kelompok dalam suatu masyarakat, serta mendorong setiap
masyarakat untuk melakukan partisipasi aktif terhadap pembuatan keputusan yang
dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat tersebut;
d. Sebagai payung hukum untuk menjalankan tugas seorang pekerja sosial. Dengan
perundang-undangan sosial yang jelas dan relevan, seorang pekerja sosial dapat
melindungi mereka ketika menjalankan tugas profesionalnya dan memastikan
bahwa praktik yang dilakukan tetap dalam kerangka hukum;
e. Memberikan pedoman ketika menjalankan Profesi Pekerja Sosial.

C. Produk Perundang-Undangan Sosial

Perundang-undangan sosial di Indonesia menghasilkan berbagai produk hukum


yang berfungsi untuk mengatur kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Berikut
adalah beberapa produk dari perundang-undangan sosial di Indonesia:

1. UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan
tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki
peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Oleh karena itu setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Untuk memberi perlindungan hukum kepada anak,
Pemerintah Indonesia membentuk UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

4
a. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-
tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang
merupakan hak asasi manusia;
b. Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
c. Bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan;
d. Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,
maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;
e. Bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan
dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat
menjamin pelaksanaannya;
f. Bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai
anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan
dengan perlindungan anak;
g. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan f
perlu ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak.

Peran Pekerja Sosial. Pekerja Sosial Profesional perlindungan anak adalah


seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang
memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan
sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah
sosial anak. Pekerja sosial dalam perlindungan anak mempunyai peranan yang
sangat penting dan kompleks. Beberapa peranan yang dapat dilakukan seorang
pekerja sosial dalam penanganan anak yang membutuhkan perlindungan adalah
sebagai konselor, sebagai advokator, sebagai pendamping maupun sebagai
konsultan. Berbagai peranan tersebut saling menunjang dan melengkapi sesuai
dengan fungsi yang diembannya. Agar dapat menjalankan peranannya dengan baik
tentunya dibutuhkan kompetensi. Kompetensi profesional pekerja sosial adalah
merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan perlindungan anak. Kompetensi
pekerja sosial berkaitan dengan profesionalisme yaitu pekerja sosial yang
profesional adalah pekerja sosial yang kompeten (berkemampuan), karena itu
kompetensi profesionalisme pekerja sosial dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kewenangan pekerja sosial dalam menjalankan profesinya dengan kemampuan

5
tinggi. Pekerja Sosial Profesional Anak adalah pekerja sosial yang bekerja menjadi
pendamping di instansi, lembaga/yayasan yang menangani permasalahan anak dan
memiliki keahlian dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak. Kualitas
pribadi tersebut diperoleh di samping melalui proses pelatihan, terlebih utama
diperoleh dari pengalaman praktek dengan anak. Kesadaran untuk membangun dan
meningkatkan kualitas kesadaran untuk membangun dan meningkatkan kualitas
pribadi pendamping secara terus menerus dikembangkan oleh pendamping itu
sendiri dalam rangka tanggung jawab profesionalnya.

2. UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah


Tangga (KDRT)

Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan
damai merupakan dambaan setiap orang. Dengan demikian, setiap orang dalam
lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari oleh
agama. Hal itu perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun
keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut,
sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar
kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga
tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan
dalam rumah tangga sehingga timbul ketidak aman atau ketidakadilan terhadap
orang yang berbeda dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah,
melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, Negara
dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan
pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.

a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari
segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga,
merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus;

6
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah
perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaan;
d. Bahwa dalam kenyataannya kasus ke?keras?an dalam rumah tangga banyak
terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin
perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;

Peran Pekerja Sosial. Pekerja sosial disinilah memiliki peran penting dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap dan keterampilan klien korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pemberdayaan dilaksanakan melalui
proses belajar yang akan berlangsung secara bertahap untuk meningkatkan aspek
afektif, kognitif, psikomotorik, dan konatif. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Sosial RI Nomor 22 Tahun 2014 tentang Standar Rehabilitasi Sosial dengan
Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial meliputi pendekatan awal, pengungkapan dan
pemecahan masalah, penyusunan rencana pemecahan masalah, pemecahan
masalah, resosialisasi, terminasi, dan bimbingan lanjut. Berdasarkan hal tersebut,
langkah-langkah yang dilakukan oleh pekerja sosial dengan pedoman yaitu
pendekatan awal, assessment, rencana intervensi, intervensi, terminasi, dan
bimbingan lanjut. Memang terdapat perbedaan istilah, namun memiliki pengertian
yang sama.

3. UU No.39 Tahun 2004 tentang Perlindungan TKI di Luar Negeri

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan


Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri adalah undang-undang di
Indonesia yang bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri.

7
UU ini menyediakan kerangka hukum yang mengatur aspek-aspek
penempatan TKI, termasuk persyaratan, prosedur, dan tanggung jawab pihak-pihak
yang terlibat dalam penempatan TKI di luar negeri. Beberapa poin penting yang
diatur dalam undang-undang ini antara lain:

1) Perlindungan dan keamanan TKI: UU ini menetapkan bahwa pemerintah


wajib melindungi TKI dari penyalahgunaan, diskriminasi, eksploitasi, dan
perlakuan yang tidak manusiawi di tempat kerja di luar negeri.
2) Prosedur penempatan TKI: UU ini mengatur persyaratan dan prosedur yang
harus dipenuhi oleh TKI dan perusahaan penempatan untuk melakukan
penempatan TKI di luar negeri. Hal ini mencakup persyaratan kualifikasi,
pendaftaran, pengawasan, dan izin penempatan TKI.
3) Perlindungan hukum dan hak TKI: UU ini memberikan jaminan hak-hak
TKI, termasuk hak atas upah yang adil, kondisi kerja yang layak, asuransi
kesehatan, dan hak untuk mengajukan keluhan atau melaporkan
penyalahgunaan.
4) Penanganan masalah dan sengketa: UU ini juga mengatur mekanisme
penyelesaian sengketa antara TKI dan majikan di luar negeri melalui jalur
hukum, arbitrase, atau mekanisme lain yang ditetapkan.

Tujuan utama dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 ini adalah


melindungi TKI dari berbagai risiko yang mungkin dihadapi mereka saat bekerja
di luar negeri. Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memberikan
perlindungan, pengawasan, dan penegakan hukum terkait ketentuan yang diatur
dalam undang-undang ini untuk melindungi TKI dan memastikan keberlanjutan
penempatan TKI yang aman dan manusiawi.

Penempatan Tenaga Kerja memiliki beberapa ketentuan yang berkaitan


dengan peran pekerja sosial. Sebagai seorang pekerja sosial Konteks undang-
undang ini mencakup beberapa aspek berikut:.

1) Perlindungan Tenaga Kerja: Pekerja sosial memiliki peran penting dalam


melindungi hak-hak tenaga kerja. Mereka dapat memberikan informasi dan

8
pendampingan kepada tenaga kerja terkait hak-hak mereka, seperti upah
yang layak, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, serta
perlindungan dari diskriminasi atau eksploitasi.
2) Pemenuhan Kebutuhan Dasar: Pekerja sosial dapat berperan dalam
membantu tenaga kerja yang menghadapi kesulitan atau ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan mengidentifikasi
sumber daya yang tersedia dan memberikan bantuan atau rujukan yang
diperlukan.
3) Penyelesaian Perselisihan: Pekerja sosial dapat berperan sebagai mediator
atau pendamping dalam proses penyelesaian perselisihan ini, membantu
dalam negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat, dan mencari solusi yang
adil bagi kedua belah pihak.
4) Pemberdayaan Tenaga Kerja: Pekerja sosial dapat berperan dalam
memberikan pelatihan, pembinaan, dan konseling kepada tenaga kerja
untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan mereka.
Mereka juga dapat membantu dalam mencari peluang kerja atau membantu
tenaga kerja yang ingin memulai usaha sendiri.
5) Perlindungan Migran: Pekerja sosial dapat berperan dalam memberikan
informasi, pelayanan, dan perlindungan kepada tenaga kerja migran yang
membutuhkan, termasuk dalam hal perlindungan hukum, kesehatan, dan
kesejahteraan mereka.

4. UU No.11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak


Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Sebagai negara yang telah meratifikasi Kovenan ini, Indonesia memiliki


kewajiban untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak yang
terkandung di dalamnya. Pemerintah Indonesia diharapkan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk melaksanakan dan memastikan hak-hak tersebut
dilindungi bagi semua individu di wilayahnya.

9
a. Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat
pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu,
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
b. Bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional,
menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan
Piagam Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia;
c. Bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya
tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-
hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);
d. Bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada
dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara
Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan kedudukan semua
warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa Indonesia untuk
secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya).

5. UU No.12 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil


dan Politik

Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik merupakan


perjanjian Internasional yang telah disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) pada tahun 1966. Indonesia mengadopsi beberapa Undang-Undang dan

10
peraturan domestik yang mengatur hak-hak sipil dan politik. Salah satunya adalah
undang-undang yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia di Indonesia, yaitu
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU
No.12 Tahun 2005 ini dinyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat internasional, menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi prinsip
dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM).

Kovenan ini mengukuhkan pokok-pokok HAM di bidang sipil dan politik


yang tercantum dalam DUHAM sehingga menjadi ketentuan-ketentuan yang
mengikat secara hukum dan penjabarannya mencakup pokok-pokok lain yang
terkait. Pembukaan kedua Kovenan ini mengingatkan kepada negara-negara akan
kewajibannya, menurut Piagam PBB untuk memajukan dan melindungi HAM,
mengingatkan individu akan tanggung jawabnya untuk bekerja keras bagi
pemajuan dan penaatan HAM yang diatur dalam Kovenan ini dalam kaitannya
dengan individu lain dan masyarakatnya, serta mengakui bahwa, sesuai dengan
DUHAM, cita-cita umat manusia untuk menikmati kebebasan sipil dan politik juga
kebebasan dari rasa takut dan kekurangan hanya dapat tercapai apabila telah
terciptanya kondisi bagi setiap orang untuk dapat menikmati hak-hak sipil dan
politiknya maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budayanya.

Peran pekerja sosial terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) sangat penting
dalam mempromosikan, melindungi, dan mengadvokasi HAM untuk semua
individu. Berikut adalah beberapa peran utama pekerja sosial terkait HAM:

1) Pendidikan dan Kesadaran: Pekerja sosial dapat memberikan edukasi


kepada masyarakat tentang HAM, termasuk hak-hak dasar yang dijamin
oleh deklarasi dan peraturan HAM nasional dan internasional. Mereka
membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya HAM dan
mendorong penghargaan terhadap hak-hak individu.
2) Perlindungan: Pekerja sosial memiliki peran penting dalam melindungi
individu yang rentan atau terancam pelanggaran HAM. Mereka dapat
membantu korban kekerasan, diskriminasi, atau penindasan untuk

11
melaporkan kasus-kasus tersebut, memberikan bantuan, dan
mengoordinasikan upaya perlindungan.
3) Pengawasan dan Advokasi: Pekerja sosial dapat melakukan pengawasan
terhadap institusi dan lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan HAM.
Mereka dapat membantu memastikan bahwa hak-hak individu dihormati
dan mengadvokasi jika terjadi pelanggaran HAM. Pekerja sosial juga dapat
mengadvokasi perubahan kebijakan dan regulasi untuk memperkuat
perlindungan HAM.
4) Pendampingan dan Pemberdayaan: Pekerja sosial dapat menjadi
pendamping bagi individu yang mengalami pelanggaran HAM, termasuk
korban kekerasan, migran, pengungsi, dan kelompok marginalisasi.
Mereka memberikan dukungan emosional, informasi, dan akses ke
sumber daya yang diperlukan agar individu tersebut dapat
memperjuangkan hak-hak mereka.
5) Kerjasama dan Jaringan: Pekerja sosial bekerja sama dengan
organisasi organisasi HAM, lembaga pemerintah, dan lembaga
internasional dalam upaya melindungi dan mempromosikan HAM. Mereka
berpartisipasi dalam jaringan kolaboratif untuk bertukar informasi,
pengalaman, dan strategi dalam mengadvokasi dan memperjuangkan
HAM. Melalui peran mereka, pekerja sosial dapat membantu memastikan
bahwa HAM dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh semua individu.
Mereka berupaya untuk menciptakan masyarakat yang adil, inklusif, dan
menghormati hak-hak setiap individu.

6. UU No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan


Orang (TPPO)

Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak
asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh
undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perdagangan orang, khususnya perempuan dan
anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia
dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus diberantas.

12
Undang-undang No 21. Tahun 2007 ini khusus untuk mengantisipasi dan
menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi
yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antar
wilayah dalam negeri maupun secara antarnegara, dan baik oleh pelaku perorangan
maupun korporasi.

Dasar hukum UU ini adalah : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.

Dalam UU ini diatur ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan tindak
pidana perdagangan orang. selain itu, diatur juga mengenai tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Peran serta masyarakat dalam
upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dapat
dilakukan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya
tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib,
atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.

Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang merupakan


tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan keluarga. Untuk
mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu dalam pelaksanaan
pencegahan dan penanganan tersebut perlu dibentuk gugus tugas. Tindak pidana
perdagangan orang merupakan kejahatan yang tidak saja terjadi dalam satu wilayah
negara melainkan juga antarnegara. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kerja
sama internasional dalam bentuk perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah
pidana dan/atau kerja sama teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Penyusunan Undang-Undang ini juga merupakan perwujudan komitmen


Indonesia untuk melaksanakan Protokol PBB tahun 2000 tentang Mencegah,
Memberantas dan Menghukum Tindak Pidana Perdagangan Orang, khususnya

13
Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah
Indonesia.

Pekerja sosial memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan undang-


undang ini. Berikut adalah beberapa peran pekerja sosial terhadap Undang-Undang
No. 21 Tahun 2007:

1) Pendampingan dan Perlindungan Korban. Pekerja sosial dapat


memberikan pendampingan kepada korban perdagangan orang.
Mereka membantu korban dalam pemulihan fisik, psikologis, dan
sosial setelah mengalami eksploitasi. Pekerja sosial juga membantu
korban untuk mendapatkan akses layanan kesehatan, perumahan,
pendidikan, dan pekerjaan yang aman.
2) Identifikasi dan Penanganan Korban. Pekerja sosial berperan dalam
proses identifikasi korban perdagangan orang. Mereka dapat
membantu dalam mengumpulkan informasi, melakukan
wawancara, dan memberikan dukungan kepada korban yang
mungkin terjebak dalam jaringan perdagangan orang. Pekerja sosial
juga berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum dan pihak
terkait lainnya untuk memastikan penanganan yang tepat bagi
korban.
3) Advokasi dan Pengawalan Hukum. Pekerja sosial berperan sebagai
advokat bagi korban perdagangan orang. Mereka membantu korban
memahami hak-hak mereka dan memberikan informasi tentang
proses hukum yang terkait dengan kasus perdagangan orang.
Pekerja sosial juga dapat mendampingi korban dalam proses hukum
dan memberikan dukungan emosional serta memberikan informasi
penting kepada mereka.
4) Kolaborasi dengan Pihak Terkait. Pekerja sosial berkolaborasi
dengan lembaga penegak hukum, pemerintah, dan organisasi non-
pemerintah dalam memberikan layanan yang komprehensif bagi
korban perdagangan orang. Mereka membantu dalam perencanaan

14
dan implementasi program-program perlindungan, dan membangun
jaringan kerja sama untuk memperkuat upaya pemberantasan
perdagangan orang.

7. UU No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya


mencapai tujuan bangsa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial juga
diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga,
organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, lembaga kesejahteraan sosial, maupun
lembaga kesejahteraan sosial asing demi terselenggaranya kesejahteraan sosial
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.

Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar warga negara, serta untuk


menghadapi tantangan dan perkembangan kesejahteraan sosial di tingkat lokal,
nasional, dan global, perlu dilakukan penggantian Undang-Undang No. 6 Tahun
1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menjadi Undang-
Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial ini.

Dasar hukum UU ini adalah : Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 ayat
(1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Undang-undang ini diatur tentang pemenuhan hak atas kebutuhan


dasar, penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara komprehensif dan profesional,
perlindungan masyarakat, menghindari penyalahgunaan kewenangan dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Selain itu, UU No. 11 ini juga mengatur
pendaftaran dan perizinan serta sanksi administratif bagi lembaga yang
menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Dengan demikian, penyelenggaraan
kesejahteraan sosial dapat memberikan keadilan sosial bagi warga negara untuk
dapat hidup secara layak dan bermartabat.

15
Pekerja sosial memiliki peran penting dalam pelaksanaan undang-undang
ini. Berikut adalah beberapa peran pekerja sosial terhadap Undang-Undang No. 11
Tahun 2009:

1) Penyedia Informasi dan Pendidikan. Pekerja sosial dapat memberikan


informasi kepada masyarakat mengenai hak-hak mereka yang dijamin oleh
undang-undang ini. Mereka dapat memberikan edukasi kepada masyarakat
tentang program-program sosial yang tersedia dan cara mengaksesnya.
2) Pendampingan. Pekerja sosial dapat menjadi pendamping bagi individu
atau kelompok yang membutuhkan bantuan sosial. Mereka membantu
dalam mengidentifikasi masalah-masalah sosial yang dihadapi dan mencari
solusi yang sesuai, baik melalui program-program pemerintah maupun
sumber daya lainnya.
3) Advokasi dan Perlindungan Hak. Pekerja sosial memiliki peran sebagai
advokat bagi individu atau kelompok yang rentan atau terpinggirkan dalam
masyarakat. Mereka berupaya untuk melindungi hak-hak klien mereka dan
memastikan bahwa mereka mendapatkan akses penuh terhadap program-
program kesejahteraan sosial yang tersedia.
4) Penghubung Antar instansi. Pekerja sosial berperan sebagai penghubung
antara individu, keluarga, atau kelompok dengan lembaga-lembaga dan
sumber daya sosial yang ada. Mereka memfasilitasi kerja sama antara
berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan
sektor swasta, untuk meningkatkan kesejahteraan sosial.
5) Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Sosial. Pekerja sosial berperan
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah sosial di
masyarakat. Mereka membantu dalam mendeteksi dini masalah-masalah
sosial, seperti kemiskinan, kekerasan, penyalahgunaan narkoba, dan lain
sebagainya, serta memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi
masalah tersebut.

16
8. UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas

UU No.19 Tahun 2011 merupakan UU di Indonesia yang mengesahkan


Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas. Dalam UU No.19 Tahun
2011 terdapat pokok-pokok isi Konvensi, sebagai berikut:

1) Pembukaan
Pembukaan berisi pengakuan harga diri dan nilai serta hak yang
sama kepada penyandang disabilitas yang dalam kehidupan
bermasyarakatnya akan menemui hambatan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kesamaan hak. Artinya, diskriminasi yang terjadi
berdasarkan disabilitas adalah pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang
melekat pada diri setiap manusia.
2) Tujuan
Konvensi ini bertujuan untuk memajukan, melindungi dan
menjamin kesamaan hak dan kebebasan secara mendasar bagi semua
penyandang disabilitas, serta pemberian rasa hormat terhadap martabat
penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
3) Kewajiban Negara
Negara memiliki kewajiban untuk merealisasikan hak-hak yang
telah dicantumkan dalam Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas
(Convention on the Rights of Persons with Disabilities). Kewajiban negara
adalah melakukan penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan
administrasi untuk menghilangkan diskriminasi terhadap penyandang
disabilitas.
4) Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan orang lain
untuk bebas dari perlakuan yang merendahkan martabat, melukai atau
merugikan secara fisik dan mental. Dalam hal ini. Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas menegaskan adanya perlindungan bagi penyandang
disabilitas dan mengakui integritas mereka, baik secara mental atau fisik.

17
5) Implementasi dan Pengawasan Nasional
Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas mendorong
negara pihak untuk menunjuk lembaga pemerintah yang memiliki tanggung
jawab dalam mengatasi masalah penyandang disabilitas dan melaksanakan
ketentuan Konvensi tersebut. hal ini bertujuan untuk memberikan fokus dan
perhatian terhadap isu-isu yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.
6) Laporan Negara Pihak dan Peran Komite Pemantau Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas
Negara pihak harus menyampaikan laporan secara berkala, paling
lambat setiap empat tahun, yang meliputi perkembangan, kemajuan dan
tantangan yang dihadapi ketika melaksanakan Konvensi.

Peran pekerja sosial yang berkaitan dengan UU ini adalah dengan


memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas dalam melakukan intervensi.
Artinya, peran pekerja sosial sangat penting dalam memastikan perlindungan dan
pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Pekerja sosial berperan dalam
memberikan pelayanan sosial kepada penyandang disabilitas. Pelayanan yang
dilakukan dapat berupa membantu mengidentifikasi kebutuhan individu,
merencanakan intervensi sosial yang tepat dan memberikan dukungan dalam
mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh para penyandang disabilitas.
Tentu dalam melayani klien, seorang pekerja sosial harus memperhatikan hak-hak
penyandang disabilitas, seperti hak kesetaraan dan nondiskriminasi. Artinya, ketika
mendapatkan pelayanan sosial dari seorang pekerja sosial para penyandang
disabilitas ini akan mendapatkan perlindungan dan manfaat hukum yang setara
tanpa adanya diskriminasi.

9. UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

UU No.40 Tahun 2004 dibentuk untuk mengatur penyelenggaraan Sistem


Jaminan Sosial guna memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial kepada
masyarakat Indonesia melalui penyelenggaraan program-program jaminan sosial
secara efektif dan mementingkan keadilan. UU No. 40 Tahun 2004 dalam pasal-

18
pasalnya mengatur ketentuan khusus atau persyaratan kepesertaan dalam program
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini, mengatur pembiayaan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang berasal dari iuran yang dibayar oleh peserta dan
pemberi kerja, subsidi pemerintah atau sumber dana yang sudah ditetapkan dalam
UU ini. Dalam UU No.40 Tahun 2004 dikatakan, bahwa setiap orang berhak atas
jaminan sosial untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak
dan meningkatkan martabatnya guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur.

Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam pelaksanaannya tentu memiliki


prinsip yang mendasari. Adapun prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional,
sebagai berikut:

1) Prinsip kegotong-royongan.
Prinsip ini diwujudkan dalam pelaksanaan gotong royong dari
peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk
kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat. Dengan adanya prinsip ini,
diharapkan jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2) Prinsip nirlaba.
Pengelolaan dana amanat dalam konteks jaminan sosial tidak
bertujuan untuk mencari laba atau semata-mata untuk tujuan komersial bagi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Tujuan utama pengelolaan dana
amanat ini untuk memastikan keberlanjutan dan kecukupan dana yang
dibutuhkan dalam pemberian manfaat kepada peserta jaminan sosial.
3) Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh
kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.

19
4) Prinsip portabilitas.
Prinsip ini menyatakan bahwa peserta jaminan sosial memiliki hak
untuk tetap mendapatkan manfaat jaminan sosial meskipun mereka
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal di dalam wilayah NKRI.
5) Prinsip kepesertaan bersifat wajib.
Dalam jaminan sosial, prinsip ini dimaksudkan untuk melindungi
seluruh rakyat. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
Pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.

Peran pekerja sosial yang berkaitan dengan UU No.40 Tahun 2004 ini dapat
berupa sebagai pendamping sosial. Pendamping sosial hadir sebagai agen
perubahan sosial yang dapat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi.
Pendampingan sosial sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan
kemiskinan. Peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu:
fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi
masyarakat miskin yang didampinginya pada (Ife & Tesoriero, 2008). Dapat
disimpulkan, bahwa peran pekerja sosial dalam UU No.40 Tahun 2004 ini adalah
memastikan bahwa setiap individu dan keluarga yang membutuhkan perlindungan
sosial dapat mengakses dan memanfaatkan program-program jaminan sosial
dengan adil, transparan dan berkelanjutan.

10. UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial


(BPJS)

Undang-undang ini merupakan peraturan hukum di Indonesia yang


mengatur tentang penyelenggaraan jaminan sosial bagi warga negara Indonesia.
Dalam mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional perlu dibentuk badan
penyelenggara berbentuk badan hukum publik. Pembentukan Undang-Undang
tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) adalah bentuk pelaksanaan
UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk memberikan
sebuah kepastian hukum bagi pembentukan BPJS dalam melaksanakan program

20
Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Dengan UU No.24 Tahun 2011, dibentuk 2
(dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.

Pekerja sosial dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS berperan sebagai:
(1) fasilitator dalam program pelayanan kesehatan Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial. Dalam hal ini, pekerja sosial bertanggung jawab dalam
memfasilitasi pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
pasien dan keluarga. (2) Peran pekerja sosial sebagai broker. Sebagai broker,
pekerja sosial menghubungkan pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, seperti perlengkapan obat-obatan dari
PUSKESMAS yang diterima oleh pasien dan keluarga. (3) peran pekerja sosial
sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung pasien dan keluarga untuk
memperoleh hak atas pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
dari Pusat Kesehatan Masyarakat sehingga membuat pasien dan keluarga dipersulit
dalam bagian administrasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. (4) Peran pekerja
sosial sebagai pembela pasien dan keluarga yang kerap kali mendapat perlakuan
kurang baik dari pegawai pusat kesehatan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini
pekerja sosial tampil sebagai seorang pembela dalam menangani kasus pasien dan
keluarga yang membutuhkan pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dengan tujuan agar pegawai Pusat Kesehatan Masyarakat menyadari
kewajibannya terhadap pasien dan keluarga dalam hal pelayanan kesehatan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan menjalin hubungan yang baik antara
pasien dan keluarga dengan pegawai Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS).

D. Peran Pekerja Sosial terhadap Perundang-Undangan Sosial

Pekerjaan Sosial adalah bantuan profesional yang diberikan kepada individu,


kelompok dan masyarakat. Karena pekerjaan sosial bertujuan untuk menyelesaikan
masalah dan masalah yang terkait dengan ketidaksetaraan struktural, kemiskinan massal,

21
ketidakadilan sosial-ekonomi dan perampasan, tugas utama hari ini dan di masa mendatang
adalah untuk mempromosikan perubahan sosial dengan memberdayakan orang. Pengertian
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2019 Tentang Pekerja Sosial,
pada Pasal 1 tertulis bahwa Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat
kompetensi.

UU No. 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial untuk mengatur Pekerja Sosial
sangat diperlukan sebagai pedoman formal atau legalitas bagi Pekerja Sosial dalam
melaksanakan prakteknya di Indonesia. Selain itu, Pekerja Sosial sebagai salah satu
komponen utama penyelenggara kesejahteraan sosial kepada masyarakat mempunyai
peranan penting sehingga perlu mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Masalah
sosial yang dialami atau dihadapi selama ini oleh individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat belum diberikan pelayanan yang sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan
Sosial serta ketersediaan Pekerja Sosial yang tidak sebanding dengan jumlah Klien.

Terkait dengan uraian diatas, pekerja sosial tentunya memiliki keterkaitan serta
peran penting terhadap perundang-undangan sosial dalam mempromosikan keadilan sosial
dan kesejahteraan masyarakat. Pertama, pekerja sosial harus memiliki pengetahuan tentang
undang-undang sosial dan bagaimana menerapkannya dalam konteks pelayanan sosial.
Sehingga, dapat membantu individu dan keluarga memahami hak-hak mereka,
memperoleh akses ke layanan yang mereka perlukan, dan melindungi kepentingan mereka
di dalam sistem perundang-undangan. Kedua, pekerja Sosial berperan dalam
melaksanakan kebijakan sosial yang telah ditetapkan oleh pemerintah, agar dapat
membantu mengidentifikasi dan memahami dampak kebijakan sosial terhadap individu
dan kelompok yang rentan serta dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan
tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat yang mereka layani.

Kemudian ketiga, pekerja sosial terlibat dalam kegiatan advokasi untuk perubahan
kebijakan sosial yang lebih baik. Mereka menggunakan pengetahuan dan pengalaman
mereka untuk mengidentifikasi masalah sosial, melibatkan komunitas, dan mendorong
perubahan kebijakan yang lebih inklusif dan adil. Pekerja sosial dapat berpartisipasi dalam

22
forum-forum perumusan kebijakan, mengorganisir kampanye, dan berkolaborasi dengan
mitra lain untuk menciptakan perubahan yang positif. Keempat, Pekerja sosial berperan
dalam menyediakan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka,
proses hukum, dan kebijakan sosial. Mereka membantu individu memahami peraturan-
peraturan sosial yang berlaku, prosedur pengajuan keluhan, dan hak mereka untuk
mendapatkan bantuan sosial. Penyuluhan dan edukasi ini memberikan masyarakat dengan
pengetahuan yang diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri dan memperjuangkan
keadilan.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perundang-undangan Sosial adalah suatu bentuk peraturan perundang-undangan


dalam bidang sosial yang bertujuan melindungi dan menjamin hak-hak Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial dalam rangka mencapai Kesejahteraan Sosial.

Dengan perundang-undangan sosial yang jelas dan relevan, seorang pekerja sosial
dapat melindungi mereka ketika menjalankan tugas profesionalnya dan memastikan bahwa
praktik yang dilakukan tetap dalam kerangka hukum; Memberikan pedoman ketika
menjalankan Profesi Pekerja Sosial.

Dengan demikian perundang-undangan sosial dapat menciptakan lingkungan


masyarakat yang adil dan tetap pada kesetaraan; Mendorong perubahan sosial positif
terhadap kehidupan masyarakat; Sebagai pedoman untuk memajukan kesejahteraan sosial
dengan merumuskan kebijakan sosial dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, melindungi
hak-hak sosial individu dan kelompok dalam suatu masyarakat, serta mendorong setiap
masyarakat untuk melakukan partisipasi aktif terhadap pembuatan keputusan yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan masyarakat tersebut; Sebagai payung hukum untuk
menjalankan tugas seorang pekerja sosial.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, penulis berharap tulisannya ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang Produk Perundang-
Undangan Sosial II. Penulis sadar bahwa makalah yang di tulis ini masih jauh dari kata
sempurna karena sesungguhnya kesempurnaan sendiri adalah milik Allah SWT. Penulis
berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap
makalah yang ditulis agar penulis pribadi dapat mengetahui di mana letak kesalahannya
dan bisa dijadikan pelajaran di kesempatan selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

BRASIL. (2011). No Titlep. Phys. Rev. E.


http://www.ainfo.inia.uy/digital/bitstream/item/7130/1/LUZARDO-BUIATRIA-
2017.pdf

Diwangsa, Y. M. (2014, 04 9). Social Worker. Perundang-Undangan Sosial. Diakses dari


http://yurikamaha.blogspot.com/2014/04/nama-yurika-maha-diwangsa-nrp-13-04-
340.html pada tanggal 20 Mei 2023.

DPR RI. (2014). UU Nomor 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga
Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Diakses dari uu no 39 th 2004 pada tanggal 5 Mei
2023.

Elsam (2002) UU NO. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Diakses dari
https://referensi.elsam.or.id/2015/08/uu-nomor-23-tahun-2002-tentang-
perlindungan-anak/ pada 21 Mei 2023

Encyclopedia. Social Legislation. Dictionary of American History. Diakses dari


https://www.encyclopedia.com/history/dictionaries-thesauruses-pictures-and-
press-releases/social-legislation pada tanggal 20 Mei 2023.

Halodoc. (2022, Desember 05). 5 Hak Penyandang Disabilitas sesuai UU yang Berlaku.
Dipetik Mei 26, 2023, dari https://www.halodoc.com/artikel/5-hak-penyandang-
disabilitas-sesuai-undang-undang-yang-berlaku

Jogloabang. (2019). UU No.14 Tahun 2019 Tentang Pekerja Sosial. Diakses dari
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-14-2019-pekerja-sosial pada tanggal 20
Mei 2023.

Komnasham (2005) UU No.11 Tahun 2005 Tentang Konvenan Internasional Tentang Hak-
Hak Ekonomi,Sosial Dan Budaya. komnas Ham. pada tanggal 21 mei 2023
http://yurikamaha.blogspot.com/2014/04/nama-yurika-maha-diwangsa-nrp-13-04-
340.html?m=1

Sehgal, R. (n.d.). Social Legislation and Role of. Social Work Intervention with Individuals
and Groups, 348-372.

Sekretaris Negara RI. (2004). UU RI No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. JDIH BPK RI, 1-45.

Sekretariat Negara RI. (2007). UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang. JDIH BPK RI, 1-24.

25
Sekretariat Negara RI. (2009). UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
JDIH BPK RI, 1-46.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. (2005). Pengesahan International Covenant On


Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan
Politik). 1, 1-29.

Suharyanto, MP, Peran Peksos Dalam UU No.11 Thn. 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Diakses dari
https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid= 166.

Lisa hendhika utami. (2007), Peran Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan Korban KDRT
Di Balai PRSW YOGYAKARTA.

Andari, S. (2020). Peran Pekerja Sosial Dalam Pendampingan Sosial. Sosio Informa, 6(2).
https://doi.org/10.33007/inf.v6i2.2200

26

Anda mungkin juga menyukai