Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Hukum Indonesia dan
Perundang-Undangan Sosial
Disusun Oleh :
1444 H / 2023 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamiin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Karena berkat
limpahan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan makalah ini dalam
bentuk sebaik-baiknya. Shalawat serta salam kita curahkan dan limpahkan kepada baginda kita
tercinta yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
berupa sehat fisik, maupun akal pikiran, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Hukum Indonesia dan Perundang-
Undangan Sosial. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Produk
Perundang-Undangan Sosial II”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah
Sistem Hukum Indonesia dan Perundang-Undangan Sosial yaitu Bapak Muhammad Kholis
Hamdy, S.Sos.I., Mlnt.Dev yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kekurangan, bahkan kesalahan. Maka dari itu penulis dengan senang hati akan
menerima kritik dan saran yang pastinya akan sangat bermanfaat untuk penulis pribadi. Penulis
memohon maaf apabila masih banyak kekurangan, semoga makalah ini bisa memberikan suatu
kemanfaatan khususnya untuk penulis dan para pembaca. Terima kasih.
Penulis,
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 24
B. Saran ................................................................................................................................. 24
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terkait dengan uraian diatas, maka kami akan mengkaji lebih lanjut mengenai
definisi, tujuan dan fungsi dari perundang-undangan sosial serta apa saja produk hukum
dari perundang-undangan sosial di Indonesia serta peranan pekerja sosial terhadap
perundang-undangan sosial. Oleh karena itu, makalah ini dibuat dengan judul “Perundang-
Undangan Sosial”.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a. Sebagai alat untuk menciptakan dan menjaga keadilan sosial dengan memberikan
perlindungan dan memajukan hak-hak kelompok masyarakat yang kurang
beruntung secara sosial-ekonomi. Dengan demikian perundang-undangan sosial
dapat menciptakan lingkungan masyarakat yang adil dan tetap pada kesetaraan;
b. Mendorong perubahan sosial positif terhadap kehidupan masyarakat;
c. Sebagai pedoman untuk memajukan kesejahteraan sosial dengan merumuskan
kebijakan sosial dengan tujuan kesejahteraan masyarakat, melindungi hak-hak
sosial individu dan kelompok dalam suatu masyarakat, serta mendorong setiap
masyarakat untuk melakukan partisipasi aktif terhadap pembuatan keputusan yang
dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat tersebut;
d. Sebagai payung hukum untuk menjalankan tugas seorang pekerja sosial. Dengan
perundang-undangan sosial yang jelas dan relevan, seorang pekerja sosial dapat
melindungi mereka ketika menjalankan tugas profesionalnya dan memastikan
bahwa praktik yang dilakukan tetap dalam kerangka hukum;
e. Memberikan pedoman ketika menjalankan Profesi Pekerja Sosial.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan
tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki
peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan
eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Oleh karena itu setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Untuk memberi perlindungan hukum kepada anak,
Pemerintah Indonesia membentuk UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
4
a. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-
tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang
merupakan hak asasi manusia;
b. Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
c. Bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan;
d. Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut,
maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan
berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap
pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;
e. Bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan
dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat
menjamin pelaksanaannya;
f. Bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai
anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan
dengan perlindungan anak;
g. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan f
perlu ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak.
5
tinggi. Pekerja Sosial Profesional Anak adalah pekerja sosial yang bekerja menjadi
pendamping di instansi, lembaga/yayasan yang menangani permasalahan anak dan
memiliki keahlian dalam bidang kesejahteraan dan perlindungan anak. Kualitas
pribadi tersebut diperoleh di samping melalui proses pelatihan, terlebih utama
diperoleh dari pengalaman praktek dengan anak. Kesadaran untuk membangun dan
meningkatkan kualitas kesadaran untuk membangun dan meningkatkan kualitas
pribadi pendamping secara terus menerus dikembangkan oleh pendamping itu
sendiri dalam rangka tanggung jawab profesionalnya.
Keutuhan dan kerukunan rumah tangga yang bahagia, aman, tenteram, dan
damai merupakan dambaan setiap orang. Dengan demikian, setiap orang dalam
lingkup rumah tangga dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari oleh
agama. Hal itu perlu terus ditumbuhkembangkan dalam rangka membangun
keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut,
sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar
kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga
tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan
dalam rumah tangga sehingga timbul ketidak aman atau ketidakadilan terhadap
orang yang berbeda dalam lingkup rumah tangga tersebut. Untuk mencegah,
melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, Negara
dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan
pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.
a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari
segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga,
merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus;
6
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah
perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat
agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan,
penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat
kemanusiaan;
d. Bahwa dalam kenyataannya kasus ke?keras?an dalam rumah tangga banyak
terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin
perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
Peran Pekerja Sosial. Pekerja sosial disinilah memiliki peran penting dalam
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap dan keterampilan klien korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pemberdayaan dilaksanakan melalui
proses belajar yang akan berlangsung secara bertahap untuk meningkatkan aspek
afektif, kognitif, psikomotorik, dan konatif. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Sosial RI Nomor 22 Tahun 2014 tentang Standar Rehabilitasi Sosial dengan
Pendekatan Profesi Pekerjaan Sosial meliputi pendekatan awal, pengungkapan dan
pemecahan masalah, penyusunan rencana pemecahan masalah, pemecahan
masalah, resosialisasi, terminasi, dan bimbingan lanjut. Berdasarkan hal tersebut,
langkah-langkah yang dilakukan oleh pekerja sosial dengan pedoman yaitu
pendekatan awal, assessment, rencana intervensi, intervensi, terminasi, dan
bimbingan lanjut. Memang terdapat perbedaan istilah, namun memiliki pengertian
yang sama.
7
UU ini menyediakan kerangka hukum yang mengatur aspek-aspek
penempatan TKI, termasuk persyaratan, prosedur, dan tanggung jawab pihak-pihak
yang terlibat dalam penempatan TKI di luar negeri. Beberapa poin penting yang
diatur dalam undang-undang ini antara lain:
8
pendampingan kepada tenaga kerja terkait hak-hak mereka, seperti upah
yang layak, jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, serta
perlindungan dari diskriminasi atau eksploitasi.
2) Pemenuhan Kebutuhan Dasar: Pekerja sosial dapat berperan dalam
membantu tenaga kerja yang menghadapi kesulitan atau ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan mengidentifikasi
sumber daya yang tersedia dan memberikan bantuan atau rujukan yang
diperlukan.
3) Penyelesaian Perselisihan: Pekerja sosial dapat berperan sebagai mediator
atau pendamping dalam proses penyelesaian perselisihan ini, membantu
dalam negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat, dan mencari solusi yang
adil bagi kedua belah pihak.
4) Pemberdayaan Tenaga Kerja: Pekerja sosial dapat berperan dalam
memberikan pelatihan, pembinaan, dan konseling kepada tenaga kerja
untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan mereka.
Mereka juga dapat membantu dalam mencari peluang kerja atau membantu
tenaga kerja yang ingin memulai usaha sendiri.
5) Perlindungan Migran: Pekerja sosial dapat berperan dalam memberikan
informasi, pelayanan, dan perlindungan kepada tenaga kerja migran yang
membutuhkan, termasuk dalam hal perlindungan hukum, kesehatan, dan
kesejahteraan mereka.
9
a. Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat
pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu,
harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
b. Bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional,
menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan
Piagam Perserikatan BangsaBangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak
Asasi Manusia;
c. Bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam sidangnya
tanggal 16 Desember 1966 telah mengesahkan International Covenant on
Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-
hak Ekonomi, Sosial dan Budaya);
d. Bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada
dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan sifat negara
Republik Indonesia sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia dan yang menjamin persamaan kedudukan semua
warga negara di dalam hukum, dan keinginan bangsa Indonesia untuk
secara terus menerus memajukan dan melindungi hak asasi manusia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya).
10
peraturan domestik yang mengatur hak-hak sipil dan politik. Salah satunya adalah
undang-undang yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia di Indonesia, yaitu
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam UU
No.12 Tahun 2005 ini dinyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat internasional, menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi prinsip
dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Deklarasi Universal
Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM).
Peran pekerja sosial terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) sangat penting
dalam mempromosikan, melindungi, dan mengadvokasi HAM untuk semua
individu. Berikut adalah beberapa peran utama pekerja sosial terkait HAM:
11
melaporkan kasus-kasus tersebut, memberikan bantuan, dan
mengoordinasikan upaya perlindungan.
3) Pengawasan dan Advokasi: Pekerja sosial dapat melakukan pengawasan
terhadap institusi dan lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan HAM.
Mereka dapat membantu memastikan bahwa hak-hak individu dihormati
dan mengadvokasi jika terjadi pelanggaran HAM. Pekerja sosial juga dapat
mengadvokasi perubahan kebijakan dan regulasi untuk memperkuat
perlindungan HAM.
4) Pendampingan dan Pemberdayaan: Pekerja sosial dapat menjadi
pendamping bagi individu yang mengalami pelanggaran HAM, termasuk
korban kekerasan, migran, pengungsi, dan kelompok marginalisasi.
Mereka memberikan dukungan emosional, informasi, dan akses ke
sumber daya yang diperlukan agar individu tersebut dapat
memperjuangkan hak-hak mereka.
5) Kerjasama dan Jaringan: Pekerja sosial bekerja sama dengan
organisasi organisasi HAM, lembaga pemerintah, dan lembaga
internasional dalam upaya melindungi dan mempromosikan HAM. Mereka
berpartisipasi dalam jaringan kolaboratif untuk bertukar informasi,
pengalaman, dan strategi dalam mengadvokasi dan memperjuangkan
HAM. Melalui peran mereka, pekerja sosial dapat membantu memastikan
bahwa HAM dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh semua individu.
Mereka berupaya untuk menciptakan masyarakat yang adil, inklusif, dan
menghormati hak-hak setiap individu.
Setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak
asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh
undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Perdagangan orang, khususnya perempuan dan
anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia
dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus diberantas.
12
Undang-undang No 21. Tahun 2007 ini khusus untuk mengantisipasi dan
menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara, atau semua bentuk eksploitasi
yang mungkin terjadi dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan antar
wilayah dalam negeri maupun secara antarnegara, dan baik oleh pelaku perorangan
maupun korporasi.
Dasar hukum UU ini adalah : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi tentang Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Dalam UU ini diatur ancaman pidana bagi pelaku yang melakukan tindak
pidana perdagangan orang. selain itu, diatur juga mengenai tindak pidana lain yang
berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang. Peran serta masyarakat dalam
upaya pencegahan dan penanganan korban tindak pidana perdagangan orang dapat
dilakukan dengan tindakan memberikan informasi dan/atau melaporkan adanya
tindak pidana perdagangan orang kepada penegak hukum atau pihak yang berwajib,
atau turut serta dalam menangani korban tindak pidana perdagangan orang.
13
Perempuan dan Anak (Protokol Palermo) yang telah ditandatangani Pemerintah
Indonesia.
14
dan implementasi program-program perlindungan, dan membangun
jaringan kerja sama untuk memperkuat upaya pemberantasan
perdagangan orang.
Dasar hukum UU ini adalah : Pasal 18A, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23 ayat
(1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
15
Pekerja sosial memiliki peran penting dalam pelaksanaan undang-undang
ini. Berikut adalah beberapa peran pekerja sosial terhadap Undang-Undang No. 11
Tahun 2009:
16
8. UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-hak
Penyandang Disabilitas
1) Pembukaan
Pembukaan berisi pengakuan harga diri dan nilai serta hak yang
sama kepada penyandang disabilitas yang dalam kehidupan
bermasyarakatnya akan menemui hambatan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kesamaan hak. Artinya, diskriminasi yang terjadi
berdasarkan disabilitas adalah pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang
melekat pada diri setiap manusia.
2) Tujuan
Konvensi ini bertujuan untuk memajukan, melindungi dan
menjamin kesamaan hak dan kebebasan secara mendasar bagi semua
penyandang disabilitas, serta pemberian rasa hormat terhadap martabat
penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
3) Kewajiban Negara
Negara memiliki kewajiban untuk merealisasikan hak-hak yang
telah dicantumkan dalam Konvensi mengenai Hak Penyandang Disabilitas
(Convention on the Rights of Persons with Disabilities). Kewajiban negara
adalah melakukan penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan
administrasi untuk menghilangkan diskriminasi terhadap penyandang
disabilitas.
4) Hak-Hak Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan orang lain
untuk bebas dari perlakuan yang merendahkan martabat, melukai atau
merugikan secara fisik dan mental. Dalam hal ini. Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas menegaskan adanya perlindungan bagi penyandang
disabilitas dan mengakui integritas mereka, baik secara mental atau fisik.
17
5) Implementasi dan Pengawasan Nasional
Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas mendorong
negara pihak untuk menunjuk lembaga pemerintah yang memiliki tanggung
jawab dalam mengatasi masalah penyandang disabilitas dan melaksanakan
ketentuan Konvensi tersebut. hal ini bertujuan untuk memberikan fokus dan
perhatian terhadap isu-isu yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.
6) Laporan Negara Pihak dan Peran Komite Pemantau Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas
Negara pihak harus menyampaikan laporan secara berkala, paling
lambat setiap empat tahun, yang meliputi perkembangan, kemajuan dan
tantangan yang dihadapi ketika melaksanakan Konvensi.
18
pasalnya mengatur ketentuan khusus atau persyaratan kepesertaan dalam program
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini, mengatur pembiayaan Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang berasal dari iuran yang dibayar oleh peserta dan
pemberi kerja, subsidi pemerintah atau sumber dana yang sudah ditetapkan dalam
UU ini. Dalam UU No.40 Tahun 2004 dikatakan, bahwa setiap orang berhak atas
jaminan sosial untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak
dan meningkatkan martabatnya guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur.
1) Prinsip kegotong-royongan.
Prinsip ini diwujudkan dalam pelaksanaan gotong royong dari
peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk
kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat. Dengan adanya prinsip ini,
diharapkan jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2) Prinsip nirlaba.
Pengelolaan dana amanat dalam konteks jaminan sosial tidak
bertujuan untuk mencari laba atau semata-mata untuk tujuan komersial bagi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Tujuan utama pengelolaan dana
amanat ini untuk memastikan keberlanjutan dan kecukupan dana yang
dibutuhkan dalam pemberian manfaat kepada peserta jaminan sosial.
3) Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh
kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil
pengembangannya.
19
4) Prinsip portabilitas.
Prinsip ini menyatakan bahwa peserta jaminan sosial memiliki hak
untuk tetap mendapatkan manfaat jaminan sosial meskipun mereka
berpindah pekerjaan atau tempat tinggal di dalam wilayah NKRI.
5) Prinsip kepesertaan bersifat wajib.
Dalam jaminan sosial, prinsip ini dimaksudkan untuk melindungi
seluruh rakyat. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
Pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program.
Peran pekerja sosial yang berkaitan dengan UU No.40 Tahun 2004 ini dapat
berupa sebagai pendamping sosial. Pendamping sosial hadir sebagai agen
perubahan sosial yang dapat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi.
Pendampingan sosial sangat menentukan keberhasilan program penanggulangan
kemiskinan. Peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu:
fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi
masyarakat miskin yang didampinginya pada (Ife & Tesoriero, 2008). Dapat
disimpulkan, bahwa peran pekerja sosial dalam UU No.40 Tahun 2004 ini adalah
memastikan bahwa setiap individu dan keluarga yang membutuhkan perlindungan
sosial dapat mengakses dan memanfaatkan program-program jaminan sosial
dengan adil, transparan dan berkelanjutan.
20
Jaminan Sosial di seluruh Indonesia. Dengan UU No.24 Tahun 2011, dibentuk 2
(dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan
menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan
pensiun, dan jaminan kematian.
Pekerja sosial dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS berperan sebagai:
(1) fasilitator dalam program pelayanan kesehatan Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial. Dalam hal ini, pekerja sosial bertanggung jawab dalam
memfasilitasi pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
pasien dan keluarga. (2) Peran pekerja sosial sebagai broker. Sebagai broker,
pekerja sosial menghubungkan pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, seperti perlengkapan obat-obatan dari
PUSKESMAS yang diterima oleh pasien dan keluarga. (3) peran pekerja sosial
sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung pasien dan keluarga untuk
memperoleh hak atas pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
dari Pusat Kesehatan Masyarakat sehingga membuat pasien dan keluarga dipersulit
dalam bagian administrasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. (4) Peran pekerja
sosial sebagai pembela pasien dan keluarga yang kerap kali mendapat perlakuan
kurang baik dari pegawai pusat kesehatan masyarakat. Dalam keadaan seperti ini
pekerja sosial tampil sebagai seorang pembela dalam menangani kasus pasien dan
keluarga yang membutuhkan pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial dengan tujuan agar pegawai Pusat Kesehatan Masyarakat menyadari
kewajibannya terhadap pasien dan keluarga dalam hal pelayanan kesehatan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan menjalin hubungan yang baik antara
pasien dan keluarga dengan pegawai Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS).
21
ketidakadilan sosial-ekonomi dan perampasan, tugas utama hari ini dan di masa mendatang
adalah untuk mempromosikan perubahan sosial dengan memberdayakan orang. Pengertian
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor. 14 Tahun 2019 Tentang Pekerja Sosial,
pada Pasal 1 tertulis bahwa Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat
kompetensi.
UU No. 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial untuk mengatur Pekerja Sosial
sangat diperlukan sebagai pedoman formal atau legalitas bagi Pekerja Sosial dalam
melaksanakan prakteknya di Indonesia. Selain itu, Pekerja Sosial sebagai salah satu
komponen utama penyelenggara kesejahteraan sosial kepada masyarakat mempunyai
peranan penting sehingga perlu mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Masalah
sosial yang dialami atau dihadapi selama ini oleh individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat belum diberikan pelayanan yang sesuai dengan standar Praktik Pekerjaan
Sosial serta ketersediaan Pekerja Sosial yang tidak sebanding dengan jumlah Klien.
Terkait dengan uraian diatas, pekerja sosial tentunya memiliki keterkaitan serta
peran penting terhadap perundang-undangan sosial dalam mempromosikan keadilan sosial
dan kesejahteraan masyarakat. Pertama, pekerja sosial harus memiliki pengetahuan tentang
undang-undang sosial dan bagaimana menerapkannya dalam konteks pelayanan sosial.
Sehingga, dapat membantu individu dan keluarga memahami hak-hak mereka,
memperoleh akses ke layanan yang mereka perlukan, dan melindungi kepentingan mereka
di dalam sistem perundang-undangan. Kedua, pekerja Sosial berperan dalam
melaksanakan kebijakan sosial yang telah ditetapkan oleh pemerintah, agar dapat
membantu mengidentifikasi dan memahami dampak kebijakan sosial terhadap individu
dan kelompok yang rentan serta dapat memberikan masukan kepada pembuat kebijakan
tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat yang mereka layani.
Kemudian ketiga, pekerja sosial terlibat dalam kegiatan advokasi untuk perubahan
kebijakan sosial yang lebih baik. Mereka menggunakan pengetahuan dan pengalaman
mereka untuk mengidentifikasi masalah sosial, melibatkan komunitas, dan mendorong
perubahan kebijakan yang lebih inklusif dan adil. Pekerja sosial dapat berpartisipasi dalam
22
forum-forum perumusan kebijakan, mengorganisir kampanye, dan berkolaborasi dengan
mitra lain untuk menciptakan perubahan yang positif. Keempat, Pekerja sosial berperan
dalam menyediakan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka,
proses hukum, dan kebijakan sosial. Mereka membantu individu memahami peraturan-
peraturan sosial yang berlaku, prosedur pengajuan keluhan, dan hak mereka untuk
mendapatkan bantuan sosial. Penyuluhan dan edukasi ini memberikan masyarakat dengan
pengetahuan yang diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri dan memperjuangkan
keadilan.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan perundang-undangan sosial yang jelas dan relevan, seorang pekerja sosial
dapat melindungi mereka ketika menjalankan tugas profesionalnya dan memastikan bahwa
praktik yang dilakukan tetap dalam kerangka hukum; Memberikan pedoman ketika
menjalankan Profesi Pekerja Sosial.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap tulisannya ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dalam menambah wawasan dan pengetahuan tentang Produk Perundang-
Undangan Sosial II. Penulis sadar bahwa makalah yang di tulis ini masih jauh dari kata
sempurna karena sesungguhnya kesempurnaan sendiri adalah milik Allah SWT. Penulis
berharap para pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun terhadap
makalah yang ditulis agar penulis pribadi dapat mengetahui di mana letak kesalahannya
dan bisa dijadikan pelajaran di kesempatan selanjutnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
DPR RI. (2014). UU Nomor 39 tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan tenaga
Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Diakses dari uu no 39 th 2004 pada tanggal 5 Mei
2023.
Elsam (2002) UU NO. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Diakses dari
https://referensi.elsam.or.id/2015/08/uu-nomor-23-tahun-2002-tentang-
perlindungan-anak/ pada 21 Mei 2023
Halodoc. (2022, Desember 05). 5 Hak Penyandang Disabilitas sesuai UU yang Berlaku.
Dipetik Mei 26, 2023, dari https://www.halodoc.com/artikel/5-hak-penyandang-
disabilitas-sesuai-undang-undang-yang-berlaku
Jogloabang. (2019). UU No.14 Tahun 2019 Tentang Pekerja Sosial. Diakses dari
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-14-2019-pekerja-sosial pada tanggal 20
Mei 2023.
Komnasham (2005) UU No.11 Tahun 2005 Tentang Konvenan Internasional Tentang Hak-
Hak Ekonomi,Sosial Dan Budaya. komnas Ham. pada tanggal 21 mei 2023
http://yurikamaha.blogspot.com/2014/04/nama-yurika-maha-diwangsa-nrp-13-04-
340.html?m=1
Sehgal, R. (n.d.). Social Legislation and Role of. Social Work Intervention with Individuals
and Groups, 348-372.
Sekretaris Negara RI. (2004). UU RI No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. JDIH BPK RI, 1-45.
Sekretariat Negara RI. (2007). UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang. JDIH BPK RI, 1-24.
25
Sekretariat Negara RI. (2009). UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.
JDIH BPK RI, 1-46.
Suharyanto, MP, Peran Peksos Dalam UU No.11 Thn. 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Diakses dari
https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid= 166.
Lisa hendhika utami. (2007), Peran Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan Korban KDRT
Di Balai PRSW YOGYAKARTA.
Andari, S. (2020). Peran Pekerja Sosial Dalam Pendampingan Sosial. Sosio Informa, 6(2).
https://doi.org/10.33007/inf.v6i2.2200
26