Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL BACAAN

Buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia


Karya Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A.

Dosen Pengampu :
Drs. S. Hamdani, M.Ag
Disusun Oleh :
Yudistira Nuril Huda (11210541000070)
Kelas 1B Kesejahteraan Sosial
Semester 1 (satu)

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1443 H / 2021 M
PENDAHULUAN
A. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi dan gambaran kepada pembaca dari buku Akhlak Tasawuf dan
Karakter Mulia ini secara ringkas.
2. Mengajak pembaca berpikir, merenung, dan mendiskusikan lebih jauh subtansi dalam
buku Akhlak Tasawuf dan Kaarakter Mulia ini yang diulas.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia.

B. Pentingnya
Adapun pentingnya dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pemahaman komperehensif mengenai buku Akhlak Tasawuf dan Karakter
Mulia berdasarkan sudut pandang penulis ini.
2. Penulis dan Pembaca dapat berfikir, merenung dan mendiskusikan lebih jauh subtansi
dalam buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia.
3. Memberi pertimbangan bagi pembaca mengenai kelebihan dan kekurangan buku
Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia.

C. Manfaat
Adapun Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Para pembaca mampu dengan mudah mengetahui setiap pokok pembahasan buku
Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia secara ringkas.
2. Para pembaca mampu berfikir, merenung dan mendiskusikan lebih jauh subtansi
dalam buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia yang diulas.
3. Para pembaca mampu mempertimbangkan mengenai kelebihan dan kekurangan buku
Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia.

D. Isi Buku
BAB 1. PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN MANFAAT MEMPELAJARI ILMU
AKHLAK
➢ Pengantar
Pada bab ini berisi mengenai pengertian ilmu akhlak, ruang lingkup pembahasan ilmu
akhlak dan manfaat mempelajari ilmu akhlak.
➢ Isi
A. Pengertian Ilmu Akhlak
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai
baik dan buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik dan buruk itu dapat dikatakan perbuatan
akhlak. Perbuatan manusia yang di lakukan tidak atas dasar kemauannya atau pilihannya
seperti bernafas, berkedip, berbolak-baliknya hati tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan
tersebut dilakukan tanpa pilihan.
B. Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak
Bahwa ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah membahas tentang perbuatan-
perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan
yang baik atau perbuatan yang buruk. Sedangkan objek Ilmu Akhlak adalah membahas
perbuatan manusia yang telah mendarah daging dan kontinyu yang selanjutnya perbuatan
tersebut ditentukan baik atau buruk.2 Perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang
dilakukan tidak karena sengaja atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki karena dilakukan
tidak atas pilihan.
C. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Selain menentukan perbuatan baik dan buruk, Ilmu Akhlak juga berguna dalam upaya
membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui bahwa manusia
memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara lahiriyah dengan fiqih, sedangkan
rohani dibersihkan secara batiniyah dengan akhlak. Selain itu Ilmu Akhlak juga berguna untuk
mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang.

BAB 2. HUBUNGAN ILMU AKHLAK DENGAN ILMU LAINNYA


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf, hubungan
ilmu akhlak dengan ilmu tauhid, hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa hubungan ilmu jiwa
dengan ilmu pendidikan dan hubungan ilmu akhlak dengan filsafat.
➢ Isi
A. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tasawuf sebagaimana diuraikan oleh Harun
Nasution, bahwa menurutnya ketika mempelajari Tasawuf ternyata Al-Qur’an dan Al-Hadis
mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Al-Hadis menekankan nilai-nilai kejujuran,
kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, keadilan, tolong menolong, murah hati, suka
memberi maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah, peramah, bersih hati, berani,
kesucian, hemat, menepati janji, disiplin, mencari ilmu dan berpikir lurus.
Ilmu Tasawuf itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Tasawuf Falsafi
2. Tasawuf Akhlaki
3. Tasawuf Amali
B. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Tauhid dapat dilihat dari beberapa analisis sebagai
berikut :
1. Dari segi obyek pembahasan, bahwa Ilmu Tauhid akan mengarahkan perbuatan manusia
menjadi ikhlas, dan keikhlasan ini merupakan salah satu akhlak yang mulia.
2. Dari segi fungsinya, bahwa Ilmu Tauhid menghendaki seseorang yang bertauhid tidak
hanya cukup dengan menghafal rukun iman yang enam dalilnya, tapi yang terpenting
adalah agar orang yang bertauhid itu meniru dan mencontoh subjek yang terdapat dalam
rukun iman itu.
3. Dilihat dari eratnya kaitan antara iman dan amal soleh.
C. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa
Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Jiwa bahwa melalui bantuan informasi yang
diberikan Ilmu Jiwa atau potensi kejiwaan yang diberikan Al-Qur’an, maka secara teoritis
Ilmu Akhlak dapat dibangun dengan kokoh.
D. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan
Bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna. Dengan
demikian hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Pendidikan adalah bahwa pendidikan
islam merupakan sarana yang mengantarkan anak didik agar menjadi orang yang berakhlak.
E. Hubungan Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat
Filsafat sebagaimana diketahui adalah suatu upaya berpikir mendalam, radikal, sampai
akar-akarnya, universal dan sistematik dalam rangka menemukan inti atau hakikat mengenai
segala sesuatu. Selain itu filsafat juga membahas tentang Tuhan, alam dan makhluk lainnya.
Dengan demikian dapat diwujudkan akhlak yang baik terhadap Tuhan, terhadap manusia,
alam dan makhluk lainnya. Dari pembahasan ini dapat diketahui tentang adanya hubungan
antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu Filsafat.

BAB 3. INDUK AKHLAK ISLAMI


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang perbuatan utama yang menjadi induk dari akhlak islami,
yaitu hikmah (bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria), dan iffah ( menjaga diri dari
perbuatan dosa dan maksiat).
➢ Isi
Secara teoritis akhlak berinduk kepada tiga perbuatan yang utama, yaitu hikmah
(bijaksana), syaja’ah (perwira atau kesatria), dan iffah ( menjaga diri dari perbuatan dosa dan
maksiat). Ketiga macam induk akhlak ini muncul ari sikap adil yaitu sikap pertengahan atau
seimbang alam mempergunakan ketiga potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia,
yaitu ‘aql (pemikiran) yang berpusat di kepala, ghadab (amarah) yang berpusat di dada, dan
nafsu syahwat (dorongan seksual) yang berpusat di perut. Akal yang digunakan secara adil
akan menimbulkan hikmah, sedangkan amarah yang digunakan secara adil akan menimbulkan
perwira, sedangkan nafsu syahwat yang digunakan secara adil akan menimbulkan iffah yaitu
dapat memelihara diri dari maksiat sehingga menimbulkan akhlak yang mulia. Dengan
demikian inti akhlak pada akhirnya bermuara pada sikap adil dalam menggunakan potensi
rohaniyah yang dimiliki manusia. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an, QS. Al-Maidah 5:8
yang berarti :“Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”.

BAB 4. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU AKHLAK


➢ Pengantar
Pada bab ini penulis membahas tentang bagaimana ilmu akhlak di luar agama islam, akhlak
pada agama islam dan akhlak pada zaman baru.
➢ Isi
Dalam sebuah buku karangan Ahmad Amin berjudul al-Akhlak dibahas bahwa
pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak dibagi menjadi dua bagian yaitu :
A. Ilmu Akhlak Di Luar Agama Islam
1) Akhlak pada bangsa Yunani
Pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Akhlak di Yunani baru terjadi setelah muncul
Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM) setelah sebelumnya perhatian
mereka hanya tertuju pada penyelidikan mengenai alam. Sejarah mencatat bahwa filsuf
pertama dari Yunani yang mengemukakan pendapatnya mengenai akhlak adalah Scorates
(469-399M). Ia dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Setelah Scorates pun ada Cynics dan
Cyrenics, Plato, Aristoteles, Stoics dan Epicurus. Keseluruhan ajaran akhlak yang mereka
kemukakan bersifat rasionalistik. Penentuan baik dan buruk didasarkan pada pendapat akal
pikiran yang sehat dari manusia. Ajaran akhlak merekapun bersifat anthropocentris.
2) Akhlak pada agama Nasrani
Akhir abad ketiga Masehi agama Nasrani tersiar di Eropa dan membawa ajaran akhlak dari
kitab Taurat dan Injil. Menurut ajaran ini, Tuhan adalah sumber akhlak. Tuhanlah yang
menentukan dan membentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan dilaksanakan
dalam kehidupan social kemasyarakatan. Ajaran akhlak pada agama Nasrani bersifat teo-
centri (memusat pada tuhan) dan sufistik (bercorak batin). Menurut agama Nasrani pendorong
berbuat kebaikan ialah cinta dan iman kepadabTuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.
3) Akhlak pada Bangsa Romawi ( Abad Pertengahan )
Kehidupan masyarakat di Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Ajaran akhlak
yang lahir di Eropa itu adalah ajaran Akhlak yang dibangun dan merupakan perpaduan antara
ajaran Yunani dan ajaran Nasrani.
4) Akhlak pada Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman jahiliyah tidak punya ahli filsafat yang mengajak kepada aliran
atau paham tertentu. Pada masa itu mereka hanya memiliki ahli hikmah dan syair. Dalam kata-
kata hikmah dan syairnya akan dijumpai ajaran yang mendorong dan memerintahkan untuk
berbuat baik dan menjauhi keburukan.
B. Akhlak pada Agama Islam
Ajaran akhlak pada agama Islam bentuknya sempurna yang titik pangkalnya pada Tuhan
dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Tuhan
dan mengakui bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat,
Pengasih dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Akhlak dalam Islam memiliki dua
corak, corak yang pertama adalah normatif yang bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah
yang bersifat mutlak dan absolut. Kedua adalah yang bercorak rasional dan kultural yang
didasarkan kepada hasil pemikiran yang sehat serta adat-istiadat dan kebudayaan yang
berkembang. Akhlak yang kedua ini bersifat relative, nisbi dan dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman.
C. Akhlak pada Zaman Baru
Pada akhir abad ke lima belas Masehi Eropa mulai mengalami kebangkitan dibidang
filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sumber akhlak yang semulanya al-Kitab dan dogma
kristiani dan khayalan mereka ganti dengan ajaran akhlak yang bersumber pada logika dan
pengalaman empirik. Pandangan akhlak yang dikemukakan para sarjana Barat sepenuhnya
didasarkan pada pemikiran manusia semata-mata.
BAB 5. ETIKA, MORAL, DAN SUSILA
➢ Pengantar
Pada bab ini penulis memberikan penjelasan tentang etika, moral, susila serta bagaimana
hubungan dari etika, moral, susila dengan akhlak.
➢ Isi
A. Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Dari segi istilah etika adalah ilmu yang mempelajari tentang
upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk.
B. Moral
Dari segi bahasa, moral berasal dari bahasa latin mores yaitu jamak dari kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik buruk
terhadap perbuatan atau kelakuan. Secara istilah moral adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang
secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Jika kita hubungkan, antara etika
dan moral memiliki objek yang sama yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia
untuk selanjutnya ditentukan posisi apakah baik atau buruk.
C. Susila
Kata susila berasal dari bahasa Sanskerta su dan sila. Su berarti baik, bagus sedang sila
berarti dasar, prinsip, peraturan hidup dan norma. Kata susila dapat diartikan juga sopan,
beradab, baik budi dan bahasanya. Orang yang baik disebut susila sedang yang berperilaku
buruk disebut asusila.
D. Hubungan Etika, Moral dan Susila dengan Akhlak
Dilihat dari fungsi dan peranannya, bahwa antara etika, moral, susila dan akhlak sama,
yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk
menentukan baik buruknya.Perbedaan antara etika, moral, susila dan akhlak adalah terletak
pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika
penilaian baik buruk berdasarkan akhlak, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan
yang berlaku umum dalam masyarakat, maka dalam akhlak tolak ukurnya adalah Al-Qur’an
dan Al-Hadis.

BAB 6. BAIK DAN BURUK


➢ Pengantar
Pada bab ini penulis membahas tentang pengertian baik dan buruk, bagaimana aliran-
aliran filsafat yang berpengaruh dalam penentuan baik dan buruk, sifat dari baik dan buruk,
dan baik dan buruk menurut ajaran Islam.
➢ Isi
A. Pengertian Baik dan Buruk
Louis Ma’luf dalam kitabnya Munjid, mengatakan bahwa baik adalah sesuatu yang telah
mencapai kesempurnaan. Adapula yang menyebutkan bahwa baik adalah sesuatu yang
diinginkan yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia.Buruk dalam Bahasa Arab dikenal
dengan istilah syarr dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, tidak seperti yang
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas dll. Beberapa definisi tersebut memberi kesan bahwa
sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative sekali, karena bergantung pada pandangan
dan penilaian masing-masing yang merumuskannya.
B. Penentuan Baik dan Buruk
a) Menurut Adat Istiadat, bahwa orang yang berpegang teguh pada adat istiadat dipandang
baik, sedang orang yang menentang dan tidak mengikuti adat istiadat dipandang buruk
dan kalau perlu dihukum secara adat.
b) Menurut Aliran Hedonisme, aliran Hedonisme adalah aliran yang berakar pada pemikiran
filsafat Yunani, khususnya pemikiran filsafat epicurus. Aliran ini berpendapat bahwa
baik adalah perbuatan yang mendatangkan kelezatan atau kepuasan nafsu biologis.
c) Menurut Aliran Intuisisme, paham ini berpendapat bahwa baik adalah perbuatan yang
sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada
pada dirinya.
d) Menurut Paham Utilitarianisme, bahwa yang baik adalah yang berguna.
e) Menurut Paham Vitalisme, bahwa yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam
hidup manusia.
f) Menurut Paham Religionisme, bahwa yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan.
g) Menurut Paham Evolusi (Evolution), bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini
mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaan.
C. Sifat dari Baik dan Buruk
Sifat dari baik atau buruk adalah berubah, relative nisbi dan tidak universal. Namun
demikian sifat baik dan buruk itu akan tetap berguna sesuai dengan zamannya dan dapat
dimanfaatkan untuk menjabarkan ketentuan baik buruk pada ajaran akhlak yang bersumber
pada ajaran Islam.
D. Baik dan Buruk menurut Ajaran Islam
Menurut ajaran Islam baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-Qur’an dan Al-
Hadis. Penentuan baik atau buruk tidak hanya didasarkan atas amal perbuatan yang nyata tapi
dari niatnya. Sifat baik dan buruk ajaran islam mengandung nilai universal dan mutlak yang
tidak dapat dirubah tapi dapat menampung nilai yang bersifat lokal dan dapat berubah
sebagaimana yang diberikan oleh etika dan moral.

BAB 7. KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB, DAN HATI NURANI


➢ Pengantar
Pada bab ini penulis membahas tentang pengertian dari kebebasan, tanggung jawab dalam
kerangka akhlak, hati nurani, dan bagaimana hubungan dari kebebasan, tanggung jawab, dan
hati nurani dengan akhlak.
➢ Isi
A. Pengertian Kebebasan
Kebebasan adalah kehendak merdeka dalam memilih perbuatan antara berbuat dan tidak.
Kebebasan terbagi menjadi tiga, yaitu kebebasan jasmani, kebebasan kehendak (rohani), dan
kebebasan moral.
B. Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah konsekuensi logis yang harus dijalani atau dihadapi karena
adanya kebebasan atau tindakan yang diambil. Seseorang dikatakan tanggung jawab jika ia
bisa mengatakan dengan jujur pada kata hatinya, bahwa tindakannya itu sesuai dengan
penerangan atau tuntunan kata hati itu, setidaknya menurut kehendaknya.
C. Hati Nurani
Bahwa hati nurani adalah tempat dimana manusia memperoleh saluran ilham dari Tuhan.
Hati nurani cenderung pada kebaikan.
D. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab dan Hati Nurani dengan Akhlak
Hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan akhlak adalah bahwa
perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kemauan sendiri, hal ini terjadi apabila terdapat
kebebasan dalam kehendak. Selanjutnya perbuatan tersebut menghasilkan perbuatan yang
dapat dipertanggungjawabkan oleh hati nurani, sehingga perbuatan tersebut
menggambarkan bahwa akhlak harus dilakukan atas dasar keikhlasan dan sesuai dengan hati
nurani.
BAB 8. HAK, KEWAJIBAN, DAN KEADILAN
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian dan macam-macam hak, macam-macam hak
dan sumber hak, kewajiban, keadilan, dan hubungan dari hak, kewajiban, dan keadilan
dengan akhlak.
➢ Isi
A. Hak
a) Pengertian dan Macam-macam Hak
Hak adalah tuntutan atau klaim yang sah dan dapat dibenarkan secara hukum, wewenang
untuk memilih, menggunakan, mengerjakan dan meninggalkan.
b) Macam-macam Hak dan Sumber Hak
Macam-macam hak yaitu hak hidup, mendapatkan perlakuan hukum, mengembangkan
keturunan, milik, mendapatkan nama baik, kebebasan berpikir, dan mendapatkan kebenaran.
B. Kewajiban
Bahwa kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan agar seseorang mendapatkan
haknya. Dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’, yaitu
suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan
akan mendapatkan siksa.
C. Keadilan
Bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah). Sedang dalam
Islam, keadilan adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau
bersikap tengah-tengah atas dua perkara.
D. Hubungan Hak, Kewajiban dan Keadilan dengan Akhlak
Bahwa akhlak harus dilakukan seseorang sebagai haknya, kemudian menjadi bagian dari
kepribadian seseorang yang dengannya menimbulkan kewajiban untuk melakukannya tanpa
merasa berat, dan keadilan adalah sebagai penengah. Dengan terlaksananya hak, kewajiban
dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan akhlaki.
BAB 9. AKHLAK ISLAMI
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian akhlak islami dan ruang lingkup akhlak islami
yang terbagi menjadi tiga, yaitu akhlak terhadap Allah SWT, akhlak terhadap sesama
manusia, dan akhlak terhadap lingkungan.
➢ Isi
A. Pengertian Akhlak Islami
Akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah
daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran agama Islam. Misal, menghormati orang
tua dengan sungkem sambil menggelosor ke lantai. Akan tetapi akhlak islami tidak dapat
disamakan dengan etika dan moral. Akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang
menggunakan tolok ukur ketentuan Allah.
B. Ruang Lingkup Akhlak Islami
Ruang lingkup akhlak islami adalah sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri.
Ruang lingkup itu antara lain adalah Akhlak terhadap Allah, Akhlak terhadap sesama
manusia, dan Akhlak terhadap Lingkungan. Ruang lingkup itu menunjukkan bahwa Akhlak
Islami sangat komprehensif, menyeluruh dan mencakup berbagai makhluk yang diciptakan
Tuhan.

BAB 10. PEMBENTUKAN AKHLAK


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang arti pembentukan akhlak, metode pembinaan akhlak,
faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan akhlak, dan manfaat akhlak yang mulia.
➢ Isi
A. Arti Pembentukan Akhak
Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah insting
(garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bahwa masalah akhlak adalah pembawaan dari
manusia itu sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan atau fitrah yang ada dalam diri
manusia. Ada pula yang berpendapat bahwa akhlak perlu dibentuk dan dibina karena akhlak
merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap
berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia.
B. Metode Pembinaan Akhlak
Beberapa metode pembentukan akhlak antara lain adalah Pendidikan dan Pembinaan,
Pembiasaan sejak kecil, Melalui keteladanan, dan Senantiasa menganggap diri ini sebagai
yang amat banyak kekurangan daripada kelebihan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
a) Menurut Aliran Nativisme, bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan
diri adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan,
bakat, akal, dan lain-lain.
b) Menurut Aliran Empirisme, bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial.
c) Menurut Aliran Konvergensi, mereka berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh
faktor internal yaitu pembawaan si anak, dan faktor eksternal yaitu pendidikan dan
pembinaan.
D. Manfaat Akhlak yang Mulia
Manfaat akhlak yang mulia diantaranya adalah memperkuat dan menyempurnakan agama,
mempermudah perhitungan di akhirat, menghilangkan kesulitan, dan selamat hidup di dunia
dan akhirat.

BAB 11. ARTI, ASAL-USUL, DAN MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian tasawuf dan sumber tasawuf yang terdiri dari
unsur islam dan unsur luar islam, yaitu unsur Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur
Hindu/Budha dan unsur Persia.
➢ Isi
A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan
dirinya dari pengaruh kehidupan dunia sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat
dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan
pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
B. Sumber Tasawuf
Dikalangan orientalis Barat, sumber yang membentuk tasawuf ada lima yaitu unsur Islam,
Masehi (Agama Nasrani), unsur Yunani, unsur Hindu/Budha dan unsur Persia.
1) Unsur Islam : munculnya tasawuf dikalangan ummat Islam bersumber pada dorongan
ajaran Islam dan faktor situasi sosial dan sejarah kehidupan masyarakat pada umumnya.
2) Unsur Luar Islam : para orientalis Barat berpendapat adanya pengaruh Nasrani, Yunani,
Hindu Budha adalah karena agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam.
3) Unsur Masehi : unsur-unsur yang diduga mempengaruhi tasawuf Islam adalah sikap
fakir. Menurut keyakinan Nasrani bahwa Isa bin Maryam adalah seorang yang fakir dan
injil juga disampaikan kepada orang yang fakir. Selanjutnya sikap tawakal kepada Allah
oleh seorang syaikh pun terlihat seperti pendeta, bedanya pendeta dapat menghapuskan
dosa.
4) Unsur Yunani : kebudayaan Yunani yaitu filsafat telah masuk pada masa Daulah
Abbasiyah, metode berpikir filsafat Yunani juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir
sebagian umat Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan.
5) Unsur Hindu/Budha : terlihat berhubungan karena adanya sifat fakir, darwisy. Al-Birawi
mencatat bahwa ada kesamaan antara cara ibadah dengan mujahadah tasawuf dengan
Hindu. Dan ada sepertinya ada persamaan antara Sidharta Gautama dengan Ibrahim bin
Adham tokoh sufi.
6) Unsur Persia : sebenarnya Arab dan Persia punya hubungan sejak lama yakni hubungan
politik, pemikiran dan sastra. Kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia terjadi melalui
ahli-ahli tasawuf didunia ini. Tasawuf sendiri berlandaskan ajaran Islam, tapi tidak dapat
dipungkiri saat tasawuf berkembang menjadi pemikiran, dia mendapat pengaruh dari
filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lain sebagainya dan hal ini tidak hanya terjadi pada
bidang tasawuf saja tapi juga pada bidang yang lainnya.
BAB 12. MAQAMAT DAN HAL
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang istilah maqamat yang terdiri dari al-zuhud, al-taubah, al-
wara’, kefakiran, sabar, tawakal dan kerelaan, kemudian hal yang bisa diartikan juga sebagai
keadaan mental.
➢ Isi
A. Maqamat
Maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang berdiri atau pangkal mulia.
Secara istilah diartikan sebagai jalan panjang yang harus ditempuh untuk berada dekat Allah.
Ulama sepakat bahwa maqamat ada tujuh tingkatan, yaitu :
1) Al-Zuhud, yaitu meninggalkan gemerlap dunia dan kematerian.
2) Al-Taubah, yaitu memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji yang
sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai
melakukan kebajikan.
3) Al-Wara’, yaitu meninggalkan sesuatu yang didalamnya terdapat keraguan antara halal
dan haram (syubhat).
4) Al-Farq (kefakiran), yaitu tidak meminta Dari apa yang telah diberikan kepada kita, tidak
meminta rezeki kecuali hanya untuk mejalanka kewajiban-kewajiban.
5) Al-Shabru (sabar), yaitu tetap tabah dalam menghadapi cobaan dengan sikap yang baik.
Sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, dalam menjauhi larangan-Nya dalam
menerima segala cobaan yang dititipkan-Nya pada diri kita / sabar dalam menunggu
pertolongan Tuhan.
6) Al-Tawakal, yaitu menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah, jika mendapat
pendapat rezeki hendaknya berterima kasih, jika mendapat suatu masalah hendaknya
bersabar dan menyerahkan semuanya kepada qada dan qadar Allah.
7) Al-Ridha (kerelaan), yaitu tidak berusaha dan tidak menentang qada dan qadar.
B. Hal
Yang biasa disebut sebagai hal adalah takut (al-Khauf), rendah hati (al-Tawadlu), patuh
(al-Taqwa), ikhlas (al-Ikhlas), rasa berteman (al-Uns), gembira hati (al-Wajd), berterima
kasih (al-Syukur).

BAB 13. MAHABBAH


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan dan kedudukan mahabbah, alat untuk
mencapai mahabbah, tokoh yang mengembangkan mahabbah, dan mahabbah dalam Al-
Qur’an dan Al-Hadis.
➢ Isi
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Mahabbah
Pengertian mahabbah dari segi tasawuf adalah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia
yang berbentuk adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT, oleh hamba, selanjutnya yang
dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba
mencintai Allah SWT.
Menurut Harun Nasution, mahabbah (kecintaan terhadap Allah) adalah :
1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan kepada-Nya.
2. Menyerahkan seluruh diri pada yang dikasihi.
3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari yang dikasihi yaitu Tuhan.
Mahabbah ada tiga tingkatan, yaitu :
1. Mahabbah orang biasa : selalu mengingat Allah dengan dzikir dan memperoleh kesenangan
dalam berdialog dengan Allah.
2. Mahabbah orang shidiq : cinta orang yang kenal pada Allah, pada kebesarannaya, kuasanya,
ilmunya dan lain-lain.
3. Mahabbah orang yang arif : cinta orang yang tahu betul tentang Allah.
B. Alat untuk Mencapai Mahabbah
Menurut Harun Nasution, dalam bukunya Falsafah dan Mistis dalam Islam, mengatakan
bahwa dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat dipergunakan untuk berhubungan dengan
Tuhan yaitu :
1. Al-Qalb (hati sanubari), sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan.
2. Ar-Ruh (roh), sebagai alat untuk mencintai Tuhan.
3. Sir, sebagai alat untuk melihat Tuhan.
C. Tokoh yang Mengembangkan Mahabbah
Robi’ah al-Adawiyah adalah tokoh yang pertama kali mengenalkan ajaran mahabbah. Ia
adalah seorang zahid perempuan yang amat besar dari Bashrah. Ia adalah seorang hamba
yang kemudian dibebaskan. Ia tidak pernah menikah karena cinta Robi’ah hanya untuk
Tuhan-Nya.
D. Mahabbah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis
Firman Allah yang berbunyi : “jika kamu cinta kepada Allah, maka turutlah aku dan Allah
akan mencintai kamu.” (QS. Ali ‘Imron 3:30). Ayat tersebut memberikan petunjuk bahwa
antara manusia dan Tuhan dapat saling mencintai, karena alat untuk mencintai Tuhan yaitu
roh adalah berasal dari roh Tuhan.

BAB 14. MA’RIFAH


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan, dan kedudukan ma’rifah, alat untuk
ma’rifah, tokoh yang mengembangkan ma’rifah, dan ma’rifah dalam pandangan Al-Qur’an
dan Al-Hadis.
➢ Isi
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Ma’rifah
Ma’rifah adalah mengertahui rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari.
Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh ma’rifah ini adalah mengetahui rahasia-
rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan. Kedudukan ma’rifah adalah sesudah mahabbah
sebagaimana dikemukakan al-Kalabazi. Hal ini karena ma’rifah lebih mengacu kepada
pengetahuan, sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
B. Alat Untuk Ma’rifah
Alat yang digunakan untuk ma’rifah telah ada dalam diri manusia yaitu qalb (hati), qalb
selain dari alat untuk merasa adalah juga alat untuk berpikir.
C. Tokoh yang Mengembangkan Ma’rifah
Dalam literatur tasawuf ada dua tokoh yang mengenalkan ma’rifah yakni Al-Ghazali dan
Zun al-Nun al-Misri. Sufi yang telah mencapai ma’rifah akan memiliki perasaan spiritual
dan kejiwaan yang tidak dimiliki orang lain.
D. Ma’rifah dalam Pandangan Al-Qur’an dan Al-Hadis
Ma’rifah berhubungan dengan nur (cahaya Tuhan). Didalam Al-Qur’an, dijumpai tidak
kurang dari 43 kali kata nur diulang dan sebagian besar dihubungkan dengan Tuhan. Cahaya
tersebut ternyata diberikan Tuhan kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Ajaran ma’rifah
amat dimungkinkan terjadi dalam Islam, dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.

BAB 15. AL-FANA, AL-BAQA, DAN ITTIHAD


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan dan kedudukan al-Fana, al-Baqa, dan
Al-Ittihad, tokoh yang mengembangkan fana, dan Fana, Baqa dan Ittihad dalam pandangan
Al-Qur’an.
➢ Isi
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan al-Fana, al-Baqa dan Ittihad
Dari segi Bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana berbeda dengan al-fasad
(rusak). Fana artinya tidak tampaknya sesuatu. Arti fana menurut para sufi adalah hilangnya
kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada
diri. Akibat dari fana adalah Baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal, sedangkan menurut
para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.
Fana dan Baqa erat hubungannya dengan al-Ittihad, yakni penyatuan batin atau rohaniah
dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri adalah ittihad. Dalam situasi ini
seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, satu tingkatan di mana yang
mencintai dan yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat
memanggil yang satu dengan kata-kata : “Hai Aku”.
B. Tokoh yang Mengembangkan Fana
Dalam sejarah Tasawuf, Abu Yarid al-Bustami (w. 874 M) disebut-sebut sebagai sufi
yang pertama kali memperkenalkan paham fana dan baqa. Ucapan yang keluar dari mulut
Abu Yazid bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkannya melalui diri
Tuhan dalam ittihad yang dicapainya dengan Tuhan.
C. Fana, Baqa dan Ittihad dalam Pandangan Al-Qur’an
Paham fana dan baqa yang di tujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh sufi
sebagai sejalan dengan konsep liqa al-rabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa merupakan jalan
menuju berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah pada QS. Al-Kahfi,
18:110.
BAB 16. AL HULUL
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian, tujuan dan kedudukan Hulul lalu
menjelaskan tokoh-tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul.
➢ Isi
A. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan al-Hulul
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu,
yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Al-
Hallaj mengatakan bahwa hulul sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu
secara rohaniah. Tujuan dari al-Hulul adalah mencapai kesatuan secara batin. Untuk itu
Hamka mengatakan bahwa al Hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma dalam diri insan
(nasut), dan ini terjadi saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh
perjalanan hidup kebatinan.
B. Tokoh yang Mengembangkan Paham al-Hulul
Tokoh yang megenalkan al Hulul adalah al Hallaj atau Husein bin Mansur Al Hallaj. Ia
lahir tahun 244 H di Baidha. Dalam perjalanan hidupnya, ia sering keluar masuk penjara
akibat konflik dengan ulama fikih yang mereka menganggap al Hallaj membawa ajaran yang
menyimpang. Dan akhirnya pada tanggal 18 Zulkaidah al Hallaj dijatuhi hukuman mati.
Alasan mengapa al Hallaj bisa di jatuhi hukuman mati masih jadi perdebatan di antara para
ulama, ada yang berpendapat bahwa ajaran tasawuf yang ia bawa menyimpang ada juga yang
berpendapat bahwa al Hallaj terlibat dalam sebuah organisasi ilegal di Makkah. Al Hallaj di
bunuh dengan disalib dengan terlebih dahulu dipukuli, dicambuk,lalu disalib dan kemudian
tangan dan kakinya dipotong dan diganting di depan pintu gerbang kota Baghdad sebagai
peringatan bagi ulama lainnya yang berbeda pendapat.

BAB 17. WAHDAT AL-WUJUD


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian dan tujuan wahdat al-wujud lalu
menjelaskan tokoh-tokoh yang membawa paham wahdatul wujud.
➢ Isi
A. Pengertian dan Tujuan Wahdat al Wujud
Wahdat al Wudud berasal dari dua kata yaitu Wahdat yang berarti sendiri, tunggal atau
kesatuan, dan al Wujud yang berarti ada. Jadi Wahdat al Wujud berarti kesatuan wujud. Bagi
kalangan sufi, Wahdat al Wujud diartikan bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya
adalah satu kesatuan wujud. Tuhan (khaliq) sebagai objek utama sedangkan manusia
(makhluk) hanya sekedar bayangan dari al khaliq.
B. Tokoh yang Membawa Paham WahdatulWujud
Paham Wahdat al Wujud dibawa oleh Muhyiddin Ibn Arabi. Selain dikenal sebagai
seorang sufi, Muhyiddin dikenal sebagai penulis yang produktif yang karyanya mencapai
200 lebih. Karangannya yang terkenal adalah Fusus al Hikam.

BAB 18. INSAN KAMIL


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang bagaimana pengertian dari Insan Kamil dan ciri-ciri
Insan Kamil.
➢ Isi
A. Pengertian Insan Kamil
Insan Kamil berasal dari dua kata yaitu insan yang berarti manusia, dan kamil yang
berarti yang sempurna. Jadi Insan Kamil adalah manusia yang sempurna. Insan
menunjukkan kepada makhluk yang dapat melakukan berbagai kegiatan karena memiliki
potensi baik yang bersifat fisik, moral, mental maupun intelektual. Manusia yang dapat
melakukan perbuatan-perbuatan itulah yang disebut insan kamil. Insan Kamil juga berarti
manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniyahnya sehingga dapat berfungsi secara
optimal dan dapat berhubungan dengan Allah dan dengan makhluk lainnya secara benar
menurut akhlak islami.
B. Ciri-ciri Insan Kamil
Ada beberapa ciri-ciri insan kamil, di antaranya adalah berfungsi akalnya secara
optimal, berfungsi intuisinya, mampu menciptakan budaya menghiasi diri dengan sifat-sifat
ketuhanan, berakhlak mulia, dan berjiwa seimbang

BAB 19. TAREKAT


➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian dan tujuan dari tarekat, tarekat apa saja yang
berkembang di Indonesia dan tata cara pelaksanaan tarekat.
➢ Isi
A. Pengertian dan Tujuan Tarikat
Tarikat berasal dari bahasa arab thariqat yang berarti jalan, keadaan, aliran dalam garis
sesuatu. Tarikat di kalangan sufiyah diartikan sebagai sistem dalam rangka mengadakan
latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan mengisinya dengan sifat-
sifat yang terpuji dan memperbanyak dzikir dengan penuh ikhlas semata-mata untuk
mengharap bertemu dan bersatu secara rohaniyah dengan Allah. Tarikat mempunyai
hubungan substansional dan fungsional dengan tasawuf. Tasawuf adalah upaya
mendekatkan diri kepada Allah sedangkan tarikat adalah cara dan jalan yang ditempuh
manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah.
B. Tarikat yang Berkembang di Indonesia
Ada tujuh aliran tarikat yang berkembang di Indonesia, yaitu : Tarikat Qadariyah,
Tarikat Rifaiyah, Tarikat Naqsabandiyah, Tarikat Sammaniyah, Tarikat Khalwatiyah,
Tarikat al Hadad, dan Tarikat Khalidiyah.
C. Tata Cara pelaksanaan tarikat
Antara lain adalah zikir, raib, muzik, menari dan bernafas.

BAB 20. PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN DAN PERLUNYA AKHLAK


TASAWUF
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengertian dari masyarakat modern, problematika yang
ada pada masyarakat modern, dan perlunya pengembangan akhlak tasawuf.
➢ Isi
A. Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern berasal dari dua kata, yaitu masyarakat yang berarti pergaulan
hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan aturan
tertentu), dan modern yang berarti terbaru, yang baru dan mutakhir. Jadi masyarakat modern
adalah himpunan orang yang hidup di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang
bersifat mutakhir. Ciri-ciri masyarakat modern antara lain adalah bersifat rasional, berpikir
untuk masa depan yang lebih jauh, menghargai waktu, bersikap terbuka, dan berpikir
obyektif.
Jalaluddin Rahmat membagi masyarakat menjadi tiga bagian :
1. Masyarakat Pertanian, sering disebut masyarakat tradisional karena mereka belum
mengenal teknologi.
2. Masyarakat Industri, mereka sudah mengenal dan menggunakan peralatan-peralatan
modern.
3. Masyarakat Informasi
B. Problematika Masyarakat Modern
1. Disintegrasi Ilmu Pengetahuan
2. Kepribadian yang terpecah (Split Personality)
3. Penyalahgunaan Iptek
4. Pendangkalan Iman
5. Pola Hubungan Materialistik
6. Menghalalkan Segala Cara
7. Stres dan Frustasi
8. Kehilangan Harga Diri dan Masa Depan.
C. Perlunya Pengembangan Akhlak Tasawuf
Melalui tasawuf, seseorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada ini berasal dari
Tuhan, bahwa dalam paham Wahdat al Wujud, alam dan manusia yang menjadi objek ilmu
pengetahuan ini sebenarnya adalah bayang-bayang Tuhan.

BAB 21. PARADIGMA BARU PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA DALAM


TINJAUAN PSIKOLOGIS
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang pengantar yang terdiri dari pengantar dan penutup yang
membahas bagaimana paradigma baru pendidikan karakter di Indonesia dalam pandangan
psikologis, dan penutup.
➢ Isi
1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Karakter
Berasal dari bahasa Inggris, character yang artinya watak, sifat, dan karakter. Dalam
bahasa Indonesia adalah sifat batin manusia yang memengaruhi pikiran dan
perbuatannya. Pendidikan karakter dalam Al-Qur’an tercantum dalam QS. Al-Ahzab
ayat 43, QS. Al-Jumu’ah ayat 2, dan QS. Al-Baqarah ayat 67.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Karakter di Indonesia
Indonesia di masa lalu dikenal oleh bangsa lain dengan ramah, menjungjung tinggi
tata karma, sopan santun, dll. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor
ajaran agama, faktor kurikulum pendidikan, dan faktor masyarakat yang agraris atau
majemuk.
3. Paradigma Baru Pendidikan Karakter di Indonesia dalam Pandangan Psikologis
Pertama, sudah berubah ke masyarakat yang industrialis dan informatif. Kedua,
sudah semakin kritis seperti ingin diperlakukan adil, demokratis, egaliter dan
manusiawi. Ketiga karena sudah terbukanya kesempatan pada masyarakat untuk
mengutarakan gagasannya. Keempat, karena masyarakat Indonesia sudah banyak
terpengaruh budaya global. Kelima, hidup di era globalisasi yang didukung oleh
teknologi informasi.
B. Penutup
Kesimpulannya adalah pertama bahwa pendidikan karakter di Indonesia sudah lebih
cepat perkembangannya dibandingkan dengan sebelumnya. Kedua, pendidikan karakter
bertujuan untuk mendarah dagingkan nilai-nilai agar melekat pada jati diri. Pendidikan.
Ketiga, pendidikan karakter di Indonesia terbilang berhasil karena mendapatkan
pengakuan secara global.
BAB 22. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM WACANA INTELEKTUAL MUSLIM
DAN KHAZANAH DUNIA PENDIDIKAN ISLAM
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang dasar pemikiran, pembahasan dan penutup.
➢ Isi
A. Dasar pemikiran
a) Bahwa pendidikan karakter termasuk salah satu isu penting yang mendapat perhatian yang
cukup besar dari kalangan intelektual muslim.
b) Bahwa di dalam menentukan konsep pendidikan karakter, para intelektual muslim
memiliki perbedaan dan persamaan dengan konsep pendidikan yang berasal dari Barat
dan konsep pendidikan karakter yang diwariskan para pemikir Yunani Kuno, abad
pertengahan di Eropa, dan zaman Arab Jahiliyah.
c) Bahwa dalam khazanah dunia pendidikan Islam, masalah pendidikan karakter menempati
posisi yang amat sentral.
B. Pembahasan
1. Pengertian Intelektual Muslim
Berasal dari bahasa Inggris, intellectual yang berarti cendikiawan dan cerdik pandai.
Sedangkan dalam istilah juga termasuk dengan rasa tanggung jawab untuk mengamalkan
kepandaiannya tersebut. Dalam ayat Al-Qur’an yang terkait dengan hal tersebut adalah
QS. Al-Fathir ayat 27-28, QS. Al-Im’ran ayat 190-191, dan QS. Al-Ambiya’ ayat 7.
2. Pengertian Khazanah Pendidikan Islam
Berasal dari bahasa Arab, khazanah yang berarti rumah peti besi. Dengan demikian
khazanah adalah segala sesuatu berupa nilai-nilai ajaran yang terdapat dalam pendidikan
Islam.
3. Pengertian Pendidikan Karakter
Secara sederhana diartikan membentuk tabiat, perangai, watak dan kepribadian
seseorang dengan menanamkan unsur-unsur. Pendidikan karakter memerlukan dukungan
dari pendidikan moral, nilai, agama dan kewarganegaraan.
4. Pendidikan Karakter dalam Wacana Intelektual Muslim
Hal ini memiliki perbedaan dengan berbagai aliran di luar Islam, seperti mazhab
kaum adat, hedonis, intiuition, dan evolutioner. Sementara itu terdapat pula kesamaannya
seperti hal yang tercantum dalam QS. Al-Imran ayat 104 dan 14, QS. Al-Nahl ayat 78,
QS. Arl-Rum ayat 30, dan lain-lain.
5. Pendidikan Karakter dalam Khazanah Pendidikan Islam
Dapat ditelusuri dari komponen pendidikannya, terutama pada sumber, asas, tujuan,
kurikulum, dll. Selain itu bisa juga dari lembaga-lembaga Islam yang ada di Indonesia,
baik formal maupun non-formal.
C. Penutup
a) Pendidikan karakter pada hakikatnya adalah sebuah perjuangan untuk memelihara
kelangsungan hidup umat manusia agar tidak jauh pada kehancuran.
b) Pendidikan karakter telah menjadi perhatian utama para intelektual Muslim dari sejak
zaman klasik hingga zaman sekarang.
c) Pendidikan karakter dalam khazanah dunia pendidikan Islam mendapat tempat dan
perhatian yang luar biasa.
d) Pendidikan karakter sejalan dengan watak dan karakter ajaran Islam.
e) Konsep pendidikan karakter dalam Islam mudah diterapkan, menekankan keseimbangan
wawasan kognitif, afektif dan psikomotorik.
f) Pendidikan karakter yang terdapat dalam wacana intelektual Muslim dan khazanah dunia
pendidikan Islam dijadikan sebagai upaya untuk melanjutkan usaha-usaha yang telah
dirintis oleh para intelektual Muslim.

BAB 23. REVITALISASI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENCETAK


GENERASI UNGGUL
➢ Pengantar
Pada bab ini membahas tentang kondisi bangsa Indonesia, faktor penyebab krisis
pendidikan karakter, revitalisasi pendidikan, dan penutup.
➢ Isi
A. Kondisi Bangsa Indonesia
a) Indonesia menempatkan urutan 63 dari 178 pada laporan tentang Indeks Negara Gagal.
b) Sistem pendidikan di Indonesia menempati posisi terburuk di kawasan Asia.
c) Laporan dari UNDP bahwa Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia tetap terpuruk.
d) Utang bangsa Indonesia yang saat ini jumlahnya cukup besar.
e) Adanya ketergantungan bangsa Indonesia hampir dalam semua bidang pada negara lain.
B. Faktor penyebab krisis pendidikan karakter
a) Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utamanya.
b) Sistem pendidikan di Indonesia yang hanya menyiapkan para siswanya untuk masuk ke
jenjang perguruan tinggi saja.
c) Dunia pendidikan di Indonesia saat ini terjebak pada menyiapkan manusia dadakan atau
manusia “instan”.
d) Pendidikan yang ada saat ini lebih dikuasai oleh ideologi ekonomi kapitalis dan liberalis
bukan lagi berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
e) Pelaksanaan pendidikan agama di Indonesua saat ini mengalami kegagalan.
C. Revitalisasi Pendidikan
a) Menerapkan model pembelajaran yang holistik dan berbasis karakter.
b) Revitalisasi Pendidikan Moral, Nilai, Agama dan Kewarganegaraan.
c) Revitalisasi Pendidikan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.
d) Revitalisasi Peran Media Massa
Bab 24. PENUTUP
Uraian pada beberapa bab sebagaimana yang telah tuliskan memberikan informasi yang
sangat jelas, lengkap dan menyeluruh tentang cara-cara yang harus ditempuh seseorang yang
baik untuk selamat dari kehidupan dunia dan akhirat.
Uraian dalam buku ini dirasa belum menjawab semua persoalan kemanusiaan atau
kehidupan manusia, alasannya karena memang buku ini hasil renungan dan ittihad sehingga
tidak lepas dari kekurangan.
E. Manfaat Bagi Diri Sendiri dan Orang Lain
Menurut analisa saya, buku ini sangat bermanfaat bagi saya pribadi. Karena dalam buku
ini terdapat pokok pembahasan tentang Akhlak, Tasawuf, dan Pendidikan karakter yang
memang termasuk dalam ajaran islam yang perlu untuk saya pelajari sebagai bagian dari
umat muslim, serta buku itu juga sangat merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi sehingga
tidak ada yang keluar daripada syariat islam. Dan pada tiap pokok pembahasan juga
diberikan contoh perilakunya, sehingga bisa untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia ini juga memiliki manfaat yang
sama bagi orang lain yang membacanya, khususnya kepada umat muslim, karena pada
dasarnya buku ini memberikan informasi yang memang pembahasan tersebut merupakan
suatu ajaran dalam agama islam.

F. Komentar Kritis
➢ Kelebihan Buku :
Menurut analisa saya dari segi isi materi, pemaparan buku ini sudah sistematis,
diawali dengan pembahasan tentang Akhlak, pembahasan tentang Tasawuf, dan
pembahasan tentang Pendidikan Karakter dan dalam pembahasan juga terdapat contoh
perilaku yang bisa diterapkan oleh pembaca, serta penulisan buku ini juga sudah sesuai
dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) sehingga mudah dipahami oleh pembaca .
Dari segi metode dalam hal pemaparan materi, buku ini telah merujuk langsung dalam
Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW dan merujuk juga kepada buku-buku
yang berkaitan.
➢ Kekurangan Buku :
Menurut analisa saya sebetulnya buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia
dalam segi isi materi sudah memiliki banyak kelebihan, namun terdapat sedikit
kekurangan pada beberapa pembahasan, tidak ada contoh kisah teladan atau akhlak
dari para Nabi-Nabi selain Nabi Muhammad SAW, dan terdapat beberapa pokok
pembahasan yang sedikit keliru dalam urutan yang tidak sesuai dengan keputusan para
Ahli pada pokok bahasan tentang Maqamat. Dari segi metode, alangkah baiknya jika
ditambahkan dengan metode penelitian yang mengemukakan pendapat Penulis sendiri
berkaitan dengan bahasan-bahasan serta sejauh mana akhlak itu diterapkan.
➢ Kegunaan Buku :
Menurut analisa saya buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia ini sangat
memiliki kegunaan dan sangat bermanfaat bagi para pembaca. Karena isi dalam buku
ini, terdapat pokok pembahasan yang sudah cukup baik dan telah merujuk pada Al-
Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW serta terdapat contoh perilaku baiknya,
sehingga dapat dengan mudah dipahami dan diterapkan oleh pembaca didalam
kehidupan sehari-hari, selain itu dapat berguna juga bagi para pembaca untuk dijadikan
sumber rujukan ataupun referensinya dalam memenuhi atau melengkapi suatu tugas
karya ilmiahnya maupun yang lainnya, karena dalam buku ini sudah memiliki studi
pustaka dari sumber-sumber yang jelas sehingga dapat memberikan informasi yang
valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

G. Kesumpulan
Uraian pada beberapa bab sebagaimana yang telah disebutkan memberikan informasi
yang sangat jelas, lengkap dan menyeluruh tentang cara-cara yang harus ditempuh
seseorang yang baik untuk selamat dari kehidupan dunia dan akhirat. Ada tiga materi utama
yang dipaparkan dalam buku ini, yaitu mengenai akhlak, tasawuf dan pendidikan karakter.
Setiap materi terdapat pengertian, ruang lingkup, sejarah, hubungan dengan ilmu-ilmu
lainnya, dan lain-lain.
Dapat disimpulkan buku ini secara keseluruhan sudah memiliki kelebihan baik dalam
segi materi seperti yang sudah dijelaskan maupun segi metode penulisannya, namun hanya
ada sebagian kecil kekurangan dalam buku ini yang alangkah baiknya dipaparkan juga
contoh-contoh perilaku teladan Nabi-Nabi yang lain dan pendapat Penulis sendiri berkaitan
dengan bahasan-bahasan serta sejauh mana akhlak itu diterapkan. Dan pada penulisan
laporan hasil bacaan inipun secara keseluruhan masih terdapat kekurangan, maka
diharapkan para pembaca untuk berfikir, merenung dan mendiskusikan lebih jauh subtansi
dalam buku Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia yang diulas.

Anda mungkin juga menyukai