Anda di halaman 1dari 13

Makalah Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan

Perundang-undangan

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Perundang-undangan yang diampu
oleh Bapak Muchlisin, MH.

Oleh:
Rosita Islin (20382072036)
Nur Kemala Ria (20382072029)
Bima Ja’far Ash Shodiq (20382071008)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2022
Kata Pengantar

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat sehat dan sempat
untuk kelompok kami sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang-undang tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Ilmu perundang-undang yang diampu oleh Bpk. MUCHLISIN, M.H. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pembentukan perundang-
undang.
Kami ucapkan terima kasih banyak kepada Bpk. Muchlisin, M.H. selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Ilmu perundang-undangan yang telah memberikan tugas ini
sehingga bisa menambah wawasan kami tentang Ilmu perundang-undang yang tidak
kami ketahui.
Kami ucapkan terima kasih banyak kepada segala pihak yang telah membagi
pengetahuannya sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Kami menyadari
bahwasannya makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pamekasan, 4 November 2021

Kelompok 10

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 3


A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 4


A. Urgensi Partisipasi Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan .......... 4
B. Model Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang-undangan ......... 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 10


A. Kesimpulan ........................................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 12

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Belakangan ini sering kita temui peraturan yang tidak sesuai dengan harapan
masyarakat seperti halnya dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang bisa dicairkan saat umur
56 tahun dan hal itu menimbulkan suatu gejolak para pekerja dimana mereka merasa
haknya dibatasi.
Untuk itu, karena peraturan tersebut menimbulkan gejolak dan meminta diubah
pada peraturan lama, Mentri ketenagakerjaan dalam hal ini bertindak dengan
mengatakan akan merevisi Permenaker No. 2 Tahun 2002 tersebut.
Dari masalah ini tentu kita tahu bahwasannya, peraturan yang dibuat tanpa
melibatkan masyarakat itu kemungkinan besar akan menimbulkan sebuah pertentangan,
karena sejatinya salah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembentukan
suatu peraturan, dalam hal ini Perundang-undangan harus melibatkan masyarakat.
Sejalan dengan pernyataan diatas, UU. No 10 Tahun 2004 tentang pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dalam pasal 53 dengan gamblang menyebutkan secara
jelas mengatur mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Perundang-
undangan?
2. Model Partisipasi seperti apakah yang hendaknya dilakukan saat
Pembentukan Perundang-undangan?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui mengenai Urgensi Partisipasi Masyarakat.
2. Untuk Mengetahui Model Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Urgensi Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan.
Negara yang baik menurut Aristoteles adalah negara yang didikte oleh konstitusi
dan berkedaulatan hukum. Unsur dari Pemerintahan yang berkonstitusi itu sendiri ada 3,
yaitu; pertama, Pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum, kedua,
pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan kepentingan umum,
bukan hukum yang dibuat sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan
konstitusi, ketiga, pemerintahan yang berkonstitusi berarti pemerintahan yang
dilaksanakan atas kehendak rakyat bukan berupa paksaan-paksaan yang dilakukan
pemerintah despotik.1
Pembentukan peraturan sendiri adalah proses pembuatan peraturan yang pada
dasarnya dimulai dari perencanaan, perumusan, pembahasan, pengesahan,
pengundangan dan penyebarluasan. Dalam mempersiapkan pembahasan dan
pengesahannya, peraturan tersebut hendaknya tidak bertolak belakang dengan payung
hukum itu sendiri yaitu Undang-undang 1945. Peraturan akan lebih operasional jika
dalam pembentukannya tidak hanya terikat pada asas legalitas sebagaimana dimaksud
dalam pasal 136-147 Undang-undang No. 32 tahun 2004, tetapi perlu dilengkapi
penelitian terhadap subjek dan objek hukum yang hendak diaturnya, serta diawali
dengan naskah akademik terlebih dahulu.2
Urgensi dari naskah akademik dalam proses pembentukan peraturan antara lain
merupakan media nyata bagi partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan
peraturan. Naskah akademik memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta, dan latar belakang
tentang hal-hal yang mendorong disusunnya suatu masalah sehingga sangat penting dan
mendesak untuk dibuat peraturan baru. Naskah akademik sendiri menjelaskan aspek

1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007) 9-10.
2
Suko Waluyo, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia, Pembentukan Peraturan Daerah
Partisipatif, (Jakarta: Faza Media, 2006) 127.

4
filosofis, aspek sosiologis, aspek yuridis, aspek politis, aspek ekollogi, aspek ekonomi,
dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan peraturan yang akan dibuat.3
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
bukan merupakan suatu aktifitas yang menghilangkan kekuasaan ataupun mengurangi
wewenang dari pembuat peraturan perundang-undangan itu sendiri, bahkan partisipasi
masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan haruslah dipandang sebagai suatu
bagian dari proses demokratisasi pembentukan perundang-undangan dan bentuk dari
langkah memperkuat letimigasi ataupun membuat peraturan perundang-undangan
memiliki akar sosial yang kuat sehingga masyarakat merasa memiliki suatu perundang-
undangan.4
Sehingga aktifitas partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yang dilakukan oleh lembaga perwakilan yang dalam prosesnya
tidak menutup kemungkinan adanya kepentingan diluar kepentingan masyarakat. Selain
itu pula, adanya partisipasi masyarakat dapat melindungi kelompok minoritas dari
lembaga perwakilan yang merupakan wajah mayoritas. Untuk itu, guna menghindari
bentuk peraturan yang bersifat deskriminatif dan untuk mendemokratiskan proses
pembentukan perundang-undangan maka partisipasi masyarakat dalam hal ini sangat
penting dalam penyampaian pendapat dan masukannya baik secara lisan atau tertulis.
Ketika masyarakat, warga negara diberikan hak dalam hal ini ikut
menyampaikan pendapat dan masukannya, tentu akan meminimalisir pertentangan atau
gejolak yang dapat menyebabkan demonstrasi oleh masyarakat baik dari kalangan
mahasiswa maupun masyarakat lainnya. Untuk itu, keterbukaan oleh pemerintah dalam
hal ini menjadi sangat penting karena akan berdampak pada masyarakat secara luas.
Sebagaimana yag telah dikemukakan oleh Prof. Mahfud bahwa sistem hukum
pancasila membangun hukum yang dalam proses pembentukannya tidak ada sesuatu
yang dilakukan secara kucing-kucingan ataupun sembunyi-sembunyi. Sehingga
masyarakat secara luas mengetahui dan dapat memberikan masukan terhadap proses
3
Mahendra Putra Kurnia, dkk., Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif,( Yogyakarta: Kreasi Total
Media, 2007) 71.
4
Salahudin Tunjung Seta, Hak Masyarakat dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
https://jdihn.go.id diakses 8 November 2022

5
yang ada, apabila terdapat suatu hal menurut masyarakat merupakan sesuatu yang kuang
atau tidak tepat.5
Partisipasi masyarakat itu semakin penting urgensinya dalam proses
pengambilan keputusan setelah dikampanyekan good governance oleh bank dunia
maupun UNDP. Selanjutnya, UNDP memaknai partisipasi sebagai karakteristik
pelaksanaan good governance adalah keterlibatan masyarakat dalam pembuatan
keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan
yang dapat menyalurkan aspirasinya.
Raharjo berpendapat, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam
pembentukan perundang-undangan adalah menjaga netralitas. Netralitas maksudnya
menjaga persamaan, keadilan, dan perlindungan bagi seluruh elemen masyarakat.
Keputusan dan hasil peran serta masyarakat dan menjadi sumber informasi yang
berguna sekaligus merupakan komitmen sistem demokrasi.6
Harapannya sendiri, dengan melibatkan masyarakat atau ikut berpartisipasi
dalam pembentukan perundang-undangan adalah dapat memiliki daya laku yang lama
dan daya guna yang efektif sehingga dapat memecahkan permasalahan yang terjadi di
masyarakat. karena sejatinya, dalam sistem demokrasi, hal terpenting adalah bagaimana
menjamin ruang partisipasi terbuka seluas-luasnya bagi setiap lapisan masyarakat.
Tetapi tentu saja jaminan tersebut juga disertai dengan beberapa upaya yang
berkesinambungan guna mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk terlibat
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan.

B. Model Partisipasi Masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan


Membahas mengenai urgensi masyarakat dalam keikutsertaan dan berpartisipasi
untuk mebentuk undang-undang tentu akan kurang lengkap tanpa mengetahui model
seperti apakah, dan bagaimana cara masyarakat ikut terlibat dan berpartisipasi untuk

5
Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik terhadap
Produk Hukum Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo, 2010)
6
Rahardjo Sadjipto: Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, (Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 1998)

6
membentuk peraturan perundang-undangan yang nantinya peraturan tersebut akan
kembali pada masyarakat itu sendiri.
Partisipasi masyarakat dalam peraturan perundang-undangan diatur dalam UU
No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan sebagai induk pengaturan
perundang-undangan, dengan menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan
masukan baik tertulis ataupun lisan dalam pembentukan perundang-undangan. Masukan
secara lisan atau tertulis dapat dilakukan melalui rapat dengar pendapat umum,
kunjungan kerja, sosialisasi atau seminar, lokarya atau diskusi.7
Masyarakat sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 96 UU No 12 tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan adalah orang perorangan atau
kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas rancangan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok orang antara lain yaitu kelompok
atau organisasi masyarakat, kelompok profesi, lembaga swadaya masyarakat dan
masyarakat adat.8
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
sebagai hak dari masyarakat untuk mempengaruhi substansi peraturan perundang-
undangan dilakukan dengan komunikasi dua arah antara pembentuk peraturan dengan
stakeholder (pemegang kepentingan).
Dilihat dari tiga tahap pembentukan perundang-undangan yang dilihat secara
maksimal dapat dilakukan partisipasi masyarakat sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan.
Pada tahap ini, produk hukum direncanakan untuk dibentuk dalam beberapa waktu
kedepan dengan memasukannya dalam dokumen yang disebut Program Legislasi
Nasional apabila itu undang-undang. Program Pembentukan Peraturan Daerah
(Propemperda) apabila itu Peraturan Daerah baik pada tingkat Provinsi ataupun
Kabupaten/Kota. Partisipasi masyarakat dalam tahap ini dilakukan baik dalam
penyusunan prolegnas/propemperda di tingkat Pemerintah/Pemerintah Daerah,
penyusunan Prolegnas/Propemperda di tingkat DPR/DPRD dan Penyusunan bersama,

7
UU No 12 Tahun 2011
8
Ibid

7
yang mana harus dilakukan dengan transparan dan memberikan informasi yang massif
kepada masyarakat. Informasi yang massif adalah informasi yang disebarkan dengan
melihat kondisi/kemampuan masyarakat secara umum untuk memperoleh informasi.
Masyarakat yang memberikan masukan baik berupa tertulis dan/atau lisan ditampung
dan dibahas secara internal, yang mana nantinya disampaikan kepada masyarakat
(individu, kelompok) yang memberikan masukan bahwa gagasannya diterima atau
ditolak beserta alasan-alasannya. Pada tahap Penetapan Prolegnas/Propemperda
dilakukan secara tranparan dan disebarluaskan kepada masyarakat menggunakan
berbagai saluran informasi secara massif.
2. Tahap Penyusunan.
Pada tahap ini dibentuknya rancangan produk hukum (Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah). Rancangan peraturan perundang-undangan wajib
disebarluaskan tanpa terkecuali secara massif. Hal ini agar rancangan peraturan
perundang-undangan menjadi konsumsi publik dan pembentuk peraturan perundang-
undangan mengetahui ketentuan mana yang menjadi pro-kontra ditengah masyarakat.
3. Tahap Pembahasan.
Pada tahap ini, rancangan peraturan perundang-undangan mulai dibahas. Partisipasi
masyarakat pada tahap ini dilaksanakan dengan memperhatikan pula masukan yang
mungkin ada pada tahap-tahap sebelumnya Pada tahap ini masukan masyarakat
dilakukan paling sering dengan rapat dengan pendapat. Hanya saja kelemahannya
adalah terkadang pembentuk peraturan perundang-undangan hanya memilih pemangku
kepentingan yang mendukung adanya rancangan peraturan perundang-undangan yang
dibentuk. Sehinggga pembahasan tidak komprehensif, hasil kurang legitimate, karena
pembentuk peraturan perundang-undangan mengakomodir partisipasi masyarakat hanya
secara formalitas peraturan perundang-undangan saja.
Kedepannya pada tahap pembahasan, partisipasi masyarakat dilakukan secara
lebih substantif dengan melihat secara menyeluruh pemangku kepentingan baik yang
pro ataupun kontra, dan menemukan titik temu substansi peraturan perundang-
undangan. Selain itu, masukan yang didapatkan diolah serta diputuskan untuk

8
diakomodir atau tidaknya harus diberiktahukan kepada pemangku kepentingan terkait
yang memberikan masukan dengan memberikan pula alasan diterima ataupun ditolak.9

9
Sirajuddin dkk Legislatif Drafting Metode Partisipatif dalam pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Malang: Setarapress, 2016)

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hak masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu
berupa partisipasi dengan memberikan aspirasi baik dalam bentuk tertulis dan atau lisan
dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
khususnya Pasal 28 yang menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Untuk menghasilkan suatu
peraturan perundang-undangan yang memberikan kepastian sekaligus keadilan bagi
warga masyarakat maka proses pembentukannya dilakukan dengan jujur dan transparan
serta memberika akses kepada publik untuk memberikan masukannya atas suatu proses
pembentukan peraturan perundang-undangan.
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
bukanlah suatu upaya menuju bentuk demokrasi langsung. Namun harus dipahami
sebagai suatu usaha memperkuat legitimasi suatu produk peraturan perundang-
undangan didalam kondisi masyarakat yang majemuk yang tidak hanya sebatas suku,
ras dan agama, tetapi juga majemuk dalam hal ekonomi dan pandangan politik.
Sehingga sangat penting membangun suatu sistem yang memperkuat akar sosial suatu
peraturan perundang-undang. Selain itu, juga diusahakan sebagai suatu bentuk
pengurangan efek negatif dalam penerapan demokrasi perwakilan yaitu oligarki pada
kekuasaan partai politik dan lembaga perwakilan.
Pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan harus didukung dengan pelaksanaan keterbukaan dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan dan perlindungan dari negara atas kemerdekaan
berpendapat serta menyuarakan gagasannya dan berserikat, berkumpul. Hal ini
dikarenakan keterbukaan dalam proses pembentukan peraturan perundangan-undangan
memberikan akses informasi kepada masyarakat guna memantik atau memberikan
edukasi kepada masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Perlindungan dan kebebasan berpendapat, menyuarakan aspirasi, berserikat dan

10
berkumpul digunakan sebagai sarana masyarakat sipil untuk memberikan masukan
dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

B. SARAN
Demi terlaksananya suatu kepastian hukum dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan tertutama kali terkait hak masyarakat dalam berpartisipasi pada
proses pembentukan peraturan perundang-undangan maka harus segara diterbitkan
Peraturan Menteri terkait Konsultasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.
Dikarenakan dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan dijelaskan tidak lebih dari apa yang dijelaskan dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
terkait partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dalam Perpres tersebut memberikan pengaturan lebih lanjut terkait Konsultasi
Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam bentuk Peraturan
Menteri. Oleh karena itu untuk memberikan kepastian hukum sekaligus keadilan yang
mana menjadi hak setiap orang untuk mendapatkan jaminan perlindungan serta
kepastian hukum yang adil maka disegerakan penerbitan terkait Peraturan Menteri
mengenai Konsultasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT.Rajagrafindo persada, 2007).


Suko Waluyo, Otonomi Daerah Dalam Negara Hukum Indonesia, Pembentukan
Peraturan Daerah Partisipatif, (Jakarta: Faza Media, 2006).
Mahendra Putra Kurnia, dkk., Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif,(
Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007).
Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi
Politik terhadap Produk Hukum Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo, 2010).
Rahardjo Sadjipto: Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 1998)
UU No 12 Tahun 2011.

12

Anda mungkin juga menyukai