Anda di halaman 1dari 13

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBETUKAN PERATURAN

PERUNDANGAN UNDANGAN

MAKALAH

Disusun guna memenuhi mata kulaih Legal Drafting

Dosen Pengampu : Nabella Maharani Novanta,MH

Disusun Oleh :

1. Putri Nur Amaliani 1119134


2. Rizka Amalia 1119135
3. FannisaAriffiyansyah P 1119138

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 4

C. Tujuan ................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................5

A. Pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembetukan peraturan


perundangan undangan .......................................................................................... 5

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12

A. Simpulan .......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang


undangan merupakan hak masyarakat, yang dapat dilakukan baik dalam
tahap penyiapan maupun tahap pembahasan. Dalam konteks hak asasi
manusia, setiap hak pada masyarakat menimbulkan kewajiban pada
pemerintah sehingga haruslah jelas pengaturan mengenai kewajiban untuk
memenuhi hak atas partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang
undangan tersebut.
Keterlibatan masyarakat untuk ikut serta dalam pembentukan
suatu peraturan perundang - undangan akan menjadi lebih efisien sesuai
dengan harapan kita bersama untuk mencapai suatu pemerintahan yang
baik (good governance). Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan, perencanaan pembentukan kebijakan, pemantauan dari
hasil pembangunan dan keberlakuan suatu kebijakan, adalah suatu hal
yang mendorong suksesnya suatu pembentukan yang efektif dan efisien.
Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan
itu sendiri merupakan permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.
Mendorong, bukan mengharuskan partisipasi masyarakat seperti halnya
mendorong rakyat untuk mau berkorban, juga membutuhkan insentif -
insentif sendiri. Tidak cukup kita mengatakan bahwa karena
pembangunan tersebut untuk masyarakat, maka adalah mutlak apabila
rakyat harus mau berpartisipasi dalam pembentukan perundang undangan.
Pengalaman pembentukan perundang undangan membuktikan bahwa sering
kali pembentukan yang dikatakan untuk kepentingan rakyat ternyata tidak
sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam hal ini hambatan yang ditemui
atau dihadapi di lapangan dalam usaha melaksanakan proses
pembentukan yang partisipatif adalah belum dipahaminya makna

3
sebenarnya dari konsep partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana
dalam pembentukan perundang undangan.

Partisipasi masyarakat merupakan wujud demokrasi. Sebagaimana


diketahui bahwa demokrasi yang dijalankan di Indonesia adalah demokrasi
perwakilan. Pembentukan peraturan Perundang-Undangan, tidak pernah
lepas dan 3 landasan penyusunan peraturan Perundang-Undangan, yaitu:
filosofis, yuridis, dan politis.1Jika landasan politis yang lebih mendominasi
pembetukan peraturan daerah, maka para wakil rakyat kerap kali tidak
mengindahkan kepentingan yang diwakili (rakyat), melainkan lebih
mengatamakan kepentingan kenderaan politiknya (partai politik yang
mengusungnya) atau bahkan kepentingan pribadinya. Pembuatan paraturan
Perundang-Undangan sebagi medan pembentukan dan pergumulan
kepentingan, dan sebagai suatu pelembagaan konflik sosial, memandang
bahwa Undang-Undang sekaligus berfungsi sebagai sarana penyelesaian
konflik. Dengan demikian, peraturan Perundang-Undangan mencerminkan
suasana konflik antar kekuatan dan kepentingan masyarakat.2Oleh sebab
itu, keterlibatan masyarakat (sebagai pemangku kepentingan) dalam
pembentukan peraturan daerah menjadi penting.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembentukan


peratuan perundang undangan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam


pembentukaan peraturan perundang undangan.

1
Djoko Prakosa. Proses Pembentukan Daerah dan Beberapa Usaha Penyempurnaannya.
Ghalia Indonesia, Jakarta. 1885.hal 65
2
Satjipto Raharjo. 1998. “mencari model ideal penyusunan UU yang demokrasi (kajian
sosiologis)”. Makalah disampaikan dalam seminar nasional mencari model ideal penyusunan UU
yang demokratis dan kongres asosiasi sosiologi hukum Indonesia, semarang 15-16 april 1998

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembetukan peraturan


perundangan undangan
Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan bukan merupakan suatu aktivitas yang menghilangkan kekuasaan
ataupun mengurangi wewenang dari pembentuk peraturan perundang-
undangan. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan haruslah dipandang sebagai suatu bagian dari proses
demokratisasi pembentukan peraturan perundang-undangan dan merupakan
bentuk dari langkah memperkuat legitimasi ataupun membuat peraturan
perundang-undangan memiliki akar sosial yang kuat sehingga masyarakat
merasa memiliki suatu peraturan perundang-undangan.
Philipus M. Hadjon ( 1997: 4-5 ) mengemukakan bahwa konsep
partisipasi masyarakat berkaitan dengan konsep keterbukaan. Dalam artian,
tanpa keterbukaan pemerintahan, tidak mungkin masyarakat dapat
melakukan peran serta dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan3. Konsep
partisipasi terkait dengan konsep demokrasi, dimana dalam konsep
demokrasi asas keterbukaan atau partisipasi merupakan salah satu syarat
minimum. Dalam sistem demokrasi partisipasi masyarakat pada hakekatnya
adalah sarana untuk4

1. Menghindari penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin;


2. Menyalurkan aspirasi masyarakat (warga) kepada pemerintah;
3. Melibatkan warga dalam pengambilan keputusan publik;

3
Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, Anak Agung Sri Utari, Partisipasi Masyarakat dalam pembentukan
peraturan daerah, Kertha Partika, Vol. 33, No. 1, Januari 2008, Hal. 2 https://ojs.unud.ac.id
(diakses pada tanggal 11 November 2022 pukul 13:25)
4
Darmini Roza, Gokma Toni Parlindungan, Partisipasi Masyarakat Dalam pembentukan
Perundang-undangan Untuk mewujudkan Indonesia Sejahtera Dalam Pandangan Teori
Kesejahteraan, Jurnal Cendekia Hukum, Vol. 5, No. 1, September 2019, Hal. 137-138 http://e-
jurnal.stih-pm.ac.id/ (diakses pada tanggal 11 November 2022 pukul 16:58)

5
4. Menegakkan kedaulatan rakyat.

Partisipasi adalah hak sekaligus kewajiban warga untuk


menegakkan tata pemerintahan yang baik. Parameter peraturan perundang-
undangan yang partispatif bisa dilihat dari (Moh. Fadli, Jazim Hamidi dan
Mustafa Lutfi: 2017):

1. Penyusunan peraturan perundang-undangan dijalankan dengan


tujuan untuk menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik;
2. Partisipasi, akuntabilitas, keterbukaan dan pengawasan agar
tidak terjadi penyalahgunaan terhadap anggaran pembangunan
pemerintahan, merupakan dasar-dasar yang prinsipal dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan
3. Partisipasi dalam penyusunan peraturan pemerintahan
merupakan hak sekaligus kewajiban masyarakat;
4. Adanya pemberdayaan para pihak agar mampu berpartisipasi
secara seimbang;
5. Setiap aspirasi diperhatikan tanpa terkecuali;
6. Pengambilan keputusan melalui proses yang jujur, terbuka dan
adil;
7. Adanya akses yang luas terhadap berbagai informasi yang
merupakan hak publik;
8. Adanya mekanisme penilaian terhadap hasil-hasil keputusan dan
pelaksananya.

Sirajuddin mengklasifikasikan kedelapan tingkat partisipasi tersebut


di atas menjadi tiga tingkat antara lain5:

1. Tingkat pertama diklasifikasikan sebagai tidak partisipasi (non


participation) yaitu tingkat manipulasi dan terapi,

5
Sirajuddin, Fatkhurohman dan Zulkarnain, Legislative Drafting: Pelembagaan Metode
Partisipatif, Malang: In-Trans Publishing, 2006

6
2. Tingkat kedua disebut dengan partisipasi semu (degree of
takenism), yaitu tingkat peredaman, konsultasi, dan informasi.
Dalam tingkatan kedua ini masyarakat didengarkan dan
diperkenankan berpendapat, tetapi tidak memiliki kemampuan
dan tidak ada jaminan bahwa pandangan mereka akan
dipertimbangkan secara sungguh-sungguh oleh penentu
kebijakan,
3. Tingkat ketiga adalah kekuasaan masyarakat (degree of citizen
power), yaitu tingkat kemitraan, delegasi kekuasaan dan kendali
masyarakat. Dalam tingkat ini masyarakat memiliki pengaruh
dalam proses penentuan kebijakan.

Adapun kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses


pembentukan peraturan perundang undangan telah terakomodasi dalam
ketentuan hukum positif Pasal 96 UU No.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundan Undangan. Dengan dianutnya asas
keterbukaan dalam undang-undang tersebut, masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan
Peraturan Perundang undangan6. Masukan secara lisan dan/atau tertulis
dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan
kerja; c. sosialisasi; dan d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.

Sementara itu, yang dimaksud masyarakat adalah orang


perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas
substansi rancangan undang-undang. Untuk memudahkan masyarakat
dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis setiap Rancangan
Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh
masyarakat. Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, pada saat ini sudah mulai dikembangkan.

6
Joko riskiyono, Partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang undangan untuk
mewujudkan kesejahteraan, Aspirasi, Vol. 6, No. 2, Desember 2015, Hal. 165
https://jurnal.dpr.go.id/ (diakses pada tanggal 12 November 2022 pukul 18. 58)

7
Partisipasi yang dilakukan masyarakat sebagai stakeholeders (pemangku
kepentingan), dapat dilakukan dengan memberikan masukan secara lisan
dan tertulis dalam rangka perencanaan, penyusunan dan pembahasan
rancangan peraturan perundang undangan sesuai dengan aturan. Partispasi
masyarakat dalam pembahasan rancangan undang-undang juga merupakan
wujud penyelenggaraan pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip-
prinsip good governance (pemerintahan yang baik), diantaranya:
keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi7.

Partisipasi bertujuan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan


suatu kebijakan. Tujuan ini terkait dengan efektivitas, pembagian beban,
dan efisiensi. Meningkatkan partisipasi akan membantu memastikan bahwa
kepentingan rakyat dapat lebih besar dipenuhi. Meningkatkan partisipasi
juga dapat menghasilkan titik temu kepentingan tersebut, dengan solusi
yang diambil yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan banyak pihak
akan suatu kebijakan8

Partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-


undangan secara ideal dilakukan dalam setiap tahap dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Namun secara maksimal dapat dilakukan
pada tahap perencanaan, penyusunan dan pembahasan. Tahap pengesahan
dan pengundangan secara maksimal kurang dapat dilakukan partisipasi
masyarakat dikarenakan pada tahap tersebut sudah tidak membahas
substansi dan hanya bersifat formal agar peraturan perundangundangan
secara formal dapat dikatakan sah mengikat secara umum. Partisipasi
masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai
hak dari masyarakat untuk mempengaruhi substansi peraturan perundang-
undangan dilakukan dengan komunikasi dua arah antara pembentuk

7
Santosa, Mas Achamad, Good Government dan Hukum Lingkungan, Jakarta: ICEL, 2001.
8
Joko riskiyono, Partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang undangan untuk
mewujudkan kesejahteraan, Aspirasi, Vol. 6, No. 2, Desember 2015, Hal. 168
https://jurnal.dpr.go.id/ (diakses pada tanggal 12 November 2022 pukul 18. 58)

8
peraturan perundang-undangan dengan stakeholder (pemegang
kepentingan). Dilihat dari tiga tahap pembentukan peraturan perundang-
undangan yang dilihat secara maksimal dapat dilakukan partisipasi
masyarakat, yaitu, Perencanaan, Penyusunan, dan Pembahasan, yang mana
komunikasi antara pembentuk peraturan perundang-undangan dan
pemegang kepentingan dapat dikonsepkan sebagai berikut9.
1. Tahap Perencanaan.
Pada tahap ini, produk hukum direncanakan untuk dibentuk
dalam beberapa waktu kedepan dengan memasukannya dalam
dokumen yang disebut Program Legislasi Nasional apabila itu
undang-undang. Program Pembentukan Peraturan Daerah
(Propemperda) apabila itu Peraturan Daerah baik pada tingkat
Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Partisipasi masyarakat dalam
tahap ini dilakukan baik dalam penyusunan
prolegnas/propemperda di tingkat Pemerintah/Pemerintah
Daerah, penyusunan Prolegnas/Propemperda di tingkat
DPR/DPRD dan Penyusunan bersama, yang mana harus
dilakukan dengan transparan dan memberikan informasi yang
massif kepada masyarakat. Informasi yang massif adalah
informasi yang disebarkan dengan melihat kondisi/kemampuan
masyarakat secara umum untuk memperoleh informasi.
Masyarakat yang memberikan masukan baik berupa tertulis
dan/atau lisan ditampung dan dibahas secara internal, yang mana
nantinya disampaikan kepada masyarakat (individu, kelompok)
yang memberikan masukan bahwa gagasannya diterima atau
ditolak beserta alasan-alasannya. Pada tahap Penetapan
Prolegnas/Propemperda dilakukan secara tranparan dan
disebarluaskan kepada masyarakat menggunakan berbagai
saluran informasi secara massif.

9
Salahudin tanjong seta, Hak masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang undangan,
Jurnal legislasi Indonesia, Vol. 17, No. 2, Juni 2020, Hal. 164-165

9
2. Tahap Penyusunan.
Pada tahap ini dibentuknya rancangan produk hukum
(Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah). Rancangan peraturan perundang-undangan wajib
disebarluaskan tanpa terkecuali secara massif. Hal ini agar
rancangan peraturan perundangundangan menjadi konsumsi
publik dan pembentuk peraturan perundang-undangan
mengetahui ketentuan mana yang menjadi prokontra ditengah
masyarakat.
3. Tahap Pembahasan.
Pada tahap ini, rancangan peraturan perundang-undangan mulai
dibahas. Partisipasi masyarakat pada tahap ini dilaksanakan
dengan memperhatikan pula masukan yang mungkin ada pada
tahap-tahap sebelumnya. Pada tahap ini masukan masyarakat
dilakukan paling sering dengan rapat dengan pendapat. Hanya
saja kelemahannya adalah terkadang pembentuk peraturan
perundang-undangan hanya memilih pemangku kepentingan
yang mendukung adanya rancangan peraturan perundang-
undangan yang dibentuk. Sehinggga pembahasan tidak
komprehensif, hasil kurang legitimate, karena pembentuk
peraturan perundang-undangan mengakomodir partisipasi
masyarakat hanya secara formalitas peraturan perundang-
undangan saja. Kedepannya pada tahap pembahasan, partisipasi
masyarakat dilakukan secara lebih substantif dengan melihat
secara menyeluruh pemangku kepentingan baik yang pro
ataupun kontra, dan menemukan titik temu substansi peraturan
perundang-undangan. Selain itu, masukan yang didapatkan
diolah serta diputuskan untuk diakomodir atau tidaknya harus
diberiktahukan kepada pemangku kepentingan terkait yang
memberikan masukan dengan memberikan pula alasan diterima
ataupun ditolak. Pada intinya hak masyarakat dalam

10
pembentukan peraturan perundangundangan yaitu partisipasi
masyarakat dilakukan secara komunikatif dua arah antara
pembentuk peraturan perundang-undangan dengan pemangku
kepentingan. Suatu yang penting untuk kedepannya pula bahwa
pemangku kepentingan dalam partisipasi masyarakat pada
pembentukan peraturan perundangundangan harus dilihat secara
menyuluruh oleh pembentuk peraturan perundangundangan dan
harus mempertimbangkan dari berbagai sisi, baik pemangku
kepentingan yang mendapatkan manfaat dari pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan dan pemangku kepentingan atau
pihak yang nantinya secara potensial akan mendapatkan dampak
negatif paling besar dari dibentukan peraturan perundang-
undangan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Partisipasi bertujuan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan


suatu kebijakan. Tujuan ini terkait dengan efektivitas, pembagian beban,
dan efisiensi. Meningkatkan partisipasi akan membantu memastikan bahwa
kepentingan rakyat dapat lebih besar dipenuhi. Meningkatkan partisipasi
juga dapat menghasilkan titik temu kepentingan tersebut, dengan solusi
yang diambil yang pada akhirnya meningkatkan kepuasan banyak pihak
akan suatu kebijakan.
Adapun kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembentukan peraturan perundang undangan telah terakomodasi dalam
ketentuan hukum positif Pasal 96 UU No.12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundan Undangan. Dengan dianutnya asas
keterbukaan dalam undang-undang tersebut, masyarakat berhak
memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan
Peraturan Perundang undangan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Djoko Prakosa. 1885. Proses Pembentukan Daerah dan Beberapa Usaha


Penyempurnaannya. Ghalia Indonesia, Jakarta. 1885.hal 65
Satjipto Raharjo. 1998. “mencari model ideal penyusunan UU yang demokrasi
(kajian sosiologis)”. Makalah disampaikan dalam seminar nasional mencari
model ideal penyusunan UU yang demokratis dan kongres asosiasi sosiologi
hukum Indonesia
Griadhi, N. M. A. Y., & Utari, A. A. S. (2008). Partisipasi Masyarakat dalam
PembentukanPeraturan Daerah. Kertha Patrika, 33(1).https://ojs.unud.ac.id
(diakses pada tanggal 11 November 2022 pukul 13:25)
Roza, D. (2019). PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN
PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK MEWUJUDKAN INDONESIA
SEJAHTERA DALAM PANDANGAN TEORI NEGARA
KESEJAHTERAAN. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 5(1), 131-144.
http://e-jurnal.stih-pm.ac.id/ (diakses pada tanggal 11 November 2022
pukul 16:58)
Sirajuddin. 2006. Fatkhurohman dan Zulkarnain, Legislative Drafting:
Pelembagaan Metode Partisipatif, Malang: In-Trans Publishing
Riskiyono, J. (2015). Partisipasi masyarakat dalam pembentukan perundang-
undangan untuk mewujudkan kesejahteraan. Aspirasi: Jurnal Masalah-
masalah Sosial, 6(2), 159-176. https://jurnal.dpr.go.id/ (diakses pada
tanggal 12 November 2022 pukul 18. 58)
Santosa, Mas Achamad. 2001. Good Government dan Hukum Lingkungan, Jakarta:
ICEL
Salahudin tanjong seta. 2020. Hak masyarakat dalam pembentukan peraturan
perundang undangan, Jurnal legislasi Indonesia, Vol. 17, No. 2

13

Anda mungkin juga menyukai