Anda di halaman 1dari 16

KONSEP PEMBAHARUAN DI BIDANG HUKUM DAN

REKONSTRUKSI SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas makalah matakuliah Hukum Perikatan

yang dibina oleh Ibu Theadora Rahmawati, M.H.

oleh kelompok 1:

Helmy Maliki Sandi Akbar Arifan

NIM. 21382011014 NIM. 21382011033

Diana Abadiyah Maltufah

NIM. 21382012010 NIM. 21382012021

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. dzat yang Maha

Sempurna, pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridho-Nya

kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini Dengan harapan semoga tugas ini

bisa berguna dan ada manfaatnya bagi kita semua. Aamiin.

Tak lupa pula kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas makalah ini, karena kami

sadar sebagai makhluk sosial kami tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi

dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –

Nya.

Akhirnya walaupun kami telah berusaha dengan secermat mungkin, namun

sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu

penulis mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam

lindungan-Nya.

Pamekasan, 24 Oktober 2022

Penyusun,

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Konsep Pembaharuan Di Bidang Hukum Ketatanegaraan Indonesia.....................3
B. Konsep Rekonstruksi Sistem Ketatanegaraan Indonesia........................................7
BAB III PENUTUP..........................................................................................................11
A. Kesimpulan..........................................................................................................11
B. Saran....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak Indonesia merdeka, bangsa ini telah bersepakat menjadikan Pembukaan

UUD 1945 sebagai kesepakatan luhur yang ϐinal (modus vivendi). Di dalam

pembukaan UUD 1945 dicantumkan dasar dari negara ini didirikan, yakni

Pancasila. Pancasila telah ditetapkan sebagai rechtsidee maupun grundnorm. Baik

kedudukan sebagai rechtsidee maupun sebagai grundnorm, nilai-nilai Pancasila

harus mewarnai, menjiwai pembaharuan hukum di indonesia, baik pada tataran

substansial (materi hukum), struktural (aparatur hukum) maupun kultural (budaya

hukum). Pancasila harus disebutkan sebagai bintang pemandu arah (leitztern)

kebijakan pembaharuan hukum di Indonesia. Kebijakan pembaharuan yang tidak

menyinggung apa yang menjadi dasar penentu arah kebijakan pembangunan

hukum, yakni Pancasila dapat dikatakan masih bersifat parsial karena kurang

melihat sisi pembangunan hukum nasional secara integral yang seharusnya

melibatkan pembicaraan tentang Pancasila sebagai bintang pemandu arah

(leitztern).1

B. Rumusan Masalah
1
Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum Dalam Konteks Pencarian Keadilan, Cet. 1,
(Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010), 45.

1
1. Bagaimana konsep pembaharuan di bidang hukum ketatanegaraan indonesia?

2. Bagaimana konsep rekonstruksi sistem ketatanegaraan indonesia?

C. Tujuan

1. Untuk menjabarkan konsep pembaharuan di bidang hukum ketatanegaraan

indonesia .

2. Untuk menjabarkan konsep rekonstruksi sistem ketatanegaraan indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Pembaharuan Di Bidang Hukum Ketatanegaraan Indonesia

Istilah “Pembaharuan” dapat diartikan sebagai sebuah proses memperbarui

kembali suatu tatanan. Jika pembaharuan dikaitkan dengan hukum, maka

2
pembaharuan hukum dapat diartikan sebagai suatu penataan kembali hukum agar

hukum tersebut dapat berlaku sesuai tuntutan perkembangan jaman, dapat

mengikuti perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan rasa

keadilan dan norma serta nilai-nilai yang hidup di masyarakat.2

Dengan kata lain tujuan pembaharuan hukum adalah agar hukum tersebut

dapat mengawal spirit kebaruan, termasuk pembaharuan moral dan integritas

aparat penegak hukum dalam rangka penegakkan hukum untuk mengatasi

masalah social, politik, ekonomi, dan hukum, sehingga hukum secara teori dapat

berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis.

Era reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan

ketatanegaraan di Indonesia, khusunya dalam rangka menuju penyelenggaraan

negara yang lebih demokratis, transparan, dan memiliki akuntabilitas tinggi serta

terwujudnya good governance dan adanya kebebasan berpendapat. Semuanya itu

diharapkan makin mendekatkan bangsa pada pencapaian tujuan nasional

sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Pada awal era reformasi, berkembang dan populer di masyarakat banyaknya

tuntutan reformasi yang didesakkan oleh berbagai komponen bangsa, termasuk

mahasiswa dan pemuda. Tuntutan, itu antara lain, sebagai berikut.

1. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

2
Maryanto, “Urgensi Pembaharuan Hukum Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila”, artikel
dalam Jurnal Hukum Volume XXV, No. 1 (April, 2011), 429.

3
2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI).

3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM),

serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi

daerah).

5. Mewujudkan kebebasan pers.

6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.3

Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pada era reformasi tersebut merupakan suatu langkah terobosan yang

mendasar karena pada era sebelumnya tidak dikehendaki adanya perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sikap politik

pemerintah pada waktu itu kemudian diperkukuh dengan dasar hukum Ketetapan

MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum, yang berisi kehendak untuk

tidak melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Apabila muncul juga kehendak mengubah Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, terlebih dahulu harus dilakukan referendum

dengan persyaratan yang sangat ketat sehingga kecil kemungkinannya untuk

berhasil sebelum usul perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 diajukan ke sidang MPR untuk dibahas dan diputus.

3
Titik Triwulan Tutik, Restorasi Hukum Tata Negara Indonesia Berdasarkan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, (Jakarta: Prenada Media Group, 2017), 1.

4
Perubahan UUD 1945 sejak reformasi telah dilakukan sebanyak empat kali,

yaitu:

1. Perubahan pertama disyahkan pada tanggal 19 Oktober 1999;

2. Perubahan kedua disyahkan pada tanggal 18 Agustus 2000;

3. Perubahan ketiga disyahkan pada tanggal 10 November 2001; dan

4. Perubahan keempat disyahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.4

a. Perubahan Pertama UUD 1945

Perubahan terhadap UUD 1945 terjadi setelah berkumandangnya

tuntutan reformasi, yang di antaranya berkenaan dengan reformasi

konstutisi (constitusional reform). Perubahan pertama terhadap UUD 1945

dilakukan upaya: Pertama, mengurangi/mengendalikan kekuasaan

Presiden; Kedua, hak legislasi dikembalikan ke DPR, sedangkan presiden

berhak mengajukan RUU kepada DPR.

b. Perubahan Kedua UUD 1945

Perubahan ke dua terhadap UUD 1945 dilakukan pada subtansi yang

meliputi: (1) pemerintahan daerah; (2) wilayah Negara; (3) warganegara

dan penduduk; (4) hak asasi manusia; (5) pertahanan dan keamanan

Negara; (6) bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan; dan (7)

4
Trisna Wulandari, “Amandemen UUD 1945: Kapan, Jumlah, dan Hasil Amandemen”,

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d5723618/amandemenuud1945kapanjumlahdanhasilamand

emen/amp#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=16666372438188&referrer=https%3A%2F

%2Fwww.google.com, diakses pada tanggal 24 Oktober 2022.

5
lembaga DPR, khususnya tentang keanggotaan, fungsi, hak, maupun

tentang cara pengisiannya.

c. Perubahan Ketiga UUD 1945

Perubahan subtansi amandemen ke tiga meliputi antara lain: (1)

kedudukan dan kekuasaan MPR; (2) eksistensi Negara hukum Indonesia;

(3) jabatan Presiden dan wakil Presiden termasuk mekanisme pemilihan;

(4) pembentukan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan RI; (5)

pengatura tambahan bagi lembaga DPK; dan (6) Pemilu.

d. Perubahan Keempat UUD 1945

Perubahan keempat terhadap UUD 1945 ini merupakan perubahan

terakhir yang menggunakan Pasal 37 UUD 1945 pra-amandemen yang

dilakukan oleh MPR. Ada sembilan item pasal subtansial pada perubahan

keempat UUD 1945, antara lain: (1) keanggotaan MPR, (2) pemilihan

Presiden dan wakil Presiden tahap kedua, (3) kemungkinan presiden dan

wakil presiden berhalangan tetap, (4) tentang kewenangan presiden, (5) hal

keuangan negara dan bank sentral, (6) pendidikan dan kebudayaan, (7)

perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, (8) aturan tambahan dan

aturan peralihan, dan (9) kedudukan penjelasan UUD 1945.

Di luar semua kesulitan itu, kemajuan sedang berjalan (dalam hukum tata

Negara Indonesia), UUD 1945 setelah Perubahan Keempat masih memiliki

banyak kekurangan, tetapi UUD 1945 sekarang adalah sebuah dokumen yang

lebih baik, tiada bandingannya. Secara historis, hanya sedikit Negara yang

6
berhasil mengadopsi reformasi-reformasi konstitusi seefektif Indonesia, murni

melalui perdebatan-perdebatan di parlemen.

Berdasarkan kenyataan demikian memberikan sinyalemen perlunya

dilakukan pembaharuan hukum tata Negara Indonesia lagi yang lebih

komprehensip, menyeluruh dan sistemik, sehingga permasalahan-permasalahan

fundamental tersebut dapat terselesaikan.

B. Konsep Rekonstruksi Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Sebelum mengartikan apa itu rekonstruksi, kita harus terlebih dahulu apa itu

konstruksi. Konstruksi adalah susunan, tata letak, dan model sebuah bangunan

(rumah, gedung, jembat an, jalan dsb); susunan dan hubungan kata dalam kalimat

atau kelompok kata.5

Menurut kamus ilmiah, rekonstruksi adalah penyusunan kembali; peragaan

(contoh ulang) (menurut perilaku/tindakan dulu); pengulangan kembali (seperti

semula).6 Menurut Yusuf Qardhawi, rekonstruksi itu mencakup tiga poin penting,

yaitu pertama, memelihara inti bangunan asal dengan tetap menjaga watak dan

karakteristiknya. Kedua, memperbaiki hal-hal yang telah runtuh dan memperkuat

kembali sendi-sendi yang telah lemah. Ketiga, memasukkan beberapa

pembaharuan tanpa mengubah watak dan karakteristik aslinya. Rekonstruksi dapat

dipahami sebagai suatu upaya pembaharuan bukanlah menampilkan sesuatu yang

benar-benar baru. Namun, lebih tepatnya merekonstruksi kembali kemudian

5
Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet. 3, (Semarang: Difa
Publisher, 2008), 484.
6
Pius Partanto dan M.Dahlan Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: PT Arkala, 2001), 671.

7
menerapkannya dengan realita saat ini.7 Sehingga dalam hal Ini dapat diambil

kesimpulan bahwasanya rekonstruksi merupakan sebuah pembentukan kembali

atau penyusunan ulang untuk memulihkan hal yang sebenarnya yang awalnya

tidak benar menjadi benar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan rekonstruksi adalah

pembaharuan sistem atau bentuk. Berhubungan dengan rekonstruksi perencanaan

program legislasi maka yang perlu dibaharui adalah sistem perencanaan yang

lama digantikan dengan aturan main yang baru.

Secara umum pelaksanaan rekonstruksi suatu sistem dilakukan dengan

perubahan suatu regulasi maupun melalui putusan peradilan. Apabila dicermati,

bila sistem hukum dan pranata peradilan dibutuhkan untuk menyelesaikan

perbedaan nilai atau konflik kepentingannya adalah sudah ada suatu hal untuk

beraksi atau digunakan oleh pencari keadilan dengan nilai-nilai kekiniannya yang

diterima mayoritas anggota masyarakat melalui sistem perwakilan dan debat

publik yang luas. Hal yang menjadi perhatian utama di Indonesia selama ini,

sekaligus juga yang menjadi kelemahan adalah adalah bagaimana menentukan

prioritas perubahan hukum nasional dan institusi hukum.8

Pembentukan beberapa lembaga negara baru pasca reformasi merupakan suatu

langkah perubahan penyelenggaraan negara agar dapat menjamin hak warga

negaranya secara adil. Indonesia sebagai negara hukum yang demokrasi,

menganut kedaulatan rakyat sekaligus kedaulatan hukum. Segala bentuk tindakan


7
Yusuf Qardhawi, Problematika Rekonstruksi Ushul Fiqih, (Tasikmalaya: Al-Fiqh Al-Islâmî bayn
Al-Ashâlah wa At-Tajdîd, 2014), 212.
8
Anonimious, “Prioritas Rekonstruksi Hukum Nasional”,
http://www.hukumonline.com/beri-ta/baca/hol909/prioritas-rekonstruksi-hukum-nasional, diakses
pada tanggal 24 Oktober 2022.

8
warga negara yang didalamnya juga terdapat penyelenggara negara mempunyai

ketentuan yang sama didalam hukum negara, dengan tidak membedakan status

dan sosialnya, sehingga keadilan dan kedaulatan hukum dapat dirasakan secara

bersama serta kedaulatan rakyat tercipta dengan baik yang mengarah kepada

kesejajaran dihadapan hukum. Konsep Negara hukum adalah hierarki tatanan

norma yang bermuara kepada UUD tahun 1945 yang menjadi sumber dari segala

sumber hukum dan norma kemasyarakatan sebagai acuan konstitusi. Begitu juga

terhadap pelaksanaan dari negara hukum yang demokrasi harus bersumber dari

UUD 1945, sehingga dapat diterapkan dengan prinsip keseimbangan antar

lembaga negara (check and balance system).9

Perubahan UUD 1945 telah mengembalikan sistem ketatanegaraan khususnya

kelembagaan negara pada proporsinya, yaitu mengembalikan eksistensi lembaga

legislatif ke sistem bikameral. Amandemen ini menempatkan MPR tidak lagi

sebagai supremasi tetapi sebagai lembaga tinggi negara yang keanggotaannya

meliputi DPR dan DPD. Pertimbangan logis Indonesia mengadopsi sistem

bikameral dengan membentuk kamar ke dua setelah DPR yaitu DPD adalah untuk

mewadahi keterwakilan yang berbeda, yaitu pusat dan daerah. Tetapi perubahan

UUD 1945 tersebut tidak benar-benar membentuk sistem bicameral murni, tetapi

lebih ke arah soft bicameral, bahkan pada batas-batas terentu lebih ke arah

tricameral, yaitu dengan menempatkan MPR sebagai kamar ketiga.10

9
Hayat, “Keadilan sebagai Prinsip Negara Hukum” Tinjauan Teoretis Dalam Demokrasi,
Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 2 (2015), 405.
10
Philipus M. Hadjon, “Eksistensi, Kedudukan, dan Fungsi MPR sebagai Lembaga Negara dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, dalam Departemen Hukum Tata Negara, Dinamika
Perkembangan Hukum Tata Negara dan Hukum Lingkungan, (Surabaya: Departemen Hukum Tata
Negara FH Hukum Unair, 2008), 191.

9
Dalam sistem bikameral murni, sebagaimana di Amerika Serikat. Lembaga

perwakilan Amerika serikat terdiri dari Majelis Tinggi (Senat), dan Majelis

Rendah (House of Representatives). Ketika akan memutuskan suatu permasalahan

negara, kedua institusi ini membentuk forum gabungan “joint session” yang

bernama Congres (lembaga semacam MPR). Jadi Congres disini hanyalah forum

pertemuan saja atau sidang gabungan Senat dan House of Representatives, bukan

suatu lembaga negara/lembaga tetap. Ketika terjadi deadlock dan/atau Congress

selaku forum diperhadapkan pada suatu keputusan, maka sebagaimana terjadi di

Amerika Serikat, kedua kamar tersebut diwakili secara proporsional bertemu

dalam suatu komisi bentukan bersama yang disebut “Conterence”. Model

conference ini diberlakukan tidak saja pada pelaksanaan fungsi legislasi, tetapi

juga pada fungsi pengawasan.11

11
Terdapat perbedaan antara “joint session” dengan “conference”. Joint session disediakan untuk
menyelesaikan wewenang bersama dalam Congress, seperti penetapan UU secara bersama-sama
antara Senate dan House of Representatives. Sedangkan conference disediakan untuk
menyelesaikan deadlock yang berkaitan dengan kewenangan mandiri masing-masing kamar.
Misalnya suatu RUU yang diajukan oleh House of Representatives ditolak oleh Senate begitu
sebaliknya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui conference. Dalam hal ini masing-masing
kamar memiliki kewenangan masing-masing.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jika pembaharuan dikaitkan dengan hukum, maka pembaharuan hukum dapat

diartikan sebagai suatu penataan kembali hukum agar hukum tersebut dapat

berlaku sesuai tuntutan perkembangan jaman, dapat mengikuti perkembangan dan

kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan rasa keadilan dan norma serta nilai-

nilai yang hidup di masyarakat..

Hal yang menjadi perhatian utama di Indonesia selama ini, sekaligus juga

yang menjadi kelemahan adalah adalah bagaimana menentukan prioritas

perubahan hukum nasional dan institusi hukum.

Konsep Negara hukum adalah hierarki tatanan norma yang bermuara kepada

UUD tahun 1945 yang menjadi sumber dari segala sumber hukum dan norma

kemasyarakatan sebagai acuan konstitusi.

B. Saran

Tentunya terhadap penulis telah menyadari jika dalam penyusunan makalah

di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun

nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan

menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa

membangundariparapembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Badriyah, Siti Malikhatun. Penemuan Hukum Dalam Konteks Pencarian

Keadilan. Cet, 1. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

2010.

Fajri, Em Zul dan Ratu Aprilia Senja. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Cet, 3.

Semarang: Difa Publisher, 2008.

Hadjon, Philipus M. “Eksistensi, Kedudukan, dan Fungsi MPR sebagai Lembaga

Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”. dalam

Departemen Hukum Tata Negara. Dinamika Perkembangan Hukum Tata

Negara dan Hukum Lingkungan. Surabaya: Departemen Hukum Tata

Negara FH Hukum Unair, 2008.

Partanto, Pius dan M. Dahlan Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: PT Arkala,

2001.

Qardhawi, Yusuf. Problematika Rekonstruksi Ushul Fiqih. Tasikmalaya: Al-Fiqh

Al-Islâmî bayn Al-Ashâlah wa At-Tajdîd, 2014.

Tutik, Titik Triwulan. Restorasi Hukum Tata Negara Indonesia Berdasarkan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta:

Prenada Media Group, 2017.

Hayat. “Keadilan sebagai Prinsip Negara Hukum” Tinjauan Teoretis Dalam

Demokrasi. Padjadjaran: Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 2 No. 2. 2015.


Maryanto. “Urgensi Pembaharuan Hukum Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai

Pancasila”. artikel dalam Jurnal Hukum Volume XXV. No. 1. April,

2011.

Anonimious, “Prioritas Rekonstruksi Hukum Nasional”,

http://www.hukumonline.com/beri-ta/baca/hol909/prioritas-rekonstruksi-

hukum-nasional, diakses pada tanggal 24 Oktober 2022.

Trisna Wulandari, “Amandemen UUD 1945: Kapan, Jumlah, dan

HasilAmandemen”,https://www.detik.com/edu/detikpedia/d5723618/ama

ndemenuud1945kapanjumlahdanhasilamandemen/amp#amp_tf=Dari

%20%251%24s&aoh=16666372438188&referrer=https%3A%2F

%2Fwww.google.com, diakses pada tanggal 24 Oktober 2022.

Anda mungkin juga menyukai