Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA INDONESIA

Disusun Guna Melengkapi Tugas Mata Kuliah:


Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu:
Dr. Eko Hidayat, S.Sos.,M.H.

Disusun oleh :
M. Tohir Kholbi (NPM.2221020293)

Program Studi:
Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah)
Semester: 4

FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A 2024 / 2025
Alamat: Jl. Endro Suratmin, Sukarame, Kec. Sukarame, Kota Bandar Lampung,
Lampung 35131
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karna telah
memberikan karunia-Nya dan telah memberikan kelancaran dalam proses
pembuatan Makalah ini, sehingga makalah yang berjudul “Lembaga-Lembaga
Negara Indonesia” ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Adapun selanjutnya, penulis ingin berterima-kasih kepada berbagai pihak
yang telah banyak memberikan bantuan dan sumbangsih yang sangat berguna
dalam proses pembuatan makalah ini. Oleh karna itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Eko Hidayat, S.Sos.,M.H. selaku dosen pengampu.
2. Teman teman saya seperjuangan prodi Hukum Tata Negara yang
setiap hari berjuang bersama, saling mendukung dalam segala hal positif.
Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata
bahasa, susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan
hati, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca
untuk penulisan berikutnya.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah
bagi pembaca sekalian dan tentunya juga bagi penulis sendiri.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Bandar lampung, Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………….…………………………………..I
DAFTAR ISI…………………………………………….……………………...II
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………...…..1
A. Latar Belakang…………………………………………………….…....1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...2
C. Tujuan…………………………………………………………….….….2
D. Manfaat…………………………………………..……………….….….2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sistem Pemerintahan Indonesia.............................................................3
B. Lembaga Negara Indonesia……………………………………………9
a. Legislatif………………………………………………………………10
b. Eksekutif………………………………………………………………14
c. Yudikatif………………………………………………………………15
C. Fungsi Dan Wewenang Lembaga Negara Indonesia...........................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..30
B. Saran…………………………………………………………………….30

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Lembaga-lembaga Negara merupakan pembagian tugas-tugas kepada


pemerintah yang berkuasa, dimana yang memrintah tidak hanya satu dua orang
tetapi terdiri dari beberapa lembaga, organisasi dan sebagainya. Materi ini di
pelajari pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, yang
membahas tentang pembagian kekuasaan mulai dari tingkat pusat, kota dan
provinsi, kecamatan dan desa.
Pada pemerintahan pusat terbagi tiga yaitu legislatif, eksekutif dan
yudikatif, yang memiliki tugas yang berbeda-beda dan terpisah satu sama
lainnya, baik mengenai tugas maupun mengenai alat perlengkapan yang
melakukan. Sistem ketatanegaraan Indonesia telah mengalami perubahan
setelah adanya amandemen UUD 1945 yang dilakukan MPR pasca-Orde
Baru. Perubahan tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untuk
membangun pemerintahan yang demokratis dan seimbang diantara cabang-
cabang kekuasaan, mewujudkan supremasi hokum dan keadilan, serta
menjamin dan melindungi hak asasi manusia.
Pada lembaga legislatif terdiri dari tiga lembaga yaitu MPR, DPR dan
DPD, yang memiliki tugas dan wewenang yang berbeda-beda. Eksekutif
mempunyai tugas utama yaitu menjalankan undang-undang. Sedangkan
yudikatif memiliki tiga lembaga yaitu MA, MK dan KY. MPR merupakan
pemegang kekuasaan tertinggi atau pemegang kedaulatan rakyat.
Pada hukum tata negara terdapat kaidah-kaidah yang mendelegasi
kekuasaan dari pembuat UUD pada pembuat UU, dari organ yang tertinggi
kepada organ yang lebih rendah untuk membuat aturan-aturan yang berlaku.
Jadi, pendelegasi yang termasuk dalam hukum tata negara ini adalah tingkat
tertinggi.
Lembaga-lembaga ini dibuat untuk memberikan tugas dan wewenang dan
untuk membatasi kekuasaan yang dimiliki oleh setiap lembaga. Pembatasan ini
untuk mempermudah dan lebih memfokuskan lembaga-lembaga yang

1
bertanggungjawab pada tugas yang sudah di tetapkan. Setiap lembaga wajib
melakukan tugas yang meereka terima dan melaporkan hasil kerjanya serta
adanya pertanggungjawaban kepada tingkat pusat atau ke yang lebih tinggi.
Apabila suatu lembaga tidakmelakukan tugasnya dengan baik, maka diberikan
sanksi sampai diberhentikan.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Sistem Pemerintahan seperti apa yang dianut oleh pemerintahan
Indonesia (Bentuk Negara, Konstitusi, dll)?
2. Apa saja Lembaga yang mengatur jalan nya Sistem Pemerintahan yang ada
di Indonesia?
3. Apa saja fungsi serta wewenang dari setiap Lembaga yang mengatur jalan
nya Sistem Pemerintahan yang ada di Indonesia?

C. Tujuan
Dengan memahami lembaga-lembaga tersebut, baik dari segi politik,
ekonomi, maupun sosial, kita dapat meningkatkan pemahaman tentang
dinamika politik dan proses pengambilan keputusan di Indonesia.

D. Manfaat
Melalui pemahaman tentang lembaga-lembaga seperti pemerintahan,
kepolisian, dan peradilan, seseorang dapat memperoleh wawasan yang
mendalam tentang struktur dan fungsi negara, serta mekanisme kerja dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Makalah ini juga memungkinkan individu
untuk lebih memahami hak-hak dan kewajiban warga negara, serta prosedur
hukum yang berlaku dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pemerintahan Indonesia


Sistem Pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu prosedur atau pola yang
saling berhubungan dalam rangka mengatur kegiatan memerintah dalam suatu
wilayah atau Negara. Dalam konteks Indonesia hal tersebut dapat diartikan pula
sebagai prosedur dalam rangka mengatur kegiatan memerintah di Indonesia.
Secara garis besarnya, sejarah terbentuknya pemerintahan Indonesia terjadi pada
tanggal 29 April 1945 pemerintah Jepang membentuk BPUPKI yang bertugas
menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI kemudian membentuk suatu panitia kecil yang terdiri dari 9 orang. Di
mana keanggotaan BPUPKI ini telah pula berhasil menyusun sebuah rancangan
Undang-Undang Dasar Indonesia Merdeka pada tanggal 16 Juli 1945. Setelah
selesai menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia, BPUPKI
kemudian dibubarkan dan sebagai gantinya pada tanggal 9 Agustus 1945
dibentuk sebuah badan baru yang disebut PPKI. Pada waktu itu PPKI dianggap
sebagai “Badan Perwakilan” seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 18
Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya dan menetapkan:1
a) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
b) Undang-Undang Dasar 1945
c) Memilih Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh Hatta sebagai
Wakil Presiden Republik Indonesia.
d) Pekerjaan Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite
Nasional.
Dengan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden atas dasar UUD 1945 itu,
maka secara formal sempurnalah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sistem pemerintahan negara yang diterapkan di Indonesia dijelaskan dalam

1
Dr. Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Bandung: PT. UnpadPress,
2015), hlm 98

3
Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya adalah demokrasi, baik
demokrasi langsung maupun perwakilan. Hal ini terlihat dari adanya hal-hal
sebagai berikut:
a) Adanya keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan, dari Pemerintah Pusat
sampai Pemerintah paling bawah.
b) Adanya DPRRI, DPRD I, DPRD II yang dipilih melalui Pemilu, serta
Lembaga Musyawarah Desa (LMD).
c) Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 “Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan rakyat”.
d) Pasal 11 UUD 1945 “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain”
e) Pasal 20 ayat 1 dan 2 UUD 1945
a. Tiap-tiap undang-undang meghendaki persetujuan DPR.
b. Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan
lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
f) Pasal 21 ayat 1 UUD 1945 “Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
berhak memajukan rancangan undang-undang”.
g) Pasal 23 ayat 1 dan 5 UUD 1945
a. Anggaran pendapatan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-
undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran
yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran
tahun yang lalu.
b. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan
undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.2
Adapun aliran atau faham demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia

2
Ibid., h. 98

4
berdasarkan kurun waktu tertentu adalah sebagai berikut:
a) Demokrasi Sosialis Rusia, berakhir dengan adanya Pemberontakan PKI
di Madiun yang disponsori oleh Rusia.
b) Demokrasi Liberal Amerika Serikat, sejak tahun 1950 sampai dengan
tanggal 5 Juli 1959.
c) Demokrasi Terpimpin (China), sejak tahun 1960 dan berakhir dengan
adanya Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang
disponsori oleh China.
d) Demokrasi Permufakatan yang di Indonesia dikenal dengan istilah
Demokrasi Pancasila, yaitu sejak lahirnya Orde Baru pada tanggal 11
Maret 1966 sampai sekarang. 3
Adapun dalam pelaksanaannya, Demokrasi Pancasila ini sesuai dan
didasarkan pada ketentuan-ketentuan UUD 1945, serta peraturan-peraturan
hukum yang berlaku di Indonesia. Sistem Pemerintahan Indonesia dijelaskan
dengan terang dan sistematis dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Di
dalam Penjelasan tersebut dikenal dengan sebutan 7 (tujuh) buah kunci pokok:
a) Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan
atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa negara,
termasuk di dalamnya pemerin-tah dan lembaga-lembaga negara yang lain
dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum
atau dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum
(recht) di sini dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan (macht). 4Prinsip
dari sistem ini di samping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya, jelas
sejalan dan merupakan pelaksanakan dari pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang
diwujudkan oleh cita-cita hukum (rechtsidee) yang menjiwai Undang-
Undang Dasar 1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis. Sesuai dengan

3Ibid., h. 99
4Dr. Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Bandung: PT. UnpadPress,
2015), hlm 100

5
semangat dan ketegasan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, jelas
bahwa negara hukum yang dimaksud bukanlah sebagai negara hukum
dalam arti formal, lebih-lebih bukanlah negara dalam arti polisi lalu lintas
atau penjaga malam, yang menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran dan
harus dapat menindak para pelanggar hukum yang sedang ditegakkan.
Pengertian negara hukum menurut Undang-Undang Dasar 1945
adalah negara hukum dalam arti luas, yaitu negara hukum dalam arti
material. Negara bukan saja “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia”, tetapi harus juga “memajukan kesejah-
teraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dengan landasan dan
semangat negara hukum dalam arti material itu, setiap tindakan negara
haruslah mempertimbangkan dua kepentingan ataupun landasan, ialah
kegunaannya (doelmatigheid) dan landasan hukum-nya (rechtmatigheid).
Harus selalu diusahakan agar setiap tindakan negara (pemerintah) itu selalu
memenuhi dua kepentingan atau landasan tersebut. Adalah suatu seni
tersendiri untuk mengambil keputusan yang tepat apabila ada pertentangan
kepentingan atau salah satu kepentingan atau landasan itu tidak terpenuhi.5
b) Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini
memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian peme-rintahan dibatasi
oleh ketentuan-ketentuan konstitusi yang dengan sendirinya juga dengan
ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang merupakan produk
konstitusional, seperti Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara, Undang-
Undang, dan sebagainya. Dengan demikian sistem ini memperkuat dan
menegaskan sistem negara hukum yang dikemukakan dimuka. Dengan
landasan kedua sistem tersebut, sistem negara hukum dan sistem
konstitusional diciptakanlah sistem mekanisme hubungan tugas dan hukum
antara lembaga-lembaga negara, yang dapat menjamin terlaksana-nya

5 Ibid., h. 101

6
sistem itu sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar
pelaksanaan pencapaian cita-cita nasional.
c) Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (Die gezamte Staatsgewalt liegt allein bei der Majelis)
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis
Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
(vertretungsorgan des willens des staatsvolkes). Majelis ini mengangkat
Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden).
Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedang
Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang
telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk
dan bertanggung jawab kepada Majelis. Presiden adalah “Mandataris” dari
Majelis, ia berkewajiban menjalankan putusan-putusan Majelis. Presiden
tidak “neben”, akan tetapi “untergeordnet” kepada “Majelis”. Demikian
diuraikan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Di sinilah
terjelmanya pokok6
d) Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang Tertinggi di
bawah Majelis
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara
yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan
tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and
responsibility upon the President)”. Sistem ini logis, karena Presiden
diangkat oleh Majelis. Presiden bukan saja diangkat oleh Majelis, tetapi ia
dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang
berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan lainnya. Oleh
karena itu Presiden adalah Mandataris Majelis. Presidenlah yang memegang
tanggung jawab atas jalannya pemerintahan yang dipercayakan kepadanya
dan tanggung jawab itu adalah kepada Majelis, bukan kepada badan lain.7

6 Ibid., h. 102
7 Ibid., h. 103

7
e) Presiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada Dewan Perwakilan
Rakyat
Juga dijelaskan dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
berikut: “Di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden
harus mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk
membentuk Undang-Undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan
anggaran pendapatan dan belanja negara (staatsbegrooting). Oleh karena
itu, Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan
Presiden tidak tergantung dari Dewan”. Menurut sistem pemerintahan
Indonesia, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi Presiden
bekerja sama dengan Dewan. Dalam hal pembuatan undang-undang dan
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Presiden harus
mendapat persetujuan dari DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR
seperti pada sistem parlementer; namun DPR pun tidak dapat menjatuhkan
Presiden, karena Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.8
f) Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak
Bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Presiden
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri
itu tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukannya tidak tergantung dari Dewan, akan tetapi tergantung dari
Presiden. Mereka ialah pembantu Presiden. Pengangkatan dan
pemberhentian menteri-menteri negara adalah sepenuhnya wewenang
Presiden. Menteri-menteri tersebut tidak bertanggung jawab kepada DPR,
tetapi bertanggung jawab kepada Presiden”. 9Oleh karenanya status mereka
adalah sebagai Pembantu Presiden. Meskipun demikian tidak dapat
dikatakan bahwa menteri-menteri negara itu adalah pegawai tinggi biasa,
oleh karena dengan petunjuk dan persetujuan presiden, Menteri-menteri

8 Ibid., h. 104
9 Ibid., h. 105

8
inilah yang pada kenyataannya menjalankan kekuasaan pemerintahan di
bidangnya masing-masing. Inilah yang disebut sistem Kabinet Presidensial.
g) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: “Meskipun Kepala
Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia
bukan “diktator”, artinya kekuasaannya tidak tak terbatas”. Di atas telah
ditegaskan bahwa ia bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan
Perwakilan Rakyat”. Kunci sistem ini, yaitu kekuasaan Presiden tidak tak
terbatas, ditekankan lagi. Di samping sudah tegas dalam kunci sistem yang
kedua, yaitu Sistem Pemerintahan Konstitusional bukan bersifat absolut.10

B. Lembaga-Lembaga Negara Indonesia

Peranan Aparatur Negara Republik Indonesia meliputi Lima Bidang


Kekuasaan Pemerintahan (Pancapraja) dalam menjalankan tugas pekerjaan
(Karya Dharma) ataupun tugas dan wewenangnya yang diamanatkan oleh UUD
1945 untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Adapun Lima Bidang Kekuasaan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (pemerintah dalam arti luas) menurut UUD 1945 adalah:11
1. Kekuasaan menjalankan perundang-undangan negara atau kekuasaan
Eksekutif, yang dilakukan oleh Pemerintah (dalam arti sempit);
2. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada Pemerintah atau
Kekuasaan Konsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung;
3. Kekuasaan membentuk perundang-undangan negara atau Kekuasaan
Legislatif, yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat;
4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan negara atau Kekuasaan
Eksaminatif atau Kekuasaan Inspektif, yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan;

10 Dr. Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Bandung: PT. UnpadPress,


2015), hlm 106
11 Ibid., h. 109

9
5. Kekuasaan mempertahankan perundang-undangan negara atau Kekuasaan
Yudikatif yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Lembaga-lembaga Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur dalam UUD
1945 pasal 1 sampai dengan pasal 16, pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat (1)
dan ayat (5), serta pasal 24. Tingkat kedudukan Lembaga-Lembaga Negara
Republik Indonesia menurut Ketetapan MPR No.VI/MPR/1973 tentang
Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan atau
Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara. Struktur lembaga perwakilan rakyat
(legislatif) secara umum terdiri dari dua model, yaitu lembaga perwakilan rakyat
satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar (bicameral).
Dalam ketatanegaraan Indonesia, lembaga legislatif direpresentasikan pada tiga
lembaga, yakni MPR, DPR, dan DPD12:

i. Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif adalah badan atau institusi yang bertanggung jawab
untuk membuat undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur
kehidupan masyarakat. Lembaga ini biasanya terdiri dari para wakil rakyat
yang dipilih atau ditunjuk untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam
proses pembuatan undang-undang. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
merupakan lembaga legislatif di Indonesia. MPR adalah lembaga yang
bertugas membuat undang-undang dan melakukan pengawasan terhadap
pemerintahan, sehingga termasuk dalam kategori lembaga legislatif. MPR
terdiri dari dua kamar, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Di sistem pemerintahan Indonesia, lembaga
legislatif utamanya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR
merupakan lembaga representatif yang terdiri dari anggota-anggota yang
dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. 13

12
Dr. Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Bandung: PT. UnpadPress,
2015), hlm 109-110
13
A Ubaedillah, dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic education)
Pancasila,Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 106

10
Selain DPR, Indonesia juga memiliki Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
yang merupakan lembaga perwakilan daerah. DPD memiliki kewenangan
dalam memperjuangkan kepentingan daerah, memberikan pertimbangan
terhadap rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Ketiga
lembaga ini, MPR, DPR dan DPD, merupakan bagian integral dari sistem
legislatif Indonesia dan memegang peranan penting dalam pembentukan
undang-undang serta pengawasan terhadap pemerintahan.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )
Seiring dengan tuntunan reformasi keberadaan MPR dalam system
ketatanegaraan Indonesia banyak melahirkan perdebatan. Satu pihak
menghendaki MPR dihilangkan karena fungsinya sebagai lembaga
perwakilanrakyat sudah cukup dilakukan oleh DPR, sementara di pihak lain
tetap menghendaki MPR tidak dibubarkan. Dari ketiga lembaga legislatif
tersebut posisi MPR merupakan lembaga yang bersifat khas Indonesia.
Menurut Asshiddiqie, keberadaan MPR terkandung nilai-nilai historis yang
cenderung dilihat secara tidak rasional dalam arti jika kedudukannya
sebagai suatu lembaga dihilangkan dapat dinilai menghilangkan satu pilar
penting dalam sitem ketatanegaraan kita yang justru dianggap perlu
dilestarikan. Salah satu keberatan pihak yang mempertahankan keberadaan
MPR ini berargumentasi bahwa, jika MPR ditiadakan atau hanya sekadar
dianggap nama dari parlemen dua kamar (bicameral), maka sila ‘kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan’
menjadi berubah. 14
Prinsip permusyawaratan tercermin dalam kelembagaan MPR,
sedangkan prinsip perwakilan dianggap tercermin dalam kelembagaan
DPR. Jadi, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau pemegang
kedaulatan rakyat yang lebih tinggi dari lembaga-lembaga lainnya. Tugas

14
A Ubaedillah, dan Abduk Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Pancasila.Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, ……hlm.108

11
dari MPR yaitu mengubah dan menetapkan UUD 1945. MPR sebagai
penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan tertinggi
dalam negara dan Pelaksana dari Kedaulatan Rakyat. 15
MPR memilih dan mengangkat Presiden/Mandataris dan Wakil
Presiden untuk membantu Presiden. MPR memberikan mandat kepada
Presiden untuk melaksanakan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
dan putusan-putusan lainnya. MPR dapat pula memberhentikan Presiden
sebelum masa jabatannya, yaitu karena:
• Atas permintan sendiri
• Berhalangan tetap (mangkat, berhenti atau tidak dapat melaksanakan
kewajiban dalam masa jabatannya, sesuai dengan ketentuan pasal 8
UUD 1945)
• Sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara yang ditetapkan oleh
MPR.
Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR dan pada akhir
masa jabatannya (5 tahun) memberikan pertanggungan jawab atas
pelaksanaan Haluan Negara yang ditetapkan oleh UUD 1945 dan MPR
dihadapan sidang MPR. Selain itu Presiden wajib memberikan
pertanggungan jawab dihadapan Sidang Istimewa MPR yang khusus
diadakan untuk meminta pertanggungan jawab Presiden dalam pelaksanaan
Haluan Negara yang ditetapkan oleh UUD 1945 dan MPR. Apabila Wakil
Presiden berhalangan tetap, maka Presiden dan /atau Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dapat meminta MPR untuk mengadakan Sidang Istimewa
untuk memilih Wakil Presiden. 16
Susunan dan kedudukan MPR diatur dalam Undang-Undang No. 16
Tahun 1969 telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 dan
dalam Ketetapan MPR No. I/MPR/1973 tentang Peraturan Tata Tertib
MPR. Dalam Pidato Pertanggungan jawab Presiden/Mandataris MPR pada

15 Dr. Rahman Mulyawan, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Bandung: PT. UnpadPress,


2015), hlm 110
16 Ibid., h. 111

12
dahulu maupuan MPR hasil Pemilihan Umum (tahun 1971) adalah
Lembaga Tertinggi Negara, penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia.
Penegasan Presiden RI ini perlu dan amat penting artinya, mengingat
banyak produk-produk MPRS yang berbentuk Ketetapan-Ketetapan MPRS
(seluruhnya berjumlah 44 Ketatapan MPRS yang ditetapkan MPRS guna
mengatur penyelenggaraan negara sejak 1960 sampai dengan 1968).17

2. Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )


DPR yang seluruh anggotanya adalah anggota MPR berkewajiban
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam rangka
pelaksanaan Haluan Negara. Apabila DPR menganggap Presiden sungguh-
sungguh melanggar Haluan Negara, maka DPR menyampaikan
memorandum untuk mengingatkan Presiden. Dan jika dalam waktu tiga
bulan Presiden tidak memperhatikan memorandum DPR tersebut, maka
DPR menyampaikan memorandum yang kedua. Apabila dalam waktu satu
bulan memorandum yang kedua itu tidak diindahkan oleh Presiden, maka
DPR dapat meminta MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk meminta
pertanggungjawaban Presiden.
Susunan dan kedudukan DPR diatur dalam Undang-Undang no.16
tahun 1969 dan dalam Keputusan DPR No.7/ DPR/ RI/ III/ 71-72 tentang
peraturan Tata Tertib DPR. Jadi, Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga
yang merupakan perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan dalam
membentuk undang- undang. Dewan Perwakilan Rakyat jiga meiliki 3
fungsi yaitu sebagai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.
Membentuk undang-undang telebih dahulu dibahas dengan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.18

17Ibid., h. 111
18
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
hlm.174-175

13
3. Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )
Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945
antara lain Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hadirnya DPD dalam struktur
ketatanegaraan Indonesia diatur dalam Pasal 22 C dan 22 D UUD 1945.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terdiri atas wakil daerah provinsi yang
dipilih melalui pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai lembaga
negara.
DPD adalah lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945, gagasan pembentukan DPD
dalam rangka restrukturisasi perlemen diindonesia menjadi dua kamar yang
diadopsi.Perbedaan DPD dan DPR terletak pada hakikat kepentingan yang
diwakili masing-masing. DPR dimaksudkan untuk mewakili rakyat,
sedangkan DPD dimaksudkan untuk mewakili daerah-daerah. DPD adalah
lembaga negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia yang
merupakan wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan
umum.19
ii. Lembaga Eksekutif
Lembaga eksekutif, adalah lembaga yang ditetapkan menjadi pelaksana
dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif.
Eksekutif berasal dari kata eksekusi (Execiution) yang berarti pelaksana.
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Di negara-
negara demokratis badan eksekutif biasanya terdiri dari kepala negara atau
presiden beserta Menteri-Menterinya. Dalam sistem presidentil Menteri-
Menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya,
sedangkan pada sistem parlementer para Menteri dipimpin oleh seorang
perdana Menteri. Apabila dibedakan yang membuat peraturan perundang-
undangan dengan yang melaksanakan peratuaran perundang-undangan
tersebut sedikit banyak dapat mengurangi otoriter dalam pemerintahan.
Eksekutif adalah pemerintah dalam arti sempit yang melaksanakan

19 Ibid., h. 176

14
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan berdasarkan perundang-
undangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah
ditetapkan sebelumnya.20
iii. Lembaga Yudikatif
Lembaga yudikatif adalah badan atau institusi yang bertanggung jawab
atas penegakan hukum dan penyelesaian sengketa secara adil dan objektif.
Lembaga ini berperan dalam menafsirkan undang-undang, menegakkan
keadilan, dan menjaga supremasi hukum dalam suatu negara. Di Indonesia,
lembaga yudikatif terdiri dari:
1. Mahkamah Konstitusi (MK): MK adalah lembaga yang bertugas
memeriksa dan memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum,
sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden, serta menguji undang-
undang terhadap konstitusi.
2. Mahkamah Agung (MA): MA merupakan lembaga peradilan tertinggi di
Indonesia. MA memiliki yurisdiksi untuk mengadili kasus-kasus yang
telah melalui proses banding dan kasasi, serta memberikan putusan final
atas perkara-perkara yang diajukan kepadanya.
3. Pengadilan Tinggi: Pengadilan Tinggi merupakan lembaga peradilan di
tingkat provinsi yang berwenang mengadili perkara-perkara pidana,
perdata, dan tata usaha negara yang dinyatakan oleh undang-undang.
4. Pengadilan Negeri: Pengadilan Negeri adalah lembaga peradilan di
tingkat kabupaten/kota yang memiliki kewenangan mengadili perkara-
perkara yang diajukan kepadanya sesuai dengan yurisdiksi yang telah
ditetapkan.21
Lembaga yudikatif bekerja secara independen dan bersifat netral, serta
berfungsi untuk menjamin keadilan dan penegakan hukum dalam masyarakat.
Tugas mereka mencakup pemberian putusan yang adil dan berdasarkan hukum

20 Ubaedillah, dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education):


Pancasila,Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, ……hlm. 110
21 Ibid., h. 112

15
serta menjaga kepatuhan terhadap konstitusi dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

C. Fungsi dan Wewenang Lembaga Negara Indonesia


a. MPR
Sebagai Lembaga Negara, MPR mempunyai tugas dan wewenang sebagai
berikut:
a) Mengubah dan menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum;
c) Memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/ atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau
terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden;
d) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya;
e) Memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden
apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dan masa jabatannya;
dan
f) Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat,
berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersamaan, dari 2 (dua) pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara
terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai
berakhir masa jabatannya.
Keanggotaan Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) diresmikan dengan
keputusan Presiden. Sedangkan masa jabatan anggota MPR adalah 5 (lima)

16
tahun dan berakhir pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji.22

b. DPR
DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih
melalui pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPR
mempunyai fungsi:
a) Legislasi, dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang
kekuasaan membentuk undang-undang.
b) Anggaran, dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan
atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang
tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
c) Pengawasan, dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang dan APBN.
Anggota DPR berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang, berdomisili
di ibu kota Negara Republik Indonesia, hal tersebut dilakukan untuk
menjamin kelancaranpelaksanaan tugas dengan penuh waktu. Masa jabatan
anggota DPR adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang
baru mengucapkan sumpah/ janji. Keanggotaannya diresmikan dengan
keputusan Presiden.23

c. DPD
Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) terdiri atas wakil daerah provinsi yang
dipilih melalui pemilihan umum, yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. DPD mempunyai fungsi:
a) Pengajuan usul kepada DPR mengenai rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang

22 B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta., hlm. 9.
23 Ibid., h. 10

17
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;
b) Ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat
dan daerah;
c) Pemberian pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang
tentang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama; dan
d) Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat
dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya,pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi ditetapkan
sebanyak 4 (empat) orang,yang keanggotaannya diresmikan oleh keputusan
Presiden. Dan secara keseluruhan jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3
(satu pertiga) dari jumlah anggo-ta Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam
menjalankan tugasnya, anggota DPD berdomisili di dae rah pemilihannya dan
mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya, dengan masa
jabatannya 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat anggota DPD baru
mengucapkan sumpah/janji.24

d. Presiden
Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan fungsi dan wewenang
Presiden dalam sistem pemerintahan25:
a) Kepala Negara: Presiden adalah simbol negara dan pemimpin tertinggi
dalam hierarki pemerintahan.
b) Kepala Pemerintahan: Presiden bertanggung jawab atas pelaksanaan

24 Ahmad Sukardja, Hukum Tata Negara dan Hukum Adminstrasi Negara Dalam
Perspektif Fikih Siyasah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 126
25 Ibid., h. 129

18
kebijakan pemerintahan dan administrasi negara.
c) Eksekutif Tertinggi: Sebagai kepala eksekutif, Presiden memiliki
wewenang untuk menjalankan kebijakan negara dan mengatur jalannya
pemerintahan.
d) Pemimpin Kabinet: Presiden memimpin kabinet, badan kolektif yang
terdiri dari para menteri, dalam menetapkan kebijakan dan
mengkoordinasikan pelaksanaannya.
e) Kepala Militer: Presiden adalah panglima tertinggi Angkatan Bersenjata
dan memiliki wewenang untuk mengatur dan memimpin kekuatan
militer negara.
f) Pengambil Keputusan: Presiden memiliki kewenangan untuk mengambil
keputusan penting terkait dengan keamanan nasional, kebijakan luar
negeri, ekonomi, dan berbagai bidang lainnya.
g) Pengangkatan Pejabat Tinggi: Presiden memiliki kewenangan untuk
mengangkat pejabat-pejabat tinggi negara, seperti menteri, duta besar,
gubernur bank sentral, dan lain-lain.
h) Hubungan Luar Negeri: Presiden mewakili negara dalam hubungan
internasional dan memiliki wewenang untuk menjalin hubungan
diplomatik dengan negara-negara lain serta mengadakan perjanjian-
perjanjian internasional.
i) Pengampunan dan Grasi: Presiden memiliki hak untuk memberikan
pengampunan kepada narapidana dan memberikan grasi dalam kasus-
kasus tertentu.
j) Krisis Nasional: Presiden memiliki kewenangan untuk menangani krisis
nasional dan keadaan darurat dengan mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara.

e. Wakil Presiden
a) Mendampingi Presiden: Wakil Presiden mendampingi Presiden dalam
menjalankan tugas-tugasnya dan dapat mengambil alih kekuasaan
Presiden jika diperlukan, misalnya dalam hal Presiden berhalangan atau

19
tidak dapat menjalankan tugasnya.
b) Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Tambahan: Wakil Presiden dapat
diberi tugas-tugas dan wewenang tambahan oleh Presiden sesuai
kebutuhan dan kebijakan yang diambil.
c) Pelaksanaan Program Pemerintah: Wakil Presiden juga terlibat dalam
pelaksanaan program-program pemerintah, termasuk dalam hal
penyusunan kebijakan, peningkatan pelayanan publik, dan pembangunan
nasional.
d) Peran dalam Hubungan Luar Negeri: Wakil Presiden juga dapat terlibat
dalam hubungan luar negeri, seperti mewakili Presiden dalam kunjungan
kenegaraan atau acara diplomatik tertentu.
e) Fungsi dan kewenangan Presiden dan Wakil Presiden ini diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Menteri
Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan fungsi dan wewenang
seorang Menteri dalam sebuah pemerintahan26:
a) Pengelolaan Kementerian: Menteri bertanggung jawab atas pengelolaan
dan koordinasi seluruh kegiatan di dalam Kementeriannya, termasuk
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program-program yang
dilaksanakan.
b) Pembuatan Kebijakan: Menteri memiliki peran penting dalam
merumuskan kebijakan-kebijakan terkait dengan bidang tugasnya.
Kebijakan-kebijakan ini dapat berkaitan dengan berbagai aspek seperti
ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan lain sebagainya.
c) Pelaksanaan Program Pemerintah: Menteri bertugas untuk melaksanakan
program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, baik
program jangka pendek maupun jangka panjang, yang sesuai dengan
bidang kewenangannya.

26 Ibid., h. 130

20
d) Koordinasi antarlembaga: Menteri bertanggung jawab untuk
berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait lainnya, baik di tingkat
pusat maupun di tingkat daerah, guna memastikan bahwa kebijakan dan
program yang dijalankan berjalan secara efektif dan efisien.
e) Pelaksanaan Anggaran: Menteri memiliki kewenangan untuk mengelola
anggaran Kementeriannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
termasuk dalam hal alokasi anggaran untuk program-program prioritas
dan pengeluaran operasional lainnya.
f) Pemberian Arahan dan Pengawasan: Menteri memberikan arahan kepada
pejabat dan staf di bawah naungannya untuk menjalankan tugas-tugasnya
dengan baik. Selain itu, Menteri juga bertanggung jawab untuk
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan di
Kementeriannya guna memastikan bahwa semua program berjalan sesuai
dengan rencana.
g) Perwakilan Kementerian: Menteri seringkali juga berperan sebagai
perwakilan resmi Kementeriannya dalam pertemuan-pertemuan,
konferensi internasional, dan kegiatan diplomasi lainnya, baik di tingkat
nasional maupun internasional.
Fungsi-fungsi dan wewenang Menteri tersebut penting untuk menjaga
kelancaran dan efektivitas jalannya pemerintahan serta memastikan
tercapainya tujuan pembangunan nasional sesuai dengan visi dan misi
pemerintah.

g. MK
Perubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru di bidang kekuasaan
kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 24 ayat (2), yang berbunyi sebagai berikut: “Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Berkenaan dengan
tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi, Pasal 24C menegaskan bahwa
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

21
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik,
dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. 27
Di samping itu, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut UUD. Perlu dicatat bahwa putusan ini sifatnya tidak final
karena tunduk pada (subject to) putusan MPR, lembaga politik yang
berwenang memberhentikan Presiden (Pasal 7A). Pada mulanya memang
tidak dikenal adanya Mahkamah Konstitusi. Bahkan, keberadaan gagasan
Mahkamah Konstitusi itu sendiri di dunia memang dapat dikatakan relatif
masih baru. Oleh karena itu, ketika UUD 1945 dirumuskan, gagasan
Mahkamah Konstitusi ini belum muncul. Perdebatan yang muncul ketika
merumuskan UUD 1954 adalah perlu tidaknya UUD 1945 mengakomodir
gagasan hak uji materiil ke dalam kekuasaan kehakiman. Namun, di kalangan
negara-negara yang mengalami perubahan dari otoritarian menjadi demokrasi
pada perempatan terakhir abad ke-20, ide pembentukan Mahkamah
Konstitusi ini menjadi sangat popular. Oleh karena itu setelah Indonesia
memasuki era reformasi dan demokratisasi dewasa ini, ide pembentukan
Mahkamah Konstitusi itu menjadi sangat luas diterima.
Dalam prakteknya tidak ada keseragaman di negara-negara di dunia ini
mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi, melainkan disesuaikan dengan
sejarah dan kebutuhan masing-masing negara. Ada konstitusi negara yang
menyatukan fungsi Mahkamah Konstitusi ke dalam Mahkamah Agung, ada
pula konstitusi negara yang memisahkannya sehingga dibentuk dua badan
kekuasaan kehakiman yaitu MA dan MK.

h. MA
Perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah

27 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
(Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fak. Hukum UI, h. 141. Lebih lengkap Lihat, Titik
Triwulan Tutik, Ibid, h. 87

22
membawa perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam
pelaksanaan kekuasaan kehakiman. UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Prinsip ini semula
dimuat dalam penjelasan, yang ber bunyi:”Negara Indonesia berdasar atas
hukum (rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat)”.
Disamping itu,ada prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang
juga di muat dalam penjelasan:”Pemerintahan berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas)”. Prinsip ini mengandung makna bahwa ada pembagian kekuasaan
negara dan pembatasan kekuasaan (tidak absolute dengan kekuasaan tidak
terbatas).
Dengan ketentuan baru ini, maka dasar sebagai negara berdasarkan atas
hukum mempunyai sifat normatif, bukan sekadar asas belaka. Sejalan dengan
ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah
jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari
pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Kekuasaan kehakiman yang mandiri diangkat dari
penjelasan menjadi materi Batang Tubuh UUD 1945. Hal ini lebih
menguatkan konsep negara hukum Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut,
untuk memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka, sesuai
dengan tuntutan reformasi di bidang hukum telah dilakukan perubahan
terhadap UU No.14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan UU
No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan telah dicabut dengan
UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Melalui perubahan tersebut telah diletakan kebijakan bahwa segala
urusan mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial maupun

23
urusan organisasi, administrasi, dan finansial berada di bawah satu atap di
bawah kekuasaan Mahkamah Agung. Hal ini dianggap penting dalam rangka
perwujudan kekuasaan kehakiman yang menjamin tegaknya negara hukum
yang di dukung oleh sistem kekuasaan kehakiman yang independen dan
impartial. Selanjutnya mengenai pengangkatan, pemberhentian, tugas pokok
dan fungsi serta yang lainnya yang berkaitan dengan Hakim Agung atau
Mahkamah Agung di atur oleh UU Republik Indonesia No. 5 Tahun 2004
tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.28

i. Pengadilan Tinggi
Berikut adalah beberapa poin mengenai fungsi dan wewenang Pengadilan
Tinggi:
1. Pemeriksaan Banding: Pengadilan Tinggi memiliki wewenang untuk
memeriksa banding atas putusan-putusan yang dikeluarkan oleh
Pengadilan Negeri di wilayah hukumnya. Pemeriksaan banding dilakukan
untuk memastikan bahwa putusan yang diambil oleh Pengadilan Negeri
telah sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku.
2. Peninjauan Kembali (PK): Pengadilan Tinggi dapat memeriksa peninjauan
kembali atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, baik yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri maupun oleh Pengadilan Tinggi itu
sendiri. Peninjauan kembali dilakukan jika terdapat bukti baru atau
keadaan baru yang mempengaruhi putusan yang telah ada.
3. Pemeriksaan Kasasi: Sebagai lembaga peradilan tingkat pertama,
Pengadilan Tinggi juga menerima dan memeriksa permohonan kasasi atas
putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri dalam perkara
perdata dan pidana. Pengadilan Tinggi menilai apakah terdapat alasan
hukum yang kuat untuk mengubah atau mengonfirmasi putusan tersebut.
4. Pemeriksaan Administratif: Pengadilan Tinggi memiliki kewenangan

28 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,
(Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fak. Hukum UI, h. 141. Lebih lengkap Lihat,
Titik Triwulan Tutik, Ibid, h. 95

24
untuk memeriksa kasus-kasus yang berkaitan dengan tata usaha negara di
wilayah hukumnya. Ini mencakup sengketa administratif antara
pemerintah daerah dengan warganya, serta sengketa administratif lainnya
yang terkait dengan keputusan atau tindakan administrasi.
5. Penyelesaian Sengketa Lainnya: Selain itu, Pengadilan Tinggi juga dapat
menangani sengketa-sengketa lainnya yang diberikan kewenangan oleh
undang-undang, seperti sengketa perdata yang melebihi batas kompetensi
Pengadilan Negeri, sengketa perburuhan, sengketa pajak, dan sebagainya.
6. Pengawasan dan Bimbingan: Pengadilan Tinggi juga memiliki peran
dalam memberikan bimbingan, pengawasan, dan supervisi terhadap
Pengadilan Negeri di wilayah hukumnya. Hal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa proses peradilan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan dan hukum yang berlaku.

j. Pengadilan Negeri
Berikut adalah beberapa fungsi dan wewenang dari Pengadilan Negeri:
1. Pengadilan Perdata: Pengadilan Negeri memiliki wewenang untuk
mengadili perkara-perkara perdata, seperti perselisihan perdata antara
individu, perusahaan, atau lembaga. Ini mencakup perkara-perkara seperti
perjanjian, warisan, perceraian, gugatan ganti rugi, dan lain-lain.
2. Pengadilan Pidana: Pengadilan Negeri juga bertugas mengadili perkara-
perkara pidana. Mereka memeriksa dan mengadili pelanggaran pidana
yang dilakukan oleh individu atau kelompok, seperti tindak pidana
pencurian, kekerasan, narkotika, dan lain-lain.
3. Pengadilan Tata Usaha Negara: Pengadilan Negeri memiliki kewenangan
untuk mengadili sengketa administratif antara warga negara dengan
pemerintah atau lembaga-lembaga negara. Ini termasuk gugatan terhadap
keputusan atau tindakan administratif yang dianggap melanggar hukum
atau hak-hak warga negara.
4. Eksekusi Putusan: Pengadilan Negeri bertanggung jawab untuk
melaksanakan putusan yang telah diberikan oleh pengadilan, baik dalam

25
perkara perdata, pidana, maupun tata usaha negara. Mereka memastikan
bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku.
5. Penyelesaian Sengketa: Pengadilan Negeri juga berperan sebagai forum
penyelesaian sengketa antara individu atau entitas hukum yang berselisih.
Melalui proses peradilan yang adil dan objektif, Pengadilan Negeri
membantu menyelesaikan perselisihan dengan memberikan putusan yang
final dan mengikat.
6. Pendaftaran dan Catatan Hukum: Pengadilan Negeri juga bertugas dalam
pendaftaran dan pemeliharaan catatan hukum, seperti pencatatan
pernikahan, perceraian, peninggalan waris, serta pembuatan akta-akta
otentik lainnya.
Fungsi-fungsi tersebut menjadikan Pengadilan Negeri sebagai lembaga
yang sangat penting dalam menegakkan keadilan, penegakan hukum, dan
perlindungan hak-hak warga negara di tingkat lokal.

k. Komisi Yudisial ( KY )
Sebenarnya ide tentang perlunya suatu komisi khusus untuk menjalankan
fungsi-fungsi tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan kehakiman
bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU tentang ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sekitar tahun 1968, sempat
diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama Majelis Pertimbangan
Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini berfungsi memberikan pertimbangan
dan mengambil keputusan terakhir mengenai saran-saran atau usul-usul yang
berkenaan dengan pengangkatan, promosi, kepindahan, pemberhentian, dan
tindakan atau hukuman jabatan para hakim, yang diajukan, baik oleh MA
maupun Menteri Kehakiman.29
Ide tersebut muncul kembali dan menjadi wacana kuat sejak adanya
desakan penyatuan atap bagi hakim tahun 1998-an. Sebagaimana diketahui,

29B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Atma Jaya
Yogyakarta, Yogyakarta., hlm. 20

26
pada tahun 1998 MPR mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998
tentanul ke Pokok-pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka
Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.
TAP MPR tersebut menyatakan perlunya segera diwujudkannya pemisahan
yang tegas antara fungsi-fungsi yudikatif dan eksekutif. Namun, ternyata
masalahnya tidak sesederhana itu. Setelah adanya komitmen politik untuk
memberlakukan penyatuan atap pemindahan kewenangan administrasi,
personel, keuangan dan organisasi pengadilan dari departemen ke MA
muncul kekhawatiran baru dikalangan pemerhati hukum dan organisasi non
pemerintah yaitu kekhawatiran akan lahirnya monopoli kekuasaan
kehakiman oleh MA. Selain itu, ada kekhawatiran pula bahwa MA tidak akan
mampu menjalankan tugas barunya itu dan hanya mengulangi kelemahan
yang selama ini dilakukan oleh departemen.
Untuk menghindari permasalahan-permasalahan diatas, kalangan
pemerhati hukum dan organisasi non pemerintah menganggap perlu dibentuk
Komisi Yudisial. Komisi ini nantinya diharapkan dapat memainkan fungsi-
fungsi tertentu dalam system yang baru, khususnya rekrutmen hakim agung
dan pengawasan terhadap hakim. Untuk itu, perubahan UUD 1945
merumuskan kewenangan Komisi Yudisial sebagaimana tercantum dalam
pasal 24B dengan rumusan sebagai berikut:
1. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
prilaku hukum.
2. Anggota Komisi Yudisial harus memiliki pengetahuan dan pengalaman
di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela.
3. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
dengan persetujuan DPR.
4. Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan
undang-undang.

27
Berdasarkan ketentuan Pasal 24B ayat (4) UUD 1945 di atas,
dikeluarkanlah UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisal. Menurut
ketentuan Pasal I angka I ditegaskan bahwa Komisi Yudisial adalah
lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Lebih lanjut, dalam Pasal 2 ditegaskan, bahwa
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan
dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh
kekuasaan lainnya.
Dari penegasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan Komisi
Yudisial dalam struktur ketatanegaraan Indonesia adalah termasuk kedalam
lembaga setingkat dengan Presiden dan bukan lembaga pemerintahan yang
bersifat khusus atau lembaga khusus yang bersifat indipenden yang dalam
istilah lain disebut lembaga negara mandiri (state auxiliary institution).
Melalui lembaga ini diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang
sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan
hukum dan pencapaian keadilan melalui putusan hakim yang terjaga
kehormatan dan keluhuran martabat serta perilakunya.

l. Badan Keuangan Negara


Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur
dalam Pasal 23 ayat (5) berada dalam Bab VIII tentang Hal Keuangan, yang
berbunyi: “Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan
dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.”
Setelah ada perubahan UUD 1945 kelembagaan BPK diatur tersendiri
dalam Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 23E
menentukan bahwa: “ (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang
bebas dan mandiri; (2) Hasil pemeriksaan keuangan itu diserahkan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

28
Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya; (3) Hasil
pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau
badan sesuai denagn undang-undang”.
Pasal 23F menentuakan bahwa: “(I) Anggota Badan Pemeriksa
Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden;(2)
Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota”.
Pasal 23G menentukan bahwa: “(I) Badan Pemeriksa Keuangan
berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi;
(2) ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur
dengan undang-undang.”
Dipisahkannya Badan Pemeriksa Keuangan dalam bab tersendiri (Bab
VIIIA), yang sebelumnya merupakan bagian dari Bab VIII tentang Hal
Keuangan, dimaksudkan untuk memberi dasar hukum yang lebih kuat serta
pengaturan lebih rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta sebagai
lembaga dengan fungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini dalam UUD
1945, diharapkan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara dilakukan secara lebih optimal. Dengan demikian,
diharapkan meningkatkan transparansi dan tanggungjawab (akuntabilitas)
keuangan negara.30

30 Ibid., h. 25

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia, sebagai negara demokratis dan berdasarkan hukum, memiliki
sistem pemerintahan yang kompleks yang mencerminkan warisan sejarah,
budaya, dan prinsip-prinsip demokrasi. Dalam perjalanan sejarahnya, Indonesia
telah mengalami berbagai perubahan dalam struktur dan mekanisme
pemerintahannya. Saat ini, Indonesia menerapkan sistem pemerintahan republik
presidensial.
Dalam sistem pemerintahan republik presidensial, kekuasaan eksekutif dan
legislatif dipisahkan, dan presiden merupakan kepala negara dan kepala
pemerintahan. Presiden memiliki kekuasaan luas dalam menjalankan
pemerintahan, termasuk kebijakan ekonomi, keamanan, dan hubungan luar
negeri. Sementara itu, lembaga legislatif di Indonesia terdiri dari Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Di sisi lain, lembaga yudikatif di Indonesia memiliki peran penting dalam
menjaga supremasi hukum dan penegakan keadilan. Lembaga yudikatif terdiri
dari Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan pengadilan di tingkat
provinsi dan kabupaten/kota.
Secara keseluruhan, sistem pemerintahan Indonesia mencerminkan prinsip-
prinsip demokrasi, supremasi hukum, dan pembagian kekuasaan antara
lembaga-lembaga negara. Meskipun terdapat tantangan dan perubahan dalam
perjalanan sejarahnya, namun sistem ini terus berkembang demi menjaga
stabilitas, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Saran
Dengan dibuatnya makalah yang membahas tentang lembaga-lembaga
negara dalam susunan pemerintahan tingkat pusat, kota/provinsi, kecamatan dan
desa, semoga kita dapat mengetahui tugas dan wewenang dari setiap lembaga.
Sehinggakita dapat melihat hasil kerja dari setiap lembaga yang berwajib. Dan
bermanfaat bagipenulis dan pembaca.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abar, Akhmad Zaini, 1990, Beberapa Aspek Pembangunan Orde Baru, Ramdhani:
Solo.
Affandi, Muchtar, 1986, Ilmu-ilmu Kenegaraan Suatu Studi Perbandingan,
Lembaga Penerbitan FISIP UNPAD: Bandung.
Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers,
2014.
Budiardjo, Miriam, 1985, Dasar-dasar Ilmu Politik, P.T. Gramedia, Jakarta.
Buku Materi Pelengkap Penataran, Team Pembinaan Penatar dan Bahan Penataran
Pegawai Republik Indonesia.
Daulay, Ikhsan Rosyada Parluhutan, Mahkamah Konstitusi: Memahami
Keberadaannya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006.
Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Sarman dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Pemerintahan Daerah di
Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Siregar, Eddie, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undamg Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia, Jakarta: Majelis Permusyawaratan Rakyat
republik Indonesia, 2011.
Ubaedillah, A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic education)
Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana,
2003.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Visi
Media Jakarta. MPR Republik Indonesia, 2006,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekretariat
Jenderal MPR RI, Jakarta. Komisi Pemilihan Umum, 2004, Himpunan
Undang-Undang Bidang Politik, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai