Anda di halaman 1dari 9

Makalah Pendidikan Pancasila

Ketatanegaraan Indonesia

Dosen pengampu : Khairullah Al Addauri, S.Sos, M.Si

Disusun oleh :

Reihan Naufal Abiyyu (214110088)

Kelas : 1D

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

TP. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat, iman, dan islam serta Kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu halangan yang berarti.
Sholawat dan salam kami hadiahkan kepada junjungan Alam yakni Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan sahabatnya, yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan,
ketidaktahuan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti pada saat ini.

Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul, KETATANEGARAAN


INDONESIA ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan.

Tidak lupa ucapan terimakasih kami tunjukan kepada pihak-pihak yang turut mendukung
terselesaikannya makalah ini, Kami menyadari bahwasannya makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi Bahasa maupun dari segi referensi sebagai rujukan. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis maupun pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami pergeseran yang
mengakibatkan perubahan fundamental terhadap stuktur dan kewenangan lembaga
negara. Hal ini dibuktikan dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 selama empat tahap. Amandemen Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 tahap pertama dilakukan pada tahun 1999 dan
tahap kedua tahun 2000, dilanjutkan tahap ketiga pada tahun 2001 dan terakhir
dilakukan tahap keempat pada tahun 2002.

Amandemen tahap keempat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945


tersebut telah memberikan perubahan yang berarti bagi lembaga negara melalui tugas
dan kewenangan yang dimiliki oleh masingmasing lembaga, misalnya Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tidak lagi didudukkan sebagai lembaga
pemegang kekuasaan negara tertinggi , melainkan sejajar kedudukannya dengan
lembaga negara lain seperti Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia,
Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia. Pergeseran lain adalah terbentuknya lembaga perwakilan Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai utusan daerah yang dipilih secara
langsung melalui pemilihan umum.
2. Rumusan masalah
 Apa konvensi ketatanegaraan?
 Apa saja faktor utama yang mempengaruhi dan mempunyai hubungan erat?

3. Tujuan masalah
 Mengetahui sistem ketatanegaraan republik Indonesia sebelum amandemen.
 Mengetahui sistem ketatanegaraan republik Indonesia setelah amandemen.
 Mengataui apa saja faktor utama yang mempengaruhi ketatanegaraan Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Konvensi Ketatanegaraan

Suatu konvensi ketatanegaraan harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut: Konvensi


ketatanegaraan itu berkenaan dengan hal-hal dalam bidang ketatanegaraan. Kemudian
konvensi ketatanegaraan tumbuh, berlaku, diikuti dan dihormati dalam praktek
penyelenggaraan Negara, serta Konvensi sebagai bagian dari konstitusi, apabila ada
pelanggaran terhadapnya tak dapat diadili oleh badan pengadilan. Sejak era kemerdekaan
Indonesia, konvensi menjadi hal lumrah yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Hal itu disebabkan belum adanya tradisi untuk mencantumkan segala sesuatu
dalam peraturan perundang undangan.
Untuk dianggap sebagai konvensi, suatu norma tidak tertulis harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang jelas. Apabila syarat terciptanya kebiasaan itu diberlakukan
pada kebiasaan ketatanegaraan, maka konvensi ketatanegaraan sebagai kebiasaan akan
terbentuk melalui proses yang relatif lama. Sebagai kebiasaan, konvensi ketatanegaraan
harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain, (1) harus ada presiden, (2) presiden
yang timbul karena adanya sebab secara umum dapat dimengerti atau dapat diterima dan
(3) presiden itu karena adanya kondisi politk yang ada.
Syarat pertama, merupakan hakikat kebiasaan itu sendiri, sebab tidak ada kebiasaan
yang tidak dilakukan secara berulang-ulang. Syarat kedua, sama dengan “opinion
necessitatis” atau keyakinan akan kewajiban (hukum) yang berlaku di Eropa Kontinental.
Keyakinan sebagai kewajiban hukum ini idealnya tidak hanya dirasakan oleh seseorang
atau golongan tertentu, tetapi oleh sebagian terbesar warga negara. Syarat ketiga,
dibutuhkan karena tuntutan kondisi politk dalam skala yang luas. Karena kehidupan
politik menuntut dibentuknya tindakan baru sebagai awal terciptanya konvensi
ketatanegaraan atau tetap mempertahankan tradisi ketatanegaraan lama yang dianggap
selama ini sudah menjadi konvensi ketatanegaraan.
Berkenaan dengan pengertan konvensi ketatanegaraan menurut sistem di Indonesia,
Bagir Manan menjelaskan Konvensi atau (hukum) kebiasaan ketatanegaraan adalah
(hukum) yang tumbuh dalam praktek penyelenggaraan negara, melengkapi,
menyempurnakan, menghidupkan kaidah-kaidah hukum perundang-undangan atau
hukum adat ketatanegaraan.
Hal ini disepakati oleh Donald A. Rumokoy, yang dalam pendapatnya mengatakan
bahwa konvensi ketatanegaraan adalah segenap kebiasaan atau tindakan ketatanegaraan
yang bersifat mendasar, yang dilakukan dalam menyelenggarakan aktvitas bernegara oleh
alat-alat kelengkapan negara, dan belum diatur dalam konstitusi serta peraturan
ketatanegaraan lainnya, dengan maksud untuk melengkapi ketentuan-ketentuan
ketatanegaraan atau sebagai faktor pendinamisasi pelaksanaan konsttusi.
2.2 Faktor utama yang mempengaruhi dan mempunya hubungan erat

Dalam hal ketatanegaraan terdapat 3 (tiga) faktor utama yang harus ada dan satu sama
lain saling mempengaruhi dan mempunyai hubungan yang erat, yaitu :

1. Faktor Filsafat Negara


Dasar filsafat Negara yang disebut juga dasar atau landasan ideal. Filsafat ini
berakar pada pandangan hidup masyarakat yang mendukung negara tersebut. Sebagai
contoh : Pancasila adalah dasar filsafat Negara RI yang berakar pada pandangan hidup,
termasuk cita-cita ketatanegaran, watak dan kepribadian bangsa Indonesia.

2. Faktor Konstitusi atau UUD


Ketentuan hukum mengenai struktur Negara dan pemerintahannya, termasuk
bentuk dan susunan negaranya, alat-alat perlengkapan tersebut, serta hubungan satu sama
lain.

3. Faktor Garis Politik


Garis kebijaksanaan atau pengarahan jalannya pemerintahan Negara, sehingga
dapat dicapai tujuan Negara dan ini berarti program kerja pemerintahan yang
dilaksanakan terus menerus sesuai dengan tujuan Negara menurut tertib hukum yang
ditetapkam dalam UUD/ konstitusi serta peraturan dibawahnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sistem pemerintahan Indonesia Sebelum Amademen UUD 1945. Sistem pemerintahan


Indonesia pernah mengalami perubahan sistem, baik menggunakan Sistem pemerintahan
Presidensial maupun Sistem pemerintahan parlementer, Sistem pemerintahan Presidensial
awalnya di gunakan pemerintahan orde lama namun mengalami gejolak dari dalam (adanya
ketidakpuasan dari tokoh-tokoh tentang system yang di pakai) maupun dari luar (agresi militer
Belanda) membuat para tokoh merubah kembali dari sistem parlemeter ke sistem presidensial.

2. Sistem pemerintahan Indonesia Sesudah Amademen UUD 1945. Sistem pemerintahan


Indonesia sesudah Amandemen UUD 1945 mejadi UUD RI 1945 memakai sistem pemerintahan
Presidensial walaupun tidak murni, sistem presidensial atau pelaksanaannya melenceng dari
sistem presidensial sehingga memunculkan nama baru untuk sistem pemerintahan Indonesia.
Sesudah diamandemennya UUD tahun 1945, diperoleh gambaran bahwa sistem pemerintahan
yang dianut di Indonesia bercirikan system pemerintahan Presidensil Konstitusional yaitu “suatu
sistem pemerintahan yang penyelenggaraan pemerintahan negaranya 79, dilaksanakan oleh
presiden dimana tugas dan kewenangan presiden diatur dalam konstitusi baik dalam kapasitasnya
sebagai penyelenggara pemerintahan maupun sebagai penyelenggara negara dengan arah
pertanggung jawabannya adalah terhadap konstitusi.
B. Saran

1. Sistem pemerintahan Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945. Pada awal kemerdekaan
Indonesia tahun 1945 di butuhkan suatu sistem pemerintahan yang sedikit otoriter karena
kemerdekaan masa rawan akan terjadinya perpecahan antar bangsa, suku dan agama, perlu suatu
sistem untuk merendam gejolak ketidakpuasan golongan tertentu. Setelah masyarakat sudah
memahami demokrasi berkebebasan pendapat maka sistem pemerintahan harus di ubah ke
demokrasi yang benar-benar nyata tanpa tekanan dari penguasa pemerintahan yang
menggunakan sistem pemerintahan melancarkan kekuasaannya.

2. Sistem pemerintahan Indonesia Sesudah Amandemen UUD 1945. Sistem Pemerintahan


Indonesia harus menjalankan sistem presidensial, karena presiden sebagai kepala Negara
memilliki kekuasaan tertinggi, tidak boleh ada kekuasaan yang lebih tinggi dari presiden yang
mengakibatkan kekuasaan jadi benturan antar lembaga dan presiden merasa kekuasaan akan di
hentikan dengan melakukan berbagai cara untuk melemahkan lembaga-lembaga lainya

Anda mungkin juga menyukai