Anda di halaman 1dari 10

PEMBANGUNAN HUKUM, SISTEM PERADILAN, DAN

PENDIDIKAN HUKUM DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Diajukan untuk memenuhi nilai ujian akhir semester dalam mata kuliah Sejarah
dan Politik Hukum

Oleh :

Nama : FINTANIA VELLINDA

NPM : 8051901011

Dosen : Prof. Dr. Koerniatmanto Soetoprawiro, S.H.,M.H

Dr. Rachmani Puspitadewi, S.H., M.Hum

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


PASCA SARJANA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pasca kemerdekaan hingga reformasi, Indonesia belum memiliki sistem hukum


tersendiri yang bersumber dari nilai – nilai sosial budaya bangsa Indonesia tapi
memanfaatkan peraturan perundang – undangan peninggalan pemerintah kolonial.
Upaya pembaharuan hingga saat ini senantiasa dilakukan dengan cara memperbaiki,
mengganti ataupun menyempurnakan aturan khususnya Undang – Undang Dasar
1945 (UUD 1945) yang banyak dinilai dalam UUD 1945 terdapat pasal yang tidak
relevan lagi dengan perkembangan jaman yang sebaiknya dirubah mengikuti
perkembangan jaman yang bersumber dari nilai budaya bangsa Indonesia. 1

Indonesia berada pada posisi negara yang menyusun politik hukum secara
sistematis baik karena alasan dari negara jajahan ataupun alasan idiologi yang
termuat dalam UUD 1945. Lebih lanjut perdebatan mengenai penggantian hukum
kolonial dengan hukum baru sebagaian kalangan memandang bahwa hukum
peninggalan kolonial perlu dipertahankan dengan hanya memperbaharui dengan
berbbagai perkembangan dalam masyarakat, sedangkan disisi lain pelopor hukum
adat menghendaki diberlakukannya hukum adat menjadi hukum nasional
Indonesia.2

Peranan politik hukum terhadap pembangunan hukum nasional di Indonesia


tidak terlepas dari konteks sejarah. Sejarah Indonesia telah mengalami perubahan
politik secara bergantian sesuai dengan periode sistem politik baik itu sistem politik
demokrasi ataupun sistem politik otoriter. Terjadinya perubahan – perubahan
tersebut dikarenakan hukum merupakan produk politik maka karakter produk
hukum pun berubah salah satu contohnya pada masa reformasi terjadi berbagai
perubahan peraturan perundang – undangan seperti perubahan peraturan
perundang – undangan tentang partai politik, pemilum sususan dan Kedudukan
MPR, DPR dan lain – lain.

Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka perlu dipahami bagaimana


perkembangan atau perubahan hukum pada masa era reformasi baik dari segi
hukum, peradilan maupun pendidikan hukumnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Bahwa berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang


ingin dikaji adalah :
1. Bagaimana pembangunan hukum di Indonesia pada masa reformasi ?
1
Politik Hukum dan Peranannya Dalam Pembangunan Hukum Di Indonesia, Frenki, hal 1.
2
Id.

1
2. Bagaimana sistem peradilan di Indonesia pada masa reformasi ?
3. Bagaimana pendidikan hukum di Indonesia pada masa reformasi ?

C. TUJUAN

Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembangunan


hukum, sistem peradilan dan pendidikan hukum di Indonesia pada masa reformasi.

D. MANFAAT

Berdasarkan tujuan dalam makalah ini, adapun manfaat dalam makalah ini
adalah diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca
mengenai pembangunan hukum, sistem peradilan dan pendidikan hukum di
Indonesia pada masa reformasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. MENGENAI PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Pembangunan hukum bukanlah hal yang berdiri sendiri melainkan terintegrasi


dengan arah pembangunan pada bidang lainnya yang tentunya perlu penyerasian.
Arah pembangungan hukum bertitik tolak pada gagasan UUD 1945 yang tentunya
butuh penyelarasan sesuai dengan perkembangan jaman. Pembangunan hukum juga
tidak identik dan tidak boleh diindentikan dengan pembentukan peraturan
perundang – undangan, membentuk peraturan perundang – undangan sebanyak
mungkin tidak dapat disamakan dengan membentuk hukum karena membentuk
peraturan perundang – undangan adalah membentuk norma hukum bukan
membentuk hukum. Menurut Lawrence M. Friedman terdapat 3 (tiga) pilar penting
dalam pembangunan hukum yaitu: a) Substansi, b) Struktur dan c) Budaya/Kultur.
Idealnya ketiga pilar ini harus berjalan serasi, selaras dan seimbang karena ketiga
pilar tersebut sangat berkaitan erat satu sama lain. 3

Pada era reformasi salah satu agenda utamanya adalah dilakukannya reformasi
hukum yang dilandasi adanya kesadaran yang dikembangkan selama masa Orde
Baru yang bersifat represif dan hal menjadi alat legitimasi kekuasaan. Hal ini
dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok – Pokok
Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan
Nasional sebagai Haluan Negara, ketetapan tersebut pada intinya menyatakan
bahwa kondisi umum hukum Indonesia telah memberikan peluang untuk praktik
KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), terjadinya penyalahgunaan wewenang,
pelecahan hukum, bahkan penegak hukum pun belum memberikan rasa keadilan
dan kepastian hukum.4

Perubahan dalam UUD 1945 merupakan salah satu keberhasilan pada masa
reformasi walaupun masih terdapat kelemahan. Perubahan pada UUD 1945 telah
memberikan dasar kehidupan berbangsa dan pembangunan hukum yang
demokratis serta menempatkan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi yang sah dan
berlaku. Dengan menempatkan UUD 1945 sebagai kaidah hukum tertinggi, maka
dimuat kebijakan hukum yang harus dijalankan sesuai dengan tujuan nasional yang
ingin dicapai berdasarkan pada Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD
1945. Kebijakan hukum disini meliputi segala aspek kehidupan berbangsa yaitu
bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

3
https://fh.umj.ac.id/arah-pembangunan-hukum-nasional-menurut-undang-undang-dasar-negara-republik-
indonesia-tahun-1945/ diakses pada tanggal 31 Januari 2021 pukul 18.18 WIB
4
Capaian dan Proyeksi Kondisi Hukum Indonesia, Mahfud MD, Jurnal Hukum NO. 3 Vol. 16 Juli 2009;
(Mahkamah Konstitusi), hal. 291- 292.

3
Bahwa adanya perubahan/perkembangan di bidang hukum pada masa reformasi
tentu tidak terlepas dari permasalahan yang timbul pada masa Orde Baru yang
tentunya dicoba untuk diperbaiki pada masa reformasi melalui reformasi hukum
yaitu: 5

1. Peraturan perundang – undangan lebih bersifat elitis karena bersumber dari


lembaga eksekutif yang secara politik “dipaksakan” menajdi hukum, peran DPR
maupun Partai Politik hampir tidak ada dalam proses pembuatan peraturan
perundang – undangan. Artinya hukum hanya dipersiapkan secara formalitas
(dari segi bahasa dan tata tulisannya oleh DPR) tanpa adanya perubahan yang
subtantif. Selain itu, hukum bersifat positivistic-instrumentalistik, artinya hukum
hanya menjadi alat pembenar atas kehendak penguasa. Oleh karena itu, hukum
sebagai alat untuk membenarkan kebijakan yang sebenarnya salah atau tidak
baik.

2. Peraturan perundang – undangan bersifat final dan tidak dapat dilakukan


pengujian terlebih untuk membatalkannya. Artinya peraturan perundang –
undangan yang dibuat oleh lembaga legislatif tidak dapat diganggu gugat
meskipun didalamnya terdapat kesalahan dan bermasalah.

3. Banyak terjadi pelanggatan hak politik rakyat karena negara banyak melakukan
kekerasan politik, misalnya pembatasan partai politik yang ditentukan hanya
terdapat 3 (tiga) partai politik saja yang mana ketiga partai politik tersebut pun
diintervensi oleh pemerintah bak dalam menentukan pemimpin ataupun pilihan
politiknya.
Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka pada masa reformasi dilakukan
pembangunan hukum yang diarahkan pada beberapa hal penting yaitu: 6

Pertama, dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945 karena selama masa orde
lama dan orde baru pemerintahan dijalankan berdasarkan UUD 1945 yang “asli”
sehinggal melahirkan suatu pemerintahan yang otoriter. Artinya selama masa orde
lama dan orde baru pemerintahan tidak dijalankan dengan demokratis, dengan kata
lain apabila ingin memiliki kehidupan yang demokratis maka diperlukan
perubahan/amandemen terhadap UUD 1945 yang asli, tanpa
perubahan/amandemen UUD 1945 tersebut makan tidak akan ada reformasi. Atas
dasar inilah akhirnya dilakukan perubahan/amandemen UUD 1945.
Kedua, sejalan dengan langkah kedua yaitu dibentuknya lembaga Komisi
Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai lembaga alternatif yang bertujuan untuk
menerobos kesulitan dalam memberantas tindakan korupsi di pengadilan. Selain itu
dibentuk juga Komisi Yudisial (KY) yang berfungsi untuk menyelesaian dan
mengusulkan calon hakim agung serta mengawasi tindakan dan perilaku hakim,
mengingat pada masa lalu banyaknya a”mafia peradilan” guna menjaga kehormatan
dan keluhuran martabat hakim.
5
Id, hal. 301 – 303
6
Id. hal. 303 - 304

4
Ketiga, dibentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai forum previligiatum agar
presiden pemberhentian presiden dari jabatannya dapat didahului dengan penilaian
hukum selain itu dengan adanya forum previligiatum presiden tidak cukup hanya
dijatuhkan dengan alasan politik tanpa dasar hukum yang dapat dinilai lebih dahulu
oleh pengadilan.
Bahawa berdasarkan uraian mengenai pembangunan hukum di atas, pada masa
reformasi ternyata demokrasi sudah lebih hidup dimana terjadi perkembangan
positif dibidang hak politik masyarakat seperti masyarakat dapat melaksanakan
pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia tanpa adanya tekanan dari aparat
negara. Hal ini berbeda dengan masa – masa sebelumnya dimana masyarakat
banyak “dihegemoni” oleh negara bahkah terkadang pemilu sudah diketahui
terlebih dahulu sebelum pemilu tersebut dilaksanakan karena pemerintah sudah
merekayasa sebelumnya. Pada masa reformasi, pratik seperti itu sudah tidak lagi
terjadi dimana setiap orang/masyarakat bebas untuk memilih tanpa adanya tekanan
dari siapapun dan pemilu pun sudah diawasi oleh lmebaga – lembaga independen.
Selain itu pada masa reformasi, siapa pun boleh mendirikan partai politik sebanyak
– banyaknya karena hal ini berkaitan dengan hak politik masyarakat berbeda pada
masa sebelumnya partai politik dibatasi. Disamping itu, masyarakat juga sudah
dapat “menikmati” kebebasan pers, dimana pers diberikan kebebasan untuk
mendirikan media masa (tidak perlu ada surat izin terbit/SIT atau surat izin usaha
penerbitan pers/SIUPP). Lebih lanjut, pada masa reformasi juga sudah ada
kemajuan dalam bidang perundang – undangan dimana suatu peraturan perundang
– undangan sudah dapat dibatalkan melalui judicial review, padahal apabila melihat
sistem politik pada masa sebelumnya suatu peraturan perundang – undangan hanya
bisa dibatalkan melalui legislative review. 7

B. MENGENAI SISTEM PERADILAN DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Apabila melihat kembali peradilan pada masa sebelum reformasi dapat


dikatakan bahwa pengadilan bersifat korutif atau yang sering disebut dengan “mafia
peradilan”. Hal ini ditandai dengan banyaknya tindakan korupsi dan ketidakjujuran
dalam penegakan hukum, tindakan ini dapat dilakukan karena adanya intervensi
kekuasaan eksekutif terhadap pengadilan maupun karena kolusi dikalangan
penegak hukum sendiri. 8 Atas hal tersebut pembangunan hukum dibidang peradilan
diarahkan adanya penataan lembaga peradilan melalui perubahan terhadap Undang
– Undang Kekuasaan Kehakiman. Hal yang menonjol atas perubahan undang –
undang tersebut adalah agar kehakiman dapat mandiri dan merdeka maka dibentuk
kekuasaan kehakiman dibawah Mahkamah Agung (MA). Artinya dengan tindakan
seperti ini maka hakim – hakim baik di pengadilan negeri atau di pengadilan tinggi
yang dulu berada dibawah Menteri Kehakiman atau Pemerintah sekarang secara
administrative dibawah MA. 9 Namun, hal tersebut tidak dapat berjalan dengan baik

7
Id, hal. 305 - 306
8
Id, hal. 302
9
Id, hal. 304

5
dan efektif meskipun penataan lembaga hukum sudah cukup baik tetapi penataan
kelembagaan tersebut tidaklah cukup haruss juga didukung oleh budaya
masyarakatnya sendiri, tapi kenyataannya budaya hukum di Indonesia khususnya
pada masa reformasi belum berubah sehingga upaya hukum belum dapat berjalan
dengan efektif, dimana hingga saat ini banyak masyarakat yang berpikiran jika
terdapat perkara selain mencari pengacara juga harus menyiapkan sejumlah uang
untuk memenangkan perkara tersebut. Artinya budaya hukum masayarakat di
Indonesia pada masa reformasi masih tetap seperti itu karena masyarakatnya sudah
terbiasa atau “dibiasakan” dengan hal – hal seperti itu yang belum bisa diselesaikan
dengan baik. 10

Di Indonesia sendiri, masa reformasi diawali dengan melakukan


amandemen/perubahan pada UUD 1945 dengan tujuan untuk mengarahkan
pembangunan hukum yang mampu memberikan perlindungan kepada seluruh
elemen masyarakat sehingga terpenuhinya hak konstitusionalnya dan hal ini pun
sejalan dengan masa reformasi yang dimaknai dengan masa demokrasi/transisi. 11
Untuk melakukan reformasi atau perubahan tersebut tentu bagaimanapun juga
hukum dan pengadilan merupakan suatu sustem yang tidak hanya bertitik tolak
pada seorang hakim melainkan banyak faktor seperti pegnacara, jaksa,polisi, dan
pejabat lainnya. 12

Atas hal tersebut akhirnya pada masa reformasi, dibentuk lembaga – lembaga
hukum bari seperti Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY) dan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang dirasa lembaga ini dapt lebih efektif karena
lembaga – lembaga baru ini tidak bertumpu pada masa sebelum reformasi. Artinya
kesemua lembaga ini masih bersifat baru dan bisa memulai untuk menegakkan
hukum dengan cara yang baru, misalnya pejabat yang dipekerjakan di kepolisian
yang dipekerjakan di KPK ternyata dalam prakteknya dapat berkontribusi dengan
baik dalam penegakan hukum. 13

Disamping itu, apabila memperhatikan lembaga – lembaga hukum yang sudah


terlanjut dibentuk pada masa sebelum reformasi dapat dikatakan cukup sulit untuk
memperbaikinya karena mereka masih bertumpu pada situasi yang secara moral
tidak dapat dipertanggungjawabkan yang akhirnya butuh waktu yang cukup lama
untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga – lembaga hukum
yang sudah ada dan kelembagaannya pun sangat kuat.

Lebih lanjut, apabila membicarakan mengenai Komisi Yudisial (KY) merupakan


amanat pada masa reformasi yang bertujuan untuk menegakan supremasi hukum
dan agar para hakim tidak dapat melakukan pelanggaran hukum dan para hakim

10
Id, hal. 308
11
Politik Hukum Peradilan Pada Era Reformasi di Indonesia, Ariyanto, SH.,MH, Legal Pluralism Journal Of Laws
ISSN: 2088-5466, hal. 14
12
Id.
13
Capaian dan Proyeksi Kondisi Hukum Indonesia, Mahfud MD, Jurnal Hukum NO. 3 Vol. 16 Juli 2009;
(Mahkamah Konstitusi), hal. 308

6
tersbeut dapat menjadi lebih mandiri dan independen. Dalam konteks ini, para
hakim harus diseleksi secara ketat oleh suatu institusi yang memiliki integritas,
kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas kepada masyarakat sehingga ciri dari
lembaga peradilan sebagai paying hukum bagi semua masyarakat bisa tercipta
kembali. 14 Dibentuknya Komisi Yudisial (KY) pada masa reformasi merupakan
jawaban atas ketidakefektifan sistem pengawasan yang sudah dibangun dalam
setiap institusi penegak hukum. Ketidakefektifan ini dikarenakan berbagai faktor
seperti kualita dan integritas pengawas yang tidak memadai, proses pemeriksaan
yang tidak transparan, belum adanya kemudahan bagi masyarakat yang dirugikan
untuk menyampaikan pengaduan dan memantau prosesnya. 15

C. MENGENAI PENDIDIKAN HUKUM DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

Berkaitan dengan pendidikan hukum, apabila memperhatikan sejarah


pendidikan hukum di Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan yang
awalnya pendidikan hukum hanyanya pendidikan menengah setingkat sekolah
lanjutan tingkat atas yang didirkan oleh Rechtsschool di tahun 1908 dan kemudian
pendidikan hukum berubah menjadi pendidikan setingkat universitas pada tahun
1924 yang ditandai dengan pendirian dari Rechtshogeschool. 16 Perubahan
pendidikan hukum teradi karena pemerintah secara fundamental berganti, dan
disamping itu juga pendidikan hukum tidak dapat dilepaskan dari apa yang
dikehendaki oleh pemerintah. Sehingga tujuan pendidikan hukum bukanlah suatu
hal yang netral dan karenanya tidak mungkin untuk diberlakukan sepanjang masa. 17

Pada era reformasi, semakin banyak tuntutan masyarakat untuk dilakukannya


perubahan diberbagai bidang termasuk pendidikan, yang kemudian
diundangkannya Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU NO. 20 tahun 2003) yang bertujuan agar sistem
pendidikan nasional dapat menjadmin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan seusai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional
dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencanam
terarah dan berkesinambungan. Lebih lanjut berkaitan dengn diundangkannya UU
No. 20 Tahun 2003 pendidikan hukum juga harus membenahi diri, meskipun telah
beberapa mengalami beberapa perubahan sebelumnya (lihat alinea pertama sub. C)
tapi tidak pada lulusannya. Lulusan yang dihasilkan cenderung legalistik dan tidak
berbeda dengan lulusan pada masa pemerintahan kolonial. 18 Hal tersebut
dikarenakan: a) kurikulum inti pendidikan hukum yang berlaku sejak masa
pemerintahan kolonial hingga masa reformasi masih berlaku, b) substansi mata
kuliah dalam kurikulum init dan metode pengajaran tidak berubah secara mendasar,
14
Politik Hukum Peradilan Pada Era Reformasi di Indonesia, Ariyanto, SH.,MH, Legal Pluralism Journal Of Laws
ISSN: 2088-5466, hal. 17 -18
15
Id, hal 19.
16
Reformasi Pendidikan Hukum di Indonesia, Hikmahanto Juwana, Teropong, MaPPI-FHUI,2005, hal. 1
17
Id, hal. 3
18
Pendidikan Hukum di Era Transis Dalam Negara Demokrasi Menuju Indonesia Baru, Khadir Anwar, Jurnal
Masalah – Masalah Hukum, hal. 239.

7
c) pelanggengan terjadi dalam sistem rekrutmen pengajaran (pengajar baru direkrut
dengan menjadikan mereka asisten terlebih dahulu), d) mayoritas penggungan
lulusan fakultas hukum cenderung menginginkan tipe lulusan yang tahu peraturan
perundang – undangan bukan yang tahu mengenai hukum dalam arti yang luas, dan
e) masyrakat menstereotipkan lulusan fakultas hukum sebagai legalistik, yang
akhirnya penyelenggara pendidikan hukum, para tenaga pengajar maupun
mahasiswa tidak mempunyai pilihan selain ikut dengan stereotip yang
dipersepsikan masyarakat.19

Kualitas lulusan fakultas hukum yang diharapkan adalah lulusan yang bukan
hanya memiliki kualitas intelektual/pengetahuan dan kualitas keterampilan yang
cukup tinggi, tetapi justru yang memiliki kualitas sikap/nilai kejiwaan yang tinggi,
dengan kata lain, sarjana hukum yang dilahirkan harus mempunyai
kematangan/kecerdasan tapi juga memiliki kematangan spiritual dan emosional. 20

Pembaharuan dan penyempurnaan pembangunan hukum melalui pendidikan


hukum merupakan investasi jangka panjang bagi Indonesia untuk mencapat suatu
pembangunan hukum yang dicita – citakan. Menurut Prof. Satipjo Raharjo
menyerankan agar pendidikan hukum di Indonesia dapat “diusahakan” menuju
kearah pendidikan hukum progresif maka pendidikan hukum tersebut harus
bercirikan: a) kreatif, b) responsif, c) protagonist, d)berwatak pembebasan, dan e)
berorientasi kepada Indonesia dan kebutuhan Indonesia. 21

Bahwa berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan pendidikan hukum di


Indonesia sangatlah dipengaruhi oleh faktor orientasi pemerintah yang berkuasa
sejak masa pemerintahan kolonial dan pendidikan hukum hanya diorientasikan
untuk memenuhi jabatan hukum untuk kepentingan kolonial. Kemudian seiring
perkembangan jaman sampai dengan masa reformasi pendidikan hukum memang
mengalami perubahan namun tidak pada lulusannya/sarjana hukum karena tidak
dibekali dengan kepekaan terhadap masalah yang terjadi dimasyarakat jurstu
mengarahkan para sarjana hukum sebagai “corong undang – undang”

BAB III
PENUTUP

19
Reformasi Pendidikan Hukum di Indonesia, Hikmahanto Juwana, Teropong, MaPPI-FHUI,2005, hal. 65
20
Pendidikan Hukum di Era Transis Dalam Negara Demokrasi Menuju Indonesia Baru, Khadir Anwar, Jurnal
Masalah – Masalah Hukum, hal. 241
21
Id, hal. 243.

8
A. KESIMPULAN
Bahwa masa reformasi merupakan masa transisi/masa perubahan dimana
ditandai dengan adanya perubahan atau amandemen terhadap UUD 1945 guna
menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Pembangunan hukum pada masa
reformasi dilakukan perubahan karena kurang adanya demokratisasi.
Bahwa pada masa sebelum reformasi banyak praktik – praktik yang dianggap
kurang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat seperti, peraturan perundang –
undangan dibuat tanpa mengikut sertakan masyarakat, banyaknya mafia peradilan,
dan pembatasan partai politik, terlebih lagi lulusan sarjana hukum yang masih
terkesan legalistik. Tentunya hal inilah pada masa reformasi diarahkan untuk
dirubah namun ternyata perubahan, namun perubahan tersebut ada yang berjalan
efektif dan ada juga yang tidak berjalan efektif, misalnya pada masa reformasi sudah
ada demokratis yang lebih hidup dimana masyarakat sudah dapat melakukan
pemilu dengan langsung, jujur, rahasia dan bebas dari tekanan pemerintah/negara,
tapi disisi lain berkaitan dengan mafia peradilan pada masa reformasi mulai dibuat
lembaga baru (KPK, KY, dan MK) namun nyatanya hal tersebut belum berjalan
efektif karena dari para pejabatnya sendiri masih bertumpu pada budaya pada masa
sebelum reformasi yaitu KKN sekaligus masih terdapat kekurangan dalam
pengawasan pada setiap lembaga hukum, lebih lanjut para lulusan pendidikan
hukum atau sarjana hukum tidak mengalami perubahan yang signifikan karena
masih terdapat berbagai hambat salah satunya adanya materi atau kurikulum yang
diberikan masih sama dengan jaman kolonial sehingga para sarjana hukum hanya
sekedar sebagai “corong undang – undang”

B. SARAN

Bahwa berdasarkan uraian di atas, sebaiknya pemerintah Indonesia


membiasakan masyarakat Indonesia terlebih dahulu agar tidak
bertumpu/berpatokan pada masa pemerintahan kolonial yang cenderung memiliki
budaya KKN, karena hal tersebut akan menghambat Indonesia untuk maju dan
bersaing dengan negara – negara serta dikembangan pendidikan hukum di
Indonesia sesuai dengan perkembangan jaman khususnya dalam pemberian materi
kuliah dan tenaga pengajar.

Anda mungkin juga menyukai