Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA

KELOMPOK 5

ERA REFORMASI

DISUSUN OLEH:

1. CHITRA FEBRIANTI. A
2. RIRIN MAILANY
3. ADELIA NAMORA HUTABARAT
4. CITRA AMELIA
5. PUTRI AULIA RAHMADANI
6. MUHAMMAD HABIBI
7. ANDISA NAFA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALOPO


2022
PENDAHULUAN

Hampir semua negara yang mengalami transisi ke demokrasi


menjadikan reformasi konstitusi sebagai bagian takterpisahkan dari
pembaharuan politik mereka. Demikian pentingnya reformasi konstitusi itu,
sehingga kehadirannya dipandang sebagai suatu keharusan. Tidak jelas benar
kapan suatu negara yang tengah mengalami transisi mulai melaksanakan
reformasi konstitusi. Sejauh yang dapat dibaca dari berbagai literatur
mengenai transisi ke demokrasi, pengalaman masing-masing negara dalam hal
ini relatif berbeda. Filipina misalnya mulai melakukan reformasi konstitusi
dengan membentuk komisi konstitusi, dimana tugas utamanya adalah
menuliskan kembali undang-undang dasar negeri itu tak lama setelah Presiden
Marcos dijatuhkan, dan setelah pemerintahan baru Cory Aquino terbentuk
(Bahtiar Effendy, 2000: 339).

Reformasi merupakan upaya dari pemerintah maupun individu untuk


melakukan perubahan terhadap suatu badan atau lembaga yang berada di
suatu lingkungan, dengan melihat fenomena yang telah terjadi sebelumnya,
dan dirasakan tidak memberikan dampak secara signifikan terhadap perbaikan
kesejahteraan anggota melalui sistem pemerintahan maupun pengorganisasian
yang baik. Reformasi bisa dilakukan di semua aspek kehidupan, tanpa
terkecuali di bidang agama, berdasarkan pada dinamika-dinamika kehidupan
yang keliru yang diterapkan selama ini, sehingga membutuhkan perbaikan dan
pelurusan tujuan melalui visi dan misi yang jelas (Admin,2022)

Menurut McGrath, para mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya,


secara umum mendekati Reformasi dengan pola pikir yang hampir sama,
mereka bagaikan pelancong-pelancong pada Abad Pertengahan yang
mendekati hutan lebat yang gelap di bagian selatan Jerman. Mereka bagaikan
penjelajah yang berpetualang masuk ke daerah yang baru, tidak pasti apa yang
akan mereka temukan. Bahkan lebih dalam, McGrath mengatakan bahwa para
mahasiswa kadang-kadang tergoda untuk mengabaikan ide-ide dan paham-
paham dari Reformasi supaya mereka dapat memusatkan perhatian pada
aspek-aspek sosial dan politik, sehingga konsekuensinya mereka akan gagal
menangkap esensi dari Reformasi sebagai suatu fenomena sejarah dan gagal
memahami mengapa Reformasi merupakan titik rujukan bagi banyak
perdebatan di dalam dunia keagamaan masa kini dan di bidang lain (Admin,
2022).

Pancasila yang merupakan falsafah Negara Indonesia, pada era


reformasi seakan-akan mulai tersingkir di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalam sila-silanya
menjadi tidak termaknai dengan baik dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa
dan bernegara. Hal itu terjadi karena Pancasila bagi sebagian masyarakat baru
sebatas hal yang mempengaruhi pola perasaan dan pola pikir, tetapi belum
sampai ke perilaku kesehariannya atau pola tindakannya, sehingga berakibat
pula pada rendahnya ketahanan kita terhadap pengaruh luar yang
mengedepankan kebutuhan materiil. Mengapa hal ini bisa terjadi ? padahal
Pancasila telah menjadi dasar Negara Republik Indonesia selama 1966 tahun.
Apakah Pancasila yang merupakan Falsafah bangsa dan dasar Negara selama
ini telah didegradasi oleh kebijakan pemerintah dalam masa reformasi
sekarang ini?

Pasca reformasi negeri ini bak sebuah muara bagi semua ideologi dan
pemikiran yg lambat laun justru bertolak belakang dengan ideologi pancasila
itu sendiri. Mulai dari fundamentalis hingga liberalis. Semua saling berperan
dalam membentuk cara berfikir bangsa ini. apresiasi dari ideologi-ideologi
tersebut sudah sangat mempengaruhi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. pancasila dan nilai-nilai dasarnya sudah di tinggalkan bahkan
pendidikannya dan realisasinya dalam dunia akademis-pun mulai ditiadakan
entah berawal dari mana dan kapan hal itu terjadi.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR, pada bulan juni
2010, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Muladi
menyatakan bahwa kesadaran dan penghayatan akan pentingnya Pancasila
sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa semakin menipis, terutama di
kalangan elit bangsa. Hal tersebut sebagai akibat adanya keinginan perubahan
di berbagai aspek kehidupan yang cenderung menimbulkan penyimpangan
kebiasaan. Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional,
Muhammad Yasin, sejak awal reformasi, pamor Pancasila mengalami
kemunduran sehingga nilai-nilai dasar

Pancasila mengalami degradasi dalam pelaksanaannya. setelah


berbagai persoalan muncul berkaitan dengan implementasi nilai-nilai
Pancasila, akhir-akhir ini pemerintah dengan tergesa-gesa mulai mencoba
melakukan sosialisasi Pancasila. Ketua MPR Taufiq Kiemas untuk kesekian
kali kembali mengemukakan upayanya bersama MPR untuk
mensosialisasikan empat pilar berbangsa, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pada penulisan ini dicoba
dibahas kebijakan pemerintah di dalam upaya melestarikan nilai-nilai
Pancasila di era reformasi (J. Tjiptabudy, 2010)

1. Pengertian kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945

PENGERTIAN UUD 1945


Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945 angka I
dinyatakan bahwa: “ Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian
dari hukumnya dasar Negara itu. Undang-undang Dasar ialah hukum dasar
yang tertulis, sedang disampingnya Undang-undang dasar itu berlaku juga
hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis,
ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, pengertian kata Undang-
Undang Dasar menurut UUD 1945, mempunyai pengertian yang lebih sempit
daripada pengertian hukum dasar, Karena yang dimaksud Undang-undang
Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan pengertiann hukum dasar
mencakup juga hukum dasar yang tidak tertulis.
Di samping istilah undang-undang dasar, dipergunakan juga istilah
lain yaitu Konstitusi. Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris constitution
atau dari bahasa Belanda Constitutie. Kata konstitusi mempunyai pengertian
yang lebih luas dari Undang-undang dasar karena pengertian Undang-undang
Dasar hanya meliputi konstitusi yang tertulis saja, selain itu masih terdapat
konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam pengertian Undang-
undang Dasar.
(Fahrizal, 2013)

KEDUDUKAN UUD 1945


Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi
dari keseluruhan ciptaan hukum di Indonesia. Ciptaan-ciptaan hukum seperti
undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dll, bahkan
setiap Tindakan atau kebijakan pemerintah harus didasarkan dan bersumber
pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan UUD 1945.
Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui dengan
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-
undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, dimana dalam Pasal 7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan yaitu adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
3. Peraturan Pemerintah,
4. Peraturan Presiden,
5. Peraturan Daerah. Peraturan Daerah meliputi :
6. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi bersama dengan Gubernur;
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
8. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan
desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan hokum
dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, masih ada
hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar
yang tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis –
yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’. Konvensi merupakan
aturan pelengkap atau pengisi kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, dimana Konvensi tidak
terdapat dalam UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
(Mulyana, 2016)

FUNGSI UUD 1945


Setiap sesuatu dibuat dengan memiliki sejumlah fungsi. Demikian
juga halnya dengan UUD 1945. Telah dijelaskan bahwa UUD 1945 adalah
hukum dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara,
lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia
dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di
wilayah Negara Republik Indonesia.
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma dan aturan-
aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di
atas. Undangundang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar,
yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan
sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum
sepertiundang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun
bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan
bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya
peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004).
Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata
urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia
menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga
mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945
mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan
norma hukum yang lebih tinggi. UUD 1945 juga berperan sebagai pengatur
bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu
UUD 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat
negara, dan warga negara.
(Sugianto, 2015)
2. Pembukaan UUD 1945
Bahwa sesungguhnya Kemer-dekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sam-
pailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengan-
tarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
dido-rongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerde-kaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Per-
musyawaratan/Perwakilan, serta de-ngan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

UUD 1945 memiliki kedudukan yang tetap, dan melekat bagi Negara
Republik Indonesia. Oleh sebab itu, pembukaan UUD 1945 tidak
dapat diubah oleh siapapun, termasuk DPR dan MPR sesuai dengan sifat
konstitusinya pasal 3 dan pasal 37 UUD 1945 berarti meniadakan Negara
Republik Indonesia. Hal ini disebabkan Pembukaan UUD 1945
merupakan:
Sumber dari motivasi dan inspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia.
Sumber dari cita-cita hukum dan cita-cita moral yang ingin ditegakkan dalam
lingkungan Internasional dan Nasional.

Pada tahun 1999-2002 UUD 1945 mengalami perubahan amandemen


yang keempat, perubahan dalam bentuk amandemen, yaitu penambahan dan
pengurangan beberapa hal yang selama ini belum dimuat dalam UUD 1945,
perubahan difokuskan pada batang tubuh UUD 1945 dan bukan
pada pembukaan UUD 1945. Maka dari itu UUD 1945 sudah tidak
bisa lagi dirubah, jikalau ada suatu permasalahan yang berkembang sesuai
perubahan zaman, jalan satu-satunya ialah revisi UUD 1945.

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 ialah dilakukannya


perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan
perubahan UUD 1945, yakni:
1. Pada masa Orde Baru kekuasaan tertinggi ditangan MPR dan bukan
terletak pada rakyat,
2. Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden
3. Adanya Pasal-pasal yang terlalu luwes (dapat menimbulkan
multitafsir) (Lubis, 2019)

Tujuan Perubahan UUD 1945 sebagai penyempurnaan aturan dasar


seperti tatanan Negara, kedaulatan rakyat, Hak Asasi Manusia,
Pembagian kekuasaan, eksistensi Negara demokrasi dan Negara hukum, serta
hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa.
Pada saat UUD 1945 diamandemen dengan kesepakatan diantaranya
tidak mengubah pembukaan UUD 1945, akan tetapi mempertahankan
susunan kenegaraan kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas
system pemerintahan Presidensial. Berikut amandemen UUD 1945
yang ditetapkan dalam siding Umum dan Sidang Tahunan MPR:
 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 (Amandemen
Pertama UUD 1945)
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 (Amandemen
Kedua UUD 1945)
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001
(Amandemen Ketiga UUD 1945)
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 (Amandemen
Keempat UUD 1945).

Selain itu ada beberapa yang menjadi tujuan bangsa


Indonesia merubah Amandemen UUD 1945, yakni:
 Untuk mengembalikan UUD 1945 berderajat tinggi dan
menjiwai konstitusionalisme serta Negara berdasarkan atas hukum dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Menyempurnakan UUD 1945
 Menciptakan era baru dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, lebih berkeadilan sosial dan lebih berkemanusiaan
sesuai dengan komitmen bangsa Indonesia.

Disamping itu amandemen UUD 1945 memiliki alas an


yang diharuskan, yaitu:
 Secara Historis
Pada mulanys UUD 1945 disusun oleh BPUPKI dan
PPKI sebagai Undang-Undang yang bersifat sementara karena dibuat
dan ditetapkan dalam keadaan dan suasan tergesa-gesa sehingga
dianggap tidak lengkap.
 Secara Fisolofis
Materi-materi yang terdapat didalam UUD 1945 tercampur aduk
dari berbagai gagasan yang kadang-kadang saling bertentangan.
Hal ini disebabkan para pembuat UUD 1945 (anggota
BPUPKI dan PPKI) berasal dari latar belakang macam
gagasan yang berbeda pula dan mengakibatkan timbulnya
berbagai perbedaan.
 Secara Teoritis
Secara Konstitusionalisme, kebebasan konstitusi suatu
Negara pada hakikatnya ialah membatasi kekuasaan
Negara agar tidaksewenangwenang tetapi didalam UUD 1945
kurang menonjolkan pembatasan kekuasaan melainkan lebih
menonjolkan prinsip totaliterisme.

 Secara Yuridis
Sebagaimana lazimnya setiap konstitusi, maka UUD 1945 juga
telah mencantumkan klausul perubahan UUD 1945 itu sendiri seperti
yang terdapat dalam pasal 37
 Secara Praktis Politis
Bahwa sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung
dalam praktiknya UUD 1945 sering mengalami perubahan dan
penyimpangan dari teks aslinya. Baik pada masa 1945-1949
dan 1959-1998. Bahkan praktik politik sejak 1959-1994 UUD 1945
yang kurang membatasi kekuasaan eksekutif dan pasal-pasalnya yang
bisa menimbulkan multi interpretasi yang telah dimanipulasi
oleh pemerintah yang ingin berkuasa.
(amsari, 2013)
3. Batang Tubuh UUD 1945 sebagai Norma Hukum Dasar Negara
Dari sudut hukum, batang tubuh UUD 1945 merupakan tataran
pertama dan utama dari penjabaran 5 (lima) norma dasar negara (ground
norms) Pancasila beserta norma-norma dasar lainnya yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang memberi kerangka
dasar hukum sistem administrasi negara Republik Indonesia pada umumnya,
atau khususnya sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang
mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber
daya manusianya. (Rozuqi)

Batang Tubuh UUD 1945 hasil Amandemen I-IV pada tahun 2002
terdiri atas 21 bab, 74 pasal, serta tiga pasal aturan peralihan dan dua pasal
aturan tambahan. Dalam UUD 1945 hasil Amandemen 2002 sebagaimana
dipraktekkan di berbagai negara tidak ada lagi Penjelasan Pasal-Pasal. Pasal-
pasal UUD 1945 dimaksud merupakan penjabaran dari pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan. Rumusan pasal tersebut merupakan
landasan kebijakan yang paling mendasar bagi penyelenggaraan pemerintahan
negara. (Rozuqi).

4. Pelaksanaan ketatanegaraan berdasarkan undang-undang dasar

UUD 1945 Diamandemen (1998-sekarang). Pengalaman sejarah pada


masa lalu baik masa Orde Lama maupun masa Orde Baru, bahwa penerapan
terhadap pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang memiliki sifat “multi
interpretable” atau dengan kata lain berwayuh arti, sehingga mengakibatkan
terjadinya sentralisasi kekuasaan di tangan presiden. Hal inilah yang
melatarbelakangi perlunya dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang
Dasar 1945. Amandemen merupakan keharusan, karena hal itu akan
mengantar bangsa Indonesia ke arah tahapan baru penataan terhadap
ketatanegaraan (Kaelan, 2004: 177).

Amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh


bangsa Indonesia sejak tahun 1999, di mana amandemen yang pertama
dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal
Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian amandemen kedua dilakukan pada
tahun 2000, amandemen ketiga dilakukan tahun 2001 dan amandemen
terakhir dilakukan tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.
Oleh karena itu, naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 menurut Jimly Assiddiqie (2007: 98) terdiri atas lima
naskah, yaitu: 1) Naskah Undang-Undang Dasar 1945 seperti yang
diberlakukan oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959; 2) Naskah Perubahan Pertama
UUD 1945 yang disahkan pada tahun 1999; 3) Naskah Perubahan Kedua
UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2000; 4) Naskah Perubahan Ketiga
UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2001; dan 5) Naskah Perubahan
Keempat UUD 1945 yang disahkan pada tahun 2002.

5. Kajian Hasil Amandemen UUD 1945

Meskipun tuntutan amandemen terhadap UUD 1945 semakin


menguat, akan tetapi MPR sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk
melakukan amandemen terhadap UUD 1945 tidak gegabah dalam
melaksanakannya demi menjaga kelangsungan hidup Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam melakukan amandemen ada kesepakatan bersama
anggota MPR yang dituangkan dalam kesepakatan dasar anggota Panitia Ad
Hoc Badan Pekerja MPR dalam menyusun rancangan naskah perubahan UUD
1945, yaitu bahwa:
a. Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945;
b. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial;
d. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam
Penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal; dan
e. Perubahan dilakukan dengan cara adendum ( Sekretariat Jenderal
MPR-RI, 2003: 25).
Proses amandemen UUD 1945 terjadi secara bertahap selama empat
kali yaitu: tahun 1999, tahun 2000, tahun 2001, dan tahun 2002. Amandemen
pertama disahkan tanggal 19 Agustus 1999, berisi sembilan pasal. Ketentuan
yang diubah dalam kesembilan pasal tersebut berkenaan dengan 16 butir
ketentuan. Amandemen kedua UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 2000 dengan 59 butir ketentuan yang diatur dalam 25 pasal.
Amandemen ketiga UUD 1945 disahkan pada tanggal 9 November 2001
menyangkut 23 pasal yang berkaitan 68 butir ketentuan. Dan amandemen
keempat UUD 1945 disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 menyangkut 18
pasal berkenaan 31 butir ketentuan (Jimly Assiddiqie, 2007: 101).
Keseluruhan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya
meliputi:
a. Ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga
negara, serta mekanisme hubungannya dengan Negara dan prosedur
untuk mempertahankannya apabila hak-hak itu dilanggar;
b. Prinsip-prinsip dasar tentang demokrasi dan rule of law serta
mekanisme perwujudannya dan pelaksanaannya, seperti melalui
pemilihan umum, dan lain-lain; serta
c. Format kelembagaan Negara dan mekanisme hubungan antar organ
negara serta sistem pertanggungjawaban para pejabatnya.
Dengan amandemen UUD 1945, Lembaga MPR mengalami
transformasi kedudukan dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga
permusyawaratan rakyat yang lebih lemah kedudukannya. MPR menjadi salah
satu organ negara yang menjalankan tugas-tugas konstitusional yang
kedudukannya sederajat dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. MPR
secara sukarela mengurangi kekuasaannya sendiri berdasarkan Undang-
Undang Dasar, Presiden dan Wakil Presiden yang semula dipilih oleh MPR
diubah menjadi dipilih langsung oleh rakyat. MPR mengurangi lagi
kewenangannya sendiri dengan menegaskan status hukum dan materi
ketetapan MPR/S yang pernah ditetapkan, dan sekaligus mengakhiri
kewenangannya sendiri untuk menetapkan ketetapan MPR yang bersifat
mengatur di masamasa selanjutnya. Sehingga setelah amandemen MPR hanya
memiliki kekuasaan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar, melantik
Presdien dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
seusai masa jabatannya atau jikalau melanggar konstitusi. Oleh karena itu,
Presiden bersifat “Neben” bukan Untergeornet” dengan MPR karena Presiden
dipilih langsung oleh rakyat. Susunan keanggotaan MPR mengalami
perubahan dari semula terdiri atas anggota DPR ditambah dengan Utusan
Daerah dan Utusan Golongan, menjadi anggota DPR ditambah dengan DPD.
Pengurangan wewenang MPR merupakan konsekuensi logis dari perubahan
pasal 1 ayat (2) UUD 1945: ”Kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan
menurut Undang-Undang Dasar”. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam Negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan
tertinggi atau kedaulatan adalah ditangan rakyat dan realisasinya diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan
tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pembagian kekuasaan menurut sebagaimana diatur dalam UUD 1945
adalah sebagai berikut:
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1)
UUD 1945);
b. Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden, DPR dan DPD
(Pasal 5 ayat (1), pasal 19 dan pasal 22C UUD 1945);
c. Kekuasaan Yudikatif didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal
24 ayat (1) UUD 1945);
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal ini termuat dalam UUD 1945 pasal 20 A ayat (1)”…. DPR juga
memiliki fungsi pengawasan”. Artinya DPR melakukan pengawasan
terhadap Presiden selaku eksekutif; dan
e. UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan konsultatif, yang
sebelum diamandemen didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan
Agung. Hal ini karena berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan
konsultatif tidak jelas fungsinya.
Menurut Kaelan (2004:184) mekanisme pendelegasian yang demikian
ini dalam khazanah Ilmu Hukum Tatanegara dan Ilmu Politik dikenal dengan
istilah “distribution of power” yang merupakan salah satu unsur mutlak dari
negara demokrasi.
Dalam kaitan dengan kekuasaan kehakiman, ada dua lembaga baru
setelah amandemen UUD 1945 yaitu Komisi Yudisial, suatu komisi yang
bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan
kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Keanggotaan Komisi
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Di samping itu ada Mahkamah Konstitusi yang berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Dibentuknya
Mahkamah Konstitusi merupakan langkah maju dalam lembaga peradilan di
Indonesia (Kaelan, 2004: 205).
Kekurang cermatan para perumus amandemen UUD 1945 adalah
mengenai Pasal 28 yang berbunyi:”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang”. Menurut latar belakang perumusannya pada tahun
1945 dulu, pasal ini dimaksudkan untuk melindungi hak asasi manusia, tetapi
dengan modifikasi sedemikian rupa sehingga tidak langsung selesai dengan
pemuatannya dalam UUD 1945. Menurut Jimly Assiddiqie (2007: 135)
jaminan hak asasi manusia dimaksud masih digantungkan kepada
pengaturannya lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan amandemen UUD
1945, substansi ketentuan pasal 28 dimuat secara tegas dalam pasal 28 E ayat
(3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat”. Sehingga seharusnya rumusan Pasal 28 tersebut
dicoret karena telah digantikan oleh Pasal 28E ayat (3).
Kekurangan yang lain adalah mengenai susunan dan sistematika UUD
1945 setelah diamandemen menjadi rancu dan tidak proporsional (Jimly
Assiddiqie, 2007: 134). Bab III berjudul Majelis Permusyawaratan Rakyat,
sedangkan tentang Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam Bab VII, dan
untuk Dewan Perwakilan Daerah sebagai lembaga baru diciptakan bab baru
yaitu Bab VIIA. Padahal antara DPR, DPD dan MPR itu sama-sama
merupakan lembaga negara dalam ranah kekuasaan legislatif. Sementara itu,
Bab IV yang sebelumnya berjudul Dewan Pertimbangan Agung, dihapus
sama sekali dari naskah UUD 1945, sehingga susunan UUD 1945 meloncat
dari Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara langsung ke Bab V
tentang Kementerian Negara.
Adanya kekurangan dalam amandemen UUD 1945 adalah merupakan
hal yang manusiawi karena banyaknya materi yang diubah, dikurangi, atau
ditambah dengan amandemen pertama sampai keempat. Bertolak dari
kekurangan inilah, memunculkan ide perlunya dibentuk Komisi Konstitusi
yang akan membantu melakukan koreksi dan mengatasi kekuarangan-
kekurangan itu untuk amandemen mendatang.
6. Perkembangan Pendidikan di era reformasi

H.A.R Tilaar (1998) menulis bahwa jatuhnya Presiden Suharto dan


dampak dari hal ini menjadikan politik dan hokum sebagai dua hal utama
yang menjadi perhatian bangsa Indonesia. Aspek pendidikan tidak begitu
diperhatikan, dan secara praktikal, diserahkan kepada pasar, sebagaimana
dalam sistem neo-liberal yang merupakan sistem dominan di dunia.

7. Kelembagaan Negara sebelum dan Sesudah UUD 1945 di Amandemen

Perbandingan pengaturan antar lembaga Negara sebelum dan sesudah


Amandemen:

A. Sebelum Amandemen
1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai
kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden
dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai
kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam
beberapa jenis:
a. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
b. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan,
menetapakn PP, Perpu;
c. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan
pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
d. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu
menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan
konsul.
3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai
kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang
(bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden,
berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden
dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai
kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara
dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam
menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan
pemerintah.

B. Setelah Amandemen
1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan
lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA,
MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN,
menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena
presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang
menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya
berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilu.
2. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan
memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden
dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan
presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada
DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua
periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta
harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian
grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan
DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon
presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan
presiden dalam masa jabatannya.
3. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan
membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan
DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah
berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU
antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu:
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai
mekanisme kontrol antar lembaga negara.
4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa
pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di
ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi,
mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal
departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi
keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan
yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan
untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih
secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu,
mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat
(1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang
lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-
badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan
Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badanbadan lain yang yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam
Undang-undang seperti: Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lainlain.
7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai
penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution),
Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus
pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD,
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-
masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan
ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari
3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan
eksekutif. (Mitra, 2010).
8. Konsepsi Kemerdekaan Pers Indonesia
Kata kemerdekaan (to independence) adalah merupakan konsep yang
terikat atau terkait dengan ketatanegaraan suatu negara. Walaupun Rosseau
mengatakan, manusia itu pada hakikatnya mempunyai kebebasan akan tetapi
ia punya kebebasan itu terikat dengan norma-norma dan nilai-nilai yang telah
terbentuk dalam suatu sistem yang berlaku dalam masyarakat (man is born
free, but every where he is chains).
Dengan demikian kemerdekaan pers baik itu melalui media masa
cetak maupun melalui media masa elektronik adalah hak asasi manusia yang
bersifat fundamental dan lalu berkembang sesuai dengan perkembangan
budaya masyarakatnya. Sangat tergantung dengan karakteristik
masyarakatnya. Sesuatu yang perlu diperjuangkan dengan memperhatikan
kedudukan dan hubungan individu dengan negara, menjadi tugas dan
kewajiban untuk mendidik manusia dari manusia yang alami menjadi manusia
yang berbudaya.
Aristoteles, seorang ahli pikir Yunani Kuno mengatakan manusia itu
adalah Zoon Politicon. Artinya manusia itu hanya dapat hidup layak dan
terhormat melalui suatu pergaulan. Sebagai individu tidak akan bahagia
hidupnya tanpa manusia lain. Untuk itu manusia membentuk suatu lembaga
atau organisasi besar yang bernama negara. Plato juga yang merupakan guru
Aristoteles mengatakan bahwa negara itu merupakan organisasi yang dibentuk
karena manusia membutuhkannya.

REFERENSI

Admin. 2022. https://mh.uma.ac.id/pahami-pengertian-dari-reform (Diakses


pada November 7, 2022).
Amsari, F. 2013 Perubahan UUD 1945. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Arafat Lubis, Maulana.2019. Pembelajaran PPKN MI/SD. Bandung: Manggu
Makmur Tanjung Lestari.
Effendi, Bahtiar. (2000). Reformasi Konstitusi Sebagai Prasyarat Demokratisasi
Pengalaman Indonesia. Analisis CSIS Tahun XXIX/2000, No. 4.

Fahrizal. 2013. Pengertian UUD 1945. Fahrizal blog: Pengertian UUD 1945
(rizhalfahrizhal.blogspot.com) . (Diakses pada 5 November 2022)
J. Tjiptabudy. 2010. Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Melestarikan Nilai-
Nilai Pancasila di Era Reformasi. Jurnal Sasi. Vol. 16 No. 3
Jimly Assiddiqie. (2007). Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:
PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.
Kaelan. (2004). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Mitra. 2010. Perbandingan Lembaga-lembaga Negara sebelum dan sesudah
Amandemen http://mitrapustaka.blogspot.nl/2010/10/perbandingan-
lembaga-negara-sebelum-dan.html Diakses pada 28 Oktober 2022.
Mulyana, Aina. 2016. Pengertian Norma.
http://komunitasgurupkn.blogspot.co.id/2014/08/pengertian-norma-
macam-macamnorma-dan.html?m=1. Diakses pada tanggal 31 oktober
2022
Rozuqi, N. https://pusbimtekpalira.com/batang-tubuh-uud-1945-sebagai-norma-
hukum-dasar-negara/ (Diakses pada November 7, 2022).
Rudy, R. 2013. Kedudukan Dan Arti Penting Pembukaan Uud 1945. Fiat
Justisia: Jurnal Ilmu Hukum, 7(2).
Shaffat, Indri, 2008. Kebebasan, Tanggung Jawab dan Penyimpangan Pers,
Prestasi Pustaka: Jakarta.
Sugianto. 2015. Pengertian fungsi dan kedudukan UUD.
Tilaar, H.A.R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional.
Magelang. TERA.

Anda mungkin juga menyukai