Anda di halaman 1dari 96

am

b
cover_cessie_v4_arsip_dpn.pdf 1 12/15/10 5:34 PM

u
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
Penjelasan Hukum tentang CESSIE

ah

lik
am

ub
C

M
ep
k

Y
ah

CM
R

si
MY

CY

ne
ng

CMY

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep

Rachmad Setiawan
ah

J. Satrio
es
M

ng

on
gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
PENJELASAN HUKUM
am

ub
TENTANG CESSIE ep
k
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es
M

ng

on

isi1-ok.indd 1 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
Penjelasan Hukum tentang Cessie

ne
ng
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Diterbitkan pertama kali oleh Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010

do
gu

In
A
ah

lik
Penulis: Rachmad Setiawan, J. Satrio Editor: Sebastian Pompe
Pengulas: Elijana Tanzah Gregory Churchill
Ahli Internasional: Prof. Dr. Henk Joseph Snijders Mardjono Reksodiputro
am

ub
Pelaksana Penelitian: Yayasan Lembaga Bantuan Binziad Kadafi
Hukum Indonesia (YLBHI) Fritz Edward Siregar
Peneliti: A Patra M Zen Harjo Winoto
Tabrani Abby
Fisella Mutiara A.L.Tobing
ep
Carolina S Martha
k

HP Panggabean
Yanti Fristikawati
ah

si
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetak, fotokopi,
mikrofilm, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ne
ng

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

do
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
gu

atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
In
A

ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
ah

lik
m

ub
ka

ep

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab Percetakan
ah

es
M

ng

on

isi1-ok.indd 2 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu
DAFTAR ISI

In
A
ah

lik
Kata Pengantar ............................................................................................................... v
am

ub
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................... 1
Dokumen Penjelas ....................................................................................................... 3
ep
k

A. Pengantar ......................................................................................................................... 3
ah

B. Permasalahan .................................................................................................................. 4
R

si
C. Perumusan Cessie . ......................................................................................................... 6
D. Figur-Figur yang Terlibat di dalam Cessie .............................................................. 9

ne
ng

E. Peralihan Hak Milik ........................................................................................................ 9


F. Unsur-Unsur Penyerahan ............................................................................................ 10
G. Hubungan antara Peristiwa Perdata dan Penyerahan . .................................... 14

do
gu

H. Beralihnya Tagihan yang Di-Cedeer ......................................................................... 19


I. Hubungan antara Cessionaris dan Cessus ............................................................. 20
24
In
J. Kesimpulan ......................................................................................................................
A

K. Usul Perbaikan ................................................................................................................ 24


ah

lik

Perspektif Internasional ......................................................................................... 27


27
m

ub

A. General ..............................................................................................................................
B. Precise Description and Extent of the Property
28
ka

Assigned (“Het Gecedeerde”) ....................................................................................


ep

C. Instrument of Assignment (“Cessie-Akte”) ........................................................... 29


D. Notification as a Constitutive Requirement for Public Assignment ............ 30
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie iii


M

ng

on

isi1-ok.indd 3 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
E. Public Assignment of Debt against Unknown Debtors ................................... 32

si
F. Right to Documentation and Payment Obligation
of the Debitor Cessus ................................................................................................... 33

ne
ng
G. Legal Status of the Debtor of an Assigned Debt ................................................ 34
H. Comparable Legal Concepts . .................................................................................... 34

do
gu
Laporan Penelitian . ..................................................................................................... 39

In
I. Cessie Menurut Literatur dan Peraturan
A
Perundang-Undangan .............................................................................................. 39
39
ah

A. Latar Belakang Cassie ...................................................................................................

lik
B. Pengertian dan Tinjauan Umum tentang Cessie ................................................ 39
C. Pembahasan tentang Konsep Cessie ...................................................................... 45
am

ub
D. Beberapa Ketentuan yang Mengatur Cessie ........................................................ 48
E. Konsep Hukum Cessie . .................................................................................................
ep 52
61
k

II. Cessie Menurut Putusan Pengadilan...................................................................

61
ah

A. Hasil Penelusuran . .........................................................................................................


R

si
B. Analisis Putusan Pengadilan Terkait Cessie .......................................................... 63

ne
ng

Daftar Putusan ................................................................................................................ 75


Daftar Pustaka ................................................................................................................. 87

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

iv Dokumen
Daftar Isi Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 4 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
KATA PENGANTAR

si
PENJELASAN HUKUM TENTANG CESSIE

ne
ng
Ketiadaan kepastian hukum merupakan masalah utama di Indonesia pada zaman
modern ini. Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang

do
gu
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Ketidakpastian hukum juga merupakan
hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik, social dan ekonomi yang sta-
bil dan adil. Singkat kata, jika seseorang ditanya apa hukum Indonesia tentang sub-

In
A
jek tertentu, sangat sulit bagi orang tersebut untuk menjelaskannya dengan pasti,
apalagi bagaimana hukum tersebut nanti diterapkan. Ketidakpastian ini banyak
ah

lik
yang bersumber dari hukum tertulisnya yang umumnya tidak jelas dan kontradiktif
satu sama lain. Selain dari itu, adalah ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh
institusi pemerintah maupun pengadilan. Yang menjadi garis bawah dari ketidak-
am

ub
pastian hukum adalah lemahnya lembaga dan profesi hukum. Itu dapat kita lihat
di lingkungan peradilan, di mana hakim terus menerus tidak menjaga konsistensi
dalam putusan mereka. Advokasi pun tidak berhasil untuk betul-betul jaga standar
ep
k

profesi mereka. Ketidakpastian hukum juga bersumber dari dunia akademik yang
ah

ternyata kurang berhasil untuk membangun suatu disiplin ilmiah terpadu dalam
R
analisis peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Lemahnya ‘legal method’

si
di dunia akademik adalah alasan pokok kenapa akuntabilitas pengadilan dan lem-
baga negara tetap lemah.

ne
ng

Proyek Restatement ini merupakan upaya untuk menjawab isu ketidakpastian


hukum tersebut. Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mewujudkan suatu

do
gambar yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern.
gu

Metode yang digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum: peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur yang otoritatif. Tujuan
In
A

ke­dua dari proyek ini adalah untuk membangun kembali ‘the legal method’, yaitu
sistem penelitian dan diskursus hukum yang riil oleh kalangan universitas, insti-
tusi penelitian dan organisasi swadaya masyarakat. Tentunya Restatement ini tidak
ah

lik

dimaksudkan sebagai kata terakhir atau tertinggi untuk suatu topik hukum yang
dibahas di dalamnya. Namun, Restatement ini bisa memperkaya nuansa hukum In-
m

ub

donesia, terutama karena analisisnya bersandarkan pada putusan pengadilan dan


literatur yang berwibawa mulai Indonesia merdeka. Ahli hukum, hakim, dan advokat
ka

jelas mempunyai kebebasan untuk menyetujui atau menolak hasil analisis dalam
ep

Restatement ini, namun kami berharap supaya Restatement ini bisa mencapai suatu
kepastian hukum lebih besar untuk topik-topik tertentu, terutama dalam struktur
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie v


M

ng

on

isi1-ok.indd 5 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
analisis terhadap disiplin hukum tertentu, agar pembahasan tentang topik tersebut

si
mampu menapak suatu tingkatan intelektual yang lebih tinggi.
Alasan kami memilih topik cessie sebagai salah satu pokok bahasan Res­tat­e­

ne
ng
ment karena lembaga hukum Cessie dalam beberapa tahun terakhir banyak diper-
masalahkan di dalam keputusan-keputusan pengadilan, dan karenanya kita perlu
sekali mempunyai pengertian yang sama mengenai apa itu cessie, bagaimana cara

do
gu
penyerahannya, kapan cessie selesai, bagaimana akibat hukumnya terhadap cessus,
bagaimana hubungannya dengan titel penyerahannya, kesemuanya agar pene­
rapannya bisa lebih diterima oleh para pencari keadilan.

In
A
Akhir kata, kami berharap “mimpi” kami untuk mewujudkan koherensi, konsis-
tensi dan kesesuaian diskursus hukum perdata dapat terakomodasi dengan baik da-
ah

lik
lam program Restatement ini sehingga mempunyai faedah bagi para stakeholders.

Hormat kami,
am

ub
ep
k

Sebastiaan Pompe
ah

Program Manager
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

vi Dokumen
Kata Pengantar
Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 6 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
RINGKASAN EKSEKUTIF

si
ne
ng
Lembaga hukum cessie dalam beberapa tahun terakhir banyak dipermasalahkan di dalam
keputusan-keputusan pengadilan. Oleh karena itu, kita perlu sekali mempunyai penger-

do
gu
tian yang sama mengenai apa itu cessie, bagaimana cara penyerahannya, kapan cessie se-
lesai, bagaimana akibat hukumnya terhadap cessus, bagaimana hubungannya dengan titel
penyerahannya, dan semua hal tentang cessie agar penerapannya bisa lebih diterima oleh

In
A
para pencari keadilan.
Cessie merupakan istilah yang diciptakan oleh doktrin, untuk menunjuk kepada tin-
ah

dakan penyerahan tagihan atas nama, sebagai yang diatur oleh Pasal 613 BW Penyerahan-

lik
nya dilakukan dengan membuat akta. Akta penyerahan tagihan atas nama disebut akta
cessie.
am

ub
Namun, karena Pasal 613 BW sekaligus mengatur tentang “penyerahan tagihan atas
nama“ dan “benda-benda tak bertubuh lainnya”, maka orang sering tidak jeli untuk mem-
bedakan penggunaan istilah cessie untuk penyerahan tagihan atas nama dengan akta
ep
yang memindahkan “benda tak bertubuh lainnya”. Penyerahan “benda-benda tak bertu-
k

buh lainnya” memang—sama dengan penyerahan tagihan atas nama—dilakukan dengan


ah

membuat akta, tetapi dalam doktrin tidak disebut sebagai akta cessie. Ini perlu dibedakan,
R

si
sebab kalau tidak dibedakan, maka kita tidak bisa lagi mengatakan, bahwa cessie selesai—
dalam arti objek cessie telah beralih ke dalam pemilikan cessionaries—dengan ditandatan-

ne
ng

ganinya akta cessie, sebab penyerahan saham—sebagai benda tak bertubuh—melalui ak-
ta penyerahan, dengan ditandatangani akta penyerahan saham, belum mengalihkan hak
milik atas saham ybs. kepada pembelinya, karena untuk itu masih diperlukan balik nama

do
gu

dalam daftar saham.


Perlu pula disepakati beberapa istilah teknis hukum yang berkaitan dengan cessie
yaitu, orang yang menyerahkan tagihan atas nama (kreditur-asal) disebut cedent, yang
In
A

menerima penyerahan (kreditur baru) adalah cessionaris, sedangkan cessus adalah debitur,
yang punya utang.
ah

Pasal 613 BW ada di dalam Bagian Kedua, Buku Kedua BW di bawah judul Tentang
lik

Cara Memperoleh Hak Milik, dari letak di mana bisa disimpulkan bahwa cessie merupakan
salah satu cara memperoleh hak milik. Bab Kedua Buku III BW dimulai dengan Pasal 584 BW
m

ub

yang merinci cara-cara memperoleh hak milik dan salah satu caranya, yang ada hubungan
langsung dengan masalah cessie adalah “… penyerahan berdasarkan suatu peristiwa per-
ka

data untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat be-
ep

bas (maksudnya: mengambil tindakan pemilikan/beschikking) terhadap benda tersebut.”


Dari situ bisa disimpulkan, bahwa agar suatu benda melalui penyerahan menjadi milik dari
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 1


M

ng

on

isi1-ok.indd 1 12/13/2010 11:49:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
si penerima penyerahan, maka harus dipenuhi dua syarat pokok, yaitu: (1)

si
penyerahan itu didasarkan atas suatu peristiwa perdata (titel atau rechtstitel), dan (2)
diserahkan oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan pemili-

ne
ng
kan atas benda yang diserahkan.
Peristiwa perdata—dalam peristiwa penyerahan—merupakan dasar dilakukannya
penyerahan, yang bisa timbul dari undang-undang ataupun perjanjian. Ini membawa kita

do
gu
pada persoalan, bagaimana hubungan antara “peristiwa perdatanya” dengan “penyerahan-
nya”. Persoalan tersebut menimbulkan pelbagai teori, yang dalam garis besar bisa dikelom-
pokkan dalam dua kelompok, yaitu teori kausal dan teori abstrak.

In
A
Perbedaan antara teori kausal dan teori abstrak tidaklah sebesar seperti yang kita
bayangkan. Perbedaan kedua teori itu baru nampak nyata jika ada pembatalan oleh ha-
kim atas titel penyerahannya, dan sementara itu cessionaris telah menyerahkan lagi tagi-
ah

lik
han atas nama, yang ia terima dari cedent, kepada pihak ketiga. Dalam hal titelnya batal
atau dibatalkan, maka para pihak dikembalikan ke dalam keadaan sebelum ada perjanjian
am

ub
(Ps. 1265 BW). Namun, berdasarkan teori abstrak penyerahan itu tetap telah menjadikan
cessionaris menjadi pemilik. Hak cessionaris terhadap cedent merupakan hak atas dasar
pembayaran yang tidak terutang (Ps. 1359), yang bersifat relatif. Sebaliknya, berdasarkan
ep
teori kausal, jika titelnya batal, maka penyerahannya juga batal, dengan konsekuensinya
k

semua prestasi yang telah dibayarkan kembali menjadi milik cedent, yang merupakan hak
ah

kebendaan dan karenanya mempunyai droit de suit.


R

si
Yang juga penting untuk disepakati adalah bahwa berdasarkan redaksi Pasal 613 ayat
1 BW, cessie bisa dilaksanakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari debitur-cessus.

ne
ng

Cessie cukup dilaksanakan oleh cedent dan cessus, dan cessie sudah selesai dengan ditanda-
tanganinya akta cessie. Artinya hak milik atas tagihan atas nama diserahkan sudah pindah
kepemilikannya dari cedent kepada cessionaris.

do
gu

Kata-kata dalam Pasal 613 ayat 2 BW harus ditafsirkan, bahwa karena cessie bisa dilak-
sanakan di luar sepengetahuan debitur-cessus, maka sebelum ada pemberitahuan cessie,
debitur-cessus, dengan itikad baik, masih bisa membayar secara sah kepada cedent.
In
A

Sehubungan dengan perkembangan zaman, kiranya bisa disetujui, bahwa pemberi-


tahuan telah terjadinya cessie kepada debitur-cessus cukup dberikan secara tertulis saja,
asal pemberitahuan itu sampai pada debitur-cessus.
ah

lik

Sejauh ini nampaknya baik dalam doktrin maupun dalam Keputusan Pengadilan masih
ada perbedaan pandangan mengenai segi-segi hukum cessie yang disebutkan di atas. Ka-
m

ub

lau saja pengertian dan penafsiran atas ketentuan-ketentuan tentang cessie sebagai terse-
but bisa diseragamkan, baik melalui doktrin maupun Keputusan Pengadilan, kiranya bisa
ka

diharapkan nantinya akan menghasilkan penerapan hukum yang lebih baik dan memberi-
ep

kan kepastian hukum yang lebih besar.


ah

es

2 Dokumen Penjelas
Ringakasan Eksekutif
M

ng

on

isi1-ok.indd 2 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
DOKUMEN PENJELAS

si
BEBERAPA SEGI

ne
ng
HUKUM CESSIE

do
gu

In
A
ah

lik
A. PENGANTAR
am

ub
Pembicaraan kita tentang cessie adalah pembicaraan atas Pasal 613 BW, sekalipun
dalam pasal tersebut tidak digunakan istilah cessie. Untuk lebih jelas, kita kutip Pasal
613 ayat 1 BW yang berbunyi sebagai berikut ini.
ep
k

“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh


ah

lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau di


R

si
bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan
kepada orang lain.”

ne
ng

Di dalam pasal tersebut diatur dua pokok, yaitu penyerahan “tagihan atas nama”
dan penyerahan “benda tak bertubuh lainnya”. Adapun yang dimaksud dengan

do
gu

“benda tak bertubuh lainnya” adalah benda tak bertubuh yang bukan berupa
tagihan atas nama dan bahkan yang bukan berupa tagihan. Sebab penyerahan
tagihan atas tunjuk (aan toonder) dan tagihan kepada order mempunyai caranya
In
A

sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 613 ayat 3 BW


Untuk jelasnya, ada baiknya kita sepakati dulu arti istilah “tagihan atas nama.”
Tagihan tertentu disebut “tagihan atas nama”, berdasarkan ciri, krediturnya tertentu
ah

lik

dan diketahui dengan baik oleh debitur.1 Tagihan kepada order adalah tagihan-
tagihan yang menunjuk orang tertentu kepada siapa tagihan harus dilunasi,
m

ub

tetapi disertai dengan hak untuk memindahkannya kepada orang lain melalui
endosemen,2 sedangkan tagihan atas tunjuk (aan toonder) adalah tagihan-tagihan
ka

ep

1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetudjuan2 Tertentu, Bandung: Vorkink-Van Hoeve,
1959, hlm. 37, menyebutkan: …. Piutang yang disebutkan atas nama seorang tertentu.
2 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 106.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 3


M

ng

on

isi1-ok.indd 3 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
yang krediturnya (sengaja dibuat, demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak

si
tertentu. Untuk mudahnya orang menyebut tagihan atas nama sebagai semua
tagihan yang bukan tagihan kepada order dan juga bukan tagihan atas tunjuk atau

ne
ng
aan toonder.3
Perlu diingat, bahwa benda tak bertubuh di luar tagihan atas nama, seperti yang
disebutkan dalam Pasal 613 BW, tentunya bukan berupa tagihan, contohnya adalah

do
saham perseroan. gu

In
A
B. PERMASALAHAN
Karena benda tak bertubuh—baik yang berupa tagihan atas nama, maupun benda
ah

lik
tak bertubuh lainnya—tidak ada wujudnya, maka patut untuk dipertanyakan,
bagaimana orang bisa menyerahkan suatu benda yang tidak ada wujudnya?
Selanjutnya karena Pasal 613 BW berada dalam Bagian Kedua Buku II BW di bawah
am

ub
judul “Tentang Cara Memperoleh Hak Milik”, maka dapat kita simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan penyerahan dalam Pasal 613 BW adalah penyerahan ke dalam
kepemilikan dari orang yang menerima penyerahan itu. Jadi, permasalahan pada
ep
k

penyerahan tagihan atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya adalah
ah

bagaimana orang menyerahkan benda tak bertubuh ke dalam kepemilikan orang


R
yang menerima penyerahan?

si
Tindakan penyerahan tidak pernah berdiri sendiri, tindakan tersebut selalu
merupakan konsekuensi lebih lanjut dari suatu peristiwa hukum, yang mewajibkan

ne
ng

orang untuk menyerahkan sesuatu, yang di sini—sehubungan dengan pembicaraan


kita tentang Pasal 613 BW—berupa tagihan atas nama atau suatu benda tidak

do
gu

bertubuh lain. Hubungan hukum yang mewajibkan adanya penyerahan disebut


hubungan hukum obligatoir, yang bisa timbul dari perjanjian ataupun undang-
undang. Sangatlah logis jika, sehubungan dengan hal itu, orang bertanya, bagaimana
In
A

hubungan antara peristiwa yang menimbulkan kewajiban penyerahan dengan


penyerahan itu sendiri?
Peristiwa yang menjadi dasar penyerahan yang disebut peristiwa perdata atau
ah

lik

rechtstitel—adalah peristiwa yang menimbulkan perikatan-perikatan di antara dua


pihak, di mana yang satu berkedudukan sebagai kreditur dan pihak lain berkedudukan
m

ub

sebagai debitur. Seperti yang telah disebutkan di atas, orang menyebut peristiwa
perdata atau rechtstitel sebagai hubungan obligatoir yang menjadi dasar cessie.
ka

ep

3 Hartono Soerjopratiknjo, Utang Piutang, Perjanjian-Perjanjian Pembayaran dan Jaminan Hypotik,


Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1984, hlm. 62; J. Satrio, Cessie,
Subrogatie, Novasi, Kompensasi dan Percampuran Utang, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 4.
ah

es

4 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 4 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Apabila benda yang diserahkan berupa tagihan atas nama, tentunya si

si
penerima penyerahan perlu kepastian bahwa debitur tagihan tersebut—yang
semula terikat untuk membayar kepada kreditur—sekarang terikat untuk

ne
ng
membayar tagihan tersebut kepadanya, dan sebaliknya kepada debiturnya—yang
dalam hubungan hukum asal terikat untuk membayar kepada krediturnya—perlu
diberikan perlindungan bahwa sesudah cessie, ia membayar kepada kreditur yang

do
gu
benar sehingga utangnya lunas. Karena, nanti akan dijelaskan lebih lanjut, cessie bisa
terjadi di luar sepengetahuan debitur, maka ada dasar baginya untuk tahu, kepada
siapa ia selanjutnya harus membayar agar utangnya menjadi lunas?

In
A
Jadi permasalahan dalam cessie adalah sebagai berikut.
ah

lik
(1) Bagaimana suatu tagihan atas nama, yang berupa benda yang tidak ada
wujudnya, bisa dialihkan agar menjadi milik orang lain?
(2) Bagaimana hubungan antara peristiwa perdata dengan penyerah­an­nya?
am

ub
(3) Bagaimana cessionaris bisa dengan sah menagih cessus?
(4) Bagaimana cessus mendapat kepastian, bahwa ia membayar kepada
kreditur yang benar?
ep
k
ah

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, atas peristiwa cessie, kita akan
R
coba jelaskan dengan peristiwa konkret fiktif seperti berikut ini. Seorang kreditur, kita

si
sebut saja A, mempunyai tagihan (atas nama) terhadap seorang debitur, yang kita
sebut saja, B. A, karena terdesak kebutuhan uang, telah menjual tagihannya terhadap

ne
ng

B, kepada C. Perjanjian jual-belinya telah ditutup, namun yang menjadi pertanyaan,


bagaimana A menyerahkan tagihannya agar menjadi milik C? Demikianlah secara

do
gu

umum gambaran peristiwa cessie.


Hubungan hukum antara A dengan B kita sebut hubungan hukum awal. Dalam
hubungan hukum awal ada A (kreditur) dan B (debitur). Pada waktu A menjual
In
A

tagihannya terhadap B kepada C, maka dalam hubungan hukum antara A dan C, B


berkedudukan sebagai pihak ketiga. Karena cessie—dari A kepada C—bisa terjadi di
luar kerja sama B, maka C perlu mendapat jaminan bahwa sesudah cessie, B tidak lagi
ah

lik

membayar utangnya secara sah kepada A (kreditur-asal), tetapi hanya kepada dirinya
(C). Untuk itu harus ada mekanisme yang bisa mengikat B, agar selanjutnya tidak
m

ub

bisa lagi membayar secara sah kepada A. Sebaliknya, B perlu ada pegangan kepada
siapa ia selanjutnya—sesudah cessie—harus membayar, agar utangnya lunas. Itulah
ka

permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan lembaga cessie.


ep

Dalam rangka pembicaraan kita, harus diingat, bahwa ada tagihan-tagihan


tertentu yang oleh undang-undang dinyatakan tidak bisa dipindahkan (Pasal 1602g
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 5


M

ng

on

isi1-ok.indd 5 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
BW), yang karena sifatnya tidak bisa dialihkan (hak alimentasi dan hak pensiun)

si
dan tagihan yang bersifat sangat pribadi, sangat melekat pada pribadi debiturnya.
Tagihan-tagihan seperti itu tidak bisa di-cedeer.

ne
ng
C. PERUMUSAN CESSIE

do
gu
Jika hubungan obligatoirnya yang menjadi dasar cessie berupa perjanjian, maka di
sana baru ada saling janji, a.l. janji untuk menyerahkan tagihan atas nama tertentu,
sedangkan cessie-nya merupakan tindakan nyata yang mengikutinya, berupa

In
A
penyerahan suatu tagihan atas nama dari debitur kepada krediturnya. Jadi cessie
adalah penyerahan tagihan atas nama.4
ah

lik
Melihat kepada isi ketentuan Pasal 613 ayat 1 BW, maka dapat kita katakan, di
sana diatur dua pokok, yaitu
1. penyerahan tagihan atas nama, dan
am

ub
2. penyerahan benda-benda bertubuh lainnya yang bukan berupa tagihan
atas nama.
ep
k

Berpegang kepada perumusan cessie tersebut di atas, maka “penyerahan benda-


ah

benda tak bertubuh lainnya” bukan merupakan cessie (tidak disebut cessie), sekalipun
R
cara penyerahannya adalah sama, yaitu dengan membuat akta, baik otentik maupun

si
di bawah tangan. Jadi, jangan kacau, baik tagihan atas nama maupun benda-benda
tak bertubuh lainnya, cara penyerahannya sama, yaitu dengan membuat akta, baik

ne
ng

otentik maupun di bawah tangan, tetapi yang disebut cessie adalah yang berupa
penyerahan tagihan atas nama.

do
gu

Perlu diperhatikan, bahwa yang namanya tagihan, tidak selalu harus berupa
tagihan atas sejumlah uang. Yang dimaksud dengan tagihan di sini adalah tagihan
atas prestasi, yang merupakan benda tak berwujud.5 Jadi, apabila dikatakan cessie
In
A

merupakan penyerahan tagihan atas nama, tidak berarti harus berupa tagihan
sejumlah uang, sekalipun biasanya memang mengenai sejumlah uang.6 Tagihan atas
nama adalah tagihan atas prestasi perikatan, di mana krediturnya adalah tertentu
ah

lik

(diketahui oleh debiturnya). Pembeli, dalam perjanjian jual-beli, mempunyai tagihan


m

ub

4 Sri Soedewi M.S., Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Peroran-
gan, Yogyakarta: Liberty, 1980, hlm. 67; Hartono Soerjopratiknjo, op.cit., hlm. 63; J. Satrio, op.cit.,
hlm. 23.
ka

5 Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual-beli, Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Uni-
ep

versitas Gadjah Mada, 1982, hlm. 46.


6 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai & Fidusia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1991, hlm. 66.
ah

es

6 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 6 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
terhadap penjual, yang berupa penyerahan objek jual-beli dan, karena debiturnya—

si
penjual—diketahui betul oleh krediturnya (pembeli), maka disebut tagihan atas
nama. Tagihan seperti itu—sekalipun bukan tagihan atas sejumlah uang—pada

ne
ng
asasnya bisa dialihkan, dan kalau dialihkan, maka penyerahannya dilakukan dengan
membuat akta cessie.

do
1. Doktrin gu
Di dalam doktrin di Indonesia istilah cessie sudah umum dipakai. Namun, ciri “atas
nama” pada cessie (atas tagihan atas nama) ada kalanya—penulis menduga kepada

In
A
penulis-penulis yang lebih muda—tidak tampak diperhatikan sebagai ciri esensiil
dari cessie dan beberapa di antara para sarjana hanya berpegang pada ciri “tagihan/
ah

lik
piutang” saja, sehingga menimbulkan kesan cessie adalah penyerahan tagihan/
piutang (tanpa embel-embel “atas nama”),7 dan hal seperti itu juga tampak dari
judul makalah: “Cessie sebagai Pengalihan Hak dan Jaminan Utang”, dalam makalah
am

ub
yang selanjutnya dirumuskan cessie: “Cessie adalah istilah yang lazim dipakai untuk
penyerahan piutang”, tanpa ciri “atas nama”.8 Piutang itu ada bermacam-macam
jenisnya dan—seperti yang telah disebutkan di atas—untuk setiap jenis piutang
ep
k

ada cara penyerahannya sendiri-sendiri. Ada yang mengatakan, bahwa “Cessie


ah

merupakan pengalihan …, yang biasanya berupa piutang atas nama …”. Jadi, cessie
R
ada kalanya bisa berupa penyerahan benda lain.9

si
Ada yang terang-terangan merumuskan cessie sebagai “cara untuk melakukan
penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh/berwujud

ne
ng

lainnya”.10 Jadi, penyerahan benda bertubuh yang bukan tagihan atas nama disebut
cessie juga.

do
gu

7 Indrawati Soewarso, sebagai disitir oleh Yanti Fristikawati, dalam Laporan Penelitian Bidang Literatur,
Doktrin dan Peraturan Perundang-Undangan, untuk penyusunan restatement tentang Cessie, hlm. 109,
In
A

merumuskan cessie sebagai penyerahan atau pengalihan hak tagih atau piutang, tetapi ia sendiri dalam
hlm. 115 mengatakan, bahwa dalam doktrin dan yurisprudensi, cessie dipahami sebagai penyerahan
tagihan atas nama.
8 Rachmad Setiawan, dalam Pendapat Penulis Restatement Cessie, “Cessie Sebagai Peralihan Hak dan
ah

lik

Jaminan Utang”, untuk membenarkan perumusannya, telah mensitir penulis tertentu, padahal penulis
yang disitir dengan jelas menyebutkan “Leveringen van schuldvoderingan op naaam (cessie). Pada
halaman 7 dikatakan, bahwa” Cessie juga lazim untuk menyebutkan perjanjian penyerahan piutang atas
nama”. Perhatikan kata “juga”. Jadi istilah cessie juga digunakan untuk penyerahan benda-benda yang
m

ub

lain daripada tagihan atas nama? Namun, dihalaman 8 dikatakan: “Penyerahan piutang atas nama atau
cessie bertujuan bahwa penerima penyerahan menjadi pemilik piutang.
9 Yanti Frisikawati, op.cit., hlm. 105, tetapi selanjutnya dalam hlm. 106, mengakui cessie tidak meliputi
ka

“benda tak bertubuh lainnya” sebagai yang disebutkan dalam Pasal 613 ayat 1 BW, karena bukan meru-
ep

pakan tagihan atas nama.


10 Indra Ario Nasution, “Cessie sebagai salah satu bentuk penggantian kreditur ditinjau dari segi hukum”,
Media Notariat No. 2 TH.1 – Oktober 1999, hlm. 29.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 7


M

ng

on

isi1-ok.indd 7 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Ada pula yang mengemukakan tentang meng-cessie-kan hak sewa. Hak sewa

si
memang dialihkan melalui akta sebagai yang disebutkan dalam Pasal 613 BW, tetapi
mestinya tidak disebut cessie. Ini perlu dibedakan dengan “tagihan sewa”, yang

ne
ng
memang merupakan tagihan atas nama.
Meskipun demikian, pada umumnya para penulis memberikan arti yang sama
atas istilah “cessie”, hanya penggunaannya saja yang terkadang tidak memperhatikan

do
gu
ciri “atas nama” sebagai ciri khas cessie dan sebagai pengecualian masih ada yang
memberikan arti yang lain.

In
A
2. Penerapannya dalam Praktik Perkara
Istilah cessie sudah diterima oleh pengadilan. Hanya saja ciri “atas nama” pada tagihan
ah

lik
atas nama, kurang ditonjolkan. Pada umumnya hanya menyebutkan cessie sebagai
penyerahan tagihan saja. Kesannya cessie adalah penyebutan untuk penyerahan
semua macam tagihan.
am

ub
Pengertian cessie dalam keputusan pengadilan juga belum seragam. Ada
yang menyatakan akta cessie batal, karena penjualan tanah dan bangunan berada
jauh di bawah harga pasar.11 Tidak dijelaskan apa kaitannya antara jual-beli tanah
ep
k

dengan cessie. Pernah terjadi, bahwa seorang kreditur (A) yang mempunyai tagihan
ah

terhadap pembelinya (B), dan telah meng-Cedeer tagihannya kepada Bank (X), telah
R
ditafsirkan sebagai suatu penyerahan suatu “utang”.12 Pengertian cessie menjadi

si
tidak jelas, kalau hakim dalam pertimbangannya mengatakan tentang: “Penyerahan

ne
surat kapling tanah sengketa dari debitur kepada bank dengan “Akta Cessie” ....13
ng

Apakah yang dimaksud di sini adalah penyerahan hak untuk menuntut penyerahan
(hak tagih) atas surat kapling? Ada kalanya juga digunakan istilah cessie untuk

do
gu

menyerahkan dan memindahkan (cederen) semua hak atas tanah.14 Bukankah hak
atas tanah diserahkan melalui akta PPAT?
In
A

3. Kesimpulan
Pada umumnya istilah cessie sudah diterima, tetapi pemberian arti dan
ah

penggunaannya belum seragam. Masih ada yang menggunakan istilah tersebut


lik

untuk penyerahan benda yang bukan tagihan atas nama, dan karena hal tersebut
m

ub

11 Putusan MA No. 1726/Pdt/1986, ttgl. 31 Mei 1980, sebagai disitir oleh PN Cibinong No. 148/Pdt.Bth/
2003/PN Cbn, ttgl. 1 April 2004.
12 Putusan MA No. 2511 K/Sip/1981, ttgl. 20 Oktober 1986, dimuat dalam H.P. Panggabean, Himpunan
ka

Keputusan Mahkamah Agung RI mengenai Perjanjian Kredit Perbankan, jilid 2, hlm. 15.
ep

13 Putusan PN Jakarta Barat No. 021/1981/G, ttgl. 3 Maret 1982, dan Putusan PT DKI Jakarta No.
300/1982/PT DKI Jakarta, ttgl. 15 Desember 1982, ibid., hlm. 27 dan hlm. 29.
14 Putusan MA No. 1726 K/Pdt/1986, ttgl. 31 Mei 1990, ibid., hlm. 43.
ah

es

8 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 8 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
nanti akan membawa dampak pada waktu kita mau menentukan, kapan objek

si
yang di-Cedeer beralih kepada cessionaries—sebagaimana akan dibahas di bagian
selanjutnya nanti—maka kiranya pengertian dan penggunaan istilah cessie masih

ne
ng
perlu disepakati bersama untuk diseragamkan.

D. FIGUR-FIGUR YANG TERLIBAT DI DALAM CESSIE

do
gu
Dari perumusan cessie seperti yang sduah dijelaskan sebelumnya, kita tahu, bahwa
dalam peristiwa cessie ada seorang kreditur, yang mengoperkan/menyerahkan
tagihan atas nama miliknya—terhadap debiturnya—kepada pihak lain, sehingga

In
A
dalam peristiwa cessie ada pergantian figur kreditur. Kreditur yang mengoperkan
tagihannya, dalam doktrin disebut dengan istilah teknis-hukum cedent, sedangkan
ah

lik
pihak yang menerima penyerahan—yang dalam hal itu menjadi kreditur-baru—
disebut cessionaris, sedangkan dalam peristiwa cessie debiturnya tetap sama, hanya
sekarang disebut dengan istilah teknis hukum cessus.
am

ub
Dengan demikian, figur-figur yang terlibat dalam peristiwa cessie adalah
1. cedent,
2. cessionaries, dan
ep
k

3. cessus.
ah

si
E. PERALIHAN HAK MILIK
Di bagian atas telah dijelaskan, bahwa penyerahan sebagaimana yang dimaksud

ne
ng

oleh Pasal 613 BW adalah penyerahan ke dalam pemilikan orang yang menerima
penyerahan. Karena dalam pasal tersebut, objek penyerahan yang diatur adalah
tagihan atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya (yang bukan tagihan atas

do
gu

nama), maka pasal tersebut sebenarnya mau memberikan petunjuk, bagaimana


kepemilikan suatu tagihan atas nama dan benda tak bertubuh lainnya, bisa beralih
In
dari pemilik yang satu—yang kita sebut cedent/pemilik asal—beralih kepada
A

cessionaris/pemilik yang baru.


Dalam Pasal 584 BW diatur bagaimana caranya memperoleh hak milik, untuk
ah

lik

lebih jelasnya akan kita kutip sebagai berikut:

“Hak milik atas suatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,
m

ub

melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena kedaluarsa, karena


pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat,
ka

dan karena penunjukan atau penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa


ep

perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak
berbuat bebas terhadap kebendaan itu.”
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 9


M

ng

on

isi1-ok.indd 9 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Dari sekian banyak cara untuk memperoleh hak milik, yang disebut dalam Pasal

si
584 BW, yang—sehubungan dengan pembicaraan tentang cessie—relevan untuk
kita perhatikan adalah cara memperoleh hak milik melalui kutipan berikut ini.

ne
ng
“... penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk
memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat

do
gu
bebas terhadap kebendaan itu.”

Unsur-unsur yang perlu mendapat perhatian kita adalah

In
A
a. ada penyerahan;
b. didasarkan atas suatu peristiwa perdata;
ah

c. penyerahan itu untuk memindahkan hak milik;

lik
d. dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas dengan benda itu.
am

ub
F. UNSUR-UNSUR PENYERAHAN
Di bagian ini, kita akan meninjau unsur-unsur penyerahan satu per satu.
ep
1. Penyerahan Kepemilikan
k

Yang dimaksud dengan penyerahan di sini—sesuai dengan judul Bab II Buku II


ah

BW: Tentang Cara Memperoleh Hak Milik, di dalam Pasal 584 BW termasuk—adalah
R

si
penyerahan ke dalam kepemilikan si penerima penyerahan. Ini perlu ditegaskan,
karena di dalam doktrin kita mengenal bermacam-macam penyerahan, seperti

ne
ng

1. penyerahan untuk dipegang sebagai jaminan;


2. penyerahan untuk dinikmati (contohnya penyerahan kepada penyewa);
3. penyerahan untuk dimiliki (contohnya penyerahan dari tangan ke tangan

do
gu

dan cessie).
2. Berdasarkan Suatu Peristiwa Perdata
In
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tindakan “menyerahkan” tidak pernah
A

berdiri sendiri. Tindakan itu selalu merupakan buntut dari suatu peristiwa perdata,
yang biasa disebut rechstitel. Peristiwa perdata/rechstitel adalah dasar dari tindakan
ah

lik

“menyerahkan”. Rechtstitel bisa timbul dari undang-undang, seperti kewajiban


mengganti rugi atas dasar tindakan melawan hukum (Pasal 1365 BW) atau kewajiban
pengembalian atas dasar adanya pembayaran yang tidak terutang (Pasal 1359 dan
m

ub

1360 BW). Kewajiban penyerahan juga bisa timbul berdasarkan perjanjian, yaitu
pada perjanjian obligatoir.15 Juga hibah wasiat/legaat diakui sebagai titel penyerahan
ka

ep

15 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, Bandung: Citra Aditya
Bakti, hlm. 58.
ah

es

10 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 10 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
dan bahkan juga fidusia.16 Pada dasarnya semua perjanjian menurut BW bersifat

si
obligatoir, kecuali beberapa perjanjian yang bersifat riil. Perjanjian obligatoir tidak
pernah mengalihkan hak milik. Dari perjanjian-perjanjian obligatoir, yang menjadi

ne
ng
dasar penyerahan, yang terbanyak muncul dalam praktik adalah perjanjian jual-
beli. Dalam hubungannya dengan pembicaraan kita, yang terbanyak muncul dalam
praktik adalah penyerahan berdasarkan perjanjian jual-beli tagihan.

do
gu
Dalam perjanjian obligatoir—dengan ditutupnya perjanjian ybs.—maka yang
muncul baru hak dan kewajiban bagi para pihak. Biasanya perjanjian menimbulkan
banyak perikatan.17 Misalnya telah ditutup perjanjian jual-beli, maka dengan

In
A
disepakatinya perjanjian jual-beli itu, lahirlah perikatan-perikatan (hubungan
hukum) yang a.l. berupa
ah

lik
a. penjual berhak atas uang harga jual-beli;
b. penjual berhak untuk menuntut agar pembeli membayar dulu harga
pembelian, sebelum ia menyerahkan objek jual-beli (Pasal 1478 BW);
am

ub
c. pembeli berhak atas penyerahan objek jual-beli (Pasal 1474; Pasal 1475
BW);
d. hak penjual maupun pembeli untuk menuntut pembatalan perjanjian,
ep
k

kalau lawan janjinya wanprestasi (Pasal 1266 jo Pasal 1267 BW);


ah

e. pembeli berhak atas jaminan (vrijwaring) dari penjual terhadap cacat


R
tersembunyi (Pasal 1474 jo Pasal 1491 B.W);

si
f. pembeli berhak atas jaminan (vrijwaring) dari penjual untuk penguasaan
objek jual-beli secara aman dan tenteram (Pasal 1491 BW).18

ne
ng

Kesimpulannya adalah jika ada cessie—penyerahan tagihan atas nama, dalam

do
gu

contoh peristiwa di atas, berupa hak tagih atas prestasi dari debitur—dari penjual,
sebagai cedent, kepada cessionaris, maka yang beralih adalah tagihan atas prestasi
(yang timbul dari jual-beli) dari cedent kepada cessionaris. Jadi, bukan seluruh
In
A

“perjanjian” diserahkan, tetapi hanya benda yang berupa “tagihan atas nama” saja
yang dioper oleh cessionaris. Namanya saja “penyerahan tagihan atas nama”, bukan
“penyerahan perjanjian” yang melahirkan tagihan atas nama.
ah

lik

Ada ketentuan tentang penjualan piutang yang perlu mendapat perhatian kita,
yaitu Pasal 1533 BW, yang mengatakan, bahwa
m

ub
ka

16 Sri Soedewi M.S., loc.cit.


ep

17 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, hlm. 6.
18 Catatan: terhadap semua “hak“ yang ada dalam suatu hubungan hukum, selalu ada kewajiban pada
pihak yang lain. Jadi dalam perikatan selalu ada “hak“ di satu pihak dan “kewajiban“ di pihak lain.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 11


M

ng

on

isi1-ok.indd 11 12/13/2010 11:49:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
“Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya,

si
seperti penanggungan-penanggungan (borgtochten), hak istimewa dan
hipotek-hipotek.”

ne
ng
Jadi, penyerahan suatu tagihan meliputi semua accessoir-nya.19 Ini sesuai
dengan prinsip orang mengoper suatu benda dalam keadaan seperti adanya

do
gu
pada saat penyerahan. Hak untuk menuntut pemenuhan tagihan—termasuk
untuk melaksanakan hak tuntut itu—sudah tentu turut beralih kepada cessionaris,
demikian pula hak untuk menuntut penggantian ongkos, kerugian dan serta

In
A
bunga. Namun, karena yang diserahkan “hak tagihnya” saja, bukan seluruh hak (dan
kewajiban) yang timbul dari hubungan hukum yang menjadi dasar penyerahan,
maka tidak termasuk di dalamnya hak untuk—kalau cessus wanprestasi—menuntut
ah

lik
pembatalan perjanjian, yang ditutup antara cedent dan cessus. Sudah tentu keadaan
bisa menjadi lain, kalau—misalnya—cedent meng-cedeer semua hak yang dimilikinya
am

ub
berdasarkan perjanjian jual-beli yang ia tutup.
Dalam perjanjian jual-beli, terhadap “uang pembayaran” ada hak pada penjual
untuk menagih, dan karenanya ia berkedudukan sebagai kreditur. Sebaliknya
ep
terhadap “benda” objek perjanjian, pembeli mempunyai hak tuntut penyerahan
k

dan karenanya berkedudukan sebagai kreditur. Objek perjanjiannya sendiri masih


ah

menjadi milik tiap-tiap pihak. Agar objek perjanjian—dalam perjanjian obligatoir—


R

si
beralih kepada tiap-tiap kreditur, maka perjanjian obligatoir itu perlu diikuti
dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu suatu perjanjian yang

ne
ng

melahirkan, mengubah, memindahkan atau menghapuskan hak kebendaan, dan


hak milik merupakan hak kebendaan. Wujud dari perjanjian kebendaan a.l. adalah
penyerahan, a.l. cessie.20 Penting untuk diingat adalah “jual-beli” tagihan atas nama

do
gu

tidak disebut cessie, cessie adalah penyerahannya, bukan jual-belinya.


Karena cessie merupakan perjanjian (perjanjian kebendaan), maka—sesuai
In
dengan ciri “perjanjian”—terhadap penyerahan oleh cedent harus ada penerimaan
A

oleh cessionaris. Dengan adanya penyerahan dan penerimaan, maka cessie telah
terlaksana dengan baik.
ah

lik
m

ub
ka

19 Kartono, Hak-Hak Jaminan Kredit, Jakarta: Pradnya Paramita, 1977, hlm. 40.
ep

20 Subekti, Soal Pemindahan Hak Milik, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan,
1980, hlm. 5.
ah

es

12 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 12 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
3. Kewenangan untuk Berbuat Bebas

si
Kata-kata “kewenangan untuk berbuat bebas” merupakan terjemahan dari
“gerechtigd om te beschikken.” Jadi, yang dimaksud dengan “yang berhak berbuat

ne
ng
bebas terhadap bendanya” adalah yang mempunyai kewenangan untuk mengambil
tindakan pemilikan (beschikking) atas benda yang diserahkan. Pada dasarnya, orang
yang memiliki kewenangan beschikking atas suatu benda adalah pemilik benda ybs.,

do

gu
sekalipun ada perkecualiannya.
Berdasarkan Pasal 584 BW, pada dasarnya, yang—melalui suatu penyerahan—
bisa menjadikan orang lain sebagai pemilik benda yang diserahkan adalah mereka

In
A
yang mempunyai kewenangan tindakan pemilikan, yang pada umumnya adalah si
pemilik benda.
ah

lik
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa hak milik atas suatu tagihan atas
nama, berdasarkan penyerahan, beralih kepada cessionaris, jika penyerahan itu
1. didasarkan atas suatu peristiwa perdata (rechtstitel);
am

ub
2. dituangkan dalam suatu akta;
3. diserahkan oleh pemilik benda ybs.
ep
k

Atas syarat yang terakhir “diserahkan oleh pemilik benda ybs.”, terhadap benda-
ah

benda bergerak tidak atas nama, ada perkecualiannya dalam Pasal 1977 ayat 1 BW
R
Untuk jelasnya kita kutip Pasal 1977 ayat 1 BW yang merumuskan

si
“Terhadap benda-benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun

ne
ng

piutang yang tidak harus dibayar kepada orang yang menunjukkannya,


maka penguasaan atasnya berlaku sebagai titel yang sempurna”.21

do
gu

Ketentuan tersebut di atas menerobos syarat Pasal 584 BW, yaitu bahwa
penyerahan itu harus dilakukan oleh orang yang mempunyai kewenangan
In
mengambil tindakan pemilikan atas benda yang diserahkan. Namun, ketentuan
A

Pasal 1977 ayat 1 BW hanya berlaku untuk penyerahan benda-benda bergerak tidak
atas nama, sehingga tidak berlaku bagi penyerahan tagihan atas nama, dengan
ah

lik

konsekuensinya, untuk tagihan atas nama syarat “penyerahan oleh pemilik” (Pasal
584 BW) tetap berlaku. Karenanya tidak membahas lebih lanjut Pasal 1977 ayat 1
m

BW
ub
ka

ep

21 “Met betrekking tot roerende goederen, die noch in renten bestaan, noch in inschulden welke niet aan
toonder betaalbaar zijn, geldt het bezit als volkomen titel“.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 13


M

ng

on

isi1-ok.indd 13 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
G. HUBUNGAN ANTARA PERISTIWA PERDATA DAN

si
PE­NYERAHAN
Pertanyaan yang timbul di sini adalah bagaimana hubungan antara peristiwa

ne
ng
perdata, yang menjadi dasar penyerahan, dengan penyerahannya itu sendiri.
Lebih konkret lagi, bagaimana akibatnya terhadap tindakan “penyerahan” (yang

do
gu
didasarkan peristiwa perdata/rechtstitel), kalau ternyata peristiwa perdata/rechtstitel
itu batal atau kemudian dibatalkan oleh hakim? Untuk menjawab masalah seperti
itu, timbullah bermacam-macam teori yang dalam garis besar, bisa dikelompokkan

In
A
menjadi dua, yaitu
1. Teori Kausal, dan
2. Teori Abstrak.
ah

lik
Yang perlu dicatat di sini adalah baik Teori Kausal maupun Teori Abstrak
am

ub
hendak menetapkan hubungan antara peristiwa perdatanya (rechtstitel) dengan
penyerahannya. ep
1. Teori Kausal
k

Inti permasalahan di sini adalah apakah—dalam hubungannya dengan pembicaraan


ah

kita—penyerahan melalui akta cessie sah, kalau peristiwa perdata—yang menjadi


R

si
dasar penyerahannya—batal atau dibatalkan? D.p.l. apakah peristiwa perdata/
rechtstitel itu harus sah, agar penyerahan itu sah, dalam arti, mengalihkan hak milik

ne
ng

objek cessie (tagihan atas nama) kepada cessionaris?


Menurut Teori Kausal, sesuai dengan sebutannya, hubungan antara peristiwa
perdata dengan penyerahannya, yang didasarkan atasnya, adalah hubungan sebab

do
gu

akibat. Karena merupakan hubungan sebab akibat, maka keabsahan tindakan


penyerahan (cessie), bergantung dari keabsahan peristiwa perdata yang mendasari
In
penyerahan itu.22 Bukankah sangat logis, bahwa kalau dasarnya tidak sah, maka
A

tindakan yang didasarkan atasnya juga tidak sah? Konsekuensinya, kalau peristiwa
perdatanya batal, maka penyerahannya juga batal, dengan akibat, si penerima
ah

lik

penyerahan tidak menjadi pemilik dari tagihan yang diserahkan.


Konsekuensi dari cara berpikir Teori Kausal adalah, kalau perjanjian obligatoirnya,
yang menjadi dasar penyerahan, mengandung cacat dalam kehendak—misalnya
m

ub

ada kesesatan, paksaan, penipuan atau kesepakatannya diperoleh dengan cara


ka

ep

22 Sri Soedewi M.S., Hukum Perdata: Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1974, hlm. 74; J. Satrio,
Cessie, hlm. 12.
ah

es

14 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 14 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
menyalahgunakan keadaan23—maka dengan pembatalan perjanjian obligatoir ybs.,

si
penyerahan yang didasarkan atasnya juga batal. Konsekuensi lebih lanjut adalah
bahwa si penerima penyerahan tidak menjadi pemilik atas tagihan atas nama yang

ne
ng
di-cedeer kepadanya.
Kesimpulannya adalah bahwa keabsahan perjanjian obligatoir yang menjadi
dasar penyerahan menentukan beralih tidaknya tagihan yang di-cedeer, d.p.l.

do

gu
menentukan keabsahan perjanjian kebendaannya
Sekarang kita akan meneliti apa akibat lebih lanjut dari kebatalan perjanjian
kebendaannya. Dengan kebatalan dari perjanjian obligatoirnya, yang berdampak

In
A
pada kebatalan perjanjian kebendaannya, maka semua prestasi yang telah diserahkan
oleh para pihak ternyata tidak terutang (Pasal 1265 BW), dan karenanya, berdasarkan
ah

lik
Pasal 1359 jo Pasal 1361 BW bisa dituntut kembali. Tuntutan berdasarkan kedua
pasal tersebut didasarkan hak tuntut pribadi, yang bersifat relatif, artinya hanya bisa
ditujukan kepada orang dengan siapa yang telah mengadakan hubungan hukum.24
am

ub
Menjadi pertanyaan, kalau tagihan atas nama yang diserahkan sudah dialihkan lagi
oleh si penerima kepada orang lain, bagaimana penyelesaiannya? Karena atas dasar
kebatalan, semua prestasi kembali kepada mereka yang telah menyerahkan, maka
ep
k

semua prestasi kembali menjadi milik dari pemilik yang semula menyerahkan, atau
ah

d.p.l. hak yang kembali adalah hak milik. Karena hak milik merupakan hak kebendaan,
R
maka si empunya hak milik mempunyai hak tuntut revindikasi, yang—sebagai hak

si
kebendaan—mempunyai droit de suite, sehingga bisa ditujukan kepada siapa dalam
tangan siapa ia menemukan benda miliknya (Pasal 574 BW).

ne
ng

Dasar dari Teori Kausal adalah ketentuan Pasal 928, Pasal 929, Pasal 1004, Pasal
1169, Pasal 1524, Pasal 1532, dan Pasal 1689 BW Dari ketentuan-ketentuan tersebut,

do
gu

para pendukung Teori Kausal menyimpulkan bahwa BW menganut Teori Kausal.

2. Teori Abstrak
In
A

Menurut Teori Abstrak, tindakan penyerahan harus didasarkan atas adanya kehendak
untuk menyerahkan. Kehendak untuk menyerahkan tampak dalam peristiwa
perdatanya, atas dasar mana dilaksanakan penyerahan. Kalau peristiwa perdatanya
ah

lik

berupa perjanjian, maka kehendak itu tampak dalam perjanjian obligatoirnya, di


mana para pihak saling menjanjikan prestasinya. Menurut Teori Abstrak, hubungan
m

ub

obligatoir yang menjadi dasar penyerahan, hanyalah untuk menentukan adanya


ka

23 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, hlm. 268.
ep

24 Pada asasnya semua perikatan yang diatur dalam Buku III BW bersifat relatif, yang hanya bisa ditu-
jukan pada orang tertentu saja, dan disebut juga ius in personam atau hak pribadi. J. Satrio, Hukum
Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 5.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 15


M

ng

on

isi1-ok.indd 15 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
kehendak untuk menyerahkan.25 Jadi, Teori Abstrak—sesuai dengan ketentuan Pasal

si
584 BW—memang mensyaratkan titel, tetapi titel itu hanya untuk menetapkan,
bahwa memang ada kehendak untuk menyerahkan. Dengan cara berpikir seperti

ne
ng
itu, maka penyerahan merupakan suatu tindakan yang berdiri sendiri terlepas dari
hubungan obligatoirnya dan karenanya dikatakan, bahwa di dalam Teori Abstrak
penyerahan di-abstraheer (dilepaskan) dari peristiwa perdatanya. Keabsahan

do
gu
penyerahan tidak bergantung dari keabsahan hubungan obligatoir—di mana
terkandung kehendak untuk menyerahkan26—karena bukankah dalam tindakan
menyerahkan sudah tersimpul adanya kehendak untuk menyerahkan? Hal yang

In
A
penting—sebagai disyaratkan oleh Pasal 584 BW—adalah adanya titel, dan ingat,
pasal tersebut tidak mensyaratkan titel yang sah, jadi cukup kalau ada titel saja.
ah

lik
Konsekuensinya, sekalipun titelnya batal, penyerahan bisa tetap sah. Namun harus
diingat, bahwa syarat yang kedua (untuk sahnya penyerahan sebagai disebutkan
dalam Pasal 584 BW), yaitu penyerahan harus dilakukan oleh pemilik benda ybs., di
am

ub
sini—untuk cessie—tetap berlaku.

Untuk jelasnya kita gambarkan peristiwanya sebagai berikut.


ep
A mempunyai tagihan terhadap B. Jadi, ada hubungan hukum A – B. A telah
k

menjual tagihan itu dan telah menyerahkannya kepada C, jadi ada hubungan
ah

hukum antara A dengan C (A – C). C menjual lagi tagihan itu dan telah menyerahkan
R
tagihan itu kepada D, sehingga ada hubungan hukum C – D.

si
Jadi, sesuai dengan yang dikatakan di atas, kalau hubungan obligatoirnya

ne
ng

(A - C) karena suatu sebab dibatalkan, maka penyerahan yang didasarkan atas


hubungan obligatoir itu tetap saja berhasil menjadikan penerima penyerahan (C)
sebagai pemilik atas benda yang diserahkan. Atas dasar pembatalan perjanjian

do
gu

obligatoirnya, maka para pihak harus dikembalikan dalam keadaan sebelum


perjanjian ditutup (Pasal 1265 BW), dan semua pembayaran ternyata merupakan
pembayaran yang tidak terutang (Pasal 1359 jo Pasal 1361 BW), dengan akibat
In
semua pembayaran bisa dituntut kembali. Sampai di sini akibat pembatalan,
A

berdasarkan Teori Kausal dan Teori Abstrak sama. Namun akibat itu menjadi lain,
kalau sementara itu, objek prestasi, oleh pihak yang menerima penyerahan, telah
ah

lik

dialihkan lagi kepemilikannya kepada pihak ketiga (D), karena—berdasarkan


Teori Abstrak—hak pihak yang menyerahkan (A) tidak bisa menjangkau benda
objek penyerahan, yang sementara itu telah menjadi milik orang lain (D), karena
m

ub

haknya—berdasarkan Pasal 1359 jo Pasal 1361 BW—bersifat pribadi dan karenanya


hanya bisa ditujukan kepada lawan janjinya (C). Harap diingat, pihak pertama
ka

ep

25 J. Satrio, Cessie, hlm. 14.


26 Subekti, op.cit, hlm. 2.
ah

es

16 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 16 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
yang menerima penyerahan (C)—berdasarkan Teori Abstrak—telah menjadi
pemilik benda yang diserahkan kepadanya. Konsekuensinya—berdasarkan Teori
Abstrak—pihak ketiga (D) telah mendapatkan benda itu dari seorang pemilik (C).

ne
ng

Teori Abstrak berdasarkan kepada Pasal 1359 dan Pasal 1341 ayat 2 BW Teori ini

do
gu
tetap berpegang kepada redaksi Pasal 584 BW yang hanya mensyaratkan adanya
titel dan sama sekali tidak mensyaratkan titel yang sah.
Yang penting untuk kita simak lebih lanjut adalah apa pengaruhnya untuk

In
A
pembicaraan kita tentang Pasal 613 BW
Teori Abstrak tidak melaksanakan pendapatnya secara konsekuen. Teori Abstrak
ah

lik
juga mengakui, kalau hubungan obligatoirnya dibatalkan karena kausanya terlarang,
tidak telah dituangkan dalam bentuk yang disyaratkan undang-undang, atau karena
adanya unsur kesesatan, paksaan, penipuan dan adanya penyalahgunaan keadaan,
am

ub
maka penyerahannya juga batal. Jadi perbedaan antara kedua teori itu baru tampak
nyata, kalau sementara itu objek yang diserahkan telah dialihkan lagi kepada pihak
ep
ketiga.
k
ah

3. Pendirian Pengadilan
R

si
Yang dimaksud di sini adalah, teori mana yang dianut oleh pengadilan? Karena
perbedaan antara Teori Kausal dan Teori Abstrak tidaklah seperti yang semula

ne
ng

tampak, maka kita juga tidak mudah untuk meneliti, teori mana yang dianut oleh
pihak pengadilan, kecuali kalau sementara itu tagihan atas nama yang dicessiekan
itu, sudah di-cedeer lagi kepada pihak ketiga.27

do
gu

Pengadilan ada kalanya tidak secara jelas membedakan antara titel (perjanjian
jual-beli tagihan) dari cessie-nya, sehingga—dalam salah satu keputusannya—
ada pertimbangan yang pada pokoknya berbunyi bahwa dalam jual-beli piutang
In
A

tidak ada keharusan untuk memberitahukan.28 Bukankah masalah pemberitahuan


berkaitan dengan adanya cessie? Pembedaan antara titel dan penyerahan menjadi
ah

lik

tidak jelas, kalau ada pertimbangan pengadilan, di mana hakim mengatakan tentang
“pembeli hak tagih melalui cessie”.29 Orang membeli hak tagih tidak melalui cessie.
Menjadi pertanyaan, kata-kata itu tertuju kepada jual-beli tagihannya atau tertuju
m

ub

kepada cessie-nya? Mungkin yang dimaksud mendapat hak miliknya melalui cessie.
ka

ep

27 J. Satrio, Cessie, hlm. 15.


28 Putusan MA No. 48 K/Pdt/2000, ttgl. 8 Oktober 2002.
29 Putusan MA No. 013 PK/Pdt.Sus/2007, ttgl. 17 Desember 2007.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 17


M

ng

on

isi1-ok.indd 17 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Yang tampak, dalam banyak keputusan pengadilan adalah, segi keabsahan titel

si
jarang dipermasalahkan dan diteliti.30 Tidak semua memang, ada keputusan MA
yang dengan tegas menggantungkan keabsahan cessie pada adanya suatu titel yang

ne
ng
sah.31 Juga PN Semarang dengan tegas menyimpulkan, bahwa karena titelnya tidak
sah, maka cessie juga tidak sah.32 Lain lagi adalah peristiwa pembatalan cessie, yang
ternyata pembatalannya dinilai, bukan karena titelnya tidak sah atau penyerahan itu

do
gu
dilakukan oleh orang yang tidak wenang, tetapi dengan mendasarkan kepada SK
Ketua BPPN.33
Ada kalanya oleh pengadilan tidak dijelaskan, bagaimana dengan titelnya,

In
A
kalau cessie-nya dibatalkan? Kalau titelnya masih hidup, maka hak dan kewajibannya
masih hidup. Juga tidak dijelaskan mengapa yang dibatalkan bukan perjanjian
ah

lik
obligatoirnya?34 Dalam peristiwa lain kita juga melihat tidak dibedakan antara titel
dan penyerahannya, dengan dikemukakannya statement “penjualan hak tagih dan/
atau pengalihan hak tagih”. Adanya kata “atau” menjadikan tidak jelas dibedakannya
am

ub
antara jual-beli dan cessie-nya. Dan ketika menilai keabsahan cessie, yang dinilai bukan
syarat-syarat sahnya perjanjian pengalihannya berdasarkan ketentuan BW, tetapi
dipakai ukuran “telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
ep
k

10 Tahun 1998 tentang Perbankan jo Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1998


ah

tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional berikut seluruh perubahannya.”


R
Dalam peristiwa cessie yang dialihkan adalah hak tagih atas tagihan atas

si
nama, jadi yang beralih adalah “hak”, bukan kewajiban, sehingga adalah aneh kalau
dipermasalahkan, bahwa tergugat (cessionaris) tidak melaksanakan penagihan.35

ne
ng

Ada kalanya tampak sekali cara pandang yang prinsipiil sangat berbeda antara PN
dan PT—yang melihat ada masalah penyerahan tagihan—sedangkan MA melihat

do
gu

di sana ada penyerahan utang.36 Ada juga pertimbangan pengadilan tidak jelas,
apakah sedang berbicara tentang cessie atau novasi.37
In
A
ah

lik

30 Seperti dalam Putusan MA No. 18 K/N/2003, ttgl. 3 Juli 2003; Kaidah Hukum Keputusan MA No. 011
PK/N/2005, ttgl. 29 Agustus 2005.
31 Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008, ttgl. 11 Februari 2009.
m

ub

32 Putusan PN Semarang No. 80/Pdt/G/2005/PN Smg., ttgl. 20 Maret 2006.


33 Putusan PN Jakarta Selatan No. 448/PdtG/1999/PN Jaksel, ttgl. 18 April 2000; Putusan MA No. 3025
K/Pdt/2001, ttgl. 8 Maret 2004.
ka

34 Putusan MA No. 447 K/TUN/2000, ttgl. 4 Maret 2002.


ep

35 Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002, ttgl. 13 Maret 2007.


36 Putusan MA No. 2511 K/Sip/1981, ttgl. 18 September 1986.
37 Putusan PN Semarang No. 80/Pdt/G/2005/PN Smg., ttgl. 20 Maret 2006.
ah

es

18 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 18 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
H. BERALIHNYA TAGIHAN YANG DI-CEDEER

si
1. Saat Beralihnya Tagihan

ne
ng
Suatu perikatan lunas—maksudnya, kewajiban perikatannya menjadi hapus—
dengan pembayaran (Pasal 1381 BW), dan kita katakan lunas, kalau pembayaran
itu sudah diterima dan apa yang dibayarkan telah menjadi milik kreditur. Kalau

do
gu
kita hubungkan dengan cessie, maka timbul pertanyaan, kapan cessie selesai? Perlu
dicermati, kalau kita bicara tentang kapan cessie selesai, maka pembicaraan itu
adalah mengenai hubungan antara cedent dan cessionaris.

In
A
Kalau kita membaca Pasal 613 BW, di sana terdapat pernyataan “dengan
membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan
ah

lik
itu dilimpahkan kepada orang lain”, maka dari redaksi seperti itu ada dasar untuk
menyimpulkan bahwa dengan selesainya akta cessie, maka hak milik sudah berpindah
dari cedent kepada cessionaris.38 Ini berlaku terhadap semua, termasuk terhadap
am

ub
cessus. Jadi tidak benar kalau dikatakan terhadap debitur, cessie baru berlaku setelah
kepada debitur dikirim surat juru sita.39
Karena hak milik sudah beralih dengan ditandatanganinya akta cessie, maka
ep
k

perumusan “cessie” tidak mungkin meliputi penyerahan “benda tak bertubuh lainnya”,
karena tidak semua penyerahan benda tak bertubuh lainnya—misalnya saham—
ah

R
sudah menjadikan si penerima menjadi pemilik dari saham yang diserahkan, karena

si
bukankah untuk itu masih diperlukan adanya balik nama dalam daftar pemegang
saham dalam PT ybs. (Pasal 48, Pasal 50 sub 1, 3, Pasal 51 jo Pasal 56 UUPT).

ne
ng

2. Penerapannya dalam Praktik

do
Mengenai hal ini bisa dikemukakan bahwa pengadilan—paling tidak kalau
gu

disimpulkan dari beberapa keputusannya—berpendapat bahwa dengan telah selesai


ditandatanganinya akta cessie, maka hak tagih yang dialihkan sudah menjadi milik
In
cessionaris.40 Pengadilan juga berpendapat bahwa dengan ditandatanganinya akta
A

cessie oleh cedent dan cessionaris, maka hak milik atas tagihan telah beralih kepada
cessionaris.41 Jadi agak janggal kalau ada yang mengaitkan masalah pemberitahuan
ah

lik

dengan jual-beli piutang.42


m

ub

38 J. Satrio, Cessie, hlm. 31; Kartono, op.cit., hlm. 41; Putusan MA No. 018 K/N/2003 ttgl. 3 Juli 2003.
39 Indra Ario Nasution, op.cit., hlm. 35.
40 Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002, ttgl. 13 Maret 2007; PT Bandung No. 39/Pdt/2004/PT Bdg., ttgl. 22
ka

Desember 2004.
ep

41 Putusan MA No. 364 K/Pdt/2006, ttgl. 13 Maret 2007.


42 Putusan MA No. 48 K/Pdt/2000, ttgl. 8 Oktober 2002, dimuat dalam Varia Peradilan, Tahun XVIII No.
216, September 2003, hlm. 30.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 19


M

ng

on

isi1-ok.indd 19 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
I. HUBUNGAN ANTARA CESSIONARIS DAN CESSUS

si
1. Masalah Pemberitahuan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam peristiwa cessie, ada kemungkinan

ne
ng
bahwa debitur-cessus tidak tahu adanya peralihan hak, dari cedent kepada cessionaris,
karena cessie bisa dilaksanakan tanpa turut sertanya debitur-cessus,43 maka debitur-

do
gu
cessus perlu diberikan perlindungan agar ia nantinya membayar kepada kreditur
yang benar atau paling tidak kepada orang yang bisa dianggap sebagai krediturnya.
Sebaliknya cessionaris juga butuh perlindungan, agar nanti sesudah ia menjadi

In
A
pemilik tagihan bisa mengikat debitur-cessus dan ia hanya bisa membayar kewajiban
pelunasan utangnya secara sah kepada dirinya. Atas dasar itu, maka pembuat
undang-undang dalam Pasal 613 ayat 2 BW merumuskan pernyataan berikut ini.
ah

lik
“Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan
am

ub
setelah penyerahan itu secara resmi diberitahukan kepadanya (betekend)
atau secara tertulis disetujui atau diakuinya.” ep
Sebelum membahas arti ketentuan tersebut di atas, kiranya perlu sekali untuk
k

diketahui, bahwa dalam bahasa aslinya disebutkan “disetujui atau diakuinya” (heeft
ah

aangenomen of erkend) sedang dalam terjemahan R. Subekti Tjitrosudibio tertulis


R

si
“disetujui dan diakuinya”. Jadi yang benar alternatif, bukan kumulatif.
Pertanyaannya di sini adalah, apa yang dimaksud dengan kata-kata “bagi si

ne
ng

berutang tiada akibatnya”?

2. Fungsi Pemberitahuan

do
gu

Pertama-tama, yang dimaksud dengan “si berutang” adalah “debitur”, yang dalam
peristiwa cessie adalah debitur-cessus. Selanjutnya dari kata-kata “tiada akibatnya”
bisa ditafsirkan bahwa cessie yang telah terjadi antara cedent dan cessionaris, tidak
In
A

mempunyai akibat hukum terhadap debitur-cessus, sebelum ada pemberitahuan


kepadanya atau cessie secara tertulis diakui atau disetujui olehnya. “Tiada akibat
ah

lik

hukum”di sini artinya bahwa bagi debitur-cessus krediturnya masih tetap kreditur-asal,
yang dalam peristiwa cessie adalah cedent, dengan konsekuensinya—sebelum ada
pemberitahuan (dan di luar persetujuan atau pengakuan secara tertulis)—debitur-
m

ub

cessus masih dibenarkan untuk membayar kepada cedent sebagai pembayaran yang
sah, dengan akibat utangnya lunas. Jadi, unsur “pemberitahuan” dalam cessie tidak
ka

ada pengaruhnya terhadap beralihnya tagihan atas nama yang di-cedeer.


ep

43 Kartono, loc.cit.
ah

es

20 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 20 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Penafsiran seperti itu, dihubungkan dengan Pasal 613 ayat 1 BW, mengajarkan

si
kepada kita bahwa terhadap cessionaris, cessie sudah menjadikan dirinya pemilik
yang sah atas tagihan yang diserahkan, tetapi debitur cessus, selama ia belum tahu

ne
ng
adanya cessie—atau belum mengakui atau menyetujui cessie—ia boleh beranggapan
bahwa krediturnya adalah masih tetap cedent. Yang namanya anggapan tidak selalu
benar, karena melalui cessie sebenarnya krediturnya telah beralih dari cedent kepada

do
gu
cessionaris. Konsekuen dengan prinsip tersebut, maka kalau debitur-cessus dengan
cara lain telah mengetahui bahwa krediturnya—melalui cessie—telah beralih dari
cedent kepada cessionaris, maka kalau cessus tetap membayar kepada cedent, ia

In
A
beritikad tidak baik dan oleh karena itu tidak perlu mendapat perlindungan, dengan
akibat pembayaran kepada kreditur-asal/cedent, bagi cessionaris tidak sah, dalam
ah

lik
peristiwa seperti itu, cessionaris tetap berhak untuk menagih cessus.

3. Penerapannya dalam Praktik


am

ub
Pengadilan Jakarta Selatan juga mempunyai pendapat seperti itu. Adanya kata-
kata “atau secara tertulis disetujui atau diakui” memberikan petunjuk kepada kita,
bahwa yang penting, agar cessie mengikat cessus adalah cessus tahu adanya cessie.44
ep
k

Sejak saat itu, cessus tidak bisa lagi mengatakan bahwa ia dengan itikad baik telah
ah

membayar kepada cedent. Berlainan dengan pendapat dari PT Bandung yang


R
menganggap pemberitahuan menentukan sahnya cessie. Namun, di lain pihak

si
mengakui bahwa dengan adanya Akta Pengalihan Utang yang sah, maka piutang
telah beralih kepada cessionaris.45

ne
ng

Di samping itu, ternyata ada Pengadilan yang tidak hanya mempermasalahkan


keabsahan cessie dengan mengaitkannya dengan masalah pemberitahuan, tetapi

do
gu

lebih dari itu bahkan mempertimbangkan, bahwa cessie itu tidak disetujui oleh
cessus.46 Bukanlah sudah dikatakan, cessie bisa terjadi di luar sepengetahuannya
cessus?
In
A

4. Pihak yang Diberitahukan


Dari redaksi Pasal 613 ayat 2 BW dapat kita simpulkan bahwa yang perlu diberitahukan
ah

lik

adalah “penyerahan”-nya, cessie-nya. Kalau begitu, tidak perlu diberitahukan titelnya.


Apakah memang benar begitu? Kita akan tinjau di bagian lain dalam buku ini nanti.
m

ub
ka

44 Disimpulkan dari Putusan PN Jakarta Selatan No. 638/Pdt.G/2002/PN Jaksel, ttgl. 28 Mei 2003, seba-
ep

gai disitir oleh PN Cibinong No. 148/Pdt.Bth/2003/PN.Cbn, ttgl. 1 April 2004.


45 P.T. Bandung No. 339/Pdt/2204 PT Bdg. 22 Desember 2004.
46 PN Medan No. 586/Perd/1975/PN MDN, ttgl. 8 Mei 1976.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 21


M

ng

on

isi1-ok.indd 21 12/13/2010 11:49:28 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
5. Pihak yang Memberitahukan

si
Pembuat undang-undang dalam pasal di atas hanya mengatakan perlunya
pemberitahuan kepada cessus, namun tidak mengatakan, siapa yang harus

ne
ng
memberitahukan. Permasalahan di sini yang perlu mendapat perhatian kita adalah
pemberitahuan adanya cessie oleh siapa, supaya dengan begitu mengikat cessus
untuk membayar kepada cessionaries. Untuk sementara tidak dipersoalkan dulu,

do

gu
apakah pemberitahuan itu mutlak harus dengan exploit juru sita atau tidak?
Kita coba telusuri, karena tidak ada keterangan tentang siapa yang harus
“memberitahukan” cessie kepada cessus, maka bisa disimpulkan, bahwa

In
A
pemberitahuan itu bisa datang dari cedent dan/ataupun cessionaris, jadi bisa oleh
salah satu, atau keduanya atau malahan bisa oleh pihak ketiga.
ah

lik
Kalau pemberitahuan terjadinya cessie, dilakukan oleh cedent atau cedent
bersama-sama cessionaris, maka cessus mestinya boleh percaya kebenaran dari
pemberitahuan itu, bukankah secara umum, kreditur tidak mau kehilangan
am

ub
haknya jika tidak ada dasar yang membenarkan kehilangan itu? Dengan demikian,
pemberitahuan oleh cedent mengikat cessus.
Bagaimana kalau cessionaris yang memberitahukan adanya cessie kepada
ep
k

cessus, apakah cessus terikat? Apakah dengan pemberitahuan itu, cessus sudah pasti
ah

dibenarkan membayar secara sah kepada cessionaris? Harap diingat, cessus juga
R
perlu dan patut untuk mendapatkan perlindungan.

si
Permasalahan di sini muncul, kalau cessus tidak tahu adanya peristiwa cessie. Jika

ne
demikian, mestinya pada waktu ada pemberitahuan cessie oleh cessionaris, cessus
ng

tidak tahu, bahwa telah terjadi peristiwa cessie dan mungkin sekali ia tidak mengenal
orang yang memberitahukan cessie kepadanya. Dalam hal demikian, bagi cessus,

do
gu

orang yang menyatakan dirinya adalah “cessionaris” adalah sama dengan seorang
pihak ketiga. Apakah bisa dibenarkan, kalau sembarang orang yang datang kepada
cessus dan mengatakan, bahwa ia adalah krediturnya yang baru, harus diterima
In
A

begitu saja? Bukankah ia tidak tahu, bahwa yang memberitahukan kepadanya


adalah orang yang benar-benar telah mengoper tagihan dari krediturnya (kreditur
ah

dari cessus)? Kalau begitu bukankah, untuk amannya, ia perlu mengetahui akta cessie-
lik

nya? Lebih dari itu ia mestinya perlu tahu, bahwa orang yang memberitahukan cessie
kepadanya memang krediturnya yang sah, dan untuk itu, maka cessus perlu melihat
m

ub

dasar penyerahannya, yang kalau berupa perjanjian, perjanjian obligatoirnya.


Bukankah kalau titelnya tidak sah dan kemudian dibatalkan, ia ternyata telah
ka

membayar kepada orang yang bukan krediturnya? Kesimpulannya, kalau yang


ep

memberitahukan terjadinya cessie adalah cessionaris (atau orang lain di luar cedent),
maka—demi untuk memberikan perlindungan yang layak kepada cessus—cessus
ah

es

22 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 22 12/13/2010 11:49:29 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
berhak untuk minta ditunjukkan akta cessie dan titel penyerahannya. Keabsahan

si
titel menjadi lebih penting lagi, kalau sementara itu objek cessie telah diserahkan
lagi kepada pihak ketiga (ingat Teori Kausal).

ne
ng
6. Cara Pemberitahuan
Dalam redaksi aslinya, pemberitahuan itu harus dilakukan melalui betekening

do
gu
(aan hem is betekend geworden). Pemberitahuan melalui betekening maksudnya
adalah pemberitahuan resmi melalui exploit juru sita.47 Akta juru sita merupakan
akta otentik48 dan sebagai akta otentik, akta itu mempunyai kekuatan bukti yang

In
A
sempurna (Pasal 1870 BW). Dengan pemberitahuan secara resmi (betekening) orang
tidak ragu lagi bahwa secara hukum cessus telah—atau dianggap telah—menerima
ah

lik
pemberitahuan itu. Namun, dalam praktik di masa sekarang, dari laporan para
lawyer yang sampai pada penulis, syarat seperti itu membawa banyak kesulitan
dalam praktik, karena sekarang—di samping masalah biaya—para juru sita sudah
am

ub
sangat sibuk dengan tugas-tugasnya sehingga tidak mudah untuk minta agar juru
sita menyempatkan waktu untuk memberitahukan telah terjadinya cessie kepada
cessus.
ep
k

Kalau kita menyimak, maka dalam peristiwa cessie, yang penting adalah bahwa
ah

pemberitahuan terjadinya cessie sampai pada cessus. Bahkan pemberitahuan itu


R
bukan esensial untuk cessie, karena cessie sudah mengikat cessus tanpa adanya

si
pemberitahuan, kalau terjadinya cessie telah diakui atau disetujui cessus secara
tertulis atau dengan cara lain telah diketahui oleh cessus. Berangkat dari jalan pikiran

ne
ng

seperti itu, kiranya sekarang bisa kita terima, bahwa pemberitahuan terjadinya cessie
cukup dibuat dengan pemberitahuan secara tertulis. Apalagi, untuk penggadaian

do
gu

benda bergerak tak bertubuh—jadi termasuk tagihan atas nama—sudah cukup


dengan kennisgeving/diberitahukan saja kepada orang, terhadap siapa hak yang
digadaikan itu harus dilaksanakan (Pasal 1153 BW), di sini tidak digunakan istilah
In
A

“betekening”—seperti di Pasal 613 ayat 2 BW—sehingga tidak perlu pakai exploit


juru sita. Yang penting adalah adanya bukti bahwa pemberitahuan itu telah
sampai pada cessus. Ali Boediarto dalam rangkuman (inti) perkara yang dituangkan
ah

lik

dalam Masalah Lembaga Hukum Cessie, juga hanya berbicara tentang cessie telah
diberitahukan kepada debitur, tanpa embel-embel dengan exploit juru sita.49
m

ub
ka

47 Hartono Soerjopratiknjo, Utang Piutang, hlm. 63; J. Satrio, Cessie, hlm. 31; Indra Ario Nasution, loc.
ep

cit.; Pasal 1 Rv, Pasal 388 H.I.R.


48 Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1985, hlm. 124.
49 H.P. Panggabean, op.cit., hlm. 14.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 23


M

ng

on

isi1-ok.indd 23 12/13/2010 11:49:29 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Karena—sebagaimana telah disebutkan di atas—cessie merupakan suatu

si
perjanjian kebendaan, maka penyerahan (dalam akta) oleh cedent itu harus diterima
oleh cessionaris secara tertulis, yang karena tidak disyaratkan harus diberikan dalam

ne
ng
akta penyerahan, maka penerimaan itu bisa diberikan dalam akta tersendiri.

7. Pendirian Pengadilan

do
gu
Dalam contoh keputusan-keputusan yang penulis miliki, dapat dikatakan, bahwa
masalah cara pemberitahuan tidak dipersoalkan. Kiranya boleh disimpulkan,

In
bahwa pengadilan menerima tentang pemberitahuan telah terjadinya cessie
A
cukup dilakukan secara tertulis. Ada kemungkinan cara pemberitahuan tidak
dipermasalahkan karena dalam KUH Perdata terjemahan Subekti-Tjitrosudibijo kata
ah

lik
“betekening” diterjemahkan menjadi ”pemberitahuan” saja.
am

ub
J. KESIMPULAN
Beberapa segi lembaga hukum cessie perlu mendapat perhatian, yaitu
1. pengertian tentang cessie perlu diseragamkan agar dalam pelaksanaannya bisa
ep
k

menghasilkan keputusan yang baik;


2. bahwa penyerahan benda-benda tak bertubuh yang bukan berupa tagihan,
ah

juga dilakukan dengan membuat akta sebagai dimaksud Ps. 613 BW, tetapi tidak
R

si
disebut cessie;
3. bahwa cessie selesai dengan ditandatanganinya akta cessie oleh cedent dan

ne
ng

cessionaris, tanpa perlu ikut sertanya cessus;


4. bahwa pemberitahuan telah terjadinya cessie kepada cessus dimaksudkan agar

do
untuk selanjutnya cessus tidak bisa lagi membayar secara sah kepada cedent;
gu

5. pemberitahuan itu cukup diberikan secara tertulis.


In
A

K. USUL PERBAIKAN
Perbaikan jangka pendek hendaknya dilakukan melalui doktrin dan terutama
ah

lik

melalui keputusan pengadilan. Kita melihat contohnya sekalipun dalam Pasal 1320
BW dengan tegas dikatakan “Untuk adanya (voor de bestaanbaarheid) perjanjian
m

ub

diperlukan empat syarat, tetapi tanpa perubahan undang-undang pasal tersebut


sudah umum ditafsirkan “Untuk sahnya perjanjian“. Demikian pula kata “batal”
ka

dalam Pasal 1322, 1323, 1325 BW tidak perlu diubah, tetapi cukup ditafsirkan, bahwa
ep

kata tersebut seharusnya dibaca “dapat dibatalkan”. Dalam praktiknya, keputusan-


keputusan pengadilan—melalui penafsiran pasal-pasal undang-undang—bisa
ah

es

24 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 24 12/13/2010 11:49:29 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
mengisi kekosongan hukum50 yang pengaruhnya sama dengan suatu perubahan

si
perundang-undangan, dengan biaya yang murah dan proses yang cepat. Dengan
keputusan yang menafsirkan luas kata “onrechtmatig” dalam perkara Lindenbaum-

ne
ng
Cohen (HR 31 Januari 1919, NJ. 1919, 161), ada yang mengatakan, seakan-akan ada
perubahan perundang-undangan51 dan dengan itu HR telah melakukan apa yang
hendak dilakukan oleh pembuat undang-undang.

do

gu
Perbaikan dilakukan dengan mengusulkan agar MA dan pengadilan-pengadilan
di bawahnya secara konsisten memutuskan beberapa hal berikut:

In
A
1. bahwa cessie adalah penyerahan tagihan atas nama melalui suatu akta;
2. bahwa dengan selesainya penandatanganan akta cessie oleh cedent dan
ah

lik
cessionaris, maka peralihan hak atas tagihan atas nama, yang diserahkan oleh
cedent kepada cessionaris telah selesai dan hak milik atas tagihan itu telah
beralih dari cedent ke cessionaris;
am

ub
3. kecuali cessie itu secara tertulis telah disetujui atau diakui oleh cessus, maka
pemberitahuan terjadinya cessie oleh cedent kepada cessus, mengikat cessus
untuk tidak lagi membayar utang itu kepada cedent;
ep
k

4. dalam hal pemberitahuan peristiwa cessie dilakukan oleh cessionaris atau


ah

pihak ketiga, maka cessus berhak untuk minta ditunjukkan akta cessie-nya dan
R
peristiwa perdata yang menjadi dasar cessie.

si
Karena terbatasnya waktu dan dibatasinya jumlah halaman, maka tulisan ini

ne
ng

tidak membahas tentang cessie sebagai jaminan. Tidak lain harapan penulis adalah,
semoga tulisan ini bermanfaat.

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

50 Loudu-Riwu-Loupatty, Ajaran Umum Perikatan dan Persetujuan, Menurut Kitab Undang-Undang


ep

Hukum Perdata, Surabaya: Kasnendra Suminar, 1983, hlm. 1.


51 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Bandung: Vorkink-Van Hoeve, 1953, hlm. 15.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 25


M

ng

on

isi1-ok.indd 25 12/13/2010 11:49:29 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
am

ub
ep
k
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

26 Dokumen Penjelas
M

ng

on

isi1-ok.indd 26 12/13/2010 11:49:29 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
PERSPEKTIF INTERNASIONAL

si
ASSIGNMENT OF

ne
ng
DEBTS UNDER

do
gu
NETHERLANDS LAW

In
A
Oleh: Prof. Dr Henricus (Henk) Joseph Snijders1
ah

lik
A. General
am

ub
The term “cessie” (assignment) under Netherlands law refers to the delivery of
personal rights to payment not to order or bearer, i.e. rights other than rights to order
and rights to bearer (these rights are also called “debts”, looking at the concept from
ep
the passive side). The term “cessie” does not only refer to the delivery of personal
k

rights to payment not to order or bearer, but also to the transfer of such rights. The
ah

context in which the term is used will point the way in this respect.
R

si
The first requirement for the transfer of a personal right to payment not to order
or bearer is that it should fulfill the general requirements of transfer as referred to

ne
ng

in article 3:84 Burgerlijk Wetboek (BW; Dutch Civil Code). This means that there must
be a delivery pursuant to a valid title by a person having the power to dispose of
the property. The Burgerlijk Wetboek mentions exceptions only to the requirement of

do
gu

that power to dispose of property, in order to protect third parties from the absence
of the said power (arts. 3:86-88 BW).
In
The alienator of the debt is also known as the assignor (“cedent”), the acquirer
A

of a debt as the assignee (“cessionaries”) whiles the debtor of the debt is known as
“debitor cessus”.
ah

lik

Since 1 October 2004 our BW has not only known the public assignment (art.
3:94 par. 1 BW; see also art. 3:94 paras. 2 and 4 BW), but also the so-called “stille
cessie” (undisclosed assignment) (art. 3:94 para. 3 BW). The act of delivery required
m

ub

by law for the public assignment is an instrument of assignment (the “cessie-akte”)


and notice thereof to the debitor cessus (art. 3:94 par. 1 BW). For the undisclosed
ka

ep

1 Professor of Civil Law and Civil Procedure at Leiden University, h.jsnijders@law.leidenuniv.nl.


ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 27


M

ng

on

isi2-ok.indd 27 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
assignment there is no requirement of notification, but only an instrument of

si
assignment is needed, which must be an authentic or registered private instrument
(art. 3:94 par. 3 BW).

ne
ng
B. Precise Description and Extent of the Property
Assigned (“Het Gecedeerde”)

do
gu
In the instrument of assignment the rights to be transferred must be described
in a sufficiently precise manner. This is an application of the requirement of

In
individualisation, which applies to proprietary mutations (for example, the owner of
A
a large oil tank can sell two litres of oil out of that tank, without separating them from
the other oil inside that tank, but he cannot deliver those two litres without separating
ah

lik
them from the other oil). Nevertheless, the precise description of personal rights to
payment not to order or bearer in instruments of assignment is not subjected to
strict requirements by the Supreme Council (Hoge Raad). For instance, the names of
am

ub
the debtors of the rights transferred may also be stated on a computer list, to which
the instrument of assignment refers. The flexibility and practicability employed by the
ep
Supreme Council for the requirement of individualisation for proprietary disposition
k

of personal rights to payment not to order or bearer has become clear in the practice
ah

concerning the undisclosed pledge: “It is sufficient for the instrument to contain such
R

si
particulars that it can be established, later if necessary, on the basis thereof which
debts are involved”, as judged by the Supreme Council in the Rivierenlandarrest.1 This

ne
ng

doctrine was subsequently applied also to the requirement of precise description for
the assignment.2 For the interpretation of the instrument of assignment the so-called
Haveltex criterion applies nowadays:3 to determine the contents of an assignment,

do
gu

the text of the instrument is not the only relevant component, but it comes down to
“the meaning that the parties could mutually, in the given circumstances, reasonably
attach to each other’s statements and conduct, and to what they could in that respect
In
A

reasonably expect from each other”.


For the undisclosed assignment an extra requirement applies, stating that
ah

lik

this applies only to debts which already exist at the time of the delivery or which
are acquired directly from a legal relationship which already exists at that time (art.
3:94, par. 3 BW). Thus, rent due in the future arising from an already existing tenancy
m

ub

agreement can be transferred by way of undisclosed assignment, but future


ka

ep

1 HR 14 October 1994, NJ 1995, 447 (WMK).


2 See e.g. HR 16 May 2003, NJ 2004, 183 (WMK) and HR 4 March 2005, NJ 2005, 326.
3 HR 13 March 1981, NJ 1981, 635 (CJHB).
ah

es

28 Perspektif Internasional
M

ng

on

isi2-ok.indd 28 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
rent claimed pursuant to a tenancy agreement yet to be concluded cannot. In

si
the former case there is mention of so- called single or relatively future debts, in the
latter of so-called dual or absolutely future debts. Those dual future debts can be

ne
ng
assigned publicly, however.
The assignment of a debt ipse iure includes, in general, the accessory rights
thereto such as rights of pledge and mortgage, rights arising under surety, priority

do
gu
rights and the right to enforce executory judgments and deeds relating to the debt.
Other examples are the right of the previous obligee to contractual interest, to a
penalty or to a forfeited penalty sum for non-compliance, except to the extent that

In
A
the interest was already due or the penalty or penalty forfeited for non-compliance
was already forfeit at the time of transmission. See further article 6:142 BW. The
ah

lik
transmission of accessory rights may be excluded contractually insofar as they
are not inevitably connected to the debt. A right cannot be a right accessory to a
debt if it is so much connected with the whole legal relationship of which the debt
am

ub
forms part, that it “exceeds” that debt, such as the right to dissolution of a purchase
agreement for breach of contract, the right of revendication or the right to cancel a
tenancy agreement vis-à-vis the right of payment of the purchase price respectively
ep
k

the rent.
ah

Valid also is the assignment of a specific part of a divisible debt, such as a


R
monetary debt. Also valid is the assignment of an undivided share in a debt and

si
up to a certain extent (with due regard for the requirement of individualisation) the
assignment of a part of a portfolio of debts.

ne
ng

An assignment cannot be undone by a mere agreement. As is true for other


delivery, the re-establishment of the older proprietary condition will require

do
gu

the retransfer (“retro- cessie”), except in case of delivery subject to resolutive


conditions.
In
C. Instrument of Assignment (“Cessie-Akte”)
A

An instrument of assignment must contain the proprietary agreement of transfer


(under Netherlands law the requirement of delivery is divided into the requirement
ah

lik

of a so- called proprietary agreement (“zakelijke overeenkomst”) and a delivery act;


a proprietary agreement, in contrast to the agreement that can constitute the title
m

ub

of a transfer, is understood to mean the multilateral juridical act whereby the parties
intend to transfer a certain property to each other, so that the other party can be
ka

regarded thereafter as the titleholder).


ep

The signing by both parties is not a constitutive requirement: the signing by the
alienator, followed by the acceptance by the acquirer requiring no prescribed form,
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 29


M

ng

on

isi2-ok.indd 29 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
is sufficient.4 The signing by both parties is obvious, of course, and can be practical

si
for evidentiary reasons.
The instrument of assignment can be a simple private instrument (art. 3:94 par.

ne
ng
1 BW). For the undisclosed assignment the law prescribes an authentic or registered
private instrument, to compensate for the lack of publicity of this form of delivery,
for want of the requirement of notification to the debitor cessus. Hereby the law

do
gu
links up with the requirements for the establishment of an undisclosed pledge (art.
3:239 BW). For the public assignment it can, for reasons of evidence of the date of
the instrument, also be useful for the parties yet to opt for an authentic instrument

In
A
or for registration of a private instrument. The term “instrument” under the BW
is understood to mean a signed document intended to serve as evidence, as
ah

lik
described in article 156 para. 1 BRv (Wetboek van Burgerlijke Rechtsvordering). The
evidentiary status of the various types of instruments is different (art. 157 BRv).
Thus, the date of a deed as stated by the civil-law notary in a notarial, i.e. authentic,
am

ub
deed yields compulsory evidence (i.e. mandatory evidence subject to proof to the
contrary) vis-à-vis anyone. The private instrument has such probative force only
between the parties and their successors. The registered private instrument is also
ep
k

interesting from the evidential point of view. Registration must take place with the
ah

inspectorate, notably with the Registration and Succession Duties Inspectorate. By


R
means of that registration it can be shown that the instrument was established no

si
later than on the date of its registration. In the Netherlands it is customary for
the undisclosed assignment—and for the undisclosed pledge, for that matter—to

ne
ng

opt for the registered instrument instead of a notarial deed, because the registered
instrument simply is much cheaper.

do
gu

D. Notification as a Constitutive Requirement


for Public Assignment
In
A

Under the old law, the notification did not form a constitutive requirement
for assignment. The instrument established the assignment, albeit that the debitor
ah

lik

cessus who did not nor could know of the assignment could discharge his obligations
to the assignor pursuant to art. 1422 (old BW). By in principle now regarding the
notification as a constitutive requirement for the delivery, the legislator more
m

ub

adequately fleshes out the publicity requirement for proprietary rights. At the same
time he is promoting—which is also the function of that publicity requirement—
ka

ep

4 Parlementaire Geschiedenis (PG) Book 3, p. 395.


ah

es

30 Perspektif Internasional
M

ng

on

isi2-ok.indd 30 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
the need for legal certainty: at present it is clear to third parties earlier than in the

si
past whether an assignment has actually been established or not. This does not
affect the fact that the legislator has since 2004 accommodated logistic, financial

ne
ng
and commercial objections that may be connected to effecting notification to
large numbers of debtors, by (as has been noted above) also allowing undisclosed
assignment under stringent conditions.

do
gu
In the event that an instrument is drawn up for a public assignment and the
assignor subsequently goes bankrupt, neither the assignor nor the assignee can
yet complete the public assignment (arts. 23 and 35 par. 1 Faillissementswet (Fw);

In
A
compare also arts. 212a-b Fw). Even the trustee in bankruptcy of the assignor
does not have this possibility pursuant to the judgment in Lagero II.5 He will usually
ah

lik
have no need for that, by the way, considering the interests of the joint creditors of
the bankrupt to be promoted by him.
If an instrument of assignment is drawn up relating to a debt that is subsequently
am

ub
attached, the notification can still complete the public assignment, but then the
assignment does not concern the person levying the attachment (arts. 475 h and
720 BRv). The collection of the debt attached serves first for the benefit of the person
ep
k

levying attachment for payment of his debt: any subsequent balance accrues to the
ah

assignee.
R
If a debt is assigned twice, then only one of the assignor’s other parties can be

si
the assignee. This is not per se the party that can rely on the oldest instrument of
assignment. If there are two undisclosed assignments involved or an undisclosed

ne
ng

assignment followed by a public one, then this does apply; if there are two public
assignments involved, then it is the party with respect to whom both requirements—

do
gu

notably the instrument of assignment and notification—have first been fulfilled, who
will become the assignee. If an instrument for a public assignment is concerned, which
is followed by an undisclosed assignment, whereafter subsequently notification of
In
A

the public assignment is effected to the debitor cessus, then the notification comes
too late: the undisclosed assignment has then already been completed. Behold an
important legal effect of the notification as a constitutive requirement for public
ah

lik

assignment.
The contents of the required notification to the debitor cessus have not
m

ub

been precisely indicated by the legislator. Article 3:94 par. 1 BW refers to “rights
delivered by means of an appropriate instrument” and “notice thereof”.
ka

ep

5 HR 14 July 2000, NJ 2001, 685 (S.C.J.J. Kortmann).


ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 31


M

ng

on

isi2-ok.indd 31 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
The notification cannot concern the delivery itself, as the delivery is only

si
completed by the notification. Neither does the notification need to represent
the contents of the instrument accurately.6 Nor does the notification need to

ne
ng
refer to the having been prepared of an instrument of assignment, now that it
must be possible that the notification is effected prior to the preparation of such an
instrument. It can be assumed that the notification must comprise the information

do

gu
that the right against the relevant debtor is assigned and by whom this is done.
The notification may be effected both by the assignor and by the assignee, as is
evidenced by art. 3:94 par. 1 BW. In many cases the assignor will affect the notification.

In
A
If the assignee does so, there may be reason sooner for the debitor cessus to use his
right to documentation to be discussed later, as referred to in art. 3:94 par. 4 BW.
ah

lik
The manner of notification to the debitor cessus requires no prescribed form
(art.3:37 para. 1 BW).
The fact that the notification can take place before as well as after the preparation
am

ub
of the instrument of assignment, does not have to lead to any problems (art. 3:94 par.
4 BW; see also art. 6:34 et seq. BW).
Recognition or acceptance of the assignment by the debitor cessus is not
ep
k

sufficient to substitute the notification. Indeed, he must not be the person who can
ah

independently bring about an assignment which may not yet be desired by the
R
assignor and the assignee. It is another matter that the conduct of an assignor or

si
assignee in response to a recognition or acceptance, if any, by the debitor cessus,
can under certain circumstances be deemed to be a notification.7 If, for instance, the

ne
ng

debitor cessus writes to the assignor that he has taken cognisance of the instrument
of assignment and will pay to the assignee, whereupon the assignor confirms the

do
gu

receipt of the letter while expressing thanks and not giving any further comment, a
notification as referred to in art. 3:94 par. 1 BW can be established.
In
E. Public Assignment of Debt against Unknown
A

Debtors
ah

lik

The debtor of the debt to be assigned of the assignor does not need to be known at
the time of the instrument, provided notification is made to him without delay once
the debtor is known; such later notification will then have retroactive effect to the
m

ub

day of the instrument of assignment (art. 3:94 par. 2 BW). In this way it is intended
for the assignee, as long as he cannot reasonably effect notification, to be protected
ka

ep

6 PG Book 3, p. 395.
7 PG Book 3, pp. 394 and 396.
ah

es

32 Perspektif Internasional
M

ng

on

isi2-ok.indd 32 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
against the adverse consequences for him if the notification fails to materialise.

si
Suppose that A finds his car back seriously damaged in a parking lot. Perpetrator X is
nowhere to be found. His insurer B pays the costs of repair but only against transfer

ne
ng
by A of his right against perpetrator X. The instrument of assignment is drawn up.
Subsequently A goes bankrupt. Then X suddenly emerges. B promptly informs X of
the proprietary instrument of assignment. If article 3:94 para. 2 BW were absent, then

do
gu
B would nevertheless miss out (see art. 35 par. 1 Fw). Pursuant to art. 3:94 par. 2 BW,
B can nonetheless invoke a legally valid assignment: the notification is retroactive
to the day of the instrument of assignment, which had been prepared before the

In
A
bankruptcy.
The provision of art. 3:94 par. 2 BW applies only to debts already existing at the
ah

lik
time of the instrument. Anyone who wishes to rely on this provision will be wise,
even more so than otherwise, to have the assignment recorded in an authentic or
registered private instrument of assignment. Indeed, in this context the day of the
am

ub
instrument is of paramount importance.

F. Right to Documentation and Payment Obligation


ep
k

of the Debitor Cessus


ah

Article 3:94 par. 4 BW provides the debitor cessus with a right to documentation. He
R
can demand that he be given an extract, certified by the alienator, of the instrument

si
of assignment and the title upon which it is based (art. 3:94 par. 4, first sentence BW).
Stipulations which are of no importance to him need not be included in the extract

ne
ng

(art. 3:94 par. 4, second sentence BW). If no instrument of the title has been prepared,
the contents of the title must, if he so desires, be notified to him in writing to the

do
gu

extent that it is of importance to him (art. 3:94 par. 4, third sentence BW).
All of this looks like a facility for the benefit of the debitor cessus. However, the
debitor cessus who unthinkingly pays to just any person who conjures up a
In
A

proprietary instrument of assignment, whereby the debt was allegedly transferred


to that person, and who notifies that assignment to the debitor cessus, is erring.
He will not be protected by the legislator in the event that such an instrument, and
ah

lik

thereby the transfer, should be lacking. Anyone who pays to an alleged assignee can
only successfully invoke the payment as a discharge against the alleged assignor
m

ub

(who continues to lay claim to payment, of course), if he had reasonable grounds to


assume that the recipient was the assignee (art. 6:34 BW; see also arts. 6:35 and 36
ka

BW). If he had no such grounds, then there is nothing else left for him than to pay
ep

twice, and he will just have to find a way to reclaim the amount paid to the alleged
assignee as payment not due (art. 6:203 BW).
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 33


M

ng

on

isi2-ok.indd 33 12/12/2010 2:46:43 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
G. Legal Status of the Debtor of an Assigned Debt

si
As has just become evident, the debtor of a publicly assigned debt can no longer
discharge his payment to the assignor, but must make payment to the assignee.

ne
ng
This does not hold for the undisclosed assignment. Only after this has also been
notified to the debitor cessus can the assignee claim payment of the assigned debt
against the debitor cessus. Before that moment the debitor cessus can discharge

do
gu
his payment to the assignor. See art. 3:94 par. 3, second sentence BW. If he pays the
assignee nonetheless before the notification of the assignment, such payment does
not discharge him.

In
A
The legal status of the debitor cessus is not affected by the assignment. The
transfer of a debt does not prejudice the defences of the debitor cessus, such as
ah

lik
the contractual right to arbitration in the event of a dispute or invocation of the
prescription of the debt. See art. 6:145 BW. Article 3:36 BW also calls for attention,
however, which protects the assignee against defences which he did not need to
am

ub
expect, having regard to the contents of the agreement suggested vis-à-vis him.
See also art. 6:149 BW, in which it is assumed that the debitor cessus can assert
claims against the assignor for the nullification or setting aside of the agreement
ep
k

between him and the assignee (the agreement which provided the transferred debt)
after the assignment.
ah

R
In principle, the debitor cessus is also authorised to set off a counterclaim, if any,

si
against the assignor. See art. 6:130 par. 1 BW, which does set some limitations for the
possibility of setoff.

ne
ng

H. Comparable Legal Concepts

do
In practice a legal concept is used which is called assignment “for collection” (“cessie
gu

ter incasso”). For instance, A “assigns” his trade debtors to his bank B with the
sole intention that B should collect the claims against those debtors. The question
In
A

then arises whether the right assigned for collection actually passes to B or whether
it continues to be regarded as A’s patrimony. This is a matter of interpretation of the
relevant agreement in the light of the fidusia prohibition of art. 3:84 par. 3 BW. The
ah

lik

criterion then is whether it was (also) intended to actually make rights pass into B’s
patrimony.
m

ub

What has just been said about the assignment for collection also applies to
factoring, notably to the extent that it is framed as an assignment for collection.
ka

As has just been indicated, fidusia is not a valid title anymore for assignment
ep

(art.3:84 para. 3 BW). If a real transfer is intended rather than one that is purely a
fidusiary transfer, then such a transfer is respected.
ah

es

34 Perspektif Internasional
M

ng

on

isi2-ok.indd 34 12/12/2010 2:46:44 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
BIBLIOGRAFI

si
ne
ng
Adil, St Malikul. 1962. Hak-Hak Kebendaan. Bandung: PT Pembangunan.
Asser-Mijnssen. 1986. Mr. C. Asser’s Handleiding tot de Beoefe ning v an het Nederlands
Burgerlijk Recht-Zakenrecht-Zekerheidsrechten Elfde Druk. Zwolle: W.E.J. Tjeenk

do
gu
Willink.
Asser-Mijnssen-De Haan-van Daam. 2006. Mr. C. Asser’s Handleiding tot de Beoefe
ning van het Nederlands Burgerlijk Recht-Goederenrecht-Algemene Goederenrecht,

In
A
Vijftiende druk. Deventer: Kluwer.
Boender, A.A.Th. 1987. Gids Burgerlijk Recht-Arresten. Alphen aan den Rijn: Samsom
ah

lik
HD. Tjeenk Willink.
Brahn, O.K. 1991. Stille Verpanding en eigendomsvoorbehoud volgens het nieuwe
Burgerlijk Wetboek Zevende, geheel herschreven druk. Zwolle: W.E.J. Tjeenk
am

ub
Willink.
Brahn, O.K. 1992. Monografieën Nieuw BW-Levering, Beschikkingsonbevoegheid 2e
ep
druk. Deventer: Kluwer.
k

Budiono, Herlien. 2007. Cessie, Subrogasi, Novasi dan Beberapa Permasalahannya,


ah

Majalah Renvoi No 7.55.V Desember 2007.


R

si
C.C.van Dam-A.J. Verheij. Privaatrecht als opdracht. Nijmegen: Ars Aequi Libri.
Cooksey, Ray W. 1996. Decision making, Department of Marketing and

ne
ng

Management, University of New England Armidale, NSW 2351.


Daruz, Mariam. 1984. Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai dan Fidusia. Bandung:
Ikapi Bandung.

do
gu

Engelbrecht, W.A. -E.M.L Engelbrecht. 1956. Kitab Undang-undang, Undang-undang


dan Peraturan-peraturan serta Undang-Undang Dasar Sementara RI. Leiden: A.W.
In
Sijthoff’s Uitgeversmij N.V.
A

Friedman, W. 1990. Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis atas Teori Hukum (Susunan
I). Jakarta: Rajawali Pers.
ah

lik

Fristikawati, Yanti. 2010. Hasil Penelitian Cessie.


German Law in original version 2009 (Civil Code, Commercial Code and Company
m

ub

Law) compiled by Rachmad Setiawan.


G.J. Scholten-Y. Scholten-M.H. Bregstein. 1951. Verzamelde Geschriften van Prof. Mr.
ka

Paul Scholten. Zwolle: W.E.J. Tjeenk Willink.


ep

H.J.N. Boskamp-J.L.P. Cahen. 1991. 318 arresten over burgerlijk recht en handelsrecht
derde druk. Arnhem: Gouda Quint bv.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 35


M

ng

on

isi2-ok.indd 35 12/12/2010 2:46:44 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Kaligis, Otto C. 1989. Masalah-Masalah Praktis dalam Eksekusi Jaminan-Jaminan

si
atas Perjanjian Utang dan atau Sejenisnya dalam “Konferesi Kredit dan Hukum
Jaminan di Indonesia”. Jakarta: Mandarin Oriental.

ne
ng
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Lev, Daniel S. 1990. Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,
Cetakan Pertama. Jakarta: LP3ES.

do
gu
Lewis, Anthoni. 1973. Peranan MA di Amerika Serikat, Terjemahan naskah asli The
Supreme Court and How It Work. Jakarta: Pradnya Paramita.
Lotulung, Paulus. 1993. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup oleh Hakim Perdata.

In
A
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Mertokusumo, Sudikno. 1983. Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di
ah

lik
Indonesia Sejak 1942 dan Apakah Pemanfaatannya bagi Kita Bangsa Indonesia,
Edisi Pertama Cetakan Kedua. Yogyakarta: Liberty.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum [Suatu Pengantar]. Liberty: Yogyakarta.
am

ub
Nieskens, BWM. -Isphording-A.E.M. van der Putt-Lauwers. 1993. Derdenbescherming.
Deventer: Kluwer.
Nugroho, Advent Hari. 2005. Penulisan Hukum berjudul Tinjauan Yuridis tentang
ep
k

Perjanjian Cessie (studi kasus PT Bank Bali, Tbk).


ah

Panggabean, H.P. 1993. Himpunan Putusan Mahkamah Agung RI Mengenai Perjanjian


R
Kredit Perbankan (Berikut Tanggapan) Jilid 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

si
Panggabean, H.P. 2010. Laporan Penelitian tentang Putusan Mahkamah Agung tentang
Cessie.

ne
ng

. Disertasi: Peranan Mahkamah Agung dalam Pembangunan Hukum Melalui


Putusan-putusannya di Bidang Hukum Perikatan (1966-2000). Yogyakarta:

do
gu

Universitas Gajah Mada.


Rechtsbronnen, Noorduijn. 2004. Deel 1 Burgerlijk Recht-Handelsrecht. Deventer:
Kluwer.
In
A

Reehuis, W.H.M. 2004. Monografieën Nieuw BW-Levering, Derde geheel herschreven


druk. Kluwer: Deventer.
Reehuis, W.H.M -A.H.T. Heisterkamp-G.E.van Maanen-G.T. de Jong. 2001. Pitlo, Het
ah

lik

Nederlands Burgerlijk recht Deel 3, Goederenrecht, Elfde-herzeine en aangevulde


druk. Gouda Quint: Deventer.
m

ub

Satrio, J.. 1991. Cessie, Subrogratie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Utang.
Bandung.
ka

______. 2003. L ’éditio n du Bicente naire Co de Civ il 2 00 4. Litec: Paris.


ep

Satrio, J. 1999. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.


Snijders, Henk. 2010. Assignment of debts under Netherlands law. Leiden.
ah

es

36 Perspektif Internasional
Bibliografi
M

ng

on

isi2-ok.indd 36 12/12/2010 2:46:44 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Soekanto, Soerjono. 2003. Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial. Bandung: Alumni.

si
Soewarso, Indrawati. 2002. Aspek Hukum Jaminan Kredit. Institut Bankir
Indonesia.

ne
ng
Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet . X, hlm. 73. Jakarta: Intermasa.
Sudewi, Sri. Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan. BPHN Departemen Kehakiman.

do
gu
Suharnoko. 2005. Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie,
Prenada.
cet. I. Jakarta: Kencana

Tan Thong Kie. 2000. Studi Notariat-Serba Serbi Notaris. Jakarta: PT Ichtiar Baru van

In
A
Hoeve.
T.R. Hidma-G.R. Rutgers. 2004. Pitlo Het Nederlands burgerlijk recht Deel 7
ah

lik
BewijsAchste druk. Deventer: Kluwer.
Widyadharma, Ignatius I. 1982. Tentang Hukum Jaminan di Indonesia. Semarang:
Tanjung Mas.
am

ub
Zwalve, W.J. 2000. C.Ǽ.Uniken Venem a’s Common Law & Civil Law-Inleiding tot het
Anglo-Amerikaanse vermogensrecht. W.E.J. Tjeenk Willink: Deventer.
. 1986. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Alumni.
ep
k

. 1990. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.


ah

. 1999. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Utang. Bandung:


R
Alumni.

si
.1999. Hukum Suatu Pengantar, Edisi Keempat, Cetakan Kedua. Yogyakarta:
Liberty.

ne
ng

. 2000. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar Edisi Kedua Cetakan Pertama.


Yogyakarta.

do
gu

. 2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 2. Citra
Aditya Bakti.
. 2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian
In
A

Pertama. Citra Aditya Bakti.


. 2002. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Citra Aditya Bakti.
. 2008. Praktek Tebang Pilih Perkara Korupsi. Bandung: Alumni.
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 37


M

ng

on

isi2-ok.indd 37 12/12/2010 2:46:44 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
am

ub
ep
k
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

38 Perspektif Internasional
M

ng

on

isi2-ok.indd 38 12/12/2010 2:46:44 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
LAPORAN PENELITIAN

si
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 

ne
ng
I. CESSIE MENURUT LITERATUR DAN PERATURAN
PERUndang-UndangAN

do
gu
A. Latar Belakang Cessie
Cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible

In
A
goods), yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, di mana
seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain.
ah

lik
Dalam sistem cessie, dikenal pihak-pihak yang disebut sebagai cedent dan
cessionaries. Cedent adalah kreditur yang mengalihkan hak dan tagihannya (kreditur
lama), sedangkan cessionaris adalah orang yang menerima pengalihan tagihan
am

ub
(kreditur baru).
Cessie merupakan suatu bentuk pengalihan piutang bukan pengalihan utang
karena konsekuensi dari cessie adalah pergantian kreditur, sedangkan pengalihan
ep
k

utang yang terjadi adalah pengalihan debitur. Penggantian debitur tidak masuk
ah

dalam cessie tapi termasuk dalam bentuk novasi, yakni novasi subjektif pasif atau
R

si
yang disebut juga dengan subrogasi (delegasi).
Cessie mulai banyak digunakan pada akhir abad ke-19, karena munculnya

ne
ng

kebutuhan akan suatu lembaga pengalihan piutang yang tidak bisa menggunakan
sistem gadai atau fidusia, tetapi dalam praktik saat ini, tidak banyak lagi yang
menggunakannya di Indonesia. Sedikitnya buku atau bacaan yang membahas

do
gu

tentang cessie, dan ketidaktahuan orang tentang sistem ini, semakin membuat cessie
jarang digunakan.
In
A

B. Pengertian dan Tinjauan Umum tentang Cessie


1. Pengertian Cessie Menurut KUH Perdata
ah

lik

KUH Perdata tidak mengenal istilah cessie, tetapi di dalam Pasal 613 ayat 1 KUH
Perdata disebutkan bahwa “penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan
kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta
m

ub

otentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu
dilimpahkan kepada orang lain.” Dari hal tersebut dapat dipelajari bahwa yang diatur
ka

dalam Pasal 613 ayat 1 adalah penyerahan tagihan atas nama dan benda-benda tak
ep

bertubuh lainnya. Adapun yang yang dimaksud dengan benda-benda tak bertubuh
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 39


M

ng

on

isi3-ok.indd 39 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
lainnya. Dapat disimpulkan pasti bukan tagihan, karena semua penyerahan tagihan

si
sudah mendapat pengaturannya dalam Pasal 613 KUH Perdata. Oleh karena itu, yang
di­sebut cessie tak meliputi “benda tak bertubuh lainnya“ karena bukan merupakan

ne
ng
tagihan atas nama. Cessie juga dapat sebagai sarana untuk memperoleh hak milik.
Hal ini diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata terletak pada Bagian Kedua Bab Ketiga
buku II KUH Perdata yang mengatur tentang cara memperoleh hak milik, hal ini

do
gu
dikaitkan dengan ketentuan umum tentang cara memperoleh hak milik dalam Pasal
584 KUH Perdata salah satunya melalui penyerahan. Agar peralihan hak milik melalui
penyerahan sah, maka harus dipenuhi syarat (Pasal 584 KUH Perdata) antara lain

In
A
harus didasarkan atas suatu peristiwa perdata dan pihak yang menyerahkan harus
mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan/tindakan hukum pemilikan
ah

atas benda yang diserahkan atas tagihan atas nama yang bersangkutan.

lik
Pada umumnya, yang mempunyai kewenangan untuk mengambil
tindakan pemilikan adalah pemilik, perkecualiannya: orang yang berada
am

ub
dalam keadaan pailit atau orang yang hartanya disita, sekalipun tetap pemilik,
tetapi tidak berwenang untuk melakukan tindakan pemilikan hartanya yang
berada dalam kepailitan atau tersita. Dari Pasal 584 KUH Perdata tersebut bisa
ep
disimpulkan bahwa suatu penyerahan baru dapat dikatakan mengalihkan suatu
k

benda kepada pihak lain jika penyerahan itu didasarkan atas suatu hubungan
ah

obligatoir dan diserahkan oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk


R

si
menyerahkan benda itu. Apabila syarat kewenangan beschikking tidak dipenuhi,
maka penyerahan itu tidak sah dan karenanya benda yang diserahkan tidak

ne
ng

beralih kepada yang menerima penyerahan. Dalam kenyataannya, benda yang


telah diserahkan masih tetap menjadi milik pihak yang menyerahkan, dan pihak
yang menyerahkan berhak untuk menuntut penyerahan kembali benda yang

do
gu

telah diserahkan, baik atas dasar pembayaran yang tidak terutang (Pasal 1359
KUH Perdata) maupun atas dasar hak revindikasi (Pasal 574 KUH Perdata).
In
A

2. Pengertian Cessie Menurut Black Law


Dalam Black Law Dictionary, cessie atau istilah bahasa Inggris yang digunakan adalah
ah

lik

cession memiliki tiga arti, yaitu


a. the act of relinquishing property rights,
b. the relinquishing or transfer of land from one state to another, esp. when a state
m

ub

defeated in war gives up the land as part of the price of piece, dan
c. the land so relinquished or transferred.
ka

ep

Dengan demikian, cessie dalam definisi ini memiliki hubungan antara penyerahan
hak-hak properti yang disempitkan dalam bidang pertanahan.
ah

es

40 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 40 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Seorang yang melakukan penyerahan tanah tersebut dalam istilah

si
bahasa Inggris disebut cesser, yang didefinisikan dalam sejarahnya sebagai, “a
tenant whose failure to pay rent or perform prescribed services gives the landowner

ne
ng
the right to recover possession of the land”. Definisi kedua yang menjelaskan
tentang cesser ini adalah “a termination of a right or interest”. Istilah cesser ini
juga dikenal dengan istilah cesssor atau cessure.

do
gu
3. Pengertian Cessie Menurut Dictionary of Law (4th Edition)
Cessie adalah penyerahan utang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh

In
A
lainnya, dilakukan dengan jalan sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan
mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang
ah

lik
demikian bagi si berutang tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu
diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan
tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan peyerahan surat itu.
am

ub
Penyerahan tiap-tap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan
surat disertai dengan endosemen.
ep
k

4. Pengertian Cessie Menurut Dictionary of law (4th edition)


ah

Cessie adalah pelepasan, pengalihan suatu utang atau tagihan; penggantian


R
seorang kreditur oleh kreditur lainnya, kebalikan dari delegatie. Cessie tidak

si
dianggap sebagai suatu bentuk pembaharuan utang. Orang yang mengalihkan
disebut cedent, yang menerima disebut cessionaries. Debitur dari tagihan

ne
ng

disebut debitur/cessus. Cessie dari tagihan atas unjuk terjadi dengan penyerahan
suratnya dengan tagihan atas nama dengan akta cessie dan dari tagihan atas

do
gu

pemberitahuan order dengan endosemen.

5. Pengertian Cessie Menurut Land Computerization


In
A

Adalah pengalihan hak atas kebendaan tak bertubuh (intangible goods) kepada
pihak ketiga. Kebendaan tak bertubuh di sini biasa berbentuk piutang atas nama.1
Cessie adalah suatu perbuatan hukum mengalihkan piutang orang atau kreditur-
ah

lik

kreditur pemegang hak tanggungan kepada pihak lain.


Cessie adalah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan
m

ub

cara membuat akta otentik atau akta di bawah tangan, kemudian dilakukan
pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari
ka

piutang ter­sebut.
ep

1 Lihat Hukum Benda, http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi.


ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 41


M

ng

on

isi3-ok.indd 41 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
6. St. Malikul Adil2

si
Tuntutan piutang atas nama merupakan hak dari orang yang (namanya) disebutkan
dalam surat utang sebagai yang berpiutang. (Hak) Milik ini dapat dipindahkan ke

ne
ng
tangan orang lain. Pemindahan ini dinamakan cessie; yang memindahkan dinamakan
cedent; dan orang yang menerima pemindahan hak itu (disebut) cessionaris. Dengan
demikian, dalam kenyataannya hak miliknya tidak berpindah. Cessie berlaku hanya

do
gu
terhadap tangan ketiga, yakni orang yang berutang, sesudah hal itu diberitahukan
kepadanya, atau telah diakuinya adanya.

In
A
7. Prof. Subekti3
Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian
ah

lik
orang berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang
berpiutang baru, yang dalam hubungan ini dinamakan cessionaris. Pemindahan itu
harus dikakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan; jadi tak boleh
am

ub
dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku
terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi
(betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat;
ep
k

jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan pada si berutang.


ah

R
8. Prof. Mariam Daruz Badrulzaman4

si
Cessie adalah suatu perjanjian di mana kreditur mengalihkan piutangnya (atas nama)

ne
kepada pihak lain. Cessie merupakan perjanjian kebendaan yang didahului suatu
ng

“titel” yang merupakan perjanjian obligatoir. Ada hal menarik, sementara dalam
Pasal 613 ayat 2 KUH Perdata mewajibkan adanya pemberitahuan pada debitur/

do
gu

cessus, tetapi Prof. Mariam Daruz menyebutkan tidak perlu pemberitahuan pada
debitur/cessus.
In
A
ah

lik
m

ub
ka

2 Malikul Adil, Hak-Hak Kebendaan, Bandung: PT Pembangunan, 1962, hlm. 99–100.


ep

3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XX, Jakarta: Intermasa,1985, hlm. 73–74.
4 Mariam Daruz Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai dan Fidusia, Bandung: Ikapi,
1984, hlm. 105–106.
ah

es

42 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 42 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
9. Prof. Dr. Sri Sudewi Massjchoen Sofwan5

si
Cessie ialah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuatkan
akta otentik atau akta di bawah tangan, kemudian dilakukan pemberitahuan

ne
ng
mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari piutang tersebut.
Peralihan piutang atas nama demikian dipakai sebagai jaminan (tambahan jaminan)
utang., dalam praktik perbankan. Menurut sejarahnya cessie sebagai jaminan,

do
gu
dalam praktik perbankan dan notariil, sudah dikenal sejak 1974, jadi jauh sebelum
timbulnya lembaga Fidusia.

In
A
10. Suharnoko6
Cessie adalah cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 KUH
ah

lik
Perdata. Pengalihan tersebut terjadi atas dasar suatu peristiwa perdata, misalnya
jual-beli antara kreditur lama dengan calom kreditur baru. Dalam cessie utang
piutang yang lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur
am

ub
baru. Dalam cessie debitur selamanya pasif, dia hanya diberitahukan tentang adanya
penggantian kreditur, sehingga dia harus membayar kepada kreditur baru.
ep
k

11. Otto C. Kaligis7


ah

Accounts Receivable (identik cessie) adalah seluruh dan setiap hak dan kepentingan
R
assignor, sehubungan dengan tagihan-tagihan yang sekarang atau di kemudian hari

si
akan diterima assignor atas (i) Penjualan-penjualan terutama atas barang-barang

ne
assignor atau jasa-jasa assignor; (ii) Klaim-klaim assignor atas asuransi barang-barang
ng

assignor, baik bergerak maupun tidak bergerak yang akan diperoleh assignor di
kemudian hari. Dalam praktik peradilan, kreditur yang menerima pengalihan piutang

do
gu

sebagai jaminan hanyalah mempunyai kedudukan sebagai kreditur konkuren dan


bukan preferen.
In
A

12. Ignatius I. Widyadharma8


Cessie adalah suatu peralihan piutang atas nama, yaitu suatu kewajiban dari cessus
ah

guna membayar kepada cedent (kreditur lama), telah dialihkan atau dilimpahkan
lik

5 Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan, BPHN, Departemen Kehakiman.
m

ub

6 uharnoko, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Cet. ke-1, Jakarta: Kencana Prenada Media,
2005, hlm. 101.
7 Otto & L1. EEiJiM, “Masalah-Masalah Praktis dalam Eksekusi Jaminan-Jaminan atas Perjanjian Utang
ka

dan atau Sejenisnya”, disampaikan dalam Seminar Konferensi Kredit dan Hukum Jaminan di Indonesia,
ep

Jakarta: Mandarin Oriental, 1989.


8 Ignatius I. Widyadharma, Sedikit tentang Hukum Jaminan di Indonesia, Semarang: Tanjung Mas, 1982,
hlm. 29.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 43


M

ng

on

isi3-ok.indd 43 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
oleh cedent kepada cessionaris (kreditur baru). Atas peralihan/pelimpahan tersebut

si
diperlukan (a) Pelimpahan peralihan dalam suatu cessie harus dilakukan dalam suatu
akta otentik atau akta di bawah tangan. (b) Pihak debitur, yaitu disebut cessus, layak

ne
ng
diberi tahu dan pemberitahuannya harus dilakukan secara resmi yakni lewat juru
sita (HGH 29 Oktober 1931. T 35 hlm. 80). Atau dapat pula diketahuinya dengan cara
si cessus secara tertulis telah menerima atau mengakui/613 ayat 2 BW.

do
gu
13. Indrawati Soewarso9
Cessie, dalam kepustakaan hukum, diartikan sebagai penyerahan atau pengalihan

In
A
hak tagih atau piutang. Hak tagih itu timbul dari suatu hubungan hukum
antara dua pihak yang melakukan transaksi, pihak yang satu punya kewajiban
ah

lik
melakukan pembayaran atau penyerahan barang (debitur), dan pihak lainnya
berhak atas pembayaran atau penerimaan barang-barang yang diserahkan
(kreditur). Hak tagih itu dapat berupa dan tertuang dalam suatu akta (tagihan
am

ub
biasa), dapat pula diwujudkan dalam penerbitan surat berharga seperti wesel
atau aksep. Pengalihan piutang atas nama/cessie tersebut dilakukan dengan
membuat akta baik otentik maupun di bawah tangan. Pengalihan ini mengikat
ep
k

para pihak. Tetapi barulah mengikat debitur apabila cessie tersebut diberitahukan
ah

kepadanya secara resmi melalui juru sita pengadilan atau secara tertulis diakui
R
dan disetujui oleh debitur. Dengan demikian, dalam cessie terdapat 2 hu­bungan

si
hukum: (i) hubungan hukum antara kreditur lama (pertama) yang disebut
cedent, dan kreditur baru (cessionaris), yaitu pengalihan hak tagih dari cedent

ne
ng

ke cessionaris dan dapat terlaksana tanpa bantuan debitur/cessus; (ii) hubungan


hukum antara cessionaris dan cessus yang timbul sebagai akibat hukum tersebut

do
gu

pada (i) akan tetapi baru berkekuatan mengikat cessus apabila kepadanya telah
diberitahukan secara tertulis atau disetujui atau diakuinya secara tertulis.
In
A

14. Herlien Budiono


Cessie merupakan pengalihan atau pengoperan hak tagih yang dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) digunakan istilah Penyerahan Piutang Atas
ah

lik

Nama mempunyai sifat dualistis. Cessie diatur dalam Buku II KUH Perdata pada
bagian yang mengatur Kebendaan, selain merupakan salah satu bentuk penyerahan
m

ub

(levering) seperti halnya penyerahan pada benda bergerak karena memperoleh hak
milik; tetapi cessie juga dari segi hukum perikatan dapat dikategorikan sama dengan
ka

lembaga dan sarana hukum di mana muncul penggantian kreditur seperti halnya
ep

9 Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, 2002, hlm. 97–98.
ah

es

44 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 44 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
pada subrogasi dan novasi subjektif aktif (penggantian kreditur). Dalam cessie

si
diperlukan dua formalitas: (i) dibuatnya akta dalam bentuk akta otentik atau akta di
bawah tangan, (ii) diberitahukan cessie tersebut kepada debitur/cessus yang dapat

ne
ng
pula dilakukan dengan penerimaan atau pengakuan tertulis dari debitur/cessus.
Sedangkan isi akta cessie harus memuat: (i) hak tagih yang dialihkan, (ii) nama-nama
dari cedent, cessionaris dan debitur/cessus, (iii) keterangan pernyataan dari pihak

do
gu
cedent dan cessionaris atas pengalihan hak tagih, (iv) tanda-tangan dari cedent dan
cessionaris. Biasanya dalam akta cessie diatur pula beding-beding tertentu, hak dan
kewajiban masing-masing cedent dan cessionaris. Ditentukan pula siapa yang harus

In
A
melakukan pemberitahuan (betekening) kepada debitur/cessus. Dalam hal tidak
ditentukan siapanya, maka masing-masing pihak berhak memberitahukan pada
ah

debitur/cessus.

lik
15. Menurut Beberapa Doktrin dan Yurisprudensi
am

ub
“Cessie“ adalah penyerahan tagihan atas nama. Yang dimaksud tagihan atas
nama adalah tagihan yang bukan tagihan atas tunjuk dan tagihan bukan kepada
order. Dalam tagihan atas nama krediturnya tertentu, serta debitur mengetahui
ep
betul siapa krediturnya. Salah satu ciri khas tagihan atas nama adalah, bahwa
k

tagihan atas nama tidak ada wujudnya. Jikalau pun dibuat surat utang, surat itu
ah

hanya berlaku sebagai alat bukti, karena surat bukan ciri esensiil tagihan atas
R

si
nama. Apabila tagihan atas nama itu dituangkan dalam bentuk surat utang, maka
harus ada penyerahan secara fisik surat utang tersebut. Belum mengalihkan hak

ne
ng

tagih yang dibuktikan dengan surat ybs. Cara penyerahan tagihan atas nama
diatur dalam Pasal 613 ayat 1 dan 2, yang harus dilakukan dengan membuat
akta, baik akta otentik ataupun akta di bawah tangan. Akta penyerahan tagihan

do
gu

atas nama dalam doktrin dan yurisprudensi disebut sebagai Akta Cessie.

C. Pembahasan tentang Konsep Cessie


In
A

Cessie merupakan penggantian orang yang berpiutang lama (disebut cedent) dengan
seseorang berpiutang baru (disebut cessionaries). Misalnya A berpiutang kepada B,
ah

lik

tetapi A menyerahkan piutang kepada C, maka C-lah yang berhak atas piutang yang
ada pada B.
m

ub

1. Pokok-Pokok Cessie
a. Cessie dalam praktik perbankan digunakan sebagai salah satu lembaga
ka

ep

jaminan sebagai “agunan tambahan”, di mana cessie piutang atas nama


dikonstruksikan secara hukum sebagai jaminan hak gadai semu (oneigelijke
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 45


M

ng

on

isi3-ok.indd 45 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
pandrecht), posisinya sama dengan penyerahan dengan constitutum

si
possessorium, tetapi pada cessie tagihan sebagai jaminan tidak ada
constitutum possessorium. Tujuannya juga berbeda dan mempunyai dua

ne
ng
sisi. Cessie sebagai cara penyerahan tagihan atas nama mempunyai droit de
suite tanpa pemberitahuan, dalam arti hak milik atas tagihan yang di-cedeer
sudah beralih kepada cessionaris, walaupun belum ada pemberitahuan

do
gu
kepada cessus. Hal ini dikarenakan, dalam praktik pada umumnya orang
tidak menghendaki diketahui bahwa ia mempunyai utang, dan karenanya
atas dasar itu dan di samping itu juga atas dasar adanya ongkos-ongkos

In
A
yang perlu dikeluarkan, biasanya tidak dilaksanakan pemberitahuan
penjaminan tagihan kepada cessus, sampai ada muncul kepailitan atau
ah

lik
wanprestasi pada debitur (cedent). Pemberitahuan (betekening) kepada si
berutang (cessus) dapat dilakukan kemudian bila telah dianggap perlu oleh
bank sebagai kreditur dan cessionaris.
am

ub
b. Penggunaan cessie sebagai jaminan tidak bertentangan dengan
ep
asas-asas Hukum Jaminan, sebagaimana ternyata bahwa cessie piutang
k

atas nama memiliki ciri-ciri sebagai gadai piutang atas nama, tetapi
ah

dikarenakan piutang atas nama tersebut telah memiliki nilai atau harga
R

si
tertentu, maka penerima cessie (cessionaris) dapat langsung menguasai
piutang atas nama tersebut (tidak bertentangan dengan Pasal 1154 BW)

ne
ng

dan karenanya kreditur (cessionaris) tidak harus melakukan penjualan


atas piutang atas nama itu secara di muka umum atau lelang, di pasar
atau bursa dan cara lain yang lazim dilakukan (sebagaimana dimaksud

do
gu

Pasal 1155 BW), melainkan cessionaris dapat langsung mengeksekusi


piutang atas nama tersebut dari cessus.
In
A

2. Syarat Cessie
Cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama
ah

lik

keabsahan cessie adalah pemberitahuan cessie tersebut kepada pihak terutang


untuk disetujui dan diakuinya. Pihak terutang di sini adalah pihak terhadap mana si
m

ub

berpiutang memiliki tagihan.


ka

3. Teori tentang Cessie


ep

Dalam hal ini ada dua teori yang relevan dikaitkan dengan cessie, yaitu Teori Kausal
dan Terori abstraksi.
ah

es

46 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 46 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
Teori Kausal. Menurut teori kausal hubungan antara titel dengan penyerahan
adalah hubungan sebab akibat, di mana penyerahan baru sah, kalau didasarkan

ne
ng
atas titel yang sah (hofs den bosch 19-06-1928, nj. 1929, 176; hgh batavia 5
April 1934, t. 139 : 620; hgh batavia 12 Desember 1935, t. 144 : 392; hr 09-02-
1939, nj. 1939, 865). Sebagai akibatnya apabila titelnya batal, maka penyerahan

do
gu
yang didasarkan atasnya juga tidak sah. Dengan adanya syarat titel yang sah,
maka bila titelnya batal, hak atas tagihan yang diserahkan tidak beralih kepada
cessionaris, dengan demikian hak milik atas tagihan yang bersangkutan masih

In
A
ada pada cedent.

Teori Abstrak. Menurut teori ini titel dan penyerahan merupakan dua peristiwa
ah

lik
hukum yang berdiri sendiri-sendiri, sekalipun berhubungan erat satu sama
lain. Titel hanya untuk menetapkan adanya kehendak untuk menyerahkan,
adanya titel merupakan syarat, tetapi tidak menambahkan syarat “sah “ (hof
am

ub
arnhem 23 Oktober 1928, nj. 1929, 542). Apabila ada titel yang putatif di
dalam tindakan penyerahan, maka dianggap sudah cukup, karena sudah
tersimpul adanya kehendak untuk menyerahkan sehingga sekalipun titelnya
ep
batal, asalkan penyerahannya sah, maka hak milik tetap berpindah dari cedent
k

kepada cessionaris (hgh batavia 9 September 1926, t. 125 : 272 ; hof arnhem 23
ah

Oktober 1928, nj. 1929, 542). Teori abstrak tidak dilaksanakan secara konsekuen
R
dan ada perkecualian-perkecualiannya, dalam hal ada cacat dalam kehendak,

si
penyerahan juga tidak menjadikan penerima penyerahan sebagai pemilik
benda yang diserahkan.

ne
ng


Penyerahan utang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya,

do
gu

dilakukan dengan jalan sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana
hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Oleh karena itu, cessie
harus tertulis. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tidak ada akibatnya,
In
A

melainkan setelah penyerahan itu diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis


disetujui dan diakuinya (hgh batavia 26 - 04 - 1928, t. 128:161). Cessionaris bisa
menyatakan menerima cessie dalam suatu akta/surat tersendiri dan secara tertulis.
ah

lik

Perlindungan diberikan oleh Pasal 613 ayat 2, dengan menetapkan, bahwa cessie
baru menghalang-halangi cessus untuk membayar secara sah kepada cedent, kalau
m

ub

peristiwa cessie itu telah diberitahukan kepada cessus atau cessie itu secara tertulis
telah disetujui atau diakui.
ka

Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan penyerahan


ep

surat itu; penyerahan tiap-tap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan
penyerahan surat disertai dengan endosemen.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 47


M

ng

on

isi3-ok.indd 47 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
4. Cessie dalam Konteks Jaminan Utang

si
Dalam konteks perjanjian utang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun
pinjaman (kredit), biasanya pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut

ne
ng
dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan utang. Dalam konteks
ini, isi akta cessie yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta cessie biasa.
Akta cessie yang bersifat khusus ini dibuat dengan pengaturan adanya syarat batal.

do
gu
Artinya, akta cessie akan berakhir dengan lunasnya utang/pinjaman si berutang.
Sementara akta cessie biasa dibuat untuk tujuan pengalihan secara jual putus
(outright) tanpa adanya syarat batal.

In
A
Akta cessie yang bersifat khusus tersebut dilaksanakan dalam praktik sebagai
respon dari tidak adanya bentuk hukum pemberian jaminan tertentu yang
ah

lik
memungkinkan si pemberi jaminan untuk tetap menggunakan barang jaminan
yang diberikan sebagai jaminan. Sebagai contoh, apabila stok barang dagangan
diberikan oleh si berutang kepada krediturnya sebagai jaminan, maka tentu
am

ub
si berutang tidak dapat menggunakan stok barang tersebut. Sementara stok
barang tersebut sangat penting bagi si berutang untuk kelangsungan usahanya,
tanpanya tentu usahanya tidak dapat berjalan.
ep
k

Untuk itu, diciptakanlah skema pengalihan hak si berutang atas barang


ah

dagangan tersebut kepada kreditur. Sementara itu stok barang tersebut tetap
R
berada pada si berutang. Perlu dicatat bahwa yang dialihkan hanyalah “hak

si
atas barang dagangan”, sementara penguasaan (hak untuk menggunakan

ne
stok barang tersebut) tetap ada pada si berutang. Untuk menjamin bahwa
ng

nilai stok barang yang dijaminkan senantiasa dalam jumlah yang sama,
dalam akta cessie disebutkan bahwa yang dijaminkan adalah hak atas stok

do
gu

barang yang “dari waktu ke waktu” merupakan milik si berutang.


Untuk tujuan pengawasan oleh kreditur, si berutang wajib senantiasa
menunjukkan daftar stok barang miliknya agar kreditur dapat memastikan
In
A

bahwa jumlah minimal yang dijaminkan selalu sama guna meng-cover


jumlah ‘hak atas stok barang’ tersebut yang dijaminkan kepada kreditur.
ah

lik

D. Beberapa Ketentuan yang Mengatur Cessie


m

ub

Istilah cessie biasanya muncul, dan akan terkait dengan masalah jaminan. Secara
yuridis yang dimaksud cessie adalah
ka

ep

“Pengalihan piutang (atas nama) terhadap debitur (cessus), dari kreditur


lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris), dengan cara yang diatur
ah

es

48 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 48 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
dalam Undang-Undang yaitu dengan akta cessie, baik akta oktentik

si
maupun akta di bawah tangan dan dengan kewajiban pemberitahuan
(betekening, notice) kepada debitur atau secara tertulis disetujui dan diakui
oleh debitur.”10

ne
ng
Dengan demikian dapat dikatakan cessie merupakan pengalihan hak

do
atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods), yang biasanya
gu
berupa piutang atas nama, kepada pihak ketiga, di mana seseorang menjual
hak tagihnya kepada orang lain. Contoh: A, yang memiliki piutang pada B,

In
A
menyerahkan piutangnya itu kepada C, sehingga C menjadi orang yang
berhak atas piutang A. Adapun dalam konsep cessie ini tidaklah dikenal hak
preference,11 di mana kreditur memiliki hak untuk didahulukan pembayarannya
ah

lik
daripada kreditur lainnya, sebagaimana yang terdapat dalam konsep jaminan
kebendaan, seperti gadai, fidusia, hipotek, dan hak tanggungan atas tanah.
am

ub
Aturan hukum yang mengatur tentang cessie terdapat dalam: Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 613 ayat (1) dan ayat
(2). Dari ketentuan tersebut dapat dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan
ep
perjanjian cessie adalah pengalihan hak tagih terhadap piutang-piutang atas
k

nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang kreditur kepada orang
ah

lain untuk menjadi kreditur baru, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di
R

si
bawah tangan; penyerahan secara lisan tidaklah dapat dianggap sah.
Adapun suatu cessie dapat dikatakan sah dan memiliki daya berlaku terhadap

ne
ng

debitur, bilamana cessie tersebut diberitahukan secara nyata oleh kreditur lama
kepada debitur, untuk kemudian disetujui dan diakuinya secara tertulis; jika
pemberitahuan itu tidak dilakukan, debitur dapat melakukan pembayaran terhadap

do
gu

kreditur lama, asalkan ia masih menggangap kreditur itu sebagai kreditur yang
jujur.
In
Pada ayat pertama Pasal 613 KUH Perdata dijelaskan tentang penyerahan atau
A

levering, sedangkan pada ayat kedua diatur mengenai hubungan antara kreditur baru
dengan debitur. Selanjutnya pada Pasal 613 ayat 3 disebutkan bahwa penyerahan
ah

lik

atas tagihan-tagihan atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat tagihan yang
bersangkutan, sedangkan penyerahan atas order dilakukan dengan penyerahan
surat tagihannya disertai dengan endosement.
m

ub
ka

10 Advent Hari Nugroho, Penulisan Hukum berjudul Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Cessie (Studi Ka-
ep

sus PT Bank Bali, Tbk), 2005.


11 Diberikan kepada yang seseorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang ber-
piutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 49


M

ng

on

isi3-ok.indd 49 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Jika ketentuan Pasal 613 KUH Perdata mengenai cessie ini disandingkan

si
dengan ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata yang mengatur mengenai gadai,
akan tampak bahwa ketentuan Pasal 613 KUH Perdata mirip dengan ketentuan

ne
ng
Pasal 1153 KUH Perdata. Perbedaannya terdapat dalam penekanan mengenai
saatnya pemberitahuan akan peralihan hak itu (betekening) kepada si berutang
(cessus), di mana dalam gadai pemberitahuan itu merupakan syarat sahnya

do
gu
gadai sedangkan dalam cessie, pemberitahuan itu bukanlah merupakan suatu
syarat sahnya cessie. Sahnya cessie adalah sejak penandatanganan akta cessie,
sedangkan pemberitahuan (betekening) mengakibatkan saat mulai timbulnya

In
A
akibat hukum kepada si berutang atas pengalihan piutang itu.12
Saat mulainya cessie dan kapan saat mulainya gadai yang berlaku antara
ah

para pihak dan pihak ketiga itu berlainan. Cessie mulai berlaku pada saat selesai

lik
dibuatnya akta, sedangkan gadai mulai berlaku pada saat pemberitahuan.
Perbedaan demikian mempunyai arti penting dalam hal terjadi kepailitan.
am

ub
Misalnya terjadi kepailitan pada cedent, setelah dibuatnya akta cessie, cessionaris
akan aman, karena apabila terjadi kepailitan cedent tidak akan mengganggu
cessionaris meskipun tidak ada pemberitahuan kepada debitur, karena
ep
pemberitahuan kepada debitur bukan syarat untuk adanya cessie. Berlainan
k

halnya dengan gadai, di mana jika terjadi kepailitan pada kreditur lama setelah
ah

dibuatnya akta, namun belum ada pemberitahuan pada debitur, maka hak gadai
R

si
belum beralih pada kreditur baru, sehingga akan menimbulkan kesulitan kepada
kreditur baru. Keharusan adanya pemberitahuan yang merupakan syarat untuk

ne
ng

adanya hak gadai atas piutang atas nama, menyebabkan orang lebih menyukai
fidusia dan cessie sebagai jaminan dibandingkan gadai. Dengan adanya syarat
yang lebih berat pada pelaksanaan gadai, maka lembaga cessie sebagai jaminan

do
gu

lebih berkembang dalam praktik perbankan (Loesiana: 2004).


Pada dasarnya cessie bukanlah merupakan suatu lembaga jaminan seperti
halnya hipotek/creditverband, gadai atau fidusia. Namun, dalam praktik pem­beri­
In
A

an kredit perbankan selama ini, cessie banyak dipergunakan untuk menjanjikan


pengalihan suatu piutang/tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit. Dalam
ah

lik

Pasal 19 UU No 42 Tahun 1999 mengenai Jaminan Fidusia disebutkan bahwa:


pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia akan mengakibatkan
beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada
m

ub

kreditur baru. Beralihnya jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat


(1), harus didaftarkan oleh kreditur baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
ka

Pengalihan hak atas piutang dalam ketentuan ini dikenal dengan istilah cessie,
ep

12 Andrika Satriya Nugraha, 2006.


ah

es

50 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 50 12/13/2010 11:55:53 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau di bawah

si
tangan.
Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban penerima kuasa

ne
ng
lama beralih kepada penerima fidusia baru. Jaminan fidusia tetap mengikuti
bendanya yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas persediaan yang menjadi objek fidusia.

do
gu
Ketentuan ini mengakui adanya droit de suite yang telah menjadi bagian dari
peraturan perUndang-Undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak
kebendaan. Pengalihan jaminan fidusia ini diatur dalam Pasal 21 sampai dengan

In
A
Pasal 24 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dalam Pasal 613 KUH Perdata disebutkan bahwa cessie harus dilakukan
ah

dengan membuat suatu akta cessie. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa untuk

lik
cessie ditentukan suatu bentuk tertulis, walaupun untuk hubungan obligatoir
yang menjadi dasar cessie tidak disyaratkan suatu bentuk tertentu, jadi bisa lisan
am

ub
maupun tertulis. Cessie dapat dituangkan dalam suatu akta di bawah tangan
maupun akta otentik, asal di dalamnya tegas-tegas disebutkan bahwa kreditur
lama dengan itu telah menyerahkan hak tagihnya kepada kreditur baru. Namun
ep
dalam perkembangannya, cessie masuk ke dalam lembaga jaminan fidusia,
k

sehingga merupakan suatu keharusan untuk menuangkan cessie dalam suatu


ah

akta otentik. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 42
R

si
Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa: Pembebanan Benda dengan Jaminan
Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta

ne
ng

Jaminan Fidusia. Dari aturan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie
yang dilakukan secara lisan tidaklah sah, oleh karena itu tidak ada penyerahan
hak tagih dari kreditur lama ke kreditur baru. Namun dari apa yang telah dibahas

do
gu

bahwa cessie tanpa pernyataan penerimaan pihak lain jangan sudah dianggap
ada, karena itu berarti bahwa pernyataan sepihak saja tanpa pernyataan
penerimaan tidak dapat menimbulkan cessie. Dengan penandatanganan akta
In
A

cessie, maka cessie dianggap telah sah dan selesai pengoperan hak tagih dari
cedent kepada cessionaris.
ah

lik

Penggunaan cessie sebagai lembaga jaminan tidaklah bertentangan bila


disandingkan dengan gadai, hipotek/creditverband atau fidusia, hal ini dapat
dilihat dari pemaparan berikut ini (Andrika Satriya Nugraha: 2006).
m

ub

a. Cessie memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan


dari barang (piutang atas nama) tersebut secara didahulukan daripada
ka

kreditur-kreditur lainnya (hakpreferensi).


ep

b. Objek cessie serupa dengan gadai yaitu benda bergerak yakni piutang atas
nama sebagaimana tersurat dari ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 51


M

ng

on

isi3-ok.indd 51 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
c. Hak yang lahir dari cessie adalah hak kebendaan (Pasal 613 KUH Perdata jo

si
Pasal 584 KUH Perdata).
d. Dalam cessie ada pola “inbezitstelling”, sebagaimana diatur dalam Pasal

ne
ng
613 KUH Perdata jo Pasal 584 KUH Perdata, yang artinya piutang atas
nama harus ditarik dari kekuasaan nyata pihak debitur untuk kemudian
diletakkan dalam kekuasaan nyata pihak kreditur atau pihak ketiga yang

do
gu
disepakati, yang merupakan syarat keabsahaan cessie di mana perjanjian
cessie adalah perjanjian riil.
e. Memenuhi asas openbaarheid atau publisitas yang merupakan syarat dari

In
A
hak kebendaan, dengan adanya pemberitahuan (betekening).
f. Yang berwenang menyerahkan adalah pemilik dari piutang atas nama. Jika
ah

yang meng-cessie-kan itu tidak berwenang berbuat, kreditur tidak dapat

lik
dipertanggungjawabkan (Pasal 584 KUH Perdata).
g. Perjanjian cessie merupakan perjanjian accesoir di mana perjanjian
am

ub
pokoknya yakni utang piutang atau perjanjian kredit dapat digunakan
sebagai bukti keharusan adanya perjanjian cessie.
h. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur tidak boleh sendiri memiliki
ep
k

benda jaminan itu (Pasal 1154 KUH Perdata). Namun dikarenakan nilai
piutang atas nama sudah pasti, ketentuan ini sesungguhnya tidak
ah

diperlukan lagi.
R

si
i. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur diberi wewenang untuk
menjual sendiri piutang atas nama tersebut (para eksekusi) berdasarkan

ne
ng

Pasal 584 KUH Perdata jo Pasal 1155 KUH Perdata.


j. Cessionaris punya hak rentensi sebagaimana diatur dalam Pasal 1159 KUH
Perdata.

do
gu

k. Hak cessie tidak dapat dibagi-bagi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal


1160 KUH Perdata.
In
A

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie dalam
praktiknya dapat ditujukan untuk maksud sebagai agunan tambahan sehingga
kepentingan para pihak dapat terlindungi.
ah

lik

E. Konsep Hukum Cessie


m

ub

1. Pengaturan Umum
ka

Dalam konsep pemahaman pada doktrin dan yurisprudensi, cessie dipahami sebagai
ep

penyerahan tagihan atas nama. Pada konsep tagihan atas nama ada beberapa ciri
khas pada tagihan tersebut, yaitu
ah

es

52 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 52 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
a. bukan tagihan atas tunjuk,

si
b. krediturnya tertentu dan debitur mengetahui betul siapa debiturnya,
c. tagihan itu tidak ada wujudnya, dan

ne
ng
d. surat utang hanya berfungsi sebagai alat bukti saja dan belum berarti
terjadinya pengalihan hak tagih.

do
gu
Dengan demikian, cessie merupakan tagihan atas nama dalam bentuk
kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods), yang biasanya berupa piutang
atas nama, kepada pihak ketiga, di mana seseorang menjual hak tagihnya kepada

In
A
orang lain. Cessie dilakukan dalam bentuk tertulis atau akta, pada akta cessie yang
dibuat haruslah dinyatakan secara tegas mengenai tindakan cedent menyerahkan
ah

lik
tagihan atas nama ke dalam kepemilikan cessionaris yang diikuti oleh tindakan
penerimaan oleh cessionaris (HgH 26.04.1928, T 128: 161). Tindakan penerimaan itu
merupakan tindakan yang menyatakan menerima penyerahan cessie dari cedent,
am

ub
akibatnya jika cedent menyerahkan secara sepihak kepada cessionaris dan hanya
memberitahukan kepada cessus, maka hal ini belum mengakibatkan terjadinya
pengalihan atas tagihan dari cedent kepada cessionaris (HgH Batavia 26.04.1928, T.
ep
k

128: 161).
ah

Proses penerimaan oleh cessionaris itu haruslah dilakukan dalam bentuk tertulis,
R
sebab sesuai dengan Pasal 613 KUH Perdata yang mewajibkan untuk membuat akta

si
otentik ataupun akta di bawah tangan. Oleh karena itu, yang menjadi inti dalam
proses penerimaan itu adalah cessionaris harus menyatakan secara tegas dengan

ne
ng

tertulis akan penerimaan penyerahan cessie dari cedent. Ketentuan Pasal 613 KUH
Perdata menyimpulkan, bahwa dengan selesai ditandatanganinya akta cessie dan

do
gu

penerimaannya, maka hak tagih sudah beralih dari cedent kepada cessionaris (HR
24.02.1911, W.9145 HR 8 Juni 1973 NJ 1974, 180). Oleh karena itu, cessie yang disertai
dengan kuasa dari cedent untuk menagih cessus adalah bertentangan dengan
In
A

konsep bahwa dengan cessie hak tagih telah beralih kepada cessionaris (Hof Arnhem,
23 Oktober 1928, NJ 1929, 542: HR 9 Februari 1939, NJ 1939, 865). Demikian juga
jika cedent menjaminkan cessie setelah dilakukannya pengalihan, maka proses
ah

lik

penjaminan tersebut juga menjadi batal. Tindakan yang bisa dilakukan oleh cedent
untuk membatalkan cessie itu harus dilakukan dengan retro cessie.
m

ub

2. Pengalihan/Penyerahan Tagihan atas Nama


ka

Seperti halnya telah disampaikan sebelumnya, bahwa istilah cessie tidak ditemukan
ep

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tetapi proses pengalihan ataupun


penyerahan dari cessie itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 53


M

ng

on

isi3-ok.indd 53 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
613 ayat (1) KUH Perdata sendiri tidak menggunakan istilah cessie, hal ini dapat

si
dilihat dari ketentuan pasal tersebut yang menyatakan:

ne
ng
“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak
bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik
atau di bawah tangan dengan mana hak-hak atas kebendaan itu

do
gu
dilimpahkan kepada orang lain.“

In
Yang diatur pada ketentuan Pasal 613 ayat (1) itu lebih kepada penegasan
A
akan adanya bentuk tagihan atas nama dan juga terkait dengan konsep
mengenai benda-benda tidak bertubuh lainnya, sedangkan yang dimaksud
ah

lik
benda-benda tidak bertubuh lainnya adalah bukan dalam bentuk tagihan. Oleh
karena itu, penyerahan benda-benda tak bertubuh yang bukan merupakan
tagihan bukanlah merupakan cessie. Selain daripada itu, ketentuan dalam
am

ub
pasal itu juga mempertegas bahwa penyerahan tagihan atas nama haruslah
dibuat dalam bentuk akta otentik maupun di bawah tangan, sehingga proses
ep
penyerahan yang hanya dilakukan dengan cara lisan tidaklah dapat dikatakan
k

telah terjadi pengalihan ataupun penyerahan tagihan atas nama tersebut.


ah

Proses pengalihan dari tagihan atas nama dari pemilik kepada orang lain
R

si
pada umumnya sama dengan proses peralihan kebendaan lainnya, seperti
diatur pada Pasal 584 KUH Perdata:

ne
ng

“Hak Milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain,
melainkan dengan pemilikan karena perlekatan, karena kedaluarsa, karena

do
gu

pewarisan baik menurut Undang-Undang maupun menurut surat wasiat


dan karena penunjukan atas penyerahan berdasar atas suatu peristiwa
In
perdata untuk memindahkan hak milik dilakukan oleh seorang yang berhak
A

berbuat bebas terhadap kebendaan itu”.


ah

lik

Dari ketentuan itu, proses peralihan kepemilikan tagihan atas nama harus
memenuhi setidaknya 2 (dua) syarat, yaitu peralihan itu dilakukan dengan dasar
suatu peristiwa perdata yang melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak untuk
m

ub

menyerahkan benda dan kewajiban itu sendiri dapat lahir dari suatu proses
perjanjian, Undang-Undang maupun dalam pewarisan.
ka

ep

Hal lain yang dapat mensyaratkan peralihan itu adalah pihak yang me­ng­
alihkan merupakan pihak yang berwenang atau sebagai pemilik dari benda
ah

es

54 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 54 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
yang dialihkan itu. Artinya secara umum yang mempunyai kewenangan untuk

si
mengambil tindakan pemilikan adalah pemilik, kecuali bila orang itu dalam
keadaan pailit atau hartanya disita, sehingga walau berkedudukan sebagai

ne
ng
pemilik tapi sudah tidak berwenang melakukan tindakan pemilikan atas harta
atau benda yang berada dalam harta budel pailit atau sebagai harta yang sudah
disita.

do

gu
Dari konsep peralihan tagihan atas nama seperti halnya telah dijelaskan di
atas, yang cukup berperan adalah cedent dan cessionaris, selanjutnya untuk peran

In
A
cessus dapat dilihat dalam aturan Pasal 613 ayat (2) KUH Perdata: “Penyerahan
yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan penyerahan itu
diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui atau diakuinya.”
ah

lik
Dari isi ketentuan tersebut, makna yang terkandung bahwa proses cessie
itu tidak mempunyai akibat hukum apapun bagi cessus, jika cessie itu tidak
am

ub
diberitahukan atau tidak disetujui oleh cessus. Namun ternyata dalam beberapa
yurisprudensi penafsiran yang diterima adalah bahwa cessie sudah berlaku bagi
cessus setelah cessie ditandatangani oleh cedent (HgH 21 September 1933, T 138
ep
k

(2) : 883 ; HgH 22 Juli 1937, T 146 : 564). Ketentuan Pasal 613 ayat (2) itu lebih
pada maksud untuk melindungi cessus yang telah beritikad baik melakukan
ah

R
pembayaran kepada cedent, dengan menafsirkan sebaliknya bahwa proses

si
cessie baru akan menghalang-halangi cessus untuk membayar kepada cedent
apabila proses cessie itu sudah diberitahukan secara tertulis, diakui atau disetujui

ne
ng

oleh cessus. Dengan demikian cessus menjadi terikat untuk tidak membayar lagi
kepada cedent, jika cessus telah secara tertulis mengakui atau menyetujui cessie.

do
gu

Pemberitahuan atas adanya cessie, haruslah dalam bentuk tertulis baik


berupa surat atau dokumen tertulis lainnya, tidak harus dalam bentuk atau
melalui suatu putusan pengadilan, karena prinsipnya cessus mengetahui adanya
In
A

cessie kepada cessionaris.


ah

lik

3. Cessie sebagai Perjanjian Kebendaan


Cessie termasuk bagian dari hukum kebendaan karena cessie merupakan tagihan
m

ub

dan merupakan benda yang disamakan dengan benda yang tidak berwujud yang
merupakan tagihan, selain itu cessie juga memiliki keterkaitan dengan hukum
ka

ep

perjanjian, sebab keberadaan cessie didasari oleh adanya perjanjian antara kreditur
dengan debitur dan demikian juga antara kreditur dengan penerima cessie. Oleh
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 55


M

ng

on

isi3-ok.indd 55 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
karena cessie merupakan benda maka proses peralihan atas cessie dilaksanakan

si
dalam bentuk perjanjian kebendaan yang mana dalam perjanjian kebendaan
memberikan konsekuensi akan melahirkan, mengalihkan maupun menghapus hak-

ne
ng
hak kebendaan. Terkait dengan hak-hak kebendaan pada cessie, maka kepemilikan
ter­hadap cessie bersifat absolut yang memberikan hak kepada cessionaris untuk
melaksanakan cessie itu kepada cessus.

do

gu
Cessie hanya dapat dilakukan sepanjang utang yang di-cessie-kan tersebut
berasal dari suatu kontrak atau dari perikatan lainnya berdasarkan Undang-Undang
yang bukan perbuatan melawan hukum. Dengan adanya cessie, akibat hukum yang

In
A
terpenting adalah sebagai berikut.
a. Piutang beralih dari cedent ke cessionaries.
ah

lik
b. Setelah terjadinya cessie, kedudukan cessionaries menggantikan kedudukan
cedent, yang berarti segala hak yang dimiliki oleh cedent terhadap cessus
dapat digunakan oleh cessionaries sepenuhnya.
am

ub
4. Konsep Hukum Cessie sebagai Jaminan
Penggunaan cessie sebagai lembaga jaminan tidaklah bertentangan bila
ep
k

disandingkan dengan gadai, hipotek/creditverband atau fidusia, hal ini dapat dilihat
ah

dari pemaparan berikut (Andrika Satriya Nugraha: 2006).


R

si
a. Cessie memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan
dari barang (piutang atas nama) tersebut secara didahulukan daripada kreditur-

ne
ng

kreditur lainnya (hak preferensi).


b. Objek cessie serupa dengan gadai, yaitu benda bergerak yakni piutang atas
nama sebagaimana tersurat dari ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata.

do
gu

c. Hak yang lahir dari cessie adalah hak kebendaan (Pasal 613 KUH Perdata jo Pasal
584 KUH Perdata).
d. Dalam cessie ada pola “inbezitstelling”, sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH
In
A

Perdata jo Pasal 584 KUH Perdata, yang artinya piutang atas nama harus ditarik
dari kekuasaan nyata pihak debitur untuk kemudian diletakkan dalam kekuasaan
ah

lik

nyata pihak kreditur atau pihak ketiga yang disepakati, yang merupakan syarat
keabsahaan cessie di mana perjanjian cessie adalah perjanjian riil.
e. Memenuhi asas openbaarheid atau publisitas yang merupakan syarat dari hak
m

ub

kebendaan, dengan adanya pemberitahuan (betekening).


f. Yang berwenang menyerahkan adalah pemilik dari piutang atas nama. Jika
ka

yang meng-cessie-kan itu tidak berwenang berbuat, maka kreditur tidak dapat
ep

dipertanggungjawabkan (Pasal 584 KUH Perdata).


ah

es

56 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 56 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
g. Perjanjian cessie merupakan perjanjian accesoir di mana perjanjian pokoknya,

si
yakni utang piutang atau perjanjian kredit dapat digunakan sebagai bukti
keharusan adanya perjanjian cessie.

ne
ng
h. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur tidak boleh sendiri memiliki benda
jaminan itu (Pasal 1154 KUH Perdata). Namun dikarenakan nilai piutang atas
nama sudah pasti, ketentuan ini sesungguhnya tidak diperlukan lagi.

do
i.
gu
Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur diberi wewenang untuk menjual
sendiri piutang atas nama tersebut (para eksekusi) berdasarkan Pasal 584 KUH
Perdata jo Pasal 1155 KUH Perdata.

In
A
j. Cessionaris punya hak rentensi sebagai mana diatur dalam Pasal 1159 KUH
Perdata.
ah

lik
k. Hak cessie tidak dapat dibagi-bagi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1160
KUH Perdata.
am

ub
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie dalam
praktiknya dapat ditujukan untuk maksud sebagai agunan tambahan, sehingga
kepentingan para pihak dapat terlindungi.
ep
k

5. Beberapa Permasalahan dalam Cessie


ah

R
a. Apakah akan menafsirkan cessie secara luas sehingga meliputi benda-benda

si
tidak bertubuh yang bukan tagihan?
b. Apakah orang dapat mempermasalahkan keabsahan cessie tanpa

ne
ng

mengemukakan titelnya?
c. Apakah suatu pernyataan kepada pihak ketiga dari mana dapat disimpulkan

do
adanya penerimaan oleh cessionaris bisa diterima sebagai penerimaan
gu

sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 613 KUH Perdata?


d. Apakah tindakan penerimaan oleh cessionaris harus diberikan dalam
In
A

akta yang sama dengan akta penyerahan kredit?


e. Apakah dari dilancarkannya gugatan oleh cessionaris terhadap cedent
bisa diterima sebagai penerimaan cessie oleh cessionaris? Bukankah
ah

lik

gugatan disampaikan oleh juru sita?


f. Apakah agar cessus terikat untuk tidak membayar kepada cedent mutlak
m

ub

harus ada pemberitahuan melalui exploit juru sita?


ka

Adapun dalam konsep cessie ini tidaklah dikenal hak preference, di mana
ep

kreditur memilik hak untuk didahulukan pembayarannya daripada kreditur


lainnya, sebagaimana yang terdapat dalam konsep jaminan kebendaan,
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 57


M

ng

on

isi3-ok.indd 57 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
seperti gadai, fidusia, hipotek, dan hak tanggungan atas tanah. Dari pengertian

si
tersebut, unsur persetujuan dari debitur (pemilik utang) merupakan faktor
penentu dari terlaksananya pengalihan cessie tersebut. Kondisi ini dapat

ne
ng
dipahami, sebab yang terlibat pada awal perjanjian hanyalah dua pihak
artinya hubungan kontraktual hanya terjadi antara dua pihak yang terkait
secara langsung, misalnya dalam hubungan jual-beli maka yang terkait

do
gu
langsung adalah pihak pembeli dan penjual. Hadirnya atau keberadaan
pihak ketiga dalam perjanjian jual-beli tersebut adalah sebagai penerima
pengalihan cessie dari pihak penjual, sehingga dapat dimungkinkan antara

In
A
pihak pembeli dengan pihak ketiga tidak atau belum saling mengetahui.
Untuk itu konsep persetujuan ataupun pengakuan secara tertulis dari pihak
ah

lik
pembeli.
Cessie hanya dapat dilakukan sepanjang utang yang di-cessie-kan tersebut
berasal dari suatu kontrak atau dari perikatan lainnya berdasarkan Undang-Undang
am

ub
yang bukan perbuatan melawan hukum. Dengan adanya cessie, akibat hukum yang
terpenting adalah sebagai berikut.
a. Piutang beralih dari cedent ke cessionaries.
ep
k

b. Setelah terjadinya cessie, kedudukan cessionaries menggantikan kedudukan


ah

cedent, yang berarti segala hak yang dimiliki oleh cedent terhadap cessus
R
dapat digunakan oleh cessionaries sepenuhnya.

si
Selain itu jika cessie tersebut dimaksudkan sebagai jaminan, maka

ne
ng

kewajiban untuk memberitahukan kepada debitur merupakan suatu yang


harus, agar debitur mengetahuinya dan memperoleh akibat-akibat hukum

do
gu

sebagaimana lembaga-lembaga jaminan lainnya. Seperti halnya, jika utang


pokok sudah dibayar oleh kreditur, maka cessie sebagai jaminan juga akan
menjadi hapus dan benda jaminan itu otomatis akan kembali menjadi milik
In
A

debitur.
Konsekuensi dari pengalihan piutang dalam cessie itu, memberikan hak bagi
penerima cessie (cessionaris) sebagai kreditur baru bagi debitur (cessus), sehingga
ah

lik

hubungan selanjutnya antara kreditur baru dengan debitur dan segala akibat
dari peralihan piutang itu memberikan hak bagi kreditur baru untuk mengajukan
m

ub

gugatan kepada debitur.


Selain pemahaman dalam konsep pengalihan piutang, cessie juga dipakai
ka

dalam konsep jaminan, yaitu dalam bentuk cessie piutang atas nama dengan
ep

maksud sebagai jaminan (zekerheidcessie), artinya hak tagih yang dimiliki oleh cedent
terhadap cessus dapat dipakai sebagai jaminan.
ah

es

58 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 58 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
PENUTUP

si
Cessie pada hakikatnya bisa dipandang dari dua segi, yaitu dari Hukum Kebendaan

ne
ng
(Buku II KUH Perdata) dan dari Hukum Perikatan (Buku III KUH Perdata). Dari segi Hukum
Kebendaan Cessie pada hakikatnya merupakan pengalihan utang/tagihan dari kreditur
lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris). Pada proses tersebut ada peralihan/

do
gu
penyerahan hak milik tagihan, dari cedent kepada cessionaris. Karena tagihan merupakan
kebendaan tak berwujud, maka sebenarnya dalam cessie telah terjadi alih kepemilikan
kebendaan (hak tagih) dari pihak yang bermaksud mengalihkan, kepada pihak yang

In
A
dimaksudkan menerima peralihan. Dalam proses cessie telah terjadi penyerahan hak tagih
dari cedent kepada cessionaris, yang dengan demikian hak milik atas tagihan termaksud
telah beralih dari cedent kepada cessionaris. Dengan demikian dapatlah dikatakan
ah

lik
bahwa cessie merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Hubungan
hukum yang dimaksudkan untuk memperoleh, menghapus ataupun menimbulkan hak
milik merupakan perjanjian kebendaan. Mengingat cessie merupakan salah satu cara
am

ub
untuk memperoleh hak milik, sehingga dengan demikian tepatlah dimasukkan dalam
Buku II tentang Kebendaan. Dalam Pasal 584 KUH Perdata antara lain disebutkan bahwa:
“Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, terkecuali
ep
karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk
k

memindahkan hak milik.”


ah

Dalam kenyataannya cessie adalah penyerahan kepemilikan atas hak tagih/piutang


R

si
dari kreditur lama/cedent kepada kreditur baru/cessionaris. Sementara cessie dipandang
dari segi Hukum Perikatan dapat dijelaskan sebagai berikut.

ne
Cessie sebagai mana yang telah dijelaskan, merupakan perbuatan hukum yang
ng

dilakukan oleh dua subjek hukum. Pihak pertama ialah yang mengalihkan hak tagih atas
piutang, sedangkan pihak kedua ialah yang menerima peralihan atas piutang termaksud.

do
Dua subjek hukum saling mengadakan hubungan hukum, satu pihak mengalihkan atau
gu

menyerahkan hak kebendaan, sedangkan pihak lain menerima peralihan termaksud.


Hubungan hukum yang demikian ini tiada lain adalah perjanjian, yang diatur dalam
In
Buku III KUH Perdata. Dan dalam praktik notaris di Indonesia, akta pengalihan hak tagih
A

tersebut dinamai secara beragam; antara lain Akta Pengalihan Utang, Perjanjian
Pengalihan Hak Atas Tagihan, Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie). Akan tetapi,
ah

lik

kalau diperhatikan isinya merupakan perjanjian antara pihak yang mengalihkan dengan
pihak yang menerima peralihan, atas suatu kebendaan (tidak berwujud), yaitu hak tagih
atas piutang.
m

ub

Menunjuk pada Pasal 584 KUH Perdata, bahwa hak milik dapat diperoleh antara
lain karena penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak
ka

milik. Terkait dengan cessie maka untuk itu diperlukan adanya peristiwa hukum yang
ep

mendahului dilakukannya cessie. Peristiwa hukum ini yang secara umum lebih dikenal
sebagai alas hak/rechts titel, umumnya merupakan perjanjian yang menimbulkan
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 59


M

ng

on

isi3-ok.indd 59 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan apa yang diperjanjikan. Perjanjian yang

si
demikian ini disebut perjanjian obligatoir, karenaa hanya menimbulkan kewajiban saja.
Untuk menyempurnakannya diperlukan adanya penyerahan (transfer of ownership).

ne
Dengan demikian pada cessie akan didahului perjanjian obligatoir terlebih dahulu,

ng
yang pada umumnya adalah jual-beli. Dalam praktik biasanya akta yang dibuat adalah
Perjanjian Jual-Beli Piutang. Perjanjian ini baru menimbulkan kewajiban bagi masing-

do
masing pihak. Perjanjian Obligatoir ini harus ditindaklanjuti dengan penyerahan (transfer
gu
of ownership) sehingga piutang yang semula milik kreditur lama sekarang menjadi milik
kreditur baru.
Terkait dengan hubungan sebab akibat (Teori Kausalitas), keabsahan peristiwa hukum

In
A
yang kemudian tergantung pada sah tidaknya peristiwa hukum yang mendahuluinya.
Dengan demikian keabsahan cessie sangat bergantung pada sah tidaknya perjanjian
ah

obligatoir yang mendahuluinya, yakni perjanjian jual-beli piutang. Apabila perjanjian

lik
jual-beli piutangnya sah maka perjanjian cessie yang dibuat juga sah, sebaliknya bila
perjanjian jual-beli piutang yang dibuat tidak sah maka perjanjian cessie-nya juga tidak
am

ub
sah. Akan tetapi, ada juga ajaran yang memisahkan kedua peristiwa hukum tersebut.
Ajaran ini dikenal sebagai Teori Abstraksi. Menurut teori ini maka sah tidaknya cessie
tidak bergantung pada sah tidaknya perjanjian jual-beli piutang yang mendahuluinya.
ep
Dengan kata lain, meskipun perjanjian jual-beli piutang yang mendahuluinya tidak sah,
k

perjanjian cessie-nya tetap dianggap sah; yang dengan demikian tetap dianggap telah
ah

terjadi alih kepemilikan hak tagih atas piutang dari kreditur lama kepada kreditur baru.
R
Ada lagi yang perlu diperhatikan dalam cessie, yaitu pemberitahuan kepada debitur

si
(cessus). Pemberitahuan ini pantas diperhatikan karena memang disebut dalam Pasal
613 KUH Perdata. Disebutkan dalam Pasal 613 KUH Perdata bahwa Penyerahan yang

ne
ng

demikian bagi si-berutang/debitur/cessus tiada akibatnya, melainkan setelah penyerahan


itu diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Persoalan yang
dapat dikemukakan adalah apakah pemberitahuan tersebut merupakan keharusan atau

do
gu

hanyalah untuk sekadar bukti formalitas kelengkapan prosedur belaka.


Pemberitahuan merupakan keharusan, berarti merupakan syarat keabsahan cessie;
artinya cessie tidak sah dan tidak mengikat tanpa adanya pemberitahuan kepada debitur/
In
A

cessus. Hal ini bertitik tolak dari Pasal 613 itu sendiri, yaitu cessie tidak mempunyai akibat
hukum kecuali telah diberitahukan pada cessus atau secara tertulis cessus mengakuinya.
Jadi, dengan adanya pemberitahuan tersebut cessie menjadi sah dan mengikat secara
ah

lik

sempurna para pihak (cedent dan cessionaris) maupun pihak ketiga (cessus). Di sisi lain,
cessie itu merupakan hubungan hukum langsung antara cedent dengan cessionaris,
jadi sejauh hubungan hukum yang mereka buat memenuhi formalitas persyaratan
m

ub

yang ditentukan; dengan akta tertulis; maka hubungan itu tetap sah. Dengan demikian
pemberitahuan pada cessus hanyalah sekedar formalitas kelengkapan prosedur belaka,
ka

dan tidak berpengaruh terhadap sah tidaknya cessie. Dengan dibuatnya akta pengalihan
ep

secara tertulis, maka perbuatan hukum tersebut telah selesai, dan secara yuridis mengikat
para pihak yang terlibat di dalamnya.
ah

es

60 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi3-ok.indd 60 12/13/2010 11:55:54 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
II. CESSIE MENURUT PUTUSAN PENGADILAN

si
A. Hasil Penelusuran

ne
ng
Dalam objek bahasan ini telah dikumpulkan sebanyak 40 putusan Mahkamah Agung.
Analisis terhadap 40 putusan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut.

do
gu
1. Menyusun seluruh objek bahasan dalam bentuk modul tabulasi sehingga dapat
diperoleh data-data yang akan dirinci dalam kesimpulan penelitian. Sistematika

In
A
tersebut telah dikelompokkan berdasarkan objek gugatan dalam perkara yang
dibagi dalam 5 kategori, yakni
a. Aspek Hukum Acara yang dibagi dalam 6 bagian
ah

lik
1) Legal standing, diperoleh 11 kasus
2) Bukti betekening, diperoleh 7 kasus
am

ub
3) Jumlah tagihan, diperoleh 7 kasus
4) Sah atau tidaknya cessie, diperoleh 7 kasus
ep
k

5) Kewenangan absolut, diperoleh 2 kasus


ah

6) Proses eksekusi, diperoleh 4 kasus


R

si
b. Sahnya Perjanjian, diperoleh 5 kasus
c. Kewenangan Pihak ke-3, diperoleh 6 kasus

ne
ng

d. Ganti Rugi, diperoleh 2 kasus


e. Hukum Jaminan, diperoleh 6 kasus

do
gu

2. Dengan dilakukannya analisis terhadap objek bahasan dalam bentuk tabulasi


tersebut diperoleh data perkara yang dibagi dalam klasifikasi, sebagai berikut:
In
A

a. Proses beracara;
b. Kaidah hukum;
ah

lik

c. Unsur pertimbangan intuitif;


d. Kualifikasi dasar gugatan.
m

ub

Hasil analisis serta komentar atas putusan Mahkamah Agung tersebut telah
ka

dibuat dalam bentuk bagan dan dijadikan lampiran dalam Laporan Penelitian ini.
ep

Lanjutan analisis dari objek bahasan dapat digambarkan adanya periodisasi


putusan Mahkamah Agung dalam 2 kategori, yakni
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 61


M

ng

on

isi4-ok.indd 61 12/13/2010 11:52:14 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
1) Bagan Periodisasi Putusan Mahkamah Agung tentang Cessie

si
Periodisasi Kualifikasi Putusan
No. Jumlah Kasus
MA

ne
ng
a. 1970–1980 1 kasus

do
b.
gu 1981–1990 1 kasus

In
A
c. 1991–2000 10 kasus

d. 2001–2002 5 kasus
ah

lik
e. 2003–2004 7 kasus
am

ub
f. 2005–2006 ep 6 kasus
k

g. 2007–2008 9 kasus
ah

si
2) Jangka Waktu Proses Penanganan Putusan di Mahkamah Agung

ne
ng

Lamanya Proses di Mahkamah


No. Jumlah Kasus
Agung

do
a. 0–1 Tahun 22 kasus
gu

b. 1–2 Tahun 5 kasus


In
A

c. 1–3 Tahun 4 kasus


ah

lik

d. 1–4 Tahun 3 kasus

e. 1–5 Tahun 4 kasus


m

ub

f. 1–6 Tahun nihil


ka

ep

g. 1–7 Tahun 1 kasus


ah

es

62 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi4-ok.indd 62 12/13/2010 11:52:14 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
B. Analisis Putusan Pengadilan Terkait Cessie

si
Bagan Kronologis Perkembangan Aliran Pemikiran/Mahzab dalam Lingkup Putusan
MARI

ne
ng
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum

do
1. Legal Standing 1981 MA No. 2511 K/ Bahwa lembaga cessie yang diatur
gu Sip./1981 tanggal 18
September 1986
dalam Pasal 613 KUH Perdata adalah
mengatur mengenai penyerahan piu-
tang bukan penyerahan utang sehing-

In
ga kreditur lama tidak perlu dan tidak
A
harus digugat oleh kreditur baru.
ah

lik
2004 MA No. 3976 K/ Dalam hal debitur meninggal dunia,
Pdt/2000 tanggal 25 maka tanggung jawab istri/suami
Februari 2004 akan timbul bila ia ditetapkan sebagai
am

ub
ahli waris dari debitur.
ep
k

2005 MA No. 1912 K/ Dengan diserahkannya pinjaman da-


Pdt/2004 tanggal 19 lam bentuk mata uang dolar secara a
ah

Desember 2005 contrario terhadap penyerahan uang


dalam mata yang dolar, maka pemba-
R

si
yarannya haruslah dikembalikan lagi
dengan mata uang dolar juga (sesuai
dengan yang diperjanjikan).

ne
ng

2006 MA No. 2541 K/ Hasil keputusan RUPS diputuskan


Pdt/2004 tanggal 10 bahwa setiap anggota direksi ber-

do
gu

Oktober 2006 tanggung jawab penuh secara pribadi


apabila yang bersangkutan bersalah/
lalai menjalankan tugasnya termasuk
untuk membayar utang perusahaan
In
A

berdasarkan perjanjian jual-beli.


ah

lik

2007 MA No. 364 K/ Berdasarkan Pasal 2 Cessie No. 7 tang-


Pdt/2002 tanggal 13 gal 29 Agustus 1992, menetapkan
Maret 2007 bahwa peneguran, penagihan dan
penuntutan terhadap pihak ke-3 men-
m

ub

jadi kewajiban tergugat. Akta cessie


memberikan hak tagih bagi tergu-
gat dengan adanya sejumlah hutang
ka

penggugat maka hak tagih tergugat


ep

telah dikonversikan dengan hak tagih


tersebut.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 63


M

ng

on

isi4-ok.indd 63 12/13/2010 11:52:14 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum

si
2007 MA No. 2403 K/ Penanggungan (Bortocht) tidak me-

ne
merlukan bentuk tertentu, hanya

ng
Pdt/2000 tanggal 13
Juli 2007 dipersyaratkan pernyataan yang
tegas. Legalitas penanggungan cu-
kup dubuktikan dengan adanya

do
pernyataan tegas dari penanggung.
gu Tanggung jawab cessus (debitur) un-
tuk membayar hutang kepada ces-
sionaris yang terbaru

In
A
2008 MA No. 1809 K/ Utang debitur akan tetap ada meskip-
Pdt/2007 tanggal 28 un kreditur telah mengalihkan kem-
ah

lik
Januari 2008 bali piutang secara cessie kepada
pihak lain.
am

ub
  Legal Standing 2008 MA No. 2037 K/ Bahwa penggugat sama sekali tidak
(cont’d) Pdt/2007 tanggal 16 memiliki cukup bukti untuk mem-
April 2008 buktikan dalil gugatannya terhadap
ep
k

perbuatan tergugat III yang telah


mengalihkan piutang (cessie) kepada
ah

tergugat II.
R

si
2008 MA No. 1496 K/ Penggugat telah mengundurkan diri
Pdt/2008 tanggal 18 dari jabatan direktur oleh karenanya

ne
ng

Desember 2008 tidak berhak mewakili penggugat II


dan III mengajukan gugatan terhadap
pengalihan piutang yang dilakukan

do
para tergugat.
gu

2008 Putusan MA No. 859 Gugatan dinyatakan tidak dapat di­


K/Pdt/2008 tanggal terima (NO) karena pemberi cessie
In
11 September 2008 tidak menjadi pihak dalam perkara
A

dan tentang pengalihan atas nama


dari para tergugat belum beralih se-
cara cessie kepada penggugat.
ah

lik

2009 MA No. 294 PK/ BPPN sebagai cessionaries yang tidak


m

ub

Pdt/2008 tanggal 11 didukung persyaratan cessie. Dalam


Februari 2009 proses pengalihan piutang dari BPPN
kepada Terbantah tidak memenuhi
ka

persyaratan dan peraturan yang


ep

telah ditetapkan oleh BPPN pada


ah

es

64 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi4-ok.indd 64 12/13/2010 11:52:14 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum

si
butir c. Tahap pendaftaran sebagai

ne
ng
peserta lelang karena dalam program
penjualan asset tersebut hanya di-
gunakan untuk investor yang tidak

do
gu mempunyai kaitan langsung dengan
pihak debitur dan pihak terafiliasinya.

2. Bukti Beteken- 2002 MA No. 48 K/Pdt/ Dalam jual-beli piutang tidak ada

In
A
ing 2000 tanggal 18 Ok- aturan yang mengatur atau meng­
tober 2002 haruskan para pihak yang terlibat jual-
beli piutang untuk memberitahukan
ah

lik
kepada debitur bahwa utangnya telah
dialihkan/dijual.
am

ub
2003 MA No. 3763 K/ Perjanjian yang ada pembebanan
Pdt/2001 tanggal 14 bunga tetapi tidak ada ketentuan
November 2003 mengenai besarnya bunga, maka MA
akan mengadili sendiri berdasarkan
ep
k

depisto resmi dari Bank Pemerintah.


ah

2005 MA No. 1313 MA dapat menilai kembali bunga pin-


R

si
K/N/2000 tanggal 5 jaman yang pantas dibayar oleh de­
Desember 2005 bitur. Kewenangan diskrisioner Hakim

ne
ng

untuk menentukan bunga pinjaman


sesuai asas kepatutan.

do
gu

2006 MA No. 1724 K/ Bantahan terhadap suatu perbuatan


Pdt/2005 tanggal 7 haruslah disertai dengan bukti-bukti
April 2006 yang akurat.
In
A

2007 MA No. 1510 K/ Berdasarkan Pasal 283 RBg jo. 1865


ah

lik

Pdt/2006 tanggal 10 KUH Perdata. Penggugat diberi kewa-


Januari 2007 jiban untuk membuktikan dalil-dalil
gugatannya. Penggugat tidak memi-
m

ub

liki bukti untuk membuktikan dalil


gugatannya terhadap tergugat, yaitu
mengenai jumlah hutang dari penja-
ka

ep

min piutang.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 65


M

ng

on

isi4-ok.indd 65 12/13/2010 11:52:14 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum

si
2008 MA No. 1809 K/ Utang debitur akan tetap ada meskip-

ne
ng
Pdt/2007 tanggal 28 un kreditur telah mengalihkan kem-
Januari 2008 bali piutang secara cessie kepada
pihak lain.

do
3.
gu
Jumlah Tagihan 1991 MA No. 2024 K/
Pdt/1989 tanggal 14
Belum dibayarnya utang membukti-
kan adanya ingkar janji.
Desember 1991

In
A
2003 MA No. 3994 K/ Bunga kredit dinyatakan dibayar sejak
ah

lik
Pdt/2000 tanggal 29 perkara didaftarkan sampai dengan
September 2003 dibayar lunas.
am

ub
2004 MA No. 1137 K/ Perbedaan jumlah utang karena per-
Pdt/1999 tanggal 25 hitungan jumlah utang didasari per-
Februari 2004 janjian anjak piutang.
ep
k

2004 MA No. 2934 K/ Para tergugat tidak lagi bertanggung


ah

Pdt/2002, tanggal jawab atas pembayaran sisa proyek


R

si
27 Oktober 2004 karena telah diambil alih oleh Pemda
Tingkat II Kabupaten Lahat selaku ces-

ne
sionaries.
ng

2008 MA No. 1810 K/ Pengalihan kembali piutang kepada


Pdt/2007 tanggal 11 pihak lain oleh kreditur tidak serta

do
gu

Desember 2008 merta menghapus utang debitur ke-


pada kreditur awal, oleh karenanya
kreditur baru memiliki hak tagih se­
In
penuhnya dan berhak mengeksekusi
A

jaminan yang telah diberikan debitur.


ah

lik

2008 MA No. 1897 K/ Pembayaran utang penggugat adalah


Pdt/2007 tanggal 13 pembayaran yang tidak sesuai dengan
Maret 2008 penjadwalan ulang pembayaran hu-
m

ub

tang, sehingga pembayaran tersebut


tidak mempunyai landasan hukum
untuk dikatakan sebagai pelunasan
ka

pembayaran penggugat kepada ter-


ep

gugat III.
ah

es

66 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi4-ok.indd 66 12/13/2010 11:52:14 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum

si
4. Kewenangan 2004 MA No. 027 Penyelesaian masalah harus ditem-

ne
ng
Absolut K/N/2004 tanggal 14 puh proses acara perdata biasa karena
April 2004 pembuktian yang sifatnya tidak seder-
hana / tidak sumir.

do
gu 2005 MK No. 071/PUU-
II/2004 tanggal 17
Pertama, kewenangan Menteri Ke­
uangan dalam Pasal 2 ayat (5) yang
Mei 2005 diberikan oleh pembentuk UU hanya

In
A
menyangkut kedudukan hukum (legal
standing), Menteri Keuangan sebagai
pemohon dalam perkara kepailitan
ah

lik
karena fungsinya sebagai pemegang
otoritas di bidang keuangan dan
sama sekali tidak memberikan kepu-
am

ub
tusan yudisial yang merupakan kewe­
nangan hakim.
Kedua, apabila panitera diberikan
wewenang untuk menolak mendaf-
ep
k

tarkan permohonan kepailitan suatu


perusahaan asuransi, maka hal terse-
ah

but dapat diartikan panitera telah


R
mengambil alih kewenangan hakim

si
untuk memberi keputusan atas suatu
permohonan.

ne
ng

5. Proses Eksekusi 1997 MA No. 3548 K/N/ Akta persetujuan kredit dengan ja-
Pdt/1994 tanggal 23 minan telah sesuai dengan keten-

do
gu

Oktober 1997 tuan Pasal 224 HIR sehingga dapat


dilaksanakan eksekusi tanpa melalui
proses gugatan.
In
A

2008 MA No. 631 K/ Perbuatan tergugat yang sengaja


Pdt/2008 tanggal 24 mengulur waktu mengeksekusi gadai
ah

lik

September 2008 saham penggugat merupakan suatu


perbuatan melawan hukum yang
menimbulkan kerugian bagi peng-
m

ub

gugat.

6. Syarat Sahnya 2007 MA PK No. 59 PK/ Perjanjian pengalihan/cessie telah


ka

Perjanjian Pdt/2006 tanggal 29 dibatalkan oleh BPPN dalam rangka


ep

Mei 2007 melaksanakan program penyehatan.


ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 67


M

ng

on

isi4-ok.indd 67 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum

si
2007 MA No. 148 K/ Perjanjian pengalihan barang jaminan

ne
ng
Pdt/2003 tanggal 19 telah memenuhi ketentuan tentang
Mei 2007 sahnya perjanjian dan tidak berten-
tangan dengan ketentuan perjanjian

do
gu jual-beli kredit sehingga perjanjian
pengalihan dalam kasus ini adalah
sah.

In
A
2006 MA No. 3156 K/ Tanggung jawab cedent tidak beralih
Pdt/2002 tanggal 31 karena perjanjian cessie didasarkan
ah

Mei 2006 pada itikad buruk dari kreditur. Per-

lik
janjian-perjanjian yang bertentangan
dengan kepatutan akan batal terbukti
adanya rekayasa dalam pembuatan
am

ub
perjanjian kredit dan perjanjian jual-
ep beli piutang.
k

2007 MA No. 1779 K/ Menurut Pasal 1337 KUH Perdata;


Pdt/2004 tanggal 31 suatu sebab adalah terlarang, apabila
ah

Januari 2007 dilarang oleh Undang-undang atau


R
apabila berlawanan dengan kesusi-

si
laan baik dan ketertiban umum, se-
dangkan in casu Memo Bank Indone-

ne
ng

sia jelas bukan undang-undang dan


juga perjanjian inbreng tidak berlawa-
nan dengan kesusilaan baik.

do
gu

7 Kewenangan 2005 MA No. 010 K/N/2005 Kreditur pemegang hak separatis


Pihak ke-3 tanggal 18 Mei 2005 harus melaksanakan haknya dalam
In
jangka waktu paling lambat 2 bulan
A

setelah dimulainya keadaan insolvensi


sehingga setelah lewat jangka waktu
tersebut maka menjadi kewenangan
ah

lik

curator.
m

2005 MA No. 04 K/N/2005 Penetapan mengenai pengurusan


ub

tanggal 15 Maret dan/atau pemberesan harta pailit


2005 ditetapkan oleh pengadilan dalam
ka

tingkat terakhir kecuali undang-


ep

undang menentukan lain.


ah

es

68 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi4-ok.indd 68 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
1. Legal Standing

si
Terkait dengan masalah legal standing, kami menelusuri beberapa putusan MA RI.
Salah satu isu yang mencuat adalah apakah cessie merupakan lembaga penyerahan

ne
ng
piutang atau utang. Dalam Putusan MA No. 2511 K/Sip./1981 tanggal 18 September
1986, dinyatakan bahwa lembaga cessie yang diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata
adalah mengatur mengenai penyerahan piutang bukan penyerahan utang sehingga

do
gu
kreditur baru/lama tidak perlu dan tidak harus digugat oleh kreditur baru.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah pemberi cessie harus menjadi pihak

In
dalam suatu perkara tentang cessie? Dalam Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008 tanggal
A
11 September 2008, MA RI menyatakan bahwa adalah suatu kaidah hukum bahwa
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena pemberi cessie tidak menjadi
ah

lik
pihak dalam perkara dan tentang pengalihan atas nama dari para tergugat belum
beralih secara cessie kepada penggugat.
am

ub
Apakah cessie hanya perlu diberitahukan kepada cessus (debitur) dengan
bentuk pemberitahuan tertentu atau juga memerlukan persetujuan dari cessus?
Dalam Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007, MA RI menyatakan
ep
bahwa penanggungan (Bortocht) tidak memerlukan bentuk tertentu, hanya
k

dipersyaratkan pernyataan yang tegas. Legalitas penanggungan cukup dibuktikan


ah

dengan adanya pernyataan tegas dari penanggung. Tanggung jawab cessus


R

si
(debitur) untuk membayar utang kepada cessionaries yang terbaru. Posisi bahwa
cessie tidak memerlukan persetujuan, namun hanya perlu diberitahukan kepada

ne
ng

cessus (debitur) juga diperkuat oleh Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13
Maret 2007. Selanjutnya dalam Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April
2008, MA RI menyatakan bahwa pembuktian adanya pengalihan piutang (cessie)

do
gu

merupakan syarat hukum terjadinya cessie: penggugat sama sekali tidak memiliki
cukup bukti untuk membuktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III
In
A

yang telah mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II. Hal ini bertentangan
dengan bunyi Pasal 613 KUH Perdata yang mempersyaratkan adanya persetujuan
dari pihak cessus (debitur) atas pengalihan piutang dari kreditur yang satu kepada
ah

lik

kreditur yang lain.


m

ub

CATATAN
ka

Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007 dan Putusan MA No. 364 K/
ep

Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007 merupakan putusan yang sesuai dengan bunyi
Pasal 613 KUH Perdata secara leksikal yang menyatakan bahwa “penyerahan piutang-
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 69


M

ng

on

isi4-ok.indd 69 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
piutang atas nama dan barang-barang lain yang tak bertubuh, dilakukan dengan

si
jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas
barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang

ne
ng
berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara
tertulis atau diakuinya. Kata “atau” mempunyai implikasi bahwa suatu penyerahan
akan berakibat hukum ketika penyerahan tersebut sudah diberitahukan tanpa perlu

do
disetujui. gu
Salah satu Putusan MA RI yang memuat syarat baru selain pemberitahuan
kepada cessus (debitur) dan akta penyerahan untuk penyerahan piutang terdapat

In
A
dalam Putusan MA No. 294 PK/Pdt/20008 tanggal 11 Februari 2009. Dalam Putusan
MA RI tersebut, dinyatakan bahwa dalam proses pengalihan piutang dari BPPN
ah

lik
kepada Terbantah tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan
oleh BPPN. Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang, karena dalam program
penjualan aset tersebut hanya digunakan untuk investor yang tidak mempunyai
am

ub
kaitan langsung dengan pihak debitur dan pihak terafiliasinya.
Terkait dengan mata uang pembayaran, Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004
tanggal 19 Desember 2005 menyatakan dengan diserahkannya pinjaman dalam
ep
k

bentuk mata uang dollar secara a contrario terhadap penyerahan uang dalam mata
ah

yang dolar, maka pembayarannya haruslah dikembalikan lagi dengan mata uang
R
dolar juga (sesuai dengan yang diperjanjikan).

si
Dalam Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004, MA RI
menyatakan bahwa dalam hal debitur meninggal dunia, maka tanggung jawab istri/

ne
ng

suami akan timbul bila ia ditetapkan sebagai ahli waris dari debitur. Dengan kata
lain, cessie bisa dialihkan kepada ahli waris.

do
gu

Dalam Putusan MA No. 1809 K/Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, MA RI


menyatakan bahwa utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah
mengalihkan kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.
In
A

2. Bukti Betekening
ah

lik

a. Dalam Putusan MA No. 1808 K/Pdt/1999 tanggal 13 Maret 2000, MA RI


menyatakan bahwa nilai jaminan yang terbukti melebihi nilai pinjaman dapat
dijadikan alasan menolak gugatan dengan alasan wanprestasi.
m

ub

b. Dalam Putusan MA No. 48 K/Pdt/2000 tanggal 18 Oktober 2002, MA RI


menyatakan bahwa dalam jual-beli piutang tidak ada aturan yang mengatur atau
ka

ep

mengharuskan para pihak yang terlibat jual-beli piutang untuk memberitahukan


kepada debitur bahwa utangnya telah dialihkan/dijual.
ah

es

70 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi4-ok.indd 70 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
c. Dalam Putusan MA No. 3763 K/Pdt/2001 tanggal 14 November 2003, MA RI

si
menyatakan bahwa perjanjian yang ada pembebanan bunga tetapi tidak
ada ketentuan mengenai besarnya bunga, maka MA akan mengadili sendiri

ne
ng
berdasarkan depisto resmi dari Bank Pemerintah. Selanjutnya, dalam Putusan
MA No. 1313 K/N/2000 tanggal 5 Desember 2005, MA RI menyatakan bahwa
MA dapat menilai kembali bunga pinjaman yang pantas dibayar oleh debitur.

do
gu
Kewenangan diskrisioner hakim untuk menentukan bunga pinjaman sesuai
asas kepatutan.

In
A
d. Dalam Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, MA RI menyatakan
bahwa bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan bukti-
bukti yang akurat.
ah

lik
e. Dalam Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007, MA RI
menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 283 RBg jo Pasal 1865 KUH Perdata.
am

ub
Penggugat diberi kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya.
Penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil gugatannya terhadap
tergugat, yaitu mengenai jumlah utang dari penjamin piutang.
ep
k

f. Dalam Putusan MA No. 1809 K/Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, MA RI


ah

menyatakan bahwa utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah
R
mengalihkan kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.

si
ne
ng

3. Jumlah Tagihan
a. Terkait bunga kredit, dalam Putusan MA No. 3994 K/Pdt/2000 tanggal 29
September 2003, MA RI menyatakan bahwa bunga kredit dinyatakan dibayar

do
gu

sejak perkara didaftarkan sampai dengan dibayar lunas.


b. Terkait perbedaan jumlah utang, MA No. 1137 K/Pdt/1999 tanggal 25 Februari
In
2004 menyatakan bahwa perbedaan jumlah utang karena perhitungan jumlah
A

utang didasari perjanjian anjak piutang.


c. Terkait tanggung jawab atas suatu piutang, dalam Putusan MA No. 2934 K/
ah

lik

Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004, MA RI menyatakan bahwa para tergugat


tidak lagi bertanggung jawab atas pembayaran sisa proyek karena telah
m

ub

diambil alih oleh cessionaries. Dengan kata lain, setelah piutang diserahkan/
dialihkan maka seluruh hak dan kewajiban dalam piutang beralih ke kreditur
ka

baru. Selanjutnya, hak kreditur baru yang juga mempunyai hak kreditur lama
ep

dalam hal eksekusi jaminan ditegaskan dalam Putusan MA No. 1810 K/Pdt/2007
tanggal 11 Desember 2008, di mana MA RI menyatakan bahwa pengalihan
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 71


M

ng

on

isi4-ok.indd 71 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
kembali piutang kepada pihak lain oleh kreditur tidak serta merta mengghapus

si
utang debitur kepada kreditur awal, oleh karenanya kreditur baru memiliki hak
tagih sepenuhnya dan berhak mengeksekusi jaminan yang telah diberikan

ne
ng
debitur.
d. Dalam Putusan MA No. 1897 K/Pdt/2007 tanggal 13 Maret 2008, MA RI
menyatakan bahwa pembayaran utang penggugat adalah pembayaran

do
gu
yang tidak sesuai dengan penjadwalan ulang pembayaran utang, sehingga
pembayaran tersebut tidak mempunyai landasan hukum untuk dikatakan
sebagai pelunasan pembayaran penggugat kepada tergugat.

In
A
4. Kewenangan Absolut
ah

lik
a. Terkait tata cara pemeriksaan kasus cessie, MA RI menyatakan dalam Putusan
MA No. 027 K/N/2004 tanggal 14 April 2004 bahwa penyelesaian masalah harus
ditempuh proses acara perdata biasa karena pembuktian yang sifatnya tidak
am

ub
sederhana/tidak sumir.
b. Terkait apakah otoritas/institusi lain bisa menentukan sah/tidaknya suatu
ep
perjanjian atau pengalihan piutang, MA RI menyatakan dalam Putusan MA No.
k

071/PUU-II/2004 tanggal 17 Mei 2005 bahwa Kewenangan Menteri Keuangan


ah

yang diberikan oleh pembentuk UU hanya menyangkut kedudukan hukum


R

si
(legal standing). Menteri Keuangan sebagai pemohon dalam perkara kepailitan
karena fungsinya sebagai pemegang otoritas di bidang keuangan dan sama

ne
ng

sekali tidak memberikan keputusan yudisial yang merupakan kewenangan


hakim. Selanjutnya, apabila panitera diberikan wewenang untuk menolak
mendaftarkan permohonan kepailitan suatu perusahaan asuransi, maka hal

do
gu

tersebut dapat diartikan panitera telah mengambil alih kewenangan hakim


untuk memberi keputusan atas suatu permohonan.
In
A

5. Proses Eksekusi
a. Terkait eksekusi, dalam Putusan MA No. 3548 K/N/Pdt/1994 tanggal 23 Oktober
ah

lik

1997, MA RI menyatakan bahwa akta persetujuan kredit dengan jaminan telah


sesuai dengan ketentuan Pasal 224 HIR sehingga dapat dilaksanakan eksekusi
m

ub

tanpa melalui proses gugatan.


b. Dalam Putusan MA No. 631 K/Pdt/2008 tanggal 24 September 2008, MA
ka

RI menyatakan bahwa perbuatan tergugat yang sengaja mengulur waktu


ep

mengeksekusi gadai saham penggugat merupakan suatu perbuatan melawan


hukum yang menimbulkan kerugian bagi penggugat.
ah

es

72 Laporan Penelitian
M

ng

on

isi4-ok.indd 72 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
6. Syarat Sahnya perjanjian

si
a. Pertanyaan penting adalah apakah suatu sahnya penyerahan/pengalihan
utang tergantung pada sahnya pengalihan barang jaminan? Dalam Putusan MA

ne
ng
No. 148 K/Pdt/2003 tanggal 19 Mei 2007, MA RI menyatakan bahwa perjanjian
pengalihan barang jaminan telah memenuhi ketentuan tentang sahnya
perjanjian dan tidak bertentangan dengan ketentuan perjanjian jual-beli kredit

do
gu
sehingga perjanjian pengalihan dalam kasus ini adalah sah. Dengan kata lain,
jika perjanjian pengalihan barang jaminan tersebut tidak memenuhi syarat

In
A
sahnya perjanjian, maka penyerahan piutangnya melalui lembaga cesssie juga
tidak sah.
b. Dalam Putusan MA No. 3156 K/Pdt/2002 tanggal 31 Mei 2006, MA RI menyatakan
ah

lik
bahwa tanggung jawab cedent tidak beralih karena perjanjian cessie didasarkan
pada itikad buruk dari kreditur. Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan
am

ub
kepatutan akan batal terbukti adanya rekayasa dalam pembuatan perjanjian
kredit dan perjanjian jual-beli piutang.
c. Dalam Putusan MA No. 1779 K/Pdt/2004 tanggal 31 Januari 2007, MA RI
ep
k

menyatakan bahwa menurut Pasal 1337 KUH Perdata; suatu sebab adalah
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan
ah

dengan kesusilaan baik dan ketertiban umum, sedangkan in casu Memo


R

si
Bank Indonesia jelas bukan undang-undang dan juga perjanjian inbreng tidak
berlawanan dengan kesusilaan baik.

ne
ng

d. Dalam Putusan MA PK No. 59 PK/Pdt/2006 tanggal 29 Mei 2007, MA RI


menyatakan bahwa perjanjian pengalihan/cessie telah dibatalkan oleh BPPN

do
gu

dalam rangka melaksanakan program penyehatan.

7. Kewenangan Pihak ke-3


In
A

a. Terkait kewenangan pihak ke-3, dalam Putusan MA No. 010 K/N/2005 tanggal
18 Mei 2005, MA RI menyatakan bahwa kreditur pemegang hak separatis harus
ah

lik

melaksanakan haknya dalam jangka waktu paling lambat 2 bulan setelah


dimulainya keadaan insolvensi sehingga setelah lewat jangka waktu tersebut
maka menjadi kewenangan curator.
m

ub

b. Dalam Putusan MA No. 04 K/N/2005 tanggal 15 Maret 2005, MA RI menyatakan


bahwa penetapan mengenai pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit
ka

ep

ditetapkan oleh pengadilan dalam tingkat terakhir kecuali undang-undang


menentukan lain.
ah

es

Penjelasan Hukum Tentang Cessie 73


M

ng

on

isi4-ok.indd 73 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
am

ub
ep
k
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es
M

ng

on

isi4-ok.indd 74 12/13/2010 11:52:15 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 81
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu
DAFTAR PUTUSAN

In
A
ah

lik
KLASIFIKASI PUTUSAN MARI
am

ub
Dari 39 Putusan Mahkamah Agung RI berkenaan dengan perkara cessie yang
menjadi bahan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pendapat
Mahkamah Agung secara umum telah menerapkan lembaga cessie sesuai
ep
k

dengan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata. Hal ini didasarkan pada alasan-alasan
ah

dengan klasifikasi seperti yang tertera berikut ini.


R

si
1. Klasifikasi Hukum Acara

ne
ng

Bahwa dari 39 Putusan Mahkamah Agung yang menjadi objek penelitian ini,
ditemukan 6 Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan gugatan tidak dapat

do
diterima (NO), dengan uraian sebagai berikut.
gu

a. Ditemukan tiga putusan tentang legal standing


In
A

1. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008 tanggal 11 September 2008, dengan kaidah


hukum: gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena pemberi
cessie tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang pengalihan atas
ah

lik

nama dari para tergugat belum beralih secara cessie kepada penggugat.
2. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah hukum:
m

ub

penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti untuk membuktikan


dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III yang telah mengalihkan
ka

piutang (cessie) kepada tergugat II.


ep

3. Putusan MA No. 294 PK/Pdt/20008 tanggal 11 Februari 2009, dengan kaidah


hukum: dalam proses pengalihan piutang dari BPPN kepada terbantah tidak
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 75


M

ng

on

isi5-ok.indd 75 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 82
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh BPPN.

si
Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang, karena dalam program penjualan
asset tersebut hanya digunakan untuk investor yang tidak mempunyai

ne
ng
kaitan langsung dengan pihak debitur dan pihak terafiliasinya.

b. Ditemukan tiga putusan tentang bukti Betekening

do
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006, tanggal 10 Januari 2007, dengan
gu
kaidah hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil
gugatannya terhadap tergugat.

In
A
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah hukum:
bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan bukti-bukti
yang akurat.
ah

lik
3. Putusan MA No. 1808 K/Pdt/1999 tanggal 13 Maret 2000, dengan kaidah
hukum: terbukti bilai jaminan telah melebihi nilai jaminannya maka gugatan
am

ub
ditolak

2. Klasifikasi Jumlah Tagihan


ep
k

Bahwa tujuh Putusan Mahkamah Agung memutus masalah gugatan perbuatan


melanggar hukum tentang jumlah tagihan.
ah

si
a. Empat putusan menerapkan unsur intuitif adil dan patut
1. Putusan MA No. 3994 K/Pdt/2000 tanggal 29 September 2003, dengan kaidah

ne
hukum: bunga kredit dinyatakan dibayar sejak perkara didaftarkan sampai
ng

dengan dibayar lunas.


2. Putusan MA No. 1137 K /Pdt/1999 tanggal 25 Februari 2004, dengan kaidah

do
gu

hukum: perbedaan jumlah utang karena perhitungan jumlah utang


didasari perjanjian anak piutang.
3. Putusan MA No. 1810 K/Pdt/2007 tanggal 11 Desember 2008, dengan kaidah
In
A

hukum: pengalihan cessie oleh turut tergugat (BPPN) kepada tergugat


I (PT Mandiri Sekurities) dan dialihkan kembali kepada tergugat II (PT
ah

lik

Asta Makmur) bukan berarti menghapus utang tergugat 3 kepada turut


tergugat, oleh karenanya tergugat II memiliki hak tagih sepenuhnya dan
berhak mengeksekusi jaminan yang diberikan oleh tergugat III.
m

ub

4. Putusan MA No. 2024 K/Pdt/1989 tanggal 14 Desember 1991, dengan kaidah


hukum: belum dibayarnya utang membuktikan adanya ingkar janji, sehingga
ka

para tergugat dihukum menyerahkan tanah dan bangunan di atasnya,


ep

yang saat ini berada dalam penguasaan tergugat III sebagai jaminan atas
pinjaman tersebut.
ah

es

76 Daftar Putusan
Pustaka
M

ng

on

isi5-ok.indd 76 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 83
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
b. Dua putusan menerapkan unsur intuitif kepastian hukum

si
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007, dengan kaidah
hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil

ne
ng
gugatannya terhadap tergugat.
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah hukum:
bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan bukti-

do
gubukti yang akurat.

3. Klasifikasi Legal Standing

In
A
Bahwa dalam penelitian ini ditemukan 11 Putusan Mahkamah Agung yang memutus
masalah legal standing penggugat, karena tidak memenuhi kriteria pasal 613.
ah

lik
KUH Perdata:
am

ub
a. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008, tanggal 11 September 2008,
dengan kaidah hukum: gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO)
karena pemberi cessie tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang
ep
pengalihan atas nama dari para tergugat belum beralih secara
k

cessie kepada penggugat.


ah

R
b. Putusan MA No. 1496 K /Pdt/2008 tanggal 18 Desember 2008, dengan

si
kaidah hukum: penggugat telah mengundurkan diri dari jabatan
direktur oleh karenanya tidak berhak mewakili penggugat II dan III

ne
ng

mengajukan gugatan terhadap pengalihan piutang yang dilakukan


para tergugat.

do
gu

c. Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008 tanggal 11 Februari 2009, dengan


kaidah hukum: dalam proses pengalihan piutang dari BPPN kepada
terbantah tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah
In
A

ditetapkan oleh BPPN. Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang


karena dalam program penjualan asset tersebut hanya digunakan
untuk investor yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan pihak
ah

lik

debitur dan pihak terafiliasinya.

d. Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007, dengan kaidah


m

ub

hukum: penanggungan (bortocht) tidak memerlukan bentuk tertentu,


hanya dipersyaratkan pernyataan yang tegas.
ka

e. Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007, dengan kaidah


ep

hukum: berdasarkan Pasal 2 Cessie No. 7 tanggal 29 Agustus 1992,


ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 77


M

ng

on

isi5-ok.indd 77 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 84
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
menetapkan bahwa peneguran, penagihan dan penuntutan terhadap
pihak ke-3 menjadi kewajiban tergugat.

ne
ng
f. Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004, dengan
kaidah hukum: tanggung jawab tergugat II (yang adalah istri tergugat
I) akan timbul bila ia ditetapkan sebagai ahli waris dari tergugat I.

do
gu
g. Putusan MA No. 2934 K/Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004, dengan
kaidah hukum: para tergugat tidak lagi bertanggung jawab atas

In
A
pembayaran sisa proyek karena telah diambil alih oleh Pemda tingkat II
Kabupaten Lahat.
ah

lik
h. Putusan MA No. 1809 K /Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, dengan
kaidah hukum: utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah
mengalihkan kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.
am

ub
i. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah
hukum: bahwa penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti
untuk membuktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III
ep
k

yang telah mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II.


ah

j. Putusan MA No. 2541 K/Pdt/2004 tanggal 10 Oktober 2006, dengan


R

si
kaidah hukum: hasil keputusan RUPS diputuskan bahwa setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang

ne
ng

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

k. Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004 tanggal 19 Desember 2005, dengan


kaidah hukum: dengan diserahkannya pinjaman dalam bentuk mata

do
gu

uang dolar secara a contrario terhadap penyerahan uang dalam


mata uang dolar, maka pembayarannya haruslah dikembalikan lagi
dengan mata uang yang sama.
In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

78 Daftar Putusan
Pustaka
M

ng

on

isi5-ok.indd 78 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 85
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
LAMPIRAN

si
JAWABAN ATAS BEBERAPA PERTANYAAN

ne
ng
1. Summary singkat dari seluruh putusan Mahkamah Agung
atau putusan pengadilan yang berkaitan dengan cessie?

do

gu
Jawaban:
Summary singkat putusan MA RI dapat dilihat di Bagan Tabulasi Keputusan Pen-

In
A
gadilan MA RI tentang Cessie.

2. Apakah putusan tersebut sudah menerapkan konsep hukum


ah

lik
cessie secara benar, serta penjelasan mengenai argumentasi
atas penerapan hukum dalam putusan tersebut?
am

ub
Jawaban:
Karakteristik cessie berdasarkan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata sebagai beri-
kut.
ep
k

a. Adanya penyerahan piutang.


ah

b. Dilakukan secara tertulis dengan akta otentik atau akta bawah ta­ngan.
R

si
c. Harus ada pemberitahuan pera­lihan/pelimpahan hak (betekening).

ne
ng

Karakteristik cessie sebagaimana diuraikan di atas, jika dikaitkan dengan 39 pu-


tusan yang diteliti, dapat disimpulkan bahwa Pendapat Mahkamah Agung se-
cara umum telah menerapkan lembaga cessie sesuai dengan ketentuan Pasal

do
gu

613 KUH Perdata, dengan alasan sebagai berikut:

1). Klasifikasi Hukum Acara


In
A

Bahwa dari 39 Putusan Mahkamah Agung yang menjadi objek penelitian ini,
ditemukan enam Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan gugatan tidak
dapat diterima (NO), dengan uraian sebagai berikut.
ah

lik

a). Ditemukan tiga putusan tentang legal standing, yaitu:


m

ub

1. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008 tanggal 11 September 2008, dengan kai-


dah hukum: gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena pem-
ka

beri cessie tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang pengalihan
ep

atas nama dari para tergugat belum beralih secara cessie kepada peng-
gugat.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 79


M

ng

on

isi5-ok.indd 79 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 86
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
2. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah

si
hukum: penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti untuk mem-
buktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III yang telah

ne
ng
mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II.
3. Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008 tanggal 11 Februari 2009, dengan kaidah
hukum: dalam proses pengalihan piutang dari BPPN kepada terbantah

do
gu tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan
oleh BPPN. Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang, karena dalam
program penjualan aset tersebut hanya digunakan untuk investor yang

In
A
tidak mempunyai kaitan langsung dengan pihak debitur dan pihak ter­
afiliasinya.
ah

lik
b). Ditemukan tiga putusan tentang bukti Betekening, yaitu:
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006, tanggal 10 Januari 2007, dengan kaidah
am

ub
hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil gu-
gatannya terhadap tergugat.
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah hu-
ep
kum: bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan
k

bukti-bukti yang akurat.


ah

3. Putusan MA No. 1808 K/Pdt/1999 tanggal 13 Maret 2000, dengan kaidah


R

si
hukum: terbukti bila jaminan telah melebihi nilai jaminannya maka gu-
gatan ditolak.

ne
ng

2). Klasifikasi Jumlah Tagihan


Bahwa tujuh Putusan Mahkamah Agung memutus masalah gugatan perbua-

do
gu

tan melanggar hukum tentang jumlah tagihan:

a. Empat Putusan menerapkan unsur intuitif adil dan patut, yaitu:


In
A

1. Putusan MA No. 3994 K/Pdt/2000 tanggal 29 September 2003, dengan kai-


dah hukum: bunga kredit dinyatakan dibayar sejak perkara didaftarkan
ah

sampai dengan dibayar lunas.


lik

2. Putusan MA No. 1137 K/Pdt/1999 tanggal 25 Februari 2004, dengan kaidah


hukum: perbedaan jumlah utang karena perhitungan jumlah utang di-
m

ub

dasari perjanjian anjak piutang.


3. Putusan MA No. 1810 K/Pdt/2007 tanggal 11 Desember 2008, dengan kai-
ka

dah hukum: pengalihan cessie oleh turut tergugat (BPPN) kepada tergu-
ep

gat I (PT Mandiri Sekurities) dan dialihkan kembali kepada tergugat II (PT
Asta Makmur) bukan berarti menghapus utang tergugat 3 kepada turut
ah

es

80 Daftar Pustaka
Lampiran
M

ng

on

isi5-ok.indd 80 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 87
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
tergugat, oleh karenanya tergugat II memiliki hak tagih sepenuhnya dan

si
berhak mengeksekusi jaminan yang diberikan oleh tergugat III.
4. Putusan MA No. 2024 K/Pdt/1989 tanggal 14 Desember 1991, dengan kaid-

ne
ng
ah hukum: belum dibayarnya hutang membuktikan adanya ingkar janji,
sehingga para tergugat dihukum menyerahkan tanah dan bangunan di
atasnya, yang saat ini berada dalam pengusaan tergugat III sebagai jami-

do
gu nan atas pinjaman tersebut.

b.) Dua putusan menerapkan unsur intuitif kepastian hukum, yaitu:

In
A
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007, dengan kaidah
hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil gugat­
ah

lik
an­nya terhadap tergugat.
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah
hukum: bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan
am

ub
bukti-bukti yang akurat.

3). Klasifikasi Legal Standing


ep
k

Bahwa dalam penelitian ini ditemukan 11 Putusan Mahkamah Agung yang me-
ah

mutus masalah legal standing penggugat, karena tidak memenuhi kriteria


R
pasal 613 KUH Perdata:

si
a. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008, tanggal 11 September 2008, dengan kaidah
hukum: gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena pemberi cessie

ne
ng

tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang pengalihan atas nama dari
para tergugat belum beralih secara cessie kepada penggugat.

do
gu

b. Putusan MA No. 1496 K/Pdt/2008 tanggal 18 Desember 2008, dengan kaidah


hukum: penggugat telah mengundurkan diri dari jabatan direktur oleh kar-
enanya tidak berhak mewakili penggugat II dan III mengajukan gugatan ter-
In
A

hadap pengalihan piutang yang dilakukan para tergugat.


c. Putusan MA No. 294 PK/Pdt.2008 tanggal 11 Februari 2009, dengan kaidah hu-
kum: dalam proses pengalihan piutang dari BPPN kepada terbantah tidak
ah

lik

memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh BPPN. Ta-
hap pendaftaran sebagai peserta lelang karena dalam program penjualan
m

ub

aset tersebut hanya digunakan untuk investor yang tidak mempunyai kaitan
langsung dengan pihak debitur dan pihak terafiliasinya.
ka

d. Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007, dengan kaidah hukum:
ep

penanggungan (bortocht) tidak memerlukan bentuk tertentu, hanya diper-


syaratkan pernyataan yang tegas.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 81


M

ng

on

isi5-ok.indd 81 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 88
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
e. Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007, dengan kaidah hu-

si
kum: berdasarkan Pasal 2 Cessie No. 7 tanggal 29 Agustus 1992, menetap-
kan bahwa peneguran, penagihan dan penuntutan terhadap pihak ke-3

ne
ng
menjadi kewajiban tergugat.
f. Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004, dengan kaidah
hukum: tanggung jawab tergugat II (yang adalah istri tergugat I) akan tim-

do

gu
bul bila ia ditetapkan sebagai ahli waris dari tergugat I.
g. Putusan MA No. 2934 K/Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004, dengan kaidah
hukum: para tergugat tidak lagi bertanggung jawab atas pembayaran sisa

In
A
proyek karena telah diambil alih oleh Pemda Tingkat II Kabupaten Lahat.
h. Putusan MA No. 1809 K/Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, dengan kaidah hu-
ah

lik
kum: utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah mengalihkan
kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.
i. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah hu-
am

ub
kum: bahwa penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti untuk
membuktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III yang telah
mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II.
ep
k

j. Putusan MA No. 2541 K/Pdt/2004 tanggal 10 Oktober 2006, dengan kaidah hu-
ah

kum: hasil keputusan RUPS diputuskan bahwa setiap anggota direksi ber-
R
tanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah/

si
lalai menjalankan tugasnya.
k. Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004 tanggal 19 Desember 2005, dengan kaidah

ne
ng

hukum: dengan diserahkannya pinjaman dalam bentuk mata uang dolar


secara a contrario terhadap penyerahan uang dalam mata yang dolar, maka

do
gu

pembayarannya haruslah dikembalikan lagi dengan mata uang dolar juga.

3. Apakah metodologi yang digunakan oleh (majelis) hakim


In
A

dalam menerapkan konsep hukum cessie dapat diterima?


Jawaban:
ah

lik

Hakim dalam memutus perkara, menerapkan metodologi penerapan hukum


cessie melalui tiga unsur pertimbangan intuitif pengadilan:
a. Kepastian Hukum;
m

ub

b. Kemanfaatan;
c. Adil dan Patut.
ka

ep

Hasil penelitian ini menemukan bahwa dari 39 Putusan Mahkamah Agung


yang diteliti, 26 Putusan Mahkamah Agung menerapkan unsur intuitif adil dan
ah

es

82 Daftar Pustaka
Lampiran
M

ng

on

isi5-ok.indd 82 12/12/2010 4:21:26 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 89
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
patut (66,67 %), dan sisanya (13) Putusan Mahkamah Agung menerapkan unsur

si
intuitif kepastian hukum (33,33 %).

ne
ng
a. Putusan MA yang menerapkan unsur Adil dan Patut
1. Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008 tanggal 11 Februari 2009
2. Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007

do


gu
3. Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007
4. Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004
5. Putusan MA No. 2934 K/Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004

In
A
6. Putusan MA No. 1809 K /Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008
7. Putusan MA No. 2541 K/Pdt/2004 tanggal 10 Oktober 2006
ah

lik
8. Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004 tanggal 19 Desember 2005
9. Putusan MA No. 1808 K/Pdt/1999 tanggal 13 Maret 2000
10. Putusan MA No. 1313 K/N/2000 tanggal 5 Desember 2005
am

ub
11. Putusan MA No. 3763 K/Pdt/2001 tanggal 14 November 2003
12. Putusan MA No. 48 K/Pdt/2000 tanggal 18 Oktober 2002
13. Putusan MA No. 1897 K/Pdt/2007 tanggal 13 Maret 2008
ep
k

14. Putusan MA No. 3994 K/Pdt/2000 tanggal 29 September 2003


ah

15. Putusan MA No. 1137 K/Pdt/1999 tanggal 25 Februari 2004


R
16. Putusan MA No. 1810 K/Pdt/2007 tanggal 11 Desember 2008

si
17. Putusan MA No. 2024 K/Pdt/1989 tanggal 14 Desember 1991
18. Putusan MA No. 967 K/Pdt/2007 tanggal 21 November 2007

ne
ng

19. Putusan MA No. 2233 K/Pdt/1999 tanggal 31 Oktober 2002


20. Putusan MA No. 631 K/Pdt/2008 tanggal 24 September 2008

do
gu

21. Putusan MA No. 3156 K/Pdt/2002 tanggal 31 Mei 2006


22. Putusan MA PK No. 59 PK/Pdt/2006 tanggal 29 Mei 2007
23. Putusan MA No. 010 K/N/2005 tanggal 18 Mei 2005
In
A

24. Putusan MA No. 2642 K/Pdt/2001 tanggal 30 November 2006


25. Putusan MA No. 26 K/N/2005 tanggal 16 Desember 2005
26. Putusan MA No. 372 K/Sip/1970 tanggal 1971
ah

lik

b. Putusan MA yang menerapkan unsur intuitif Kepastian Hukum


m

ub

1. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008, tanggal 11 September 2008


2. Putusan MA No. 1496 K/Pdt/2008 tanggal 18 Desember 2008
ka

3. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008


ep

4. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007


5. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 83


M

ng

on

isi5-ok.indd 83 12/12/2010 4:21:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 90
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
6. Putusan MA No. 148 K/Pdt/2003 tanggal 19 Mei 2007

si
7. Putusan MA No. 3548 K/N/Pdt/1994 tanggal 23 Oktober 1997
8. Putusan MA No. 08 PK/N/2006 tanggal 16 Oktober 2006

ne
ng
9. Putusan MA No. 1965 K /Pdt/1999 tanggal 28 Juni 2000
10. Putusan MA No. 1779 K /Pdt/2004 tanggal 31 Januari 2007

do
11. Putusan MA No. 04 K/N/2005 tanggal 15 Maret 2005
gu
12. Putusan MA No. 26 K/N/2005 tanggal 16 Desember 2005
13. Putusan MA No. 372 K/Sip/1970 tanggal 1 September 1971

In
A
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung lebih mene­
ah

rapkan intuitif adil dan patut, kemudian kepastian hukum, sedangkan unsur

lik
intuitif kemanfaatan hukum belum ditemukan dalam putusan-putusan hakim
yang dijadikan objek penelitian ini.
am

ub
4. Apakah ada periode di mana pendapat (majelis) hakim
mengenai konsep hukum cessie mengalami perubahan,
ep
apabila ada mohon menjelaskan apa penyebab perubahan
k

tersebut?
ah

R
Jawaban:

si
Berdasarkan Bagan Periodisasi dari 39 Putusan Mahkamah Agung yang diteliti,

ne
ng

dapat disimpulkan bahwa sejak tahun 1971 hingga saat ini majelis hakim tidak
memberi indikasi perubahan dalam penerapan Pasal 613 KUH Perdata sesuai
praktik peradilan.

do
gu

Dengan kemajuan kegiatan bisnis, terutama sejak orde reformasi, telah


tumbuh lembaga bisnis yang berkaitan dengan lembaga cessie, yakni lembaga
anjak piutang (factoring). Lembaga anjak piutang adalah salah satu upaya pem-
In
A

biayaan jangka pendek untuk transaksi perdagangan dalam negeri dan luar
negeri.
ah

Pengertian lembaga pembiayaan factoring/anjak piutang adalah lembaga


lik

pembiayaan yang dalam melakukan usaha pembiayaannya dilakukan dalam


bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan
m

ub

jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri (Sumber: Richard Burton Simatupang, S.H., 2007, Aspek Hukum dalam Bis-
ka

nis, Cet. Kedua, Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 119).


ep

Dengan munculnya lembaga factoring atau anjak piutang ini, maka diper-
oleh dua aspek perkembangan yang berkaitan dengan karakteristik cessie
ah

es

84 Daftar Pustaka
Lampiran
M

ng

on

isi5-ok.indd 84 12/12/2010 4:21:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 91
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
sesuai dengan Pasal 613 KUH Perdata. Bahwa dalam lembaga factoring, per­

si
alihan hutang, (dalam arti cessie) hanya merupakan bagian kecil dari penger-
tian lembaga factoring sebagai telah diuraikan di atas.

ne
ng
5. Aliran/mapping mazhab yang berkembang di lingkungan
peradilan berkenaan dengan cessie?

do

gu
Jawaban:
Dari penelitian terhadap 39 Putusan Mahkamah Agung yang telah dilakukan

In
A
oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa hakim-hakim lebih merupakan mazhab
konvensional yang hanya menerapkan arti cessie menurut BW (KUH Per-
data). Namun dengan telah berkembangnya Hukum Bisnis yang timbul dari
ah

lik
perjanjian, saat ini telah timbul mazhab transisi yang telah mampu mengaitkan
lembaga cessie sebagaimana dinyatakan dalam KUH Perdata dengan berbagai
am

ub
kegiatan pembiayaan dalam bentuk factoring/anjak piutang.
Bahwa di masa depan, penerapan lembaga cessie akan tetap eksis
apabila kasus tersebut hanya menyangkut pengurusan utang perdagangan
ep
dalam dan luar negeri. Ulasan mengenai penerapan konsep cessie dan me-
k

tode pengambilan putusan dalam 39 putusan yang menjadi objek penelitian


ah

ini, akan dapat berkembang dengan penerapan doktrin hukum perikatan yang
R

si
saat ini sudah cenderung tidak lagi terikat pada unsur kesalahan, tetapi sudah
mengarah pada unsur tanggung jawab para pihak pebisnis, yakni unsur tang-

ne
ng

gung jawab yang diikuti unsur risiko, artinya seseorang memiliki kewajiban me-
mikul kerugian yang timbul, disebabkan oleh kejadian di luar kesalahan kedua
belah pihak.

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 85


M

ng

on

isi5-ok.indd 85 12/12/2010 4:21:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 92
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
am

ub
ep
k
ah

si
ne
ng

do
gu

In
A
ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es
M

ng

on

isi5-ok.indd 86 12/12/2010 4:21:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 93
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
R

si
ne
ng

do
gu
DAFTAR PUSTAKA

In
A
ah

lik
Adil, St. Malikul. 1962. Hak-Hak Kebendaan. Bandung: PT Pembangunan.
Budiono, Herlien. 2007. Cessie, Subrogasi, Novasi dan Beberapa Permasalahannya,
am

ub
Majalah Renvoi No 7.55.V Desember 2007, hlm. 66–68.
Cooksey, Ray W. 1996. Decision Making. Department of Marketing and
ep
Management, University of New England Armidale, NSW 2351.
k

Daruz, Mariam. 1984. Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia. Bandung:
ah

Ikapi Bandung.
R

si
Friedman, W. 1990. Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis atas Teori Hukum (Susunan
I), Jakarta: Rajawali Pers.

ne
Kaligis, Otto C. 1989. Masalah-Masalah Praktis dalam Eksekusi Jaminan-Jaminan Atas
ng

Perjanjian Hutang dan atau Sejenisnya, dalam “Konferensi Kredit dan Hukum
Jaminan di Indonesia”. Jakarta: Mandarin Oriental.

do
gu

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Lev, Daniel S. 1990. Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,
In
A

Cetakan Pertama. Jakarta: LP3ES.


Lewis, Anthoni. 1973. Peranan MA di Amerika Serikat, Terjemahan Naskah Asli The
Supreme Court and How It Work. Jakarta: Pradnya Paramita.
ah

lik

Lotulung, Paulus. 1993. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup oleh Hakim Perdata.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
m

ub

Mertokusumo, Sudikno. 1983. Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di


Indonesia sejak 1942 dan Apakah Pemanfaatannya bagi Kita Bangsa Indonesia,
ka

Edisi Pertama Cetakan Kedua. Yogyakarta: Liberty.


ep

Mertokusumo, Sudikno. 2003. Mengenal Hukum [Suatu Pengantar]. Yogyakarta:


Liberty.
ah

es

Penjelasan Hukum tentang Cessie 87


M

ng

on

isi5-ok.indd 87 12/12/2010 4:21:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 94
am

u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Nugroho, Advent Hari. 2005. Penulisan Hukum Berjudul Tinjauan Yuridis tentang

si
Perjanjian Cessie (Studi Kasus PT Bank Bali, Tbk).
Panggabean, H.P. Disertasi: Peranan Mahkamah Agung dalam Pembangunan Hukum

ne
ng
Melalui Putusan-putusannya di Bidang Hukum Perikatan (1966–2000). Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Satrio, J. 1999. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.

do
gu
______________. 1999. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran
Hutang. Bandung: Alumni.
Soekanto, Soerjono. Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial. Bandung: Alumni.

In
A
Soewarso, Indrawati. 2002. Aspek Hukum Jaminan Kredit. Institut Bankir Indonesia.
______________. 2008. Praktik Tebang Pilih Perkara Korupsi. Bandung: Alumni.
ah

lik
Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XX hlm. 73–74. Jakarta: Intermasa.
Sudewi, Sri. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan
Perorangan. BPHN, Departemen Kehakiman.
am

ub
Suharnoko. 2005. Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Cet ke-1. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Widyadharma, Ignatius I. 1982. Tentang Hukum Jaminan di Indonesia. Semarang:
ep
k

Tanjung Mas.
ah

1986. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Alumni.


R
1990. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

si
1999. Hukum Suatu Pengantar, Edisi Keempat Cetakan Kedua. Yogyakarta: Liberty.
2000. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar Edisi Kedua Cetakan Pertama.

ne
ng

Yogyakarta.
2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian Pertama.

do
gu

Citra Aditya Bakti.


2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 2. Citra Aditya
Bakti.
In
A

2002. Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan. Citra Aditya Bakti.


ah

lik
m

ub
ka

ep
ah

es

88 Daftar Pustaka
M

ng

on

isi5-ok.indd 88 12/12/2010 4:21:27 PM


gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 95
am

b
cover_cessie_v4_arsip_blk.pdf 1 12/15/10 5:37 PM

u
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk

a
Penjelasan Hukum tentang

si
CESSIE

ne
ng
Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang

do
gu
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Di samping itu, ketidakpastian
hukum juga merupakan hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik,

In
sosial, dan ekonomi yang stabil serta adil. Ketidakpastian ini umumnya
A
bersumber dari hukum tertulis yang tidak jelas dan kontradiktif satu sama
lain. Selain itu, juga karena ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh
ah

lik
institusi pemerintah ataupun pengadilan.
am

ub
C
Cessie, sebagai salah satu pokok bahasan Restatement, dalam beberapa tahun terakhir
banyak dipermasalahkan di dalam keputusan-keputusan pengadilan. Oleh karena itu,
M
ep
kita perlu mempunyai pengertian yang sama mengenai apa itu cessie, bagaimana cara
k

Y
penyerahannya, kapan cessie selesai, bagaimana akibat hukum terhadap cessus, dan
ah

CM bagaimana hubungannya dengan titel penyerahannya. Semua ini agar penerapannya


R
bisa lebih diterima oleh para pencari keadilan.

si
MY

CY
Buku ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab isu ketidakpastian hukum

ne
ng

CMY
tersebut. Tujuan utama dari buku ini adalah mewujudkan gambaran yang jelas tentang
K beberapa konsep penting hukum Indonesia modern. Metode yang digunakan adalah
analisis terhadap tiga sumber hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan

do
pengadilan, dan literatur yang otoritatif.
gu

In
A
ah

lik
m

ub

National Legal Reform Program (NLRP)


Gedung Setiabudi 2 Lantai 2 Suite 207D
ka

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62


Jakarta 12920 - INDONESIA
ep

Phone : +62 21 52906813


Fax : +62 21 52906824
ah

34608100143
R

es
M

ng

on
gu

d
In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h

pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 96

Anda mungkin juga menyukai