b
cover_cessie_v4_arsip_dpn.pdf 1 12/15/10 5:34 PM
u
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
Penjelasan Hukum tentang CESSIE
ah
lik
am
ub
C
M
ep
k
Y
ah
CM
R
si
MY
CY
ne
ng
CMY
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
Rachmad Setiawan
ah
J. Satrio
es
M
ng
on
gu
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
PENJELASAN HUKUM
am
ub
TENTANG CESSIE ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
Penjelasan Hukum tentang Cessie
ne
ng
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.
Diterbitkan pertama kali oleh Nasional Legal Reform Program, Jakarta, 2010
do
gu
In
A
ah
lik
Penulis: Rachmad Setiawan, J. Satrio Editor: Sebastian Pompe
Pengulas: Elijana Tanzah Gregory Churchill
Ahli Internasional: Prof. Dr. Henk Joseph Snijders Mardjono Reksodiputro
am
ub
Pelaksana Penelitian: Yayasan Lembaga Bantuan Binziad Kadafi
Hukum Indonesia (YLBHI) Fritz Edward Siregar
Peneliti: A Patra M Zen Harjo Winoto
Tabrani Abby
Fisella Mutiara A.L.Tobing
ep
Carolina S Martha
k
HP Panggabean
Yanti Fristikawati
ah
si
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetak, fotokopi,
mikrofilm, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari Penerbit.
ne
ng
do
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
gu
atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
In
A
ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
ah
lik
m
ub
ka
ep
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
DAFTAR ISI
In
A
ah
lik
Kata Pengantar ............................................................................................................... v
am
ub
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................... 1
Dokumen Penjelas ....................................................................................................... 3
ep
k
A. Pengantar ......................................................................................................................... 3
ah
B. Permasalahan .................................................................................................................. 4
R
si
C. Perumusan Cessie . ......................................................................................................... 6
D. Figur-Figur yang Terlibat di dalam Cessie .............................................................. 9
ne
ng
do
gu
lik
ub
A. General ..............................................................................................................................
B. Precise Description and Extent of the Property
28
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
E. Public Assignment of Debt against Unknown Debtors ................................... 32
si
F. Right to Documentation and Payment Obligation
of the Debitor Cessus ................................................................................................... 33
ne
ng
G. Legal Status of the Debtor of an Assigned Debt ................................................ 34
H. Comparable Legal Concepts . .................................................................................... 34
do
gu
Laporan Penelitian . ..................................................................................................... 39
In
I. Cessie Menurut Literatur dan Peraturan
A
Perundang-Undangan .............................................................................................. 39
39
ah
lik
B. Pengertian dan Tinjauan Umum tentang Cessie ................................................ 39
C. Pembahasan tentang Konsep Cessie ...................................................................... 45
am
ub
D. Beberapa Ketentuan yang Mengatur Cessie ........................................................ 48
E. Konsep Hukum Cessie . .................................................................................................
ep 52
61
k
61
ah
si
B. Analisis Putusan Pengadilan Terkait Cessie .......................................................... 63
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
iv Dokumen
Daftar Isi Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
KATA PENGANTAR
si
PENJELASAN HUKUM TENTANG CESSIE
ne
ng
Ketiadaan kepastian hukum merupakan masalah utama di Indonesia pada zaman
modern ini. Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang
do
gu
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Ketidakpastian hukum juga merupakan
hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik, social dan ekonomi yang sta-
bil dan adil. Singkat kata, jika seseorang ditanya apa hukum Indonesia tentang sub-
In
A
jek tertentu, sangat sulit bagi orang tersebut untuk menjelaskannya dengan pasti,
apalagi bagaimana hukum tersebut nanti diterapkan. Ketidakpastian ini banyak
ah
lik
yang bersumber dari hukum tertulisnya yang umumnya tidak jelas dan kontradiktif
satu sama lain. Selain dari itu, adalah ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh
institusi pemerintah maupun pengadilan. Yang menjadi garis bawah dari ketidak-
am
ub
pastian hukum adalah lemahnya lembaga dan profesi hukum. Itu dapat kita lihat
di lingkungan peradilan, di mana hakim terus menerus tidak menjaga konsistensi
dalam putusan mereka. Advokasi pun tidak berhasil untuk betul-betul jaga standar
ep
k
profesi mereka. Ketidakpastian hukum juga bersumber dari dunia akademik yang
ah
ternyata kurang berhasil untuk membangun suatu disiplin ilmiah terpadu dalam
R
analisis peraturan perundangan dan putusan pengadilan. Lemahnya ‘legal method’
si
di dunia akademik adalah alasan pokok kenapa akuntabilitas pengadilan dan lem-
baga negara tetap lemah.
ne
ng
do
gambar yang jelas tentang beberapa konsep penting hukum Indonesia modern.
gu
Metode yang digunakan adalah analisis terhadap tiga sumber hukum: peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur yang otoritatif. Tujuan
In
A
kedua dari proyek ini adalah untuk membangun kembali ‘the legal method’, yaitu
sistem penelitian dan diskursus hukum yang riil oleh kalangan universitas, insti-
tusi penelitian dan organisasi swadaya masyarakat. Tentunya Restatement ini tidak
ah
lik
dimaksudkan sebagai kata terakhir atau tertinggi untuk suatu topik hukum yang
dibahas di dalamnya. Namun, Restatement ini bisa memperkaya nuansa hukum In-
m
ub
jelas mempunyai kebebasan untuk menyetujui atau menolak hasil analisis dalam
ep
Restatement ini, namun kami berharap supaya Restatement ini bisa mencapai suatu
kepastian hukum lebih besar untuk topik-topik tertentu, terutama dalam struktur
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
analisis terhadap disiplin hukum tertentu, agar pembahasan tentang topik tersebut
si
mampu menapak suatu tingkatan intelektual yang lebih tinggi.
Alasan kami memilih topik cessie sebagai salah satu pokok bahasan Restate
ne
ng
ment karena lembaga hukum Cessie dalam beberapa tahun terakhir banyak diper-
masalahkan di dalam keputusan-keputusan pengadilan, dan karenanya kita perlu
sekali mempunyai pengertian yang sama mengenai apa itu cessie, bagaimana cara
do
gu
penyerahannya, kapan cessie selesai, bagaimana akibat hukumnya terhadap cessus,
bagaimana hubungannya dengan titel penyerahannya, kesemuanya agar pene
rapannya bisa lebih diterima oleh para pencari keadilan.
In
A
Akhir kata, kami berharap “mimpi” kami untuk mewujudkan koherensi, konsis-
tensi dan kesesuaian diskursus hukum perdata dapat terakomodasi dengan baik da-
ah
lik
lam program Restatement ini sehingga mempunyai faedah bagi para stakeholders.
Hormat kami,
am
ub
ep
k
Sebastiaan Pompe
ah
Program Manager
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
vi Dokumen
Kata Pengantar
Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
RINGKASAN EKSEKUTIF
si
ne
ng
Lembaga hukum cessie dalam beberapa tahun terakhir banyak dipermasalahkan di dalam
keputusan-keputusan pengadilan. Oleh karena itu, kita perlu sekali mempunyai penger-
do
gu
tian yang sama mengenai apa itu cessie, bagaimana cara penyerahannya, kapan cessie se-
lesai, bagaimana akibat hukumnya terhadap cessus, bagaimana hubungannya dengan titel
penyerahannya, dan semua hal tentang cessie agar penerapannya bisa lebih diterima oleh
In
A
para pencari keadilan.
Cessie merupakan istilah yang diciptakan oleh doktrin, untuk menunjuk kepada tin-
ah
dakan penyerahan tagihan atas nama, sebagai yang diatur oleh Pasal 613 BW Penyerahan-
lik
nya dilakukan dengan membuat akta. Akta penyerahan tagihan atas nama disebut akta
cessie.
am
ub
Namun, karena Pasal 613 BW sekaligus mengatur tentang “penyerahan tagihan atas
nama“ dan “benda-benda tak bertubuh lainnya”, maka orang sering tidak jeli untuk mem-
bedakan penggunaan istilah cessie untuk penyerahan tagihan atas nama dengan akta
ep
yang memindahkan “benda tak bertubuh lainnya”. Penyerahan “benda-benda tak bertu-
k
membuat akta, tetapi dalam doktrin tidak disebut sebagai akta cessie. Ini perlu dibedakan,
R
si
sebab kalau tidak dibedakan, maka kita tidak bisa lagi mengatakan, bahwa cessie selesai—
dalam arti objek cessie telah beralih ke dalam pemilikan cessionaries—dengan ditandatan-
ne
ng
ganinya akta cessie, sebab penyerahan saham—sebagai benda tak bertubuh—melalui ak-
ta penyerahan, dengan ditandatangani akta penyerahan saham, belum mengalihkan hak
milik atas saham ybs. kepada pembelinya, karena untuk itu masih diperlukan balik nama
do
gu
menerima penyerahan (kreditur baru) adalah cessionaris, sedangkan cessus adalah debitur,
yang punya utang.
ah
Pasal 613 BW ada di dalam Bagian Kedua, Buku Kedua BW di bawah judul Tentang
lik
Cara Memperoleh Hak Milik, dari letak di mana bisa disimpulkan bahwa cessie merupakan
salah satu cara memperoleh hak milik. Bab Kedua Buku III BW dimulai dengan Pasal 584 BW
m
ub
yang merinci cara-cara memperoleh hak milik dan salah satu caranya, yang ada hubungan
langsung dengan masalah cessie adalah “… penyerahan berdasarkan suatu peristiwa per-
ka
data untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat be-
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
si penerima penyerahan, maka harus dipenuhi dua syarat pokok, yaitu: (1)
si
penyerahan itu didasarkan atas suatu peristiwa perdata (titel atau rechtstitel), dan (2)
diserahkan oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan pemili-
ne
ng
kan atas benda yang diserahkan.
Peristiwa perdata—dalam peristiwa penyerahan—merupakan dasar dilakukannya
penyerahan, yang bisa timbul dari undang-undang ataupun perjanjian. Ini membawa kita
do
gu
pada persoalan, bagaimana hubungan antara “peristiwa perdatanya” dengan “penyerahan-
nya”. Persoalan tersebut menimbulkan pelbagai teori, yang dalam garis besar bisa dikelom-
pokkan dalam dua kelompok, yaitu teori kausal dan teori abstrak.
In
A
Perbedaan antara teori kausal dan teori abstrak tidaklah sebesar seperti yang kita
bayangkan. Perbedaan kedua teori itu baru nampak nyata jika ada pembatalan oleh ha-
kim atas titel penyerahannya, dan sementara itu cessionaris telah menyerahkan lagi tagi-
ah
lik
han atas nama, yang ia terima dari cedent, kepada pihak ketiga. Dalam hal titelnya batal
atau dibatalkan, maka para pihak dikembalikan ke dalam keadaan sebelum ada perjanjian
am
ub
(Ps. 1265 BW). Namun, berdasarkan teori abstrak penyerahan itu tetap telah menjadikan
cessionaris menjadi pemilik. Hak cessionaris terhadap cedent merupakan hak atas dasar
pembayaran yang tidak terutang (Ps. 1359), yang bersifat relatif. Sebaliknya, berdasarkan
ep
teori kausal, jika titelnya batal, maka penyerahannya juga batal, dengan konsekuensinya
k
semua prestasi yang telah dibayarkan kembali menjadi milik cedent, yang merupakan hak
ah
si
Yang juga penting untuk disepakati adalah bahwa berdasarkan redaksi Pasal 613 ayat
1 BW, cessie bisa dilaksanakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari debitur-cessus.
ne
ng
Cessie cukup dilaksanakan oleh cedent dan cessus, dan cessie sudah selesai dengan ditanda-
tanganinya akta cessie. Artinya hak milik atas tagihan atas nama diserahkan sudah pindah
kepemilikannya dari cedent kepada cessionaris.
do
gu
Kata-kata dalam Pasal 613 ayat 2 BW harus ditafsirkan, bahwa karena cessie bisa dilak-
sanakan di luar sepengetahuan debitur-cessus, maka sebelum ada pemberitahuan cessie,
debitur-cessus, dengan itikad baik, masih bisa membayar secara sah kepada cedent.
In
A
lik
Sejauh ini nampaknya baik dalam doktrin maupun dalam Keputusan Pengadilan masih
ada perbedaan pandangan mengenai segi-segi hukum cessie yang disebutkan di atas. Ka-
m
ub
lau saja pengertian dan penafsiran atas ketentuan-ketentuan tentang cessie sebagai terse-
but bisa diseragamkan, baik melalui doktrin maupun Keputusan Pengadilan, kiranya bisa
ka
diharapkan nantinya akan menghasilkan penerapan hukum yang lebih baik dan memberi-
ep
es
2 Dokumen Penjelas
Ringakasan Eksekutif
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
DOKUMEN PENJELAS
si
BEBERAPA SEGI
ne
ng
HUKUM CESSIE
do
gu
In
A
ah
lik
A. PENGANTAR
am
ub
Pembicaraan kita tentang cessie adalah pembicaraan atas Pasal 613 BW, sekalipun
dalam pasal tersebut tidak digunakan istilah cessie. Untuk lebih jelas, kita kutip Pasal
613 ayat 1 BW yang berbunyi sebagai berikut ini.
ep
k
si
bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan
kepada orang lain.”
ne
ng
Di dalam pasal tersebut diatur dua pokok, yaitu penyerahan “tagihan atas nama”
dan penyerahan “benda tak bertubuh lainnya”. Adapun yang dimaksud dengan
do
gu
“benda tak bertubuh lainnya” adalah benda tak bertubuh yang bukan berupa
tagihan atas nama dan bahkan yang bukan berupa tagihan. Sebab penyerahan
tagihan atas tunjuk (aan toonder) dan tagihan kepada order mempunyai caranya
In
A
lik
dan diketahui dengan baik oleh debitur.1 Tagihan kepada order adalah tagihan-
tagihan yang menunjuk orang tertentu kepada siapa tagihan harus dilunasi,
m
ub
tetapi disertai dengan hak untuk memindahkannya kepada orang lain melalui
endosemen,2 sedangkan tagihan atas tunjuk (aan toonder) adalah tagihan-tagihan
ka
ep
1 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetudjuan2 Tertentu, Bandung: Vorkink-Van Hoeve,
1959, hlm. 37, menyebutkan: …. Piutang yang disebutkan atas nama seorang tertentu.
2 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 106.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
yang krediturnya (sengaja dibuat, demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak
si
tertentu. Untuk mudahnya orang menyebut tagihan atas nama sebagai semua
tagihan yang bukan tagihan kepada order dan juga bukan tagihan atas tunjuk atau
ne
ng
aan toonder.3
Perlu diingat, bahwa benda tak bertubuh di luar tagihan atas nama, seperti yang
disebutkan dalam Pasal 613 BW, tentunya bukan berupa tagihan, contohnya adalah
do
saham perseroan. gu
In
A
B. PERMASALAHAN
Karena benda tak bertubuh—baik yang berupa tagihan atas nama, maupun benda
ah
lik
tak bertubuh lainnya—tidak ada wujudnya, maka patut untuk dipertanyakan,
bagaimana orang bisa menyerahkan suatu benda yang tidak ada wujudnya?
Selanjutnya karena Pasal 613 BW berada dalam Bagian Kedua Buku II BW di bawah
am
ub
judul “Tentang Cara Memperoleh Hak Milik”, maka dapat kita simpulkan bahwa yang
dimaksud dengan penyerahan dalam Pasal 613 BW adalah penyerahan ke dalam
kepemilikan dari orang yang menerima penyerahan itu. Jadi, permasalahan pada
ep
k
penyerahan tagihan atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya adalah
ah
si
Tindakan penyerahan tidak pernah berdiri sendiri, tindakan tersebut selalu
merupakan konsekuensi lebih lanjut dari suatu peristiwa hukum, yang mewajibkan
ne
ng
do
gu
lik
ub
sebagai debitur. Seperti yang telah disebutkan di atas, orang menyebut peristiwa
perdata atau rechtstitel sebagai hubungan obligatoir yang menjadi dasar cessie.
ka
ep
es
4 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Apabila benda yang diserahkan berupa tagihan atas nama, tentunya si
si
penerima penyerahan perlu kepastian bahwa debitur tagihan tersebut—yang
semula terikat untuk membayar kepada kreditur—sekarang terikat untuk
ne
ng
membayar tagihan tersebut kepadanya, dan sebaliknya kepada debiturnya—yang
dalam hubungan hukum asal terikat untuk membayar kepada krediturnya—perlu
diberikan perlindungan bahwa sesudah cessie, ia membayar kepada kreditur yang
do
gu
benar sehingga utangnya lunas. Karena, nanti akan dijelaskan lebih lanjut, cessie bisa
terjadi di luar sepengetahuan debitur, maka ada dasar baginya untuk tahu, kepada
siapa ia selanjutnya harus membayar agar utangnya menjadi lunas?
In
A
Jadi permasalahan dalam cessie adalah sebagai berikut.
ah
lik
(1) Bagaimana suatu tagihan atas nama, yang berupa benda yang tidak ada
wujudnya, bisa dialihkan agar menjadi milik orang lain?
(2) Bagaimana hubungan antara peristiwa perdata dengan penyerahannya?
am
ub
(3) Bagaimana cessionaris bisa dengan sah menagih cessus?
(4) Bagaimana cessus mendapat kepastian, bahwa ia membayar kepada
kreditur yang benar?
ep
k
ah
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, atas peristiwa cessie, kita akan
R
coba jelaskan dengan peristiwa konkret fiktif seperti berikut ini. Seorang kreditur, kita
si
sebut saja A, mempunyai tagihan (atas nama) terhadap seorang debitur, yang kita
sebut saja, B. A, karena terdesak kebutuhan uang, telah menjual tagihannya terhadap
ne
ng
do
gu
lik
membayar utangnya secara sah kepada A (kreditur-asal), tetapi hanya kepada dirinya
(C). Untuk itu harus ada mekanisme yang bisa mengikat B, agar selanjutnya tidak
m
ub
bisa lagi membayar secara sah kepada A. Sebaliknya, B perlu ada pegangan kepada
siapa ia selanjutnya—sesudah cessie—harus membayar, agar utangnya lunas. Itulah
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
BW), yang karena sifatnya tidak bisa dialihkan (hak alimentasi dan hak pensiun)
si
dan tagihan yang bersifat sangat pribadi, sangat melekat pada pribadi debiturnya.
Tagihan-tagihan seperti itu tidak bisa di-cedeer.
ne
ng
C. PERUMUSAN CESSIE
do
gu
Jika hubungan obligatoirnya yang menjadi dasar cessie berupa perjanjian, maka di
sana baru ada saling janji, a.l. janji untuk menyerahkan tagihan atas nama tertentu,
sedangkan cessie-nya merupakan tindakan nyata yang mengikutinya, berupa
In
A
penyerahan suatu tagihan atas nama dari debitur kepada krediturnya. Jadi cessie
adalah penyerahan tagihan atas nama.4
ah
lik
Melihat kepada isi ketentuan Pasal 613 ayat 1 BW, maka dapat kita katakan, di
sana diatur dua pokok, yaitu
1. penyerahan tagihan atas nama, dan
am
ub
2. penyerahan benda-benda bertubuh lainnya yang bukan berupa tagihan
atas nama.
ep
k
benda tak bertubuh lainnya” bukan merupakan cessie (tidak disebut cessie), sekalipun
R
cara penyerahannya adalah sama, yaitu dengan membuat akta, baik otentik maupun
si
di bawah tangan. Jadi, jangan kacau, baik tagihan atas nama maupun benda-benda
tak bertubuh lainnya, cara penyerahannya sama, yaitu dengan membuat akta, baik
ne
ng
otentik maupun di bawah tangan, tetapi yang disebut cessie adalah yang berupa
penyerahan tagihan atas nama.
do
gu
Perlu diperhatikan, bahwa yang namanya tagihan, tidak selalu harus berupa
tagihan atas sejumlah uang. Yang dimaksud dengan tagihan di sini adalah tagihan
atas prestasi, yang merupakan benda tak berwujud.5 Jadi, apabila dikatakan cessie
In
A
merupakan penyerahan tagihan atas nama, tidak berarti harus berupa tagihan
sejumlah uang, sekalipun biasanya memang mengenai sejumlah uang.6 Tagihan atas
nama adalah tagihan atas prestasi perikatan, di mana krediturnya adalah tertentu
ah
lik
ub
4 Sri Soedewi M.S., Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Peroran-
gan, Yogyakarta: Liberty, 1980, hlm. 67; Hartono Soerjopratiknjo, op.cit., hlm. 63; J. Satrio, op.cit.,
hlm. 23.
ka
5 Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual-beli, Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Uni-
ep
es
6 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
terhadap penjual, yang berupa penyerahan objek jual-beli dan, karena debiturnya—
si
penjual—diketahui betul oleh krediturnya (pembeli), maka disebut tagihan atas
nama. Tagihan seperti itu—sekalipun bukan tagihan atas sejumlah uang—pada
ne
ng
asasnya bisa dialihkan, dan kalau dialihkan, maka penyerahannya dilakukan dengan
membuat akta cessie.
do
1. Doktrin gu
Di dalam doktrin di Indonesia istilah cessie sudah umum dipakai. Namun, ciri “atas
nama” pada cessie (atas tagihan atas nama) ada kalanya—penulis menduga kepada
In
A
penulis-penulis yang lebih muda—tidak tampak diperhatikan sebagai ciri esensiil
dari cessie dan beberapa di antara para sarjana hanya berpegang pada ciri “tagihan/
ah
lik
piutang” saja, sehingga menimbulkan kesan cessie adalah penyerahan tagihan/
piutang (tanpa embel-embel “atas nama”),7 dan hal seperti itu juga tampak dari
judul makalah: “Cessie sebagai Pengalihan Hak dan Jaminan Utang”, dalam makalah
am
ub
yang selanjutnya dirumuskan cessie: “Cessie adalah istilah yang lazim dipakai untuk
penyerahan piutang”, tanpa ciri “atas nama”.8 Piutang itu ada bermacam-macam
jenisnya dan—seperti yang telah disebutkan di atas—untuk setiap jenis piutang
ep
k
merupakan pengalihan …, yang biasanya berupa piutang atas nama …”. Jadi, cessie
R
ada kalanya bisa berupa penyerahan benda lain.9
si
Ada yang terang-terangan merumuskan cessie sebagai “cara untuk melakukan
penyerahan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh/berwujud
ne
ng
lainnya”.10 Jadi, penyerahan benda bertubuh yang bukan tagihan atas nama disebut
cessie juga.
do
gu
7 Indrawati Soewarso, sebagai disitir oleh Yanti Fristikawati, dalam Laporan Penelitian Bidang Literatur,
Doktrin dan Peraturan Perundang-Undangan, untuk penyusunan restatement tentang Cessie, hlm. 109,
In
A
merumuskan cessie sebagai penyerahan atau pengalihan hak tagih atau piutang, tetapi ia sendiri dalam
hlm. 115 mengatakan, bahwa dalam doktrin dan yurisprudensi, cessie dipahami sebagai penyerahan
tagihan atas nama.
8 Rachmad Setiawan, dalam Pendapat Penulis Restatement Cessie, “Cessie Sebagai Peralihan Hak dan
ah
lik
Jaminan Utang”, untuk membenarkan perumusannya, telah mensitir penulis tertentu, padahal penulis
yang disitir dengan jelas menyebutkan “Leveringen van schuldvoderingan op naaam (cessie). Pada
halaman 7 dikatakan, bahwa” Cessie juga lazim untuk menyebutkan perjanjian penyerahan piutang atas
nama”. Perhatikan kata “juga”. Jadi istilah cessie juga digunakan untuk penyerahan benda-benda yang
m
ub
lain daripada tagihan atas nama? Namun, dihalaman 8 dikatakan: “Penyerahan piutang atas nama atau
cessie bertujuan bahwa penerima penyerahan menjadi pemilik piutang.
9 Yanti Frisikawati, op.cit., hlm. 105, tetapi selanjutnya dalam hlm. 106, mengakui cessie tidak meliputi
ka
“benda tak bertubuh lainnya” sebagai yang disebutkan dalam Pasal 613 ayat 1 BW, karena bukan meru-
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Ada pula yang mengemukakan tentang meng-cessie-kan hak sewa. Hak sewa
si
memang dialihkan melalui akta sebagai yang disebutkan dalam Pasal 613 BW, tetapi
mestinya tidak disebut cessie. Ini perlu dibedakan dengan “tagihan sewa”, yang
ne
ng
memang merupakan tagihan atas nama.
Meskipun demikian, pada umumnya para penulis memberikan arti yang sama
atas istilah “cessie”, hanya penggunaannya saja yang terkadang tidak memperhatikan
do
gu
ciri “atas nama” sebagai ciri khas cessie dan sebagai pengecualian masih ada yang
memberikan arti yang lain.
In
A
2. Penerapannya dalam Praktik Perkara
Istilah cessie sudah diterima oleh pengadilan. Hanya saja ciri “atas nama” pada tagihan
ah
lik
atas nama, kurang ditonjolkan. Pada umumnya hanya menyebutkan cessie sebagai
penyerahan tagihan saja. Kesannya cessie adalah penyebutan untuk penyerahan
semua macam tagihan.
am
ub
Pengertian cessie dalam keputusan pengadilan juga belum seragam. Ada
yang menyatakan akta cessie batal, karena penjualan tanah dan bangunan berada
jauh di bawah harga pasar.11 Tidak dijelaskan apa kaitannya antara jual-beli tanah
ep
k
dengan cessie. Pernah terjadi, bahwa seorang kreditur (A) yang mempunyai tagihan
ah
terhadap pembelinya (B), dan telah meng-Cedeer tagihannya kepada Bank (X), telah
R
ditafsirkan sebagai suatu penyerahan suatu “utang”.12 Pengertian cessie menjadi
si
tidak jelas, kalau hakim dalam pertimbangannya mengatakan tentang: “Penyerahan
ne
surat kapling tanah sengketa dari debitur kepada bank dengan “Akta Cessie” ....13
ng
Apakah yang dimaksud di sini adalah penyerahan hak untuk menuntut penyerahan
(hak tagih) atas surat kapling? Ada kalanya juga digunakan istilah cessie untuk
do
gu
menyerahkan dan memindahkan (cederen) semua hak atas tanah.14 Bukankah hak
atas tanah diserahkan melalui akta PPAT?
In
A
3. Kesimpulan
Pada umumnya istilah cessie sudah diterima, tetapi pemberian arti dan
ah
untuk penyerahan benda yang bukan tagihan atas nama, dan karena hal tersebut
m
ub
11 Putusan MA No. 1726/Pdt/1986, ttgl. 31 Mei 1980, sebagai disitir oleh PN Cibinong No. 148/Pdt.Bth/
2003/PN Cbn, ttgl. 1 April 2004.
12 Putusan MA No. 2511 K/Sip/1981, ttgl. 20 Oktober 1986, dimuat dalam H.P. Panggabean, Himpunan
ka
Keputusan Mahkamah Agung RI mengenai Perjanjian Kredit Perbankan, jilid 2, hlm. 15.
ep
13 Putusan PN Jakarta Barat No. 021/1981/G, ttgl. 3 Maret 1982, dan Putusan PT DKI Jakarta No.
300/1982/PT DKI Jakarta, ttgl. 15 Desember 1982, ibid., hlm. 27 dan hlm. 29.
14 Putusan MA No. 1726 K/Pdt/1986, ttgl. 31 Mei 1990, ibid., hlm. 43.
ah
es
8 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
nanti akan membawa dampak pada waktu kita mau menentukan, kapan objek
si
yang di-Cedeer beralih kepada cessionaries—sebagaimana akan dibahas di bagian
selanjutnya nanti—maka kiranya pengertian dan penggunaan istilah cessie masih
ne
ng
perlu disepakati bersama untuk diseragamkan.
do
gu
Dari perumusan cessie seperti yang sduah dijelaskan sebelumnya, kita tahu, bahwa
dalam peristiwa cessie ada seorang kreditur, yang mengoperkan/menyerahkan
tagihan atas nama miliknya—terhadap debiturnya—kepada pihak lain, sehingga
In
A
dalam peristiwa cessie ada pergantian figur kreditur. Kreditur yang mengoperkan
tagihannya, dalam doktrin disebut dengan istilah teknis-hukum cedent, sedangkan
ah
lik
pihak yang menerima penyerahan—yang dalam hal itu menjadi kreditur-baru—
disebut cessionaris, sedangkan dalam peristiwa cessie debiturnya tetap sama, hanya
sekarang disebut dengan istilah teknis hukum cessus.
am
ub
Dengan demikian, figur-figur yang terlibat dalam peristiwa cessie adalah
1. cedent,
2. cessionaries, dan
ep
k
3. cessus.
ah
si
E. PERALIHAN HAK MILIK
Di bagian atas telah dijelaskan, bahwa penyerahan sebagaimana yang dimaksud
ne
ng
oleh Pasal 613 BW adalah penyerahan ke dalam pemilikan orang yang menerima
penyerahan. Karena dalam pasal tersebut, objek penyerahan yang diatur adalah
tagihan atas nama dan benda-benda tak bertubuh lainnya (yang bukan tagihan atas
do
gu
lik
“Hak milik atas suatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain,
m
ub
perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak
berbuat bebas terhadap kebendaan itu.”
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Dari sekian banyak cara untuk memperoleh hak milik, yang disebut dalam Pasal
si
584 BW, yang—sehubungan dengan pembicaraan tentang cessie—relevan untuk
kita perhatikan adalah cara memperoleh hak milik melalui kutipan berikut ini.
ne
ng
“... penyerahan berdasarkan atas suatu peristiwa perdata untuk
memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat
do
gu
bebas terhadap kebendaan itu.”
In
A
a. ada penyerahan;
b. didasarkan atas suatu peristiwa perdata;
ah
lik
d. dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas dengan benda itu.
am
ub
F. UNSUR-UNSUR PENYERAHAN
Di bagian ini, kita akan meninjau unsur-unsur penyerahan satu per satu.
ep
1. Penyerahan Kepemilikan
k
BW: Tentang Cara Memperoleh Hak Milik, di dalam Pasal 584 BW termasuk—adalah
R
si
penyerahan ke dalam kepemilikan si penerima penyerahan. Ini perlu ditegaskan,
karena di dalam doktrin kita mengenal bermacam-macam penyerahan, seperti
ne
ng
do
gu
dan cessie).
2. Berdasarkan Suatu Peristiwa Perdata
In
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tindakan “menyerahkan” tidak pernah
A
berdiri sendiri. Tindakan itu selalu merupakan buntut dari suatu peristiwa perdata,
yang biasa disebut rechstitel. Peristiwa perdata/rechstitel adalah dasar dari tindakan
ah
lik
ub
1360 BW). Kewajiban penyerahan juga bisa timbul berdasarkan perjanjian, yaitu
pada perjanjian obligatoir.15 Juga hibah wasiat/legaat diakui sebagai titel penyerahan
ka
ep
15 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, Bandung: Citra Aditya
Bakti, hlm. 58.
ah
es
10 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dan bahkan juga fidusia.16 Pada dasarnya semua perjanjian menurut BW bersifat
si
obligatoir, kecuali beberapa perjanjian yang bersifat riil. Perjanjian obligatoir tidak
pernah mengalihkan hak milik. Dari perjanjian-perjanjian obligatoir, yang menjadi
ne
ng
dasar penyerahan, yang terbanyak muncul dalam praktik adalah perjanjian jual-
beli. Dalam hubungannya dengan pembicaraan kita, yang terbanyak muncul dalam
praktik adalah penyerahan berdasarkan perjanjian jual-beli tagihan.
do
gu
Dalam perjanjian obligatoir—dengan ditutupnya perjanjian ybs.—maka yang
muncul baru hak dan kewajiban bagi para pihak. Biasanya perjanjian menimbulkan
banyak perikatan.17 Misalnya telah ditutup perjanjian jual-beli, maka dengan
In
A
disepakatinya perjanjian jual-beli itu, lahirlah perikatan-perikatan (hubungan
hukum) yang a.l. berupa
ah
lik
a. penjual berhak atas uang harga jual-beli;
b. penjual berhak untuk menuntut agar pembeli membayar dulu harga
pembelian, sebelum ia menyerahkan objek jual-beli (Pasal 1478 BW);
am
ub
c. pembeli berhak atas penyerahan objek jual-beli (Pasal 1474; Pasal 1475
BW);
d. hak penjual maupun pembeli untuk menuntut pembatalan perjanjian,
ep
k
si
f. pembeli berhak atas jaminan (vrijwaring) dari penjual untuk penguasaan
objek jual-beli secara aman dan tenteram (Pasal 1491 BW).18
ne
ng
do
gu
contoh peristiwa di atas, berupa hak tagih atas prestasi dari debitur—dari penjual,
sebagai cedent, kepada cessionaris, maka yang beralih adalah tagihan atas prestasi
(yang timbul dari jual-beli) dari cedent kepada cessionaris. Jadi, bukan seluruh
In
A
“perjanjian” diserahkan, tetapi hanya benda yang berupa “tagihan atas nama” saja
yang dioper oleh cessionaris. Namanya saja “penyerahan tagihan atas nama”, bukan
“penyerahan perjanjian” yang melahirkan tagihan atas nama.
ah
lik
Ada ketentuan tentang penjualan piutang yang perlu mendapat perhatian kita,
yaitu Pasal 1533 BW, yang mengatakan, bahwa
m
ub
ka
17 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, hlm. 6.
18 Catatan: terhadap semua “hak“ yang ada dalam suatu hubungan hukum, selalu ada kewajiban pada
pihak yang lain. Jadi dalam perikatan selalu ada “hak“ di satu pihak dan “kewajiban“ di pihak lain.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
“Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya,
si
seperti penanggungan-penanggungan (borgtochten), hak istimewa dan
hipotek-hipotek.”
ne
ng
Jadi, penyerahan suatu tagihan meliputi semua accessoir-nya.19 Ini sesuai
dengan prinsip orang mengoper suatu benda dalam keadaan seperti adanya
do
gu
pada saat penyerahan. Hak untuk menuntut pemenuhan tagihan—termasuk
untuk melaksanakan hak tuntut itu—sudah tentu turut beralih kepada cessionaris,
demikian pula hak untuk menuntut penggantian ongkos, kerugian dan serta
In
A
bunga. Namun, karena yang diserahkan “hak tagihnya” saja, bukan seluruh hak (dan
kewajiban) yang timbul dari hubungan hukum yang menjadi dasar penyerahan,
maka tidak termasuk di dalamnya hak untuk—kalau cessus wanprestasi—menuntut
ah
lik
pembatalan perjanjian, yang ditutup antara cedent dan cessus. Sudah tentu keadaan
bisa menjadi lain, kalau—misalnya—cedent meng-cedeer semua hak yang dimilikinya
am
ub
berdasarkan perjanjian jual-beli yang ia tutup.
Dalam perjanjian jual-beli, terhadap “uang pembayaran” ada hak pada penjual
untuk menagih, dan karenanya ia berkedudukan sebagai kreditur. Sebaliknya
ep
terhadap “benda” objek perjanjian, pembeli mempunyai hak tuntut penyerahan
k
si
beralih kepada tiap-tiap kreditur, maka perjanjian obligatoir itu perlu diikuti
dengan perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu suatu perjanjian yang
ne
ng
do
gu
oleh cessionaris. Dengan adanya penyerahan dan penerimaan, maka cessie telah
terlaksana dengan baik.
ah
lik
m
ub
ka
19 Kartono, Hak-Hak Jaminan Kredit, Jakarta: Pradnya Paramita, 1977, hlm. 40.
ep
20 Subekti, Soal Pemindahan Hak Milik, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan,
1980, hlm. 5.
ah
es
12 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
3. Kewenangan untuk Berbuat Bebas
si
Kata-kata “kewenangan untuk berbuat bebas” merupakan terjemahan dari
“gerechtigd om te beschikken.” Jadi, yang dimaksud dengan “yang berhak berbuat
ne
ng
bebas terhadap bendanya” adalah yang mempunyai kewenangan untuk mengambil
tindakan pemilikan (beschikking) atas benda yang diserahkan. Pada dasarnya, orang
yang memiliki kewenangan beschikking atas suatu benda adalah pemilik benda ybs.,
do
gu
sekalipun ada perkecualiannya.
Berdasarkan Pasal 584 BW, pada dasarnya, yang—melalui suatu penyerahan—
bisa menjadikan orang lain sebagai pemilik benda yang diserahkan adalah mereka
In
A
yang mempunyai kewenangan tindakan pemilikan, yang pada umumnya adalah si
pemilik benda.
ah
lik
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa hak milik atas suatu tagihan atas
nama, berdasarkan penyerahan, beralih kepada cessionaris, jika penyerahan itu
1. didasarkan atas suatu peristiwa perdata (rechtstitel);
am
ub
2. dituangkan dalam suatu akta;
3. diserahkan oleh pemilik benda ybs.
ep
k
Atas syarat yang terakhir “diserahkan oleh pemilik benda ybs.”, terhadap benda-
ah
benda bergerak tidak atas nama, ada perkecualiannya dalam Pasal 1977 ayat 1 BW
R
Untuk jelasnya kita kutip Pasal 1977 ayat 1 BW yang merumuskan
si
“Terhadap benda-benda bergerak yang tidak berupa bunga, maupun
ne
ng
do
gu
Ketentuan tersebut di atas menerobos syarat Pasal 584 BW, yaitu bahwa
penyerahan itu harus dilakukan oleh orang yang mempunyai kewenangan
In
mengambil tindakan pemilikan atas benda yang diserahkan. Namun, ketentuan
A
Pasal 1977 ayat 1 BW hanya berlaku untuk penyerahan benda-benda bergerak tidak
atas nama, sehingga tidak berlaku bagi penyerahan tagihan atas nama, dengan
ah
lik
konsekuensinya, untuk tagihan atas nama syarat “penyerahan oleh pemilik” (Pasal
584 BW) tetap berlaku. Karenanya tidak membahas lebih lanjut Pasal 1977 ayat 1
m
BW
ub
ka
ep
21 “Met betrekking tot roerende goederen, die noch in renten bestaan, noch in inschulden welke niet aan
toonder betaalbaar zijn, geldt het bezit als volkomen titel“.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
G. HUBUNGAN ANTARA PERISTIWA PERDATA DAN
si
PENYERAHAN
Pertanyaan yang timbul di sini adalah bagaimana hubungan antara peristiwa
ne
ng
perdata, yang menjadi dasar penyerahan, dengan penyerahannya itu sendiri.
Lebih konkret lagi, bagaimana akibatnya terhadap tindakan “penyerahan” (yang
do
gu
didasarkan peristiwa perdata/rechtstitel), kalau ternyata peristiwa perdata/rechtstitel
itu batal atau kemudian dibatalkan oleh hakim? Untuk menjawab masalah seperti
itu, timbullah bermacam-macam teori yang dalam garis besar, bisa dikelompokkan
In
A
menjadi dua, yaitu
1. Teori Kausal, dan
2. Teori Abstrak.
ah
lik
Yang perlu dicatat di sini adalah baik Teori Kausal maupun Teori Abstrak
am
ub
hendak menetapkan hubungan antara peristiwa perdatanya (rechtstitel) dengan
penyerahannya. ep
1. Teori Kausal
k
si
dasar penyerahannya—batal atau dibatalkan? D.p.l. apakah peristiwa perdata/
rechtstitel itu harus sah, agar penyerahan itu sah, dalam arti, mengalihkan hak milik
ne
ng
do
gu
tindakan yang didasarkan atasnya juga tidak sah? Konsekuensinya, kalau peristiwa
perdatanya batal, maka penyerahannya juga batal, dengan akibat, si penerima
ah
lik
ub
ep
22 Sri Soedewi M.S., Hukum Perdata: Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1974, hlm. 74; J. Satrio,
Cessie, hlm. 12.
ah
es
14 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
menyalahgunakan keadaan23—maka dengan pembatalan perjanjian obligatoir ybs.,
si
penyerahan yang didasarkan atasnya juga batal. Konsekuensi lebih lanjut adalah
bahwa si penerima penyerahan tidak menjadi pemilik atas tagihan atas nama yang
ne
ng
di-cedeer kepadanya.
Kesimpulannya adalah bahwa keabsahan perjanjian obligatoir yang menjadi
dasar penyerahan menentukan beralih tidaknya tagihan yang di-cedeer, d.p.l.
do
gu
menentukan keabsahan perjanjian kebendaannya
Sekarang kita akan meneliti apa akibat lebih lanjut dari kebatalan perjanjian
kebendaannya. Dengan kebatalan dari perjanjian obligatoirnya, yang berdampak
In
A
pada kebatalan perjanjian kebendaannya, maka semua prestasi yang telah diserahkan
oleh para pihak ternyata tidak terutang (Pasal 1265 BW), dan karenanya, berdasarkan
ah
lik
Pasal 1359 jo Pasal 1361 BW bisa dituntut kembali. Tuntutan berdasarkan kedua
pasal tersebut didasarkan hak tuntut pribadi, yang bersifat relatif, artinya hanya bisa
ditujukan kepada orang dengan siapa yang telah mengadakan hubungan hukum.24
am
ub
Menjadi pertanyaan, kalau tagihan atas nama yang diserahkan sudah dialihkan lagi
oleh si penerima kepada orang lain, bagaimana penyelesaiannya? Karena atas dasar
kebatalan, semua prestasi kembali kepada mereka yang telah menyerahkan, maka
ep
k
semua prestasi kembali menjadi milik dari pemilik yang semula menyerahkan, atau
ah
d.p.l. hak yang kembali adalah hak milik. Karena hak milik merupakan hak kebendaan,
R
maka si empunya hak milik mempunyai hak tuntut revindikasi, yang—sebagai hak
si
kebendaan—mempunyai droit de suite, sehingga bisa ditujukan kepada siapa dalam
tangan siapa ia menemukan benda miliknya (Pasal 574 BW).
ne
ng
Dasar dari Teori Kausal adalah ketentuan Pasal 928, Pasal 929, Pasal 1004, Pasal
1169, Pasal 1524, Pasal 1532, dan Pasal 1689 BW Dari ketentuan-ketentuan tersebut,
do
gu
2. Teori Abstrak
In
A
Menurut Teori Abstrak, tindakan penyerahan harus didasarkan atas adanya kehendak
untuk menyerahkan. Kehendak untuk menyerahkan tampak dalam peristiwa
perdatanya, atas dasar mana dilaksanakan penyerahan. Kalau peristiwa perdatanya
ah
lik
ub
23 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, hlm. 268.
ep
24 Pada asasnya semua perikatan yang diatur dalam Buku III BW bersifat relatif, yang hanya bisa ditu-
jukan pada orang tertentu saja, dan disebut juga ius in personam atau hak pribadi. J. Satrio, Hukum
Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999, hlm. 5.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kehendak untuk menyerahkan.25 Jadi, Teori Abstrak—sesuai dengan ketentuan Pasal
si
584 BW—memang mensyaratkan titel, tetapi titel itu hanya untuk menetapkan,
bahwa memang ada kehendak untuk menyerahkan. Dengan cara berpikir seperti
ne
ng
itu, maka penyerahan merupakan suatu tindakan yang berdiri sendiri terlepas dari
hubungan obligatoirnya dan karenanya dikatakan, bahwa di dalam Teori Abstrak
penyerahan di-abstraheer (dilepaskan) dari peristiwa perdatanya. Keabsahan
do
gu
penyerahan tidak bergantung dari keabsahan hubungan obligatoir—di mana
terkandung kehendak untuk menyerahkan26—karena bukankah dalam tindakan
menyerahkan sudah tersimpul adanya kehendak untuk menyerahkan? Hal yang
In
A
penting—sebagai disyaratkan oleh Pasal 584 BW—adalah adanya titel, dan ingat,
pasal tersebut tidak mensyaratkan titel yang sah, jadi cukup kalau ada titel saja.
ah
lik
Konsekuensinya, sekalipun titelnya batal, penyerahan bisa tetap sah. Namun harus
diingat, bahwa syarat yang kedua (untuk sahnya penyerahan sebagai disebutkan
dalam Pasal 584 BW), yaitu penyerahan harus dilakukan oleh pemilik benda ybs., di
am
ub
sini—untuk cessie—tetap berlaku.
menjual tagihan itu dan telah menyerahkannya kepada C, jadi ada hubungan
ah
hukum antara A dengan C (A – C). C menjual lagi tagihan itu dan telah menyerahkan
R
tagihan itu kepada D, sehingga ada hubungan hukum C – D.
si
Jadi, sesuai dengan yang dikatakan di atas, kalau hubungan obligatoirnya
ne
ng
do
gu
berdasarkan Teori Kausal dan Teori Abstrak sama. Namun akibat itu menjadi lain,
kalau sementara itu, objek prestasi, oleh pihak yang menerima penyerahan, telah
ah
lik
ub
ep
es
16 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
yang menerima penyerahan (C)—berdasarkan Teori Abstrak—telah menjadi
pemilik benda yang diserahkan kepadanya. Konsekuensinya—berdasarkan Teori
Abstrak—pihak ketiga (D) telah mendapatkan benda itu dari seorang pemilik (C).
ne
ng
Teori Abstrak berdasarkan kepada Pasal 1359 dan Pasal 1341 ayat 2 BW Teori ini
do
gu
tetap berpegang kepada redaksi Pasal 584 BW yang hanya mensyaratkan adanya
titel dan sama sekali tidak mensyaratkan titel yang sah.
Yang penting untuk kita simak lebih lanjut adalah apa pengaruhnya untuk
In
A
pembicaraan kita tentang Pasal 613 BW
Teori Abstrak tidak melaksanakan pendapatnya secara konsekuen. Teori Abstrak
ah
lik
juga mengakui, kalau hubungan obligatoirnya dibatalkan karena kausanya terlarang,
tidak telah dituangkan dalam bentuk yang disyaratkan undang-undang, atau karena
adanya unsur kesesatan, paksaan, penipuan dan adanya penyalahgunaan keadaan,
am
ub
maka penyerahannya juga batal. Jadi perbedaan antara kedua teori itu baru tampak
nyata, kalau sementara itu objek yang diserahkan telah dialihkan lagi kepada pihak
ep
ketiga.
k
ah
3. Pendirian Pengadilan
R
si
Yang dimaksud di sini adalah, teori mana yang dianut oleh pengadilan? Karena
perbedaan antara Teori Kausal dan Teori Abstrak tidaklah seperti yang semula
ne
ng
tampak, maka kita juga tidak mudah untuk meneliti, teori mana yang dianut oleh
pihak pengadilan, kecuali kalau sementara itu tagihan atas nama yang dicessiekan
itu, sudah di-cedeer lagi kepada pihak ketiga.27
do
gu
Pengadilan ada kalanya tidak secara jelas membedakan antara titel (perjanjian
jual-beli tagihan) dari cessie-nya, sehingga—dalam salah satu keputusannya—
ada pertimbangan yang pada pokoknya berbunyi bahwa dalam jual-beli piutang
In
A
lik
tidak jelas, kalau ada pertimbangan pengadilan, di mana hakim mengatakan tentang
“pembeli hak tagih melalui cessie”.29 Orang membeli hak tagih tidak melalui cessie.
Menjadi pertanyaan, kata-kata itu tertuju kepada jual-beli tagihannya atau tertuju
m
ub
kepada cessie-nya? Mungkin yang dimaksud mendapat hak miliknya melalui cessie.
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Yang tampak, dalam banyak keputusan pengadilan adalah, segi keabsahan titel
si
jarang dipermasalahkan dan diteliti.30 Tidak semua memang, ada keputusan MA
yang dengan tegas menggantungkan keabsahan cessie pada adanya suatu titel yang
ne
ng
sah.31 Juga PN Semarang dengan tegas menyimpulkan, bahwa karena titelnya tidak
sah, maka cessie juga tidak sah.32 Lain lagi adalah peristiwa pembatalan cessie, yang
ternyata pembatalannya dinilai, bukan karena titelnya tidak sah atau penyerahan itu
do
gu
dilakukan oleh orang yang tidak wenang, tetapi dengan mendasarkan kepada SK
Ketua BPPN.33
Ada kalanya oleh pengadilan tidak dijelaskan, bagaimana dengan titelnya,
In
A
kalau cessie-nya dibatalkan? Kalau titelnya masih hidup, maka hak dan kewajibannya
masih hidup. Juga tidak dijelaskan mengapa yang dibatalkan bukan perjanjian
ah
lik
obligatoirnya?34 Dalam peristiwa lain kita juga melihat tidak dibedakan antara titel
dan penyerahannya, dengan dikemukakannya statement “penjualan hak tagih dan/
atau pengalihan hak tagih”. Adanya kata “atau” menjadikan tidak jelas dibedakannya
am
ub
antara jual-beli dan cessie-nya. Dan ketika menilai keabsahan cessie, yang dinilai bukan
syarat-syarat sahnya perjanjian pengalihannya berdasarkan ketentuan BW, tetapi
dipakai ukuran “telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor
ep
k
si
nama, jadi yang beralih adalah “hak”, bukan kewajiban, sehingga adalah aneh kalau
dipermasalahkan, bahwa tergugat (cessionaris) tidak melaksanakan penagihan.35
ne
ng
Ada kalanya tampak sekali cara pandang yang prinsipiil sangat berbeda antara PN
dan PT—yang melihat ada masalah penyerahan tagihan—sedangkan MA melihat
do
gu
di sana ada penyerahan utang.36 Ada juga pertimbangan pengadilan tidak jelas,
apakah sedang berbicara tentang cessie atau novasi.37
In
A
ah
lik
30 Seperti dalam Putusan MA No. 18 K/N/2003, ttgl. 3 Juli 2003; Kaidah Hukum Keputusan MA No. 011
PK/N/2005, ttgl. 29 Agustus 2005.
31 Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008, ttgl. 11 Februari 2009.
m
ub
es
18 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
H. BERALIHNYA TAGIHAN YANG DI-CEDEER
si
1. Saat Beralihnya Tagihan
ne
ng
Suatu perikatan lunas—maksudnya, kewajiban perikatannya menjadi hapus—
dengan pembayaran (Pasal 1381 BW), dan kita katakan lunas, kalau pembayaran
itu sudah diterima dan apa yang dibayarkan telah menjadi milik kreditur. Kalau
do
gu
kita hubungkan dengan cessie, maka timbul pertanyaan, kapan cessie selesai? Perlu
dicermati, kalau kita bicara tentang kapan cessie selesai, maka pembicaraan itu
adalah mengenai hubungan antara cedent dan cessionaris.
In
A
Kalau kita membaca Pasal 613 BW, di sana terdapat pernyataan “dengan
membuat akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan
ah
lik
itu dilimpahkan kepada orang lain”, maka dari redaksi seperti itu ada dasar untuk
menyimpulkan bahwa dengan selesainya akta cessie, maka hak milik sudah berpindah
dari cedent kepada cessionaris.38 Ini berlaku terhadap semua, termasuk terhadap
am
ub
cessus. Jadi tidak benar kalau dikatakan terhadap debitur, cessie baru berlaku setelah
kepada debitur dikirim surat juru sita.39
Karena hak milik sudah beralih dengan ditandatanganinya akta cessie, maka
ep
k
perumusan “cessie” tidak mungkin meliputi penyerahan “benda tak bertubuh lainnya”,
karena tidak semua penyerahan benda tak bertubuh lainnya—misalnya saham—
ah
R
sudah menjadikan si penerima menjadi pemilik dari saham yang diserahkan, karena
si
bukankah untuk itu masih diperlukan adanya balik nama dalam daftar pemegang
saham dalam PT ybs. (Pasal 48, Pasal 50 sub 1, 3, Pasal 51 jo Pasal 56 UUPT).
ne
ng
do
Mengenai hal ini bisa dikemukakan bahwa pengadilan—paling tidak kalau
gu
cessie oleh cedent dan cessionaris, maka hak milik atas tagihan telah beralih kepada
cessionaris.41 Jadi agak janggal kalau ada yang mengaitkan masalah pemberitahuan
ah
lik
ub
38 J. Satrio, Cessie, hlm. 31; Kartono, op.cit., hlm. 41; Putusan MA No. 018 K/N/2003 ttgl. 3 Juli 2003.
39 Indra Ario Nasution, op.cit., hlm. 35.
40 Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002, ttgl. 13 Maret 2007; PT Bandung No. 39/Pdt/2004/PT Bdg., ttgl. 22
ka
Desember 2004.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
I. HUBUNGAN ANTARA CESSIONARIS DAN CESSUS
si
1. Masalah Pemberitahuan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dalam peristiwa cessie, ada kemungkinan
ne
ng
bahwa debitur-cessus tidak tahu adanya peralihan hak, dari cedent kepada cessionaris,
karena cessie bisa dilaksanakan tanpa turut sertanya debitur-cessus,43 maka debitur-
do
gu
cessus perlu diberikan perlindungan agar ia nantinya membayar kepada kreditur
yang benar atau paling tidak kepada orang yang bisa dianggap sebagai krediturnya.
Sebaliknya cessionaris juga butuh perlindungan, agar nanti sesudah ia menjadi
In
A
pemilik tagihan bisa mengikat debitur-cessus dan ia hanya bisa membayar kewajiban
pelunasan utangnya secara sah kepada dirinya. Atas dasar itu, maka pembuat
undang-undang dalam Pasal 613 ayat 2 BW merumuskan pernyataan berikut ini.
ah
lik
“Penyerahan yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan
am
ub
setelah penyerahan itu secara resmi diberitahukan kepadanya (betekend)
atau secara tertulis disetujui atau diakuinya.” ep
Sebelum membahas arti ketentuan tersebut di atas, kiranya perlu sekali untuk
k
diketahui, bahwa dalam bahasa aslinya disebutkan “disetujui atau diakuinya” (heeft
ah
si
“disetujui dan diakuinya”. Jadi yang benar alternatif, bukan kumulatif.
Pertanyaannya di sini adalah, apa yang dimaksud dengan kata-kata “bagi si
ne
ng
2. Fungsi Pemberitahuan
do
gu
Pertama-tama, yang dimaksud dengan “si berutang” adalah “debitur”, yang dalam
peristiwa cessie adalah debitur-cessus. Selanjutnya dari kata-kata “tiada akibatnya”
bisa ditafsirkan bahwa cessie yang telah terjadi antara cedent dan cessionaris, tidak
In
A
lik
hukum”di sini artinya bahwa bagi debitur-cessus krediturnya masih tetap kreditur-asal,
yang dalam peristiwa cessie adalah cedent, dengan konsekuensinya—sebelum ada
pemberitahuan (dan di luar persetujuan atau pengakuan secara tertulis)—debitur-
m
ub
cessus masih dibenarkan untuk membayar kepada cedent sebagai pembayaran yang
sah, dengan akibat utangnya lunas. Jadi, unsur “pemberitahuan” dalam cessie tidak
ka
43 Kartono, loc.cit.
ah
es
20 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Penafsiran seperti itu, dihubungkan dengan Pasal 613 ayat 1 BW, mengajarkan
si
kepada kita bahwa terhadap cessionaris, cessie sudah menjadikan dirinya pemilik
yang sah atas tagihan yang diserahkan, tetapi debitur cessus, selama ia belum tahu
ne
ng
adanya cessie—atau belum mengakui atau menyetujui cessie—ia boleh beranggapan
bahwa krediturnya adalah masih tetap cedent. Yang namanya anggapan tidak selalu
benar, karena melalui cessie sebenarnya krediturnya telah beralih dari cedent kepada
do
gu
cessionaris. Konsekuen dengan prinsip tersebut, maka kalau debitur-cessus dengan
cara lain telah mengetahui bahwa krediturnya—melalui cessie—telah beralih dari
cedent kepada cessionaris, maka kalau cessus tetap membayar kepada cedent, ia
In
A
beritikad tidak baik dan oleh karena itu tidak perlu mendapat perlindungan, dengan
akibat pembayaran kepada kreditur-asal/cedent, bagi cessionaris tidak sah, dalam
ah
lik
peristiwa seperti itu, cessionaris tetap berhak untuk menagih cessus.
ub
Pengadilan Jakarta Selatan juga mempunyai pendapat seperti itu. Adanya kata-
kata “atau secara tertulis disetujui atau diakui” memberikan petunjuk kepada kita,
bahwa yang penting, agar cessie mengikat cessus adalah cessus tahu adanya cessie.44
ep
k
Sejak saat itu, cessus tidak bisa lagi mengatakan bahwa ia dengan itikad baik telah
ah
si
mengakui bahwa dengan adanya Akta Pengalihan Utang yang sah, maka piutang
telah beralih kepada cessionaris.45
ne
ng
do
gu
lebih dari itu bahkan mempertimbangkan, bahwa cessie itu tidak disetujui oleh
cessus.46 Bukanlah sudah dikatakan, cessie bisa terjadi di luar sepengetahuannya
cessus?
In
A
lik
ub
ka
44 Disimpulkan dari Putusan PN Jakarta Selatan No. 638/Pdt.G/2002/PN Jaksel, ttgl. 28 Mei 2003, seba-
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
5. Pihak yang Memberitahukan
si
Pembuat undang-undang dalam pasal di atas hanya mengatakan perlunya
pemberitahuan kepada cessus, namun tidak mengatakan, siapa yang harus
ne
ng
memberitahukan. Permasalahan di sini yang perlu mendapat perhatian kita adalah
pemberitahuan adanya cessie oleh siapa, supaya dengan begitu mengikat cessus
untuk membayar kepada cessionaries. Untuk sementara tidak dipersoalkan dulu,
do
gu
apakah pemberitahuan itu mutlak harus dengan exploit juru sita atau tidak?
Kita coba telusuri, karena tidak ada keterangan tentang siapa yang harus
“memberitahukan” cessie kepada cessus, maka bisa disimpulkan, bahwa
In
A
pemberitahuan itu bisa datang dari cedent dan/ataupun cessionaris, jadi bisa oleh
salah satu, atau keduanya atau malahan bisa oleh pihak ketiga.
ah
lik
Kalau pemberitahuan terjadinya cessie, dilakukan oleh cedent atau cedent
bersama-sama cessionaris, maka cessus mestinya boleh percaya kebenaran dari
pemberitahuan itu, bukankah secara umum, kreditur tidak mau kehilangan
am
ub
haknya jika tidak ada dasar yang membenarkan kehilangan itu? Dengan demikian,
pemberitahuan oleh cedent mengikat cessus.
Bagaimana kalau cessionaris yang memberitahukan adanya cessie kepada
ep
k
cessus, apakah cessus terikat? Apakah dengan pemberitahuan itu, cessus sudah pasti
ah
dibenarkan membayar secara sah kepada cessionaris? Harap diingat, cessus juga
R
perlu dan patut untuk mendapatkan perlindungan.
si
Permasalahan di sini muncul, kalau cessus tidak tahu adanya peristiwa cessie. Jika
ne
demikian, mestinya pada waktu ada pemberitahuan cessie oleh cessionaris, cessus
ng
tidak tahu, bahwa telah terjadi peristiwa cessie dan mungkin sekali ia tidak mengenal
orang yang memberitahukan cessie kepadanya. Dalam hal demikian, bagi cessus,
do
gu
orang yang menyatakan dirinya adalah “cessionaris” adalah sama dengan seorang
pihak ketiga. Apakah bisa dibenarkan, kalau sembarang orang yang datang kepada
cessus dan mengatakan, bahwa ia adalah krediturnya yang baru, harus diterima
In
A
dari cessus)? Kalau begitu bukankah, untuk amannya, ia perlu mengetahui akta cessie-
lik
nya? Lebih dari itu ia mestinya perlu tahu, bahwa orang yang memberitahukan cessie
kepadanya memang krediturnya yang sah, dan untuk itu, maka cessus perlu melihat
m
ub
memberitahukan terjadinya cessie adalah cessionaris (atau orang lain di luar cedent),
maka—demi untuk memberikan perlindungan yang layak kepada cessus—cessus
ah
es
22 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
berhak untuk minta ditunjukkan akta cessie dan titel penyerahannya. Keabsahan
si
titel menjadi lebih penting lagi, kalau sementara itu objek cessie telah diserahkan
lagi kepada pihak ketiga (ingat Teori Kausal).
ne
ng
6. Cara Pemberitahuan
Dalam redaksi aslinya, pemberitahuan itu harus dilakukan melalui betekening
do
gu
(aan hem is betekend geworden). Pemberitahuan melalui betekening maksudnya
adalah pemberitahuan resmi melalui exploit juru sita.47 Akta juru sita merupakan
akta otentik48 dan sebagai akta otentik, akta itu mempunyai kekuatan bukti yang
In
A
sempurna (Pasal 1870 BW). Dengan pemberitahuan secara resmi (betekening) orang
tidak ragu lagi bahwa secara hukum cessus telah—atau dianggap telah—menerima
ah
lik
pemberitahuan itu. Namun, dalam praktik di masa sekarang, dari laporan para
lawyer yang sampai pada penulis, syarat seperti itu membawa banyak kesulitan
dalam praktik, karena sekarang—di samping masalah biaya—para juru sita sudah
am
ub
sangat sibuk dengan tugas-tugasnya sehingga tidak mudah untuk minta agar juru
sita menyempatkan waktu untuk memberitahukan telah terjadinya cessie kepada
cessus.
ep
k
Kalau kita menyimak, maka dalam peristiwa cessie, yang penting adalah bahwa
ah
si
pemberitahuan, kalau terjadinya cessie telah diakui atau disetujui cessus secara
tertulis atau dengan cara lain telah diketahui oleh cessus. Berangkat dari jalan pikiran
ne
ng
seperti itu, kiranya sekarang bisa kita terima, bahwa pemberitahuan terjadinya cessie
cukup dibuat dengan pemberitahuan secara tertulis. Apalagi, untuk penggadaian
do
gu
lik
dalam Masalah Lembaga Hukum Cessie, juga hanya berbicara tentang cessie telah
diberitahukan kepada debitur, tanpa embel-embel dengan exploit juru sita.49
m
ub
ka
47 Hartono Soerjopratiknjo, Utang Piutang, hlm. 63; J. Satrio, Cessie, hlm. 31; Indra Ario Nasution, loc.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Karena—sebagaimana telah disebutkan di atas—cessie merupakan suatu
si
perjanjian kebendaan, maka penyerahan (dalam akta) oleh cedent itu harus diterima
oleh cessionaris secara tertulis, yang karena tidak disyaratkan harus diberikan dalam
ne
ng
akta penyerahan, maka penerimaan itu bisa diberikan dalam akta tersendiri.
7. Pendirian Pengadilan
do
gu
Dalam contoh keputusan-keputusan yang penulis miliki, dapat dikatakan, bahwa
masalah cara pemberitahuan tidak dipersoalkan. Kiranya boleh disimpulkan,
In
bahwa pengadilan menerima tentang pemberitahuan telah terjadinya cessie
A
cukup dilakukan secara tertulis. Ada kemungkinan cara pemberitahuan tidak
dipermasalahkan karena dalam KUH Perdata terjemahan Subekti-Tjitrosudibijo kata
ah
lik
“betekening” diterjemahkan menjadi ”pemberitahuan” saja.
am
ub
J. KESIMPULAN
Beberapa segi lembaga hukum cessie perlu mendapat perhatian, yaitu
1. pengertian tentang cessie perlu diseragamkan agar dalam pelaksanaannya bisa
ep
k
juga dilakukan dengan membuat akta sebagai dimaksud Ps. 613 BW, tetapi tidak
R
si
disebut cessie;
3. bahwa cessie selesai dengan ditandatanganinya akta cessie oleh cedent dan
ne
ng
do
untuk selanjutnya cessus tidak bisa lagi membayar secara sah kepada cedent;
gu
K. USUL PERBAIKAN
Perbaikan jangka pendek hendaknya dilakukan melalui doktrin dan terutama
ah
lik
melalui keputusan pengadilan. Kita melihat contohnya sekalipun dalam Pasal 1320
BW dengan tegas dikatakan “Untuk adanya (voor de bestaanbaarheid) perjanjian
m
ub
dalam Pasal 1322, 1323, 1325 BW tidak perlu diubah, tetapi cukup ditafsirkan, bahwa
ep
es
24 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
mengisi kekosongan hukum50 yang pengaruhnya sama dengan suatu perubahan
si
perundang-undangan, dengan biaya yang murah dan proses yang cepat. Dengan
keputusan yang menafsirkan luas kata “onrechtmatig” dalam perkara Lindenbaum-
ne
ng
Cohen (HR 31 Januari 1919, NJ. 1919, 161), ada yang mengatakan, seakan-akan ada
perubahan perundang-undangan51 dan dengan itu HR telah melakukan apa yang
hendak dilakukan oleh pembuat undang-undang.
do
gu
Perbaikan dilakukan dengan mengusulkan agar MA dan pengadilan-pengadilan
di bawahnya secara konsisten memutuskan beberapa hal berikut:
In
A
1. bahwa cessie adalah penyerahan tagihan atas nama melalui suatu akta;
2. bahwa dengan selesainya penandatanganan akta cessie oleh cedent dan
ah
lik
cessionaris, maka peralihan hak atas tagihan atas nama, yang diserahkan oleh
cedent kepada cessionaris telah selesai dan hak milik atas tagihan itu telah
beralih dari cedent ke cessionaris;
am
ub
3. kecuali cessie itu secara tertulis telah disetujui atau diakui oleh cessus, maka
pemberitahuan terjadinya cessie oleh cedent kepada cessus, mengikat cessus
untuk tidak lagi membayar utang itu kepada cedent;
ep
k
pihak ketiga, maka cessus berhak untuk minta ditunjukkan akta cessie-nya dan
R
peristiwa perdata yang menjadi dasar cessie.
si
Karena terbatasnya waktu dan dibatasinya jumlah halaman, maka tulisan ini
ne
ng
tidak membahas tentang cessie sebagai jaminan. Tidak lain harapan penulis adalah,
semoga tulisan ini bermanfaat.
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
26 Dokumen Penjelas
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
PERSPEKTIF INTERNASIONAL
si
ASSIGNMENT OF
ne
ng
DEBTS UNDER
do
gu
NETHERLANDS LAW
In
A
Oleh: Prof. Dr Henricus (Henk) Joseph Snijders1
ah
lik
A. General
am
ub
The term “cessie” (assignment) under Netherlands law refers to the delivery of
personal rights to payment not to order or bearer, i.e. rights other than rights to order
and rights to bearer (these rights are also called “debts”, looking at the concept from
ep
the passive side). The term “cessie” does not only refer to the delivery of personal
k
rights to payment not to order or bearer, but also to the transfer of such rights. The
ah
context in which the term is used will point the way in this respect.
R
si
The first requirement for the transfer of a personal right to payment not to order
or bearer is that it should fulfill the general requirements of transfer as referred to
ne
ng
in article 3:84 Burgerlijk Wetboek (BW; Dutch Civil Code). This means that there must
be a delivery pursuant to a valid title by a person having the power to dispose of
the property. The Burgerlijk Wetboek mentions exceptions only to the requirement of
do
gu
that power to dispose of property, in order to protect third parties from the absence
of the said power (arts. 3:86-88 BW).
In
The alienator of the debt is also known as the assignor (“cedent”), the acquirer
A
of a debt as the assignee (“cessionaries”) whiles the debtor of the debt is known as
“debitor cessus”.
ah
lik
Since 1 October 2004 our BW has not only known the public assignment (art.
3:94 par. 1 BW; see also art. 3:94 paras. 2 and 4 BW), but also the so-called “stille
cessie” (undisclosed assignment) (art. 3:94 para. 3 BW). The act of delivery required
m
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
assignment there is no requirement of notification, but only an instrument of
si
assignment is needed, which must be an authentic or registered private instrument
(art. 3:94 par. 3 BW).
ne
ng
B. Precise Description and Extent of the Property
Assigned (“Het Gecedeerde”)
do
gu
In the instrument of assignment the rights to be transferred must be described
in a sufficiently precise manner. This is an application of the requirement of
In
individualisation, which applies to proprietary mutations (for example, the owner of
A
a large oil tank can sell two litres of oil out of that tank, without separating them from
the other oil inside that tank, but he cannot deliver those two litres without separating
ah
lik
them from the other oil). Nevertheless, the precise description of personal rights to
payment not to order or bearer in instruments of assignment is not subjected to
strict requirements by the Supreme Council (Hoge Raad). For instance, the names of
am
ub
the debtors of the rights transferred may also be stated on a computer list, to which
the instrument of assignment refers. The flexibility and practicability employed by the
ep
Supreme Council for the requirement of individualisation for proprietary disposition
k
of personal rights to payment not to order or bearer has become clear in the practice
ah
concerning the undisclosed pledge: “It is sufficient for the instrument to contain such
R
si
particulars that it can be established, later if necessary, on the basis thereof which
debts are involved”, as judged by the Supreme Council in the Rivierenlandarrest.1 This
ne
ng
doctrine was subsequently applied also to the requirement of precise description for
the assignment.2 For the interpretation of the instrument of assignment the so-called
Haveltex criterion applies nowadays:3 to determine the contents of an assignment,
do
gu
the text of the instrument is not the only relevant component, but it comes down to
“the meaning that the parties could mutually, in the given circumstances, reasonably
attach to each other’s statements and conduct, and to what they could in that respect
In
A
lik
this applies only to debts which already exist at the time of the delivery or which
are acquired directly from a legal relationship which already exists at that time (art.
3:94, par. 3 BW). Thus, rent due in the future arising from an already existing tenancy
m
ub
ep
es
28 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
rent claimed pursuant to a tenancy agreement yet to be concluded cannot. In
si
the former case there is mention of so- called single or relatively future debts, in the
latter of so-called dual or absolutely future debts. Those dual future debts can be
ne
ng
assigned publicly, however.
The assignment of a debt ipse iure includes, in general, the accessory rights
thereto such as rights of pledge and mortgage, rights arising under surety, priority
do
gu
rights and the right to enforce executory judgments and deeds relating to the debt.
Other examples are the right of the previous obligee to contractual interest, to a
penalty or to a forfeited penalty sum for non-compliance, except to the extent that
In
A
the interest was already due or the penalty or penalty forfeited for non-compliance
was already forfeit at the time of transmission. See further article 6:142 BW. The
ah
lik
transmission of accessory rights may be excluded contractually insofar as they
are not inevitably connected to the debt. A right cannot be a right accessory to a
debt if it is so much connected with the whole legal relationship of which the debt
am
ub
forms part, that it “exceeds” that debt, such as the right to dissolution of a purchase
agreement for breach of contract, the right of revendication or the right to cancel a
tenancy agreement vis-à-vis the right of payment of the purchase price respectively
ep
k
the rent.
ah
si
up to a certain extent (with due regard for the requirement of individualisation) the
assignment of a part of a portfolio of debts.
ne
ng
do
gu
lik
ub
of a transfer, is understood to mean the multilateral juridical act whereby the parties
intend to transfer a certain property to each other, so that the other party can be
ka
The signing by both parties is not a constitutive requirement: the signing by the
alienator, followed by the acceptance by the acquirer requiring no prescribed form,
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
is sufficient.4 The signing by both parties is obvious, of course, and can be practical
si
for evidentiary reasons.
The instrument of assignment can be a simple private instrument (art. 3:94 par.
ne
ng
1 BW). For the undisclosed assignment the law prescribes an authentic or registered
private instrument, to compensate for the lack of publicity of this form of delivery,
for want of the requirement of notification to the debitor cessus. Hereby the law
do
gu
links up with the requirements for the establishment of an undisclosed pledge (art.
3:239 BW). For the public assignment it can, for reasons of evidence of the date of
the instrument, also be useful for the parties yet to opt for an authentic instrument
In
A
or for registration of a private instrument. The term “instrument” under the BW
is understood to mean a signed document intended to serve as evidence, as
ah
lik
described in article 156 para. 1 BRv (Wetboek van Burgerlijke Rechtsvordering). The
evidentiary status of the various types of instruments is different (art. 157 BRv).
Thus, the date of a deed as stated by the civil-law notary in a notarial, i.e. authentic,
am
ub
deed yields compulsory evidence (i.e. mandatory evidence subject to proof to the
contrary) vis-à-vis anyone. The private instrument has such probative force only
between the parties and their successors. The registered private instrument is also
ep
k
interesting from the evidential point of view. Registration must take place with the
ah
si
later than on the date of its registration. In the Netherlands it is customary for
the undisclosed assignment—and for the undisclosed pledge, for that matter—to
ne
ng
opt for the registered instrument instead of a notarial deed, because the registered
instrument simply is much cheaper.
do
gu
Under the old law, the notification did not form a constitutive requirement
for assignment. The instrument established the assignment, albeit that the debitor
ah
lik
cessus who did not nor could know of the assignment could discharge his obligations
to the assignor pursuant to art. 1422 (old BW). By in principle now regarding the
notification as a constitutive requirement for the delivery, the legislator more
m
ub
adequately fleshes out the publicity requirement for proprietary rights. At the same
time he is promoting—which is also the function of that publicity requirement—
ka
ep
es
30 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
the need for legal certainty: at present it is clear to third parties earlier than in the
si
past whether an assignment has actually been established or not. This does not
affect the fact that the legislator has since 2004 accommodated logistic, financial
ne
ng
and commercial objections that may be connected to effecting notification to
large numbers of debtors, by (as has been noted above) also allowing undisclosed
assignment under stringent conditions.
do
gu
In the event that an instrument is drawn up for a public assignment and the
assignor subsequently goes bankrupt, neither the assignor nor the assignee can
yet complete the public assignment (arts. 23 and 35 par. 1 Faillissementswet (Fw);
In
A
compare also arts. 212a-b Fw). Even the trustee in bankruptcy of the assignor
does not have this possibility pursuant to the judgment in Lagero II.5 He will usually
ah
lik
have no need for that, by the way, considering the interests of the joint creditors of
the bankrupt to be promoted by him.
If an instrument of assignment is drawn up relating to a debt that is subsequently
am
ub
attached, the notification can still complete the public assignment, but then the
assignment does not concern the person levying the attachment (arts. 475 h and
720 BRv). The collection of the debt attached serves first for the benefit of the person
ep
k
levying attachment for payment of his debt: any subsequent balance accrues to the
ah
assignee.
R
If a debt is assigned twice, then only one of the assignor’s other parties can be
si
the assignee. This is not per se the party that can rely on the oldest instrument of
assignment. If there are two undisclosed assignments involved or an undisclosed
ne
ng
assignment followed by a public one, then this does apply; if there are two public
assignments involved, then it is the party with respect to whom both requirements—
do
gu
notably the instrument of assignment and notification—have first been fulfilled, who
will become the assignee. If an instrument for a public assignment is concerned, which
is followed by an undisclosed assignment, whereafter subsequently notification of
In
A
the public assignment is effected to the debitor cessus, then the notification comes
too late: the undisclosed assignment has then already been completed. Behold an
important legal effect of the notification as a constitutive requirement for public
ah
lik
assignment.
The contents of the required notification to the debitor cessus have not
m
ub
been precisely indicated by the legislator. Article 3:94 par. 1 BW refers to “rights
delivered by means of an appropriate instrument” and “notice thereof”.
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
The notification cannot concern the delivery itself, as the delivery is only
si
completed by the notification. Neither does the notification need to represent
the contents of the instrument accurately.6 Nor does the notification need to
ne
ng
refer to the having been prepared of an instrument of assignment, now that it
must be possible that the notification is effected prior to the preparation of such an
instrument. It can be assumed that the notification must comprise the information
do
gu
that the right against the relevant debtor is assigned and by whom this is done.
The notification may be effected both by the assignor and by the assignee, as is
evidenced by art. 3:94 par. 1 BW. In many cases the assignor will affect the notification.
In
A
If the assignee does so, there may be reason sooner for the debitor cessus to use his
right to documentation to be discussed later, as referred to in art. 3:94 par. 4 BW.
ah
lik
The manner of notification to the debitor cessus requires no prescribed form
(art.3:37 para. 1 BW).
The fact that the notification can take place before as well as after the preparation
am
ub
of the instrument of assignment, does not have to lead to any problems (art. 3:94 par.
4 BW; see also art. 6:34 et seq. BW).
Recognition or acceptance of the assignment by the debitor cessus is not
ep
k
sufficient to substitute the notification. Indeed, he must not be the person who can
ah
independently bring about an assignment which may not yet be desired by the
R
assignor and the assignee. It is another matter that the conduct of an assignor or
si
assignee in response to a recognition or acceptance, if any, by the debitor cessus,
can under certain circumstances be deemed to be a notification.7 If, for instance, the
ne
ng
debitor cessus writes to the assignor that he has taken cognisance of the instrument
of assignment and will pay to the assignee, whereupon the assignor confirms the
do
gu
receipt of the letter while expressing thanks and not giving any further comment, a
notification as referred to in art. 3:94 par. 1 BW can be established.
In
E. Public Assignment of Debt against Unknown
A
Debtors
ah
lik
The debtor of the debt to be assigned of the assignor does not need to be known at
the time of the instrument, provided notification is made to him without delay once
the debtor is known; such later notification will then have retroactive effect to the
m
ub
day of the instrument of assignment (art. 3:94 par. 2 BW). In this way it is intended
for the assignee, as long as he cannot reasonably effect notification, to be protected
ka
ep
6 PG Book 3, p. 395.
7 PG Book 3, pp. 394 and 396.
ah
es
32 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
against the adverse consequences for him if the notification fails to materialise.
si
Suppose that A finds his car back seriously damaged in a parking lot. Perpetrator X is
nowhere to be found. His insurer B pays the costs of repair but only against transfer
ne
ng
by A of his right against perpetrator X. The instrument of assignment is drawn up.
Subsequently A goes bankrupt. Then X suddenly emerges. B promptly informs X of
the proprietary instrument of assignment. If article 3:94 para. 2 BW were absent, then
do
gu
B would nevertheless miss out (see art. 35 par. 1 Fw). Pursuant to art. 3:94 par. 2 BW,
B can nonetheless invoke a legally valid assignment: the notification is retroactive
to the day of the instrument of assignment, which had been prepared before the
In
A
bankruptcy.
The provision of art. 3:94 par. 2 BW applies only to debts already existing at the
ah
lik
time of the instrument. Anyone who wishes to rely on this provision will be wise,
even more so than otherwise, to have the assignment recorded in an authentic or
registered private instrument of assignment. Indeed, in this context the day of the
am
ub
instrument is of paramount importance.
Article 3:94 par. 4 BW provides the debitor cessus with a right to documentation. He
R
can demand that he be given an extract, certified by the alienator, of the instrument
si
of assignment and the title upon which it is based (art. 3:94 par. 4, first sentence BW).
Stipulations which are of no importance to him need not be included in the extract
ne
ng
(art. 3:94 par. 4, second sentence BW). If no instrument of the title has been prepared,
the contents of the title must, if he so desires, be notified to him in writing to the
do
gu
extent that it is of importance to him (art. 3:94 par. 4, third sentence BW).
All of this looks like a facility for the benefit of the debitor cessus. However, the
debitor cessus who unthinkingly pays to just any person who conjures up a
In
A
lik
thereby the transfer, should be lacking. Anyone who pays to an alleged assignee can
only successfully invoke the payment as a discharge against the alleged assignor
m
ub
BW). If he had no such grounds, then there is nothing else left for him than to pay
ep
twice, and he will just have to find a way to reclaim the amount paid to the alleged
assignee as payment not due (art. 6:203 BW).
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
G. Legal Status of the Debtor of an Assigned Debt
si
As has just become evident, the debtor of a publicly assigned debt can no longer
discharge his payment to the assignor, but must make payment to the assignee.
ne
ng
This does not hold for the undisclosed assignment. Only after this has also been
notified to the debitor cessus can the assignee claim payment of the assigned debt
against the debitor cessus. Before that moment the debitor cessus can discharge
do
gu
his payment to the assignor. See art. 3:94 par. 3, second sentence BW. If he pays the
assignee nonetheless before the notification of the assignment, such payment does
not discharge him.
In
A
The legal status of the debitor cessus is not affected by the assignment. The
transfer of a debt does not prejudice the defences of the debitor cessus, such as
ah
lik
the contractual right to arbitration in the event of a dispute or invocation of the
prescription of the debt. See art. 6:145 BW. Article 3:36 BW also calls for attention,
however, which protects the assignee against defences which he did not need to
am
ub
expect, having regard to the contents of the agreement suggested vis-à-vis him.
See also art. 6:149 BW, in which it is assumed that the debitor cessus can assert
claims against the assignor for the nullification or setting aside of the agreement
ep
k
between him and the assignee (the agreement which provided the transferred debt)
after the assignment.
ah
R
In principle, the debitor cessus is also authorised to set off a counterclaim, if any,
si
against the assignor. See art. 6:130 par. 1 BW, which does set some limitations for the
possibility of setoff.
ne
ng
do
In practice a legal concept is used which is called assignment “for collection” (“cessie
gu
ter incasso”). For instance, A “assigns” his trade debtors to his bank B with the
sole intention that B should collect the claims against those debtors. The question
In
A
then arises whether the right assigned for collection actually passes to B or whether
it continues to be regarded as A’s patrimony. This is a matter of interpretation of the
relevant agreement in the light of the fidusia prohibition of art. 3:84 par. 3 BW. The
ah
lik
criterion then is whether it was (also) intended to actually make rights pass into B’s
patrimony.
m
ub
What has just been said about the assignment for collection also applies to
factoring, notably to the extent that it is framed as an assignment for collection.
ka
As has just been indicated, fidusia is not a valid title anymore for assignment
ep
(art.3:84 para. 3 BW). If a real transfer is intended rather than one that is purely a
fidusiary transfer, then such a transfer is respected.
ah
es
34 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
BIBLIOGRAFI
si
ne
ng
Adil, St Malikul. 1962. Hak-Hak Kebendaan. Bandung: PT Pembangunan.
Asser-Mijnssen. 1986. Mr. C. Asser’s Handleiding tot de Beoefe ning v an het Nederlands
Burgerlijk Recht-Zakenrecht-Zekerheidsrechten Elfde Druk. Zwolle: W.E.J. Tjeenk
do
gu
Willink.
Asser-Mijnssen-De Haan-van Daam. 2006. Mr. C. Asser’s Handleiding tot de Beoefe
ning van het Nederlands Burgerlijk Recht-Goederenrecht-Algemene Goederenrecht,
In
A
Vijftiende druk. Deventer: Kluwer.
Boender, A.A.Th. 1987. Gids Burgerlijk Recht-Arresten. Alphen aan den Rijn: Samsom
ah
lik
HD. Tjeenk Willink.
Brahn, O.K. 1991. Stille Verpanding en eigendomsvoorbehoud volgens het nieuwe
Burgerlijk Wetboek Zevende, geheel herschreven druk. Zwolle: W.E.J. Tjeenk
am
ub
Willink.
Brahn, O.K. 1992. Monografieën Nieuw BW-Levering, Beschikkingsonbevoegheid 2e
ep
druk. Deventer: Kluwer.
k
si
C.C.van Dam-A.J. Verheij. Privaatrecht als opdracht. Nijmegen: Ars Aequi Libri.
Cooksey, Ray W. 1996. Decision making, Department of Marketing and
ne
ng
do
gu
Friedman, W. 1990. Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis atas Teori Hukum (Susunan
I). Jakarta: Rajawali Pers.
ah
lik
ub
H.J.N. Boskamp-J.L.P. Cahen. 1991. 318 arresten over burgerlijk recht en handelsrecht
derde druk. Arnhem: Gouda Quint bv.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Kaligis, Otto C. 1989. Masalah-Masalah Praktis dalam Eksekusi Jaminan-Jaminan
si
atas Perjanjian Utang dan atau Sejenisnya dalam “Konferesi Kredit dan Hukum
Jaminan di Indonesia”. Jakarta: Mandarin Oriental.
ne
ng
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Lev, Daniel S. 1990. Hukum dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,
Cetakan Pertama. Jakarta: LP3ES.
do
gu
Lewis, Anthoni. 1973. Peranan MA di Amerika Serikat, Terjemahan naskah asli The
Supreme Court and How It Work. Jakarta: Pradnya Paramita.
Lotulung, Paulus. 1993. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup oleh Hakim Perdata.
In
A
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Mertokusumo, Sudikno. 1983. Sejarah Peradilan dan Perundang-undangannya di
ah
lik
Indonesia Sejak 1942 dan Apakah Pemanfaatannya bagi Kita Bangsa Indonesia,
Edisi Pertama Cetakan Kedua. Yogyakarta: Liberty.
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum [Suatu Pengantar]. Liberty: Yogyakarta.
am
ub
Nieskens, BWM. -Isphording-A.E.M. van der Putt-Lauwers. 1993. Derdenbescherming.
Deventer: Kluwer.
Nugroho, Advent Hari. 2005. Penulisan Hukum berjudul Tinjauan Yuridis tentang
ep
k
si
Panggabean, H.P. 2010. Laporan Penelitian tentang Putusan Mahkamah Agung tentang
Cessie.
ne
ng
do
gu
lik
ub
Satrio, J.. 1991. Cessie, Subrogratie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Utang.
Bandung.
ka
es
36 Perspektif Internasional
Bibliografi
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Soekanto, Soerjono. 2003. Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial. Bandung: Alumni.
si
Soewarso, Indrawati. 2002. Aspek Hukum Jaminan Kredit. Institut Bankir
Indonesia.
ne
ng
Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet . X, hlm. 73. Jakarta: Intermasa.
Sudewi, Sri. Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan. BPHN Departemen Kehakiman.
do
gu
Suharnoko. 2005. Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie,
Prenada.
cet. I. Jakarta: Kencana
Tan Thong Kie. 2000. Studi Notariat-Serba Serbi Notaris. Jakarta: PT Ichtiar Baru van
In
A
Hoeve.
T.R. Hidma-G.R. Rutgers. 2004. Pitlo Het Nederlands burgerlijk recht Deel 7
ah
lik
BewijsAchste druk. Deventer: Kluwer.
Widyadharma, Ignatius I. 1982. Tentang Hukum Jaminan di Indonesia. Semarang:
Tanjung Mas.
am
ub
Zwalve, W.J. 2000. C.Ǽ.Uniken Venem a’s Common Law & Civil Law-Inleiding tot het
Anglo-Amerikaanse vermogensrecht. W.E.J. Tjeenk Willink: Deventer.
. 1986. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Alumni.
ep
k
si
.1999. Hukum Suatu Pengantar, Edisi Keempat, Cetakan Kedua. Yogyakarta:
Liberty.
ne
ng
do
gu
. 2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 2. Citra
Aditya Bakti.
. 2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian
In
A
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
38 Perspektif Internasional
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
LAPORAN PENELITIAN
si
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
ne
ng
I. CESSIE MENURUT LITERATUR DAN PERATURAN
PERUndang-UndangAN
do
gu
A. Latar Belakang Cessie
Cessie merupakan pengalihan hak atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible
In
A
goods), yang biasanya berupa piutang atas nama kepada pihak ketiga, di mana
seseorang menjual hak tagihnya kepada orang lain.
ah
lik
Dalam sistem cessie, dikenal pihak-pihak yang disebut sebagai cedent dan
cessionaries. Cedent adalah kreditur yang mengalihkan hak dan tagihannya (kreditur
lama), sedangkan cessionaris adalah orang yang menerima pengalihan tagihan
am
ub
(kreditur baru).
Cessie merupakan suatu bentuk pengalihan piutang bukan pengalihan utang
karena konsekuensi dari cessie adalah pergantian kreditur, sedangkan pengalihan
ep
k
utang yang terjadi adalah pengalihan debitur. Penggantian debitur tidak masuk
ah
dalam cessie tapi termasuk dalam bentuk novasi, yakni novasi subjektif pasif atau
R
si
yang disebut juga dengan subrogasi (delegasi).
Cessie mulai banyak digunakan pada akhir abad ke-19, karena munculnya
ne
ng
kebutuhan akan suatu lembaga pengalihan piutang yang tidak bisa menggunakan
sistem gadai atau fidusia, tetapi dalam praktik saat ini, tidak banyak lagi yang
menggunakannya di Indonesia. Sedikitnya buku atau bacaan yang membahas
do
gu
tentang cessie, dan ketidaktahuan orang tentang sistem ini, semakin membuat cessie
jarang digunakan.
In
A
lik
KUH Perdata tidak mengenal istilah cessie, tetapi di dalam Pasal 613 ayat 1 KUH
Perdata disebutkan bahwa “penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan
kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta
m
ub
otentik atau akta di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu
dilimpahkan kepada orang lain.” Dari hal tersebut dapat dipelajari bahwa yang diatur
ka
dalam Pasal 613 ayat 1 adalah penyerahan tagihan atas nama dan benda-benda tak
ep
bertubuh lainnya. Adapun yang yang dimaksud dengan benda-benda tak bertubuh
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
lainnya. Dapat disimpulkan pasti bukan tagihan, karena semua penyerahan tagihan
si
sudah mendapat pengaturannya dalam Pasal 613 KUH Perdata. Oleh karena itu, yang
disebut cessie tak meliputi “benda tak bertubuh lainnya“ karena bukan merupakan
ne
ng
tagihan atas nama. Cessie juga dapat sebagai sarana untuk memperoleh hak milik.
Hal ini diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata terletak pada Bagian Kedua Bab Ketiga
buku II KUH Perdata yang mengatur tentang cara memperoleh hak milik, hal ini
do
gu
dikaitkan dengan ketentuan umum tentang cara memperoleh hak milik dalam Pasal
584 KUH Perdata salah satunya melalui penyerahan. Agar peralihan hak milik melalui
penyerahan sah, maka harus dipenuhi syarat (Pasal 584 KUH Perdata) antara lain
In
A
harus didasarkan atas suatu peristiwa perdata dan pihak yang menyerahkan harus
mempunyai kewenangan untuk mengambil tindakan/tindakan hukum pemilikan
ah
atas benda yang diserahkan atas tagihan atas nama yang bersangkutan.
lik
Pada umumnya, yang mempunyai kewenangan untuk mengambil
tindakan pemilikan adalah pemilik, perkecualiannya: orang yang berada
am
ub
dalam keadaan pailit atau orang yang hartanya disita, sekalipun tetap pemilik,
tetapi tidak berwenang untuk melakukan tindakan pemilikan hartanya yang
berada dalam kepailitan atau tersita. Dari Pasal 584 KUH Perdata tersebut bisa
ep
disimpulkan bahwa suatu penyerahan baru dapat dikatakan mengalihkan suatu
k
benda kepada pihak lain jika penyerahan itu didasarkan atas suatu hubungan
ah
si
menyerahkan benda itu. Apabila syarat kewenangan beschikking tidak dipenuhi,
maka penyerahan itu tidak sah dan karenanya benda yang diserahkan tidak
ne
ng
do
gu
telah diserahkan, baik atas dasar pembayaran yang tidak terutang (Pasal 1359
KUH Perdata) maupun atas dasar hak revindikasi (Pasal 574 KUH Perdata).
In
A
lik
ub
defeated in war gives up the land as part of the price of piece, dan
c. the land so relinquished or transferred.
ka
ep
Dengan demikian, cessie dalam definisi ini memiliki hubungan antara penyerahan
hak-hak properti yang disempitkan dalam bidang pertanahan.
ah
es
40 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Seorang yang melakukan penyerahan tanah tersebut dalam istilah
si
bahasa Inggris disebut cesser, yang didefinisikan dalam sejarahnya sebagai, “a
tenant whose failure to pay rent or perform prescribed services gives the landowner
ne
ng
the right to recover possession of the land”. Definisi kedua yang menjelaskan
tentang cesser ini adalah “a termination of a right or interest”. Istilah cesser ini
juga dikenal dengan istilah cesssor atau cessure.
do
gu
3. Pengertian Cessie Menurut Dictionary of Law (4th Edition)
Cessie adalah penyerahan utang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh
In
A
lainnya, dilakukan dengan jalan sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan
mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Penyerahan yang
ah
lik
demikian bagi si berutang tidak ada akibatnya, melainkan setelah penyerahan itu
diberitahukan kepadanya, atau secara tertulis disetujui dan diakuinya. Penyerahan
tiap-tiap piutang karena surat bawa dilakukan dengan peyerahan surat itu.
am
ub
Penyerahan tiap-tap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan
surat disertai dengan endosemen.
ep
k
si
dianggap sebagai suatu bentuk pembaharuan utang. Orang yang mengalihkan
disebut cedent, yang menerima disebut cessionaries. Debitur dari tagihan
ne
ng
disebut debitur/cessus. Cessie dari tagihan atas unjuk terjadi dengan penyerahan
suratnya dengan tagihan atas nama dengan akta cessie dan dari tagihan atas
do
gu
Adalah pengalihan hak atas kebendaan tak bertubuh (intangible goods) kepada
pihak ketiga. Kebendaan tak bertubuh di sini biasa berbentuk piutang atas nama.1
Cessie adalah suatu perbuatan hukum mengalihkan piutang orang atau kreditur-
ah
lik
ub
cara membuat akta otentik atau akta di bawah tangan, kemudian dilakukan
pemberitahuan mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari
ka
piutang tersebut.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
6. St. Malikul Adil2
si
Tuntutan piutang atas nama merupakan hak dari orang yang (namanya) disebutkan
dalam surat utang sebagai yang berpiutang. (Hak) Milik ini dapat dipindahkan ke
ne
ng
tangan orang lain. Pemindahan ini dinamakan cessie; yang memindahkan dinamakan
cedent; dan orang yang menerima pemindahan hak itu (disebut) cessionaris. Dengan
demikian, dalam kenyataannya hak miliknya tidak berpindah. Cessie berlaku hanya
do
gu
terhadap tangan ketiga, yakni orang yang berutang, sesudah hal itu diberitahukan
kepadanya, atau telah diakuinya adanya.
In
A
7. Prof. Subekti3
Cessie adalah pemindahan hak piutang, yang sebetulnya merupakan penggantian
ah
lik
orang berpiutang lama, yang dalam hal ini dinamakan cedent, dengan seseorang
berpiutang baru, yang dalam hubungan ini dinamakan cessionaris. Pemindahan itu
harus dikakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan; jadi tak boleh
am
ub
dengan lisan atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku
terhadap si berutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi
(betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat;
ep
k
R
8. Prof. Mariam Daruz Badrulzaman4
si
Cessie adalah suatu perjanjian di mana kreditur mengalihkan piutangnya (atas nama)
ne
kepada pihak lain. Cessie merupakan perjanjian kebendaan yang didahului suatu
ng
“titel” yang merupakan perjanjian obligatoir. Ada hal menarik, sementara dalam
Pasal 613 ayat 2 KUH Perdata mewajibkan adanya pemberitahuan pada debitur/
do
gu
cessus, tetapi Prof. Mariam Daruz menyebutkan tidak perlu pemberitahuan pada
debitur/cessus.
In
A
ah
lik
m
ub
ka
3 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XX, Jakarta: Intermasa,1985, hlm. 73–74.
4 Mariam Daruz Badrulzaman, Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai dan Fidusia, Bandung: Ikapi,
1984, hlm. 105–106.
ah
es
42 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
9. Prof. Dr. Sri Sudewi Massjchoen Sofwan5
si
Cessie ialah penyerahan piutang atas nama yang dilakukan dengan cara membuatkan
akta otentik atau akta di bawah tangan, kemudian dilakukan pemberitahuan
ne
ng
mengenai adanya penyerahan itu oleh juru sita kepada debitur dari piutang tersebut.
Peralihan piutang atas nama demikian dipakai sebagai jaminan (tambahan jaminan)
utang., dalam praktik perbankan. Menurut sejarahnya cessie sebagai jaminan,
do
gu
dalam praktik perbankan dan notariil, sudah dikenal sejak 1974, jadi jauh sebelum
timbulnya lembaga Fidusia.
In
A
10. Suharnoko6
Cessie adalah cara pengalihan piutang atas nama yang diatur dalam Pasal 613 KUH
ah
lik
Perdata. Pengalihan tersebut terjadi atas dasar suatu peristiwa perdata, misalnya
jual-beli antara kreditur lama dengan calom kreditur baru. Dalam cessie utang
piutang yang lama tidak hapus, hanya beralih kepada pihak ketiga sebagai kreditur
am
ub
baru. Dalam cessie debitur selamanya pasif, dia hanya diberitahukan tentang adanya
penggantian kreditur, sehingga dia harus membayar kepada kreditur baru.
ep
k
Accounts Receivable (identik cessie) adalah seluruh dan setiap hak dan kepentingan
R
assignor, sehubungan dengan tagihan-tagihan yang sekarang atau di kemudian hari
si
akan diterima assignor atas (i) Penjualan-penjualan terutama atas barang-barang
ne
assignor atau jasa-jasa assignor; (ii) Klaim-klaim assignor atas asuransi barang-barang
ng
assignor, baik bergerak maupun tidak bergerak yang akan diperoleh assignor di
kemudian hari. Dalam praktik peradilan, kreditur yang menerima pengalihan piutang
do
gu
guna membayar kepada cedent (kreditur lama), telah dialihkan atau dilimpahkan
lik
5 Sri Sudewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan
Jaminan Perorangan, BPHN, Departemen Kehakiman.
m
ub
6 uharnoko, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Cet. ke-1, Jakarta: Kencana Prenada Media,
2005, hlm. 101.
7 Otto & L1. EEiJiM, “Masalah-Masalah Praktis dalam Eksekusi Jaminan-Jaminan atas Perjanjian Utang
ka
dan atau Sejenisnya”, disampaikan dalam Seminar Konferensi Kredit dan Hukum Jaminan di Indonesia,
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
oleh cedent kepada cessionaris (kreditur baru). Atas peralihan/pelimpahan tersebut
si
diperlukan (a) Pelimpahan peralihan dalam suatu cessie harus dilakukan dalam suatu
akta otentik atau akta di bawah tangan. (b) Pihak debitur, yaitu disebut cessus, layak
ne
ng
diberi tahu dan pemberitahuannya harus dilakukan secara resmi yakni lewat juru
sita (HGH 29 Oktober 1931. T 35 hlm. 80). Atau dapat pula diketahuinya dengan cara
si cessus secara tertulis telah menerima atau mengakui/613 ayat 2 BW.
do
gu
13. Indrawati Soewarso9
Cessie, dalam kepustakaan hukum, diartikan sebagai penyerahan atau pengalihan
In
A
hak tagih atau piutang. Hak tagih itu timbul dari suatu hubungan hukum
antara dua pihak yang melakukan transaksi, pihak yang satu punya kewajiban
ah
lik
melakukan pembayaran atau penyerahan barang (debitur), dan pihak lainnya
berhak atas pembayaran atau penerimaan barang-barang yang diserahkan
(kreditur). Hak tagih itu dapat berupa dan tertuang dalam suatu akta (tagihan
am
ub
biasa), dapat pula diwujudkan dalam penerbitan surat berharga seperti wesel
atau aksep. Pengalihan piutang atas nama/cessie tersebut dilakukan dengan
membuat akta baik otentik maupun di bawah tangan. Pengalihan ini mengikat
ep
k
para pihak. Tetapi barulah mengikat debitur apabila cessie tersebut diberitahukan
ah
kepadanya secara resmi melalui juru sita pengadilan atau secara tertulis diakui
R
dan disetujui oleh debitur. Dengan demikian, dalam cessie terdapat 2 hubungan
si
hukum: (i) hubungan hukum antara kreditur lama (pertama) yang disebut
cedent, dan kreditur baru (cessionaris), yaitu pengalihan hak tagih dari cedent
ne
ng
do
gu
pada (i) akan tetapi baru berkekuatan mengikat cessus apabila kepadanya telah
diberitahukan secara tertulis atau disetujui atau diakuinya secara tertulis.
In
A
lik
Nama mempunyai sifat dualistis. Cessie diatur dalam Buku II KUH Perdata pada
bagian yang mengatur Kebendaan, selain merupakan salah satu bentuk penyerahan
m
ub
(levering) seperti halnya penyerahan pada benda bergerak karena memperoleh hak
milik; tetapi cessie juga dari segi hukum perikatan dapat dikategorikan sama dengan
ka
lembaga dan sarana hukum di mana muncul penggantian kreditur seperti halnya
ep
9 Indrawati Soewarso, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Institut Bankir Indonesia, 2002, hlm. 97–98.
ah
es
44 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
pada subrogasi dan novasi subjektif aktif (penggantian kreditur). Dalam cessie
si
diperlukan dua formalitas: (i) dibuatnya akta dalam bentuk akta otentik atau akta di
bawah tangan, (ii) diberitahukan cessie tersebut kepada debitur/cessus yang dapat
ne
ng
pula dilakukan dengan penerimaan atau pengakuan tertulis dari debitur/cessus.
Sedangkan isi akta cessie harus memuat: (i) hak tagih yang dialihkan, (ii) nama-nama
dari cedent, cessionaris dan debitur/cessus, (iii) keterangan pernyataan dari pihak
do
gu
cedent dan cessionaris atas pengalihan hak tagih, (iv) tanda-tangan dari cedent dan
cessionaris. Biasanya dalam akta cessie diatur pula beding-beding tertentu, hak dan
kewajiban masing-masing cedent dan cessionaris. Ditentukan pula siapa yang harus
In
A
melakukan pemberitahuan (betekening) kepada debitur/cessus. Dalam hal tidak
ditentukan siapanya, maka masing-masing pihak berhak memberitahukan pada
ah
debitur/cessus.
lik
15. Menurut Beberapa Doktrin dan Yurisprudensi
am
ub
“Cessie“ adalah penyerahan tagihan atas nama. Yang dimaksud tagihan atas
nama adalah tagihan yang bukan tagihan atas tunjuk dan tagihan bukan kepada
order. Dalam tagihan atas nama krediturnya tertentu, serta debitur mengetahui
ep
betul siapa krediturnya. Salah satu ciri khas tagihan atas nama adalah, bahwa
k
tagihan atas nama tidak ada wujudnya. Jikalau pun dibuat surat utang, surat itu
ah
hanya berlaku sebagai alat bukti, karena surat bukan ciri esensiil tagihan atas
R
si
nama. Apabila tagihan atas nama itu dituangkan dalam bentuk surat utang, maka
harus ada penyerahan secara fisik surat utang tersebut. Belum mengalihkan hak
ne
ng
tagih yang dibuktikan dengan surat ybs. Cara penyerahan tagihan atas nama
diatur dalam Pasal 613 ayat 1 dan 2, yang harus dilakukan dengan membuat
akta, baik akta otentik ataupun akta di bawah tangan. Akta penyerahan tagihan
do
gu
atas nama dalam doktrin dan yurisprudensi disebut sebagai Akta Cessie.
Cessie merupakan penggantian orang yang berpiutang lama (disebut cedent) dengan
seseorang berpiutang baru (disebut cessionaries). Misalnya A berpiutang kepada B,
ah
lik
tetapi A menyerahkan piutang kepada C, maka C-lah yang berhak atas piutang yang
ada pada B.
m
ub
1. Pokok-Pokok Cessie
a. Cessie dalam praktik perbankan digunakan sebagai salah satu lembaga
ka
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
pandrecht), posisinya sama dengan penyerahan dengan constitutum
si
possessorium, tetapi pada cessie tagihan sebagai jaminan tidak ada
constitutum possessorium. Tujuannya juga berbeda dan mempunyai dua
ne
ng
sisi. Cessie sebagai cara penyerahan tagihan atas nama mempunyai droit de
suite tanpa pemberitahuan, dalam arti hak milik atas tagihan yang di-cedeer
sudah beralih kepada cessionaris, walaupun belum ada pemberitahuan
do
gu
kepada cessus. Hal ini dikarenakan, dalam praktik pada umumnya orang
tidak menghendaki diketahui bahwa ia mempunyai utang, dan karenanya
atas dasar itu dan di samping itu juga atas dasar adanya ongkos-ongkos
In
A
yang perlu dikeluarkan, biasanya tidak dilaksanakan pemberitahuan
penjaminan tagihan kepada cessus, sampai ada muncul kepailitan atau
ah
lik
wanprestasi pada debitur (cedent). Pemberitahuan (betekening) kepada si
berutang (cessus) dapat dilakukan kemudian bila telah dianggap perlu oleh
bank sebagai kreditur dan cessionaris.
am
ub
b. Penggunaan cessie sebagai jaminan tidak bertentangan dengan
ep
asas-asas Hukum Jaminan, sebagaimana ternyata bahwa cessie piutang
k
atas nama memiliki ciri-ciri sebagai gadai piutang atas nama, tetapi
ah
dikarenakan piutang atas nama tersebut telah memiliki nilai atau harga
R
si
tertentu, maka penerima cessie (cessionaris) dapat langsung menguasai
piutang atas nama tersebut (tidak bertentangan dengan Pasal 1154 BW)
ne
ng
do
gu
2. Syarat Cessie
Cessie dapat dilakukan melalui akta otentik atau akta bawah tangan. Syarat utama
ah
lik
ub
Dalam hal ini ada dua teori yang relevan dikaitkan dengan cessie, yaitu Teori Kausal
dan Terori abstraksi.
ah
es
46 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
Teori Kausal. Menurut teori kausal hubungan antara titel dengan penyerahan
adalah hubungan sebab akibat, di mana penyerahan baru sah, kalau didasarkan
ne
ng
atas titel yang sah (hofs den bosch 19-06-1928, nj. 1929, 176; hgh batavia 5
April 1934, t. 139 : 620; hgh batavia 12 Desember 1935, t. 144 : 392; hr 09-02-
1939, nj. 1939, 865). Sebagai akibatnya apabila titelnya batal, maka penyerahan
do
gu
yang didasarkan atasnya juga tidak sah. Dengan adanya syarat titel yang sah,
maka bila titelnya batal, hak atas tagihan yang diserahkan tidak beralih kepada
cessionaris, dengan demikian hak milik atas tagihan yang bersangkutan masih
In
A
ada pada cedent.
Teori Abstrak. Menurut teori ini titel dan penyerahan merupakan dua peristiwa
ah
lik
hukum yang berdiri sendiri-sendiri, sekalipun berhubungan erat satu sama
lain. Titel hanya untuk menetapkan adanya kehendak untuk menyerahkan,
adanya titel merupakan syarat, tetapi tidak menambahkan syarat “sah “ (hof
am
ub
arnhem 23 Oktober 1928, nj. 1929, 542). Apabila ada titel yang putatif di
dalam tindakan penyerahan, maka dianggap sudah cukup, karena sudah
tersimpul adanya kehendak untuk menyerahkan sehingga sekalipun titelnya
ep
batal, asalkan penyerahannya sah, maka hak milik tetap berpindah dari cedent
k
kepada cessionaris (hgh batavia 9 September 1926, t. 125 : 272 ; hof arnhem 23
ah
Oktober 1928, nj. 1929, 542). Teori abstrak tidak dilaksanakan secara konsekuen
R
dan ada perkecualian-perkecualiannya, dalam hal ada cacat dalam kehendak,
si
penyerahan juga tidak menjadikan penerima penyerahan sebagai pemilik
benda yang diserahkan.
ne
ng
Penyerahan utang piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya,
do
gu
dilakukan dengan jalan sebuah akta otentik atau di bawah tangan, dengan mana
hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain. Oleh karena itu, cessie
harus tertulis. Penyerahan yang demikian bagi si berutang tidak ada akibatnya,
In
A
lik
Perlindungan diberikan oleh Pasal 613 ayat 2, dengan menetapkan, bahwa cessie
baru menghalang-halangi cessus untuk membayar secara sah kepada cedent, kalau
m
ub
peristiwa cessie itu telah diberitahukan kepada cessus atau cessie itu secara tertulis
telah disetujui atau diakui.
ka
surat itu; penyerahan tiap-tap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan
penyerahan surat disertai dengan endosemen.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
4. Cessie dalam Konteks Jaminan Utang
si
Dalam konteks perjanjian utang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun
pinjaman (kredit), biasanya pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut
ne
ng
dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan utang. Dalam konteks
ini, isi akta cessie yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta cessie biasa.
Akta cessie yang bersifat khusus ini dibuat dengan pengaturan adanya syarat batal.
do
gu
Artinya, akta cessie akan berakhir dengan lunasnya utang/pinjaman si berutang.
Sementara akta cessie biasa dibuat untuk tujuan pengalihan secara jual putus
(outright) tanpa adanya syarat batal.
In
A
Akta cessie yang bersifat khusus tersebut dilaksanakan dalam praktik sebagai
respon dari tidak adanya bentuk hukum pemberian jaminan tertentu yang
ah
lik
memungkinkan si pemberi jaminan untuk tetap menggunakan barang jaminan
yang diberikan sebagai jaminan. Sebagai contoh, apabila stok barang dagangan
diberikan oleh si berutang kepada krediturnya sebagai jaminan, maka tentu
am
ub
si berutang tidak dapat menggunakan stok barang tersebut. Sementara stok
barang tersebut sangat penting bagi si berutang untuk kelangsungan usahanya,
tanpanya tentu usahanya tidak dapat berjalan.
ep
k
dagangan tersebut kepada kreditur. Sementara itu stok barang tersebut tetap
R
berada pada si berutang. Perlu dicatat bahwa yang dialihkan hanyalah “hak
si
atas barang dagangan”, sementara penguasaan (hak untuk menggunakan
ne
stok barang tersebut) tetap ada pada si berutang. Untuk menjamin bahwa
ng
nilai stok barang yang dijaminkan senantiasa dalam jumlah yang sama,
dalam akta cessie disebutkan bahwa yang dijaminkan adalah hak atas stok
do
gu
lik
ub
Istilah cessie biasanya muncul, dan akan terkait dengan masalah jaminan. Secara
yuridis yang dimaksud cessie adalah
ka
ep
es
48 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
dalam Undang-Undang yaitu dengan akta cessie, baik akta oktentik
si
maupun akta di bawah tangan dan dengan kewajiban pemberitahuan
(betekening, notice) kepada debitur atau secara tertulis disetujui dan diakui
oleh debitur.”10
ne
ng
Dengan demikian dapat dikatakan cessie merupakan pengalihan hak
do
atas kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods), yang biasanya
gu
berupa piutang atas nama, kepada pihak ketiga, di mana seseorang menjual
hak tagihnya kepada orang lain. Contoh: A, yang memiliki piutang pada B,
In
A
menyerahkan piutangnya itu kepada C, sehingga C menjadi orang yang
berhak atas piutang A. Adapun dalam konsep cessie ini tidaklah dikenal hak
preference,11 di mana kreditur memiliki hak untuk didahulukan pembayarannya
ah
lik
daripada kreditur lainnya, sebagaimana yang terdapat dalam konsep jaminan
kebendaan, seperti gadai, fidusia, hipotek, dan hak tanggungan atas tanah.
am
ub
Aturan hukum yang mengatur tentang cessie terdapat dalam: Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 613 ayat (1) dan ayat
(2). Dari ketentuan tersebut dapat dijabarkan bahwa yang dimaksud dengan
ep
perjanjian cessie adalah pengalihan hak tagih terhadap piutang-piutang atas
k
nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang kreditur kepada orang
ah
lain untuk menjadi kreditur baru, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di
R
si
bawah tangan; penyerahan secara lisan tidaklah dapat dianggap sah.
Adapun suatu cessie dapat dikatakan sah dan memiliki daya berlaku terhadap
ne
ng
debitur, bilamana cessie tersebut diberitahukan secara nyata oleh kreditur lama
kepada debitur, untuk kemudian disetujui dan diakuinya secara tertulis; jika
pemberitahuan itu tidak dilakukan, debitur dapat melakukan pembayaran terhadap
do
gu
kreditur lama, asalkan ia masih menggangap kreditur itu sebagai kreditur yang
jujur.
In
Pada ayat pertama Pasal 613 KUH Perdata dijelaskan tentang penyerahan atau
A
levering, sedangkan pada ayat kedua diatur mengenai hubungan antara kreditur baru
dengan debitur. Selanjutnya pada Pasal 613 ayat 3 disebutkan bahwa penyerahan
ah
lik
atas tagihan-tagihan atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat tagihan yang
bersangkutan, sedangkan penyerahan atas order dilakukan dengan penyerahan
surat tagihannya disertai dengan endosement.
m
ub
ka
10 Advent Hari Nugroho, Penulisan Hukum berjudul Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Cessie (Studi Ka-
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Jika ketentuan Pasal 613 KUH Perdata mengenai cessie ini disandingkan
si
dengan ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata yang mengatur mengenai gadai,
akan tampak bahwa ketentuan Pasal 613 KUH Perdata mirip dengan ketentuan
ne
ng
Pasal 1153 KUH Perdata. Perbedaannya terdapat dalam penekanan mengenai
saatnya pemberitahuan akan peralihan hak itu (betekening) kepada si berutang
(cessus), di mana dalam gadai pemberitahuan itu merupakan syarat sahnya
do
gu
gadai sedangkan dalam cessie, pemberitahuan itu bukanlah merupakan suatu
syarat sahnya cessie. Sahnya cessie adalah sejak penandatanganan akta cessie,
sedangkan pemberitahuan (betekening) mengakibatkan saat mulai timbulnya
In
A
akibat hukum kepada si berutang atas pengalihan piutang itu.12
Saat mulainya cessie dan kapan saat mulainya gadai yang berlaku antara
ah
para pihak dan pihak ketiga itu berlainan. Cessie mulai berlaku pada saat selesai
lik
dibuatnya akta, sedangkan gadai mulai berlaku pada saat pemberitahuan.
Perbedaan demikian mempunyai arti penting dalam hal terjadi kepailitan.
am
ub
Misalnya terjadi kepailitan pada cedent, setelah dibuatnya akta cessie, cessionaris
akan aman, karena apabila terjadi kepailitan cedent tidak akan mengganggu
cessionaris meskipun tidak ada pemberitahuan kepada debitur, karena
ep
pemberitahuan kepada debitur bukan syarat untuk adanya cessie. Berlainan
k
halnya dengan gadai, di mana jika terjadi kepailitan pada kreditur lama setelah
ah
dibuatnya akta, namun belum ada pemberitahuan pada debitur, maka hak gadai
R
si
belum beralih pada kreditur baru, sehingga akan menimbulkan kesulitan kepada
kreditur baru. Keharusan adanya pemberitahuan yang merupakan syarat untuk
ne
ng
adanya hak gadai atas piutang atas nama, menyebabkan orang lebih menyukai
fidusia dan cessie sebagai jaminan dibandingkan gadai. Dengan adanya syarat
yang lebih berat pada pelaksanaan gadai, maka lembaga cessie sebagai jaminan
do
gu
lik
ub
Pengalihan hak atas piutang dalam ketentuan ini dikenal dengan istilah cessie,
ep
es
50 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
yakni pengalihan piutang yang dilakukan dengan akta otentik atau di bawah
si
tangan.
Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban penerima kuasa
ne
ng
lama beralih kepada penerima fidusia baru. Jaminan fidusia tetap mengikuti
bendanya yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapa pun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas persediaan yang menjadi objek fidusia.
do
gu
Ketentuan ini mengakui adanya droit de suite yang telah menjadi bagian dari
peraturan perUndang-Undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak mutlak
kebendaan. Pengalihan jaminan fidusia ini diatur dalam Pasal 21 sampai dengan
In
A
Pasal 24 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dalam Pasal 613 KUH Perdata disebutkan bahwa cessie harus dilakukan
ah
dengan membuat suatu akta cessie. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa untuk
lik
cessie ditentukan suatu bentuk tertulis, walaupun untuk hubungan obligatoir
yang menjadi dasar cessie tidak disyaratkan suatu bentuk tertentu, jadi bisa lisan
am
ub
maupun tertulis. Cessie dapat dituangkan dalam suatu akta di bawah tangan
maupun akta otentik, asal di dalamnya tegas-tegas disebutkan bahwa kreditur
lama dengan itu telah menyerahkan hak tagihnya kepada kreditur baru. Namun
ep
dalam perkembangannya, cessie masuk ke dalam lembaga jaminan fidusia,
k
akta otentik. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 42
R
si
Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa: Pembebanan Benda dengan Jaminan
Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta
ne
ng
Jaminan Fidusia. Dari aturan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie
yang dilakukan secara lisan tidaklah sah, oleh karena itu tidak ada penyerahan
hak tagih dari kreditur lama ke kreditur baru. Namun dari apa yang telah dibahas
do
gu
bahwa cessie tanpa pernyataan penerimaan pihak lain jangan sudah dianggap
ada, karena itu berarti bahwa pernyataan sepihak saja tanpa pernyataan
penerimaan tidak dapat menimbulkan cessie. Dengan penandatanganan akta
In
A
cessie, maka cessie dianggap telah sah dan selesai pengoperan hak tagih dari
cedent kepada cessionaris.
ah
lik
ub
b. Objek cessie serupa dengan gadai yaitu benda bergerak yakni piutang atas
nama sebagaimana tersurat dari ketentuan Pasal 1153 KUH Perdata.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
c. Hak yang lahir dari cessie adalah hak kebendaan (Pasal 613 KUH Perdata jo
si
Pasal 584 KUH Perdata).
d. Dalam cessie ada pola “inbezitstelling”, sebagaimana diatur dalam Pasal
ne
ng
613 KUH Perdata jo Pasal 584 KUH Perdata, yang artinya piutang atas
nama harus ditarik dari kekuasaan nyata pihak debitur untuk kemudian
diletakkan dalam kekuasaan nyata pihak kreditur atau pihak ketiga yang
do
gu
disepakati, yang merupakan syarat keabsahaan cessie di mana perjanjian
cessie adalah perjanjian riil.
e. Memenuhi asas openbaarheid atau publisitas yang merupakan syarat dari
In
A
hak kebendaan, dengan adanya pemberitahuan (betekening).
f. Yang berwenang menyerahkan adalah pemilik dari piutang atas nama. Jika
ah
lik
dipertanggungjawabkan (Pasal 584 KUH Perdata).
g. Perjanjian cessie merupakan perjanjian accesoir di mana perjanjian
am
ub
pokoknya yakni utang piutang atau perjanjian kredit dapat digunakan
sebagai bukti keharusan adanya perjanjian cessie.
h. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur tidak boleh sendiri memiliki
ep
k
benda jaminan itu (Pasal 1154 KUH Perdata). Namun dikarenakan nilai
piutang atas nama sudah pasti, ketentuan ini sesungguhnya tidak
ah
diperlukan lagi.
R
si
i. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur diberi wewenang untuk
menjual sendiri piutang atas nama tersebut (para eksekusi) berdasarkan
ne
ng
do
gu
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie dalam
praktiknya dapat ditujukan untuk maksud sebagai agunan tambahan sehingga
kepentingan para pihak dapat terlindungi.
ah
lik
ub
1. Pengaturan Umum
ka
Dalam konsep pemahaman pada doktrin dan yurisprudensi, cessie dipahami sebagai
ep
penyerahan tagihan atas nama. Pada konsep tagihan atas nama ada beberapa ciri
khas pada tagihan tersebut, yaitu
ah
es
52 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
a. bukan tagihan atas tunjuk,
si
b. krediturnya tertentu dan debitur mengetahui betul siapa debiturnya,
c. tagihan itu tidak ada wujudnya, dan
ne
ng
d. surat utang hanya berfungsi sebagai alat bukti saja dan belum berarti
terjadinya pengalihan hak tagih.
do
gu
Dengan demikian, cessie merupakan tagihan atas nama dalam bentuk
kebendaan bergerak tak berwujud (intangible goods), yang biasanya berupa piutang
atas nama, kepada pihak ketiga, di mana seseorang menjual hak tagihnya kepada
In
A
orang lain. Cessie dilakukan dalam bentuk tertulis atau akta, pada akta cessie yang
dibuat haruslah dinyatakan secara tegas mengenai tindakan cedent menyerahkan
ah
lik
tagihan atas nama ke dalam kepemilikan cessionaris yang diikuti oleh tindakan
penerimaan oleh cessionaris (HgH 26.04.1928, T 128: 161). Tindakan penerimaan itu
merupakan tindakan yang menyatakan menerima penyerahan cessie dari cedent,
am
ub
akibatnya jika cedent menyerahkan secara sepihak kepada cessionaris dan hanya
memberitahukan kepada cessus, maka hal ini belum mengakibatkan terjadinya
pengalihan atas tagihan dari cedent kepada cessionaris (HgH Batavia 26.04.1928, T.
ep
k
128: 161).
ah
Proses penerimaan oleh cessionaris itu haruslah dilakukan dalam bentuk tertulis,
R
sebab sesuai dengan Pasal 613 KUH Perdata yang mewajibkan untuk membuat akta
si
otentik ataupun akta di bawah tangan. Oleh karena itu, yang menjadi inti dalam
proses penerimaan itu adalah cessionaris harus menyatakan secara tegas dengan
ne
ng
tertulis akan penerimaan penyerahan cessie dari cedent. Ketentuan Pasal 613 KUH
Perdata menyimpulkan, bahwa dengan selesai ditandatanganinya akta cessie dan
do
gu
penerimaannya, maka hak tagih sudah beralih dari cedent kepada cessionaris (HR
24.02.1911, W.9145 HR 8 Juni 1973 NJ 1974, 180). Oleh karena itu, cessie yang disertai
dengan kuasa dari cedent untuk menagih cessus adalah bertentangan dengan
In
A
konsep bahwa dengan cessie hak tagih telah beralih kepada cessionaris (Hof Arnhem,
23 Oktober 1928, NJ 1929, 542: HR 9 Februari 1939, NJ 1939, 865). Demikian juga
jika cedent menjaminkan cessie setelah dilakukannya pengalihan, maka proses
ah
lik
penjaminan tersebut juga menjadi batal. Tindakan yang bisa dilakukan oleh cedent
untuk membatalkan cessie itu harus dilakukan dengan retro cessie.
m
ub
Seperti halnya telah disampaikan sebelumnya, bahwa istilah cessie tidak ditemukan
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
613 ayat (1) KUH Perdata sendiri tidak menggunakan istilah cessie, hal ini dapat
si
dilihat dari ketentuan pasal tersebut yang menyatakan:
ne
ng
“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak
bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik
atau di bawah tangan dengan mana hak-hak atas kebendaan itu
do
gu
dilimpahkan kepada orang lain.“
In
Yang diatur pada ketentuan Pasal 613 ayat (1) itu lebih kepada penegasan
A
akan adanya bentuk tagihan atas nama dan juga terkait dengan konsep
mengenai benda-benda tidak bertubuh lainnya, sedangkan yang dimaksud
ah
lik
benda-benda tidak bertubuh lainnya adalah bukan dalam bentuk tagihan. Oleh
karena itu, penyerahan benda-benda tak bertubuh yang bukan merupakan
tagihan bukanlah merupakan cessie. Selain daripada itu, ketentuan dalam
am
ub
pasal itu juga mempertegas bahwa penyerahan tagihan atas nama haruslah
dibuat dalam bentuk akta otentik maupun di bawah tangan, sehingga proses
ep
penyerahan yang hanya dilakukan dengan cara lisan tidaklah dapat dikatakan
k
Proses pengalihan dari tagihan atas nama dari pemilik kepada orang lain
R
si
pada umumnya sama dengan proses peralihan kebendaan lainnya, seperti
diatur pada Pasal 584 KUH Perdata:
ne
ng
“Hak Milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain,
melainkan dengan pemilikan karena perlekatan, karena kedaluarsa, karena
do
gu
lik
Dari ketentuan itu, proses peralihan kepemilikan tagihan atas nama harus
memenuhi setidaknya 2 (dua) syarat, yaitu peralihan itu dilakukan dengan dasar
suatu peristiwa perdata yang melahirkan kewajiban bagi salah satu pihak untuk
m
ub
menyerahkan benda dan kewajiban itu sendiri dapat lahir dari suatu proses
perjanjian, Undang-Undang maupun dalam pewarisan.
ka
ep
Hal lain yang dapat mensyaratkan peralihan itu adalah pihak yang meng
alihkan merupakan pihak yang berwenang atau sebagai pemilik dari benda
ah
es
54 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
yang dialihkan itu. Artinya secara umum yang mempunyai kewenangan untuk
si
mengambil tindakan pemilikan adalah pemilik, kecuali bila orang itu dalam
keadaan pailit atau hartanya disita, sehingga walau berkedudukan sebagai
ne
ng
pemilik tapi sudah tidak berwenang melakukan tindakan pemilikan atas harta
atau benda yang berada dalam harta budel pailit atau sebagai harta yang sudah
disita.
do
gu
Dari konsep peralihan tagihan atas nama seperti halnya telah dijelaskan di
atas, yang cukup berperan adalah cedent dan cessionaris, selanjutnya untuk peran
In
A
cessus dapat dilihat dalam aturan Pasal 613 ayat (2) KUH Perdata: “Penyerahan
yang demikian bagi si berutang tiada akibatnya, melainkan penyerahan itu
diberitahukan kepadanya atau secara tertulis disetujui atau diakuinya.”
ah
lik
Dari isi ketentuan tersebut, makna yang terkandung bahwa proses cessie
itu tidak mempunyai akibat hukum apapun bagi cessus, jika cessie itu tidak
am
ub
diberitahukan atau tidak disetujui oleh cessus. Namun ternyata dalam beberapa
yurisprudensi penafsiran yang diterima adalah bahwa cessie sudah berlaku bagi
cessus setelah cessie ditandatangani oleh cedent (HgH 21 September 1933, T 138
ep
k
(2) : 883 ; HgH 22 Juli 1937, T 146 : 564). Ketentuan Pasal 613 ayat (2) itu lebih
pada maksud untuk melindungi cessus yang telah beritikad baik melakukan
ah
R
pembayaran kepada cedent, dengan menafsirkan sebaliknya bahwa proses
si
cessie baru akan menghalang-halangi cessus untuk membayar kepada cedent
apabila proses cessie itu sudah diberitahukan secara tertulis, diakui atau disetujui
ne
ng
oleh cessus. Dengan demikian cessus menjadi terikat untuk tidak membayar lagi
kepada cedent, jika cessus telah secara tertulis mengakui atau menyetujui cessie.
do
gu
lik
ub
dan merupakan benda yang disamakan dengan benda yang tidak berwujud yang
merupakan tagihan, selain itu cessie juga memiliki keterkaitan dengan hukum
ka
ep
perjanjian, sebab keberadaan cessie didasari oleh adanya perjanjian antara kreditur
dengan debitur dan demikian juga antara kreditur dengan penerima cessie. Oleh
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
karena cessie merupakan benda maka proses peralihan atas cessie dilaksanakan
si
dalam bentuk perjanjian kebendaan yang mana dalam perjanjian kebendaan
memberikan konsekuensi akan melahirkan, mengalihkan maupun menghapus hak-
ne
ng
hak kebendaan. Terkait dengan hak-hak kebendaan pada cessie, maka kepemilikan
terhadap cessie bersifat absolut yang memberikan hak kepada cessionaris untuk
melaksanakan cessie itu kepada cessus.
do
gu
Cessie hanya dapat dilakukan sepanjang utang yang di-cessie-kan tersebut
berasal dari suatu kontrak atau dari perikatan lainnya berdasarkan Undang-Undang
yang bukan perbuatan melawan hukum. Dengan adanya cessie, akibat hukum yang
In
A
terpenting adalah sebagai berikut.
a. Piutang beralih dari cedent ke cessionaries.
ah
lik
b. Setelah terjadinya cessie, kedudukan cessionaries menggantikan kedudukan
cedent, yang berarti segala hak yang dimiliki oleh cedent terhadap cessus
dapat digunakan oleh cessionaries sepenuhnya.
am
ub
4. Konsep Hukum Cessie sebagai Jaminan
Penggunaan cessie sebagai lembaga jaminan tidaklah bertentangan bila
ep
k
disandingkan dengan gadai, hipotek/creditverband atau fidusia, hal ini dapat dilihat
ah
si
a. Cessie memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan
dari barang (piutang atas nama) tersebut secara didahulukan daripada kreditur-
ne
ng
do
gu
c. Hak yang lahir dari cessie adalah hak kebendaan (Pasal 613 KUH Perdata jo Pasal
584 KUH Perdata).
d. Dalam cessie ada pola “inbezitstelling”, sebagaimana diatur dalam Pasal 613 KUH
In
A
Perdata jo Pasal 584 KUH Perdata, yang artinya piutang atas nama harus ditarik
dari kekuasaan nyata pihak debitur untuk kemudian diletakkan dalam kekuasaan
ah
lik
nyata pihak kreditur atau pihak ketiga yang disepakati, yang merupakan syarat
keabsahaan cessie di mana perjanjian cessie adalah perjanjian riil.
e. Memenuhi asas openbaarheid atau publisitas yang merupakan syarat dari hak
m
ub
yang meng-cessie-kan itu tidak berwenang berbuat, maka kreditur tidak dapat
ep
es
56 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
g. Perjanjian cessie merupakan perjanjian accesoir di mana perjanjian pokoknya,
si
yakni utang piutang atau perjanjian kredit dapat digunakan sebagai bukti
keharusan adanya perjanjian cessie.
ne
ng
h. Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur tidak boleh sendiri memiliki benda
jaminan itu (Pasal 1154 KUH Perdata). Namun dikarenakan nilai piutang atas
nama sudah pasti, ketentuan ini sesungguhnya tidak diperlukan lagi.
do
i.
gu
Apabila debitur wanprestasi, maka kreditur diberi wewenang untuk menjual
sendiri piutang atas nama tersebut (para eksekusi) berdasarkan Pasal 584 KUH
Perdata jo Pasal 1155 KUH Perdata.
In
A
j. Cessionaris punya hak rentensi sebagai mana diatur dalam Pasal 1159 KUH
Perdata.
ah
lik
k. Hak cessie tidak dapat dibagi-bagi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1160
KUH Perdata.
am
ub
Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa cessie dalam
praktiknya dapat ditujukan untuk maksud sebagai agunan tambahan, sehingga
kepentingan para pihak dapat terlindungi.
ep
k
R
a. Apakah akan menafsirkan cessie secara luas sehingga meliputi benda-benda
si
tidak bertubuh yang bukan tagihan?
b. Apakah orang dapat mempermasalahkan keabsahan cessie tanpa
ne
ng
mengemukakan titelnya?
c. Apakah suatu pernyataan kepada pihak ketiga dari mana dapat disimpulkan
do
adanya penerimaan oleh cessionaris bisa diterima sebagai penerimaan
gu
lik
ub
Adapun dalam konsep cessie ini tidaklah dikenal hak preference, di mana
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
seperti gadai, fidusia, hipotek, dan hak tanggungan atas tanah. Dari pengertian
si
tersebut, unsur persetujuan dari debitur (pemilik utang) merupakan faktor
penentu dari terlaksananya pengalihan cessie tersebut. Kondisi ini dapat
ne
ng
dipahami, sebab yang terlibat pada awal perjanjian hanyalah dua pihak
artinya hubungan kontraktual hanya terjadi antara dua pihak yang terkait
secara langsung, misalnya dalam hubungan jual-beli maka yang terkait
do
gu
langsung adalah pihak pembeli dan penjual. Hadirnya atau keberadaan
pihak ketiga dalam perjanjian jual-beli tersebut adalah sebagai penerima
pengalihan cessie dari pihak penjual, sehingga dapat dimungkinkan antara
In
A
pihak pembeli dengan pihak ketiga tidak atau belum saling mengetahui.
Untuk itu konsep persetujuan ataupun pengakuan secara tertulis dari pihak
ah
lik
pembeli.
Cessie hanya dapat dilakukan sepanjang utang yang di-cessie-kan tersebut
berasal dari suatu kontrak atau dari perikatan lainnya berdasarkan Undang-Undang
am
ub
yang bukan perbuatan melawan hukum. Dengan adanya cessie, akibat hukum yang
terpenting adalah sebagai berikut.
a. Piutang beralih dari cedent ke cessionaries.
ep
k
cedent, yang berarti segala hak yang dimiliki oleh cedent terhadap cessus
R
dapat digunakan oleh cessionaries sepenuhnya.
si
Selain itu jika cessie tersebut dimaksudkan sebagai jaminan, maka
ne
ng
do
gu
debitur.
Konsekuensi dari pengalihan piutang dalam cessie itu, memberikan hak bagi
penerima cessie (cessionaris) sebagai kreditur baru bagi debitur (cessus), sehingga
ah
lik
hubungan selanjutnya antara kreditur baru dengan debitur dan segala akibat
dari peralihan piutang itu memberikan hak bagi kreditur baru untuk mengajukan
m
ub
dalam konsep jaminan, yaitu dalam bentuk cessie piutang atas nama dengan
ep
maksud sebagai jaminan (zekerheidcessie), artinya hak tagih yang dimiliki oleh cedent
terhadap cessus dapat dipakai sebagai jaminan.
ah
es
58 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
PENUTUP
si
Cessie pada hakikatnya bisa dipandang dari dua segi, yaitu dari Hukum Kebendaan
ne
ng
(Buku II KUH Perdata) dan dari Hukum Perikatan (Buku III KUH Perdata). Dari segi Hukum
Kebendaan Cessie pada hakikatnya merupakan pengalihan utang/tagihan dari kreditur
lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris). Pada proses tersebut ada peralihan/
do
gu
penyerahan hak milik tagihan, dari cedent kepada cessionaris. Karena tagihan merupakan
kebendaan tak berwujud, maka sebenarnya dalam cessie telah terjadi alih kepemilikan
kebendaan (hak tagih) dari pihak yang bermaksud mengalihkan, kepada pihak yang
In
A
dimaksudkan menerima peralihan. Dalam proses cessie telah terjadi penyerahan hak tagih
dari cedent kepada cessionaris, yang dengan demikian hak milik atas tagihan termaksud
telah beralih dari cedent kepada cessionaris. Dengan demikian dapatlah dikatakan
ah
lik
bahwa cessie merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Hubungan
hukum yang dimaksudkan untuk memperoleh, menghapus ataupun menimbulkan hak
milik merupakan perjanjian kebendaan. Mengingat cessie merupakan salah satu cara
am
ub
untuk memperoleh hak milik, sehingga dengan demikian tepatlah dimasukkan dalam
Buku II tentang Kebendaan. Dalam Pasal 584 KUH Perdata antara lain disebutkan bahwa:
“Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, terkecuali
ep
karena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk
k
si
dari kreditur lama/cedent kepada kreditur baru/cessionaris. Sementara cessie dipandang
dari segi Hukum Perikatan dapat dijelaskan sebagai berikut.
ne
Cessie sebagai mana yang telah dijelaskan, merupakan perbuatan hukum yang
ng
dilakukan oleh dua subjek hukum. Pihak pertama ialah yang mengalihkan hak tagih atas
piutang, sedangkan pihak kedua ialah yang menerima peralihan atas piutang termaksud.
do
Dua subjek hukum saling mengadakan hubungan hukum, satu pihak mengalihkan atau
gu
tersebut dinamai secara beragam; antara lain Akta Pengalihan Utang, Perjanjian
Pengalihan Hak Atas Tagihan, Perjanjian Pengalihan Piutang (Cessie). Akan tetapi,
ah
lik
kalau diperhatikan isinya merupakan perjanjian antara pihak yang mengalihkan dengan
pihak yang menerima peralihan, atas suatu kebendaan (tidak berwujud), yaitu hak tagih
atas piutang.
m
ub
Menunjuk pada Pasal 584 KUH Perdata, bahwa hak milik dapat diperoleh antara
lain karena penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak
ka
milik. Terkait dengan cessie maka untuk itu diperlukan adanya peristiwa hukum yang
ep
mendahului dilakukannya cessie. Peristiwa hukum ini yang secara umum lebih dikenal
sebagai alas hak/rechts titel, umumnya merupakan perjanjian yang menimbulkan
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kewajiban bagi para pihak untuk melaksanakan apa yang diperjanjikan. Perjanjian yang
si
demikian ini disebut perjanjian obligatoir, karenaa hanya menimbulkan kewajiban saja.
Untuk menyempurnakannya diperlukan adanya penyerahan (transfer of ownership).
ne
Dengan demikian pada cessie akan didahului perjanjian obligatoir terlebih dahulu,
ng
yang pada umumnya adalah jual-beli. Dalam praktik biasanya akta yang dibuat adalah
Perjanjian Jual-Beli Piutang. Perjanjian ini baru menimbulkan kewajiban bagi masing-
do
masing pihak. Perjanjian Obligatoir ini harus ditindaklanjuti dengan penyerahan (transfer
gu
of ownership) sehingga piutang yang semula milik kreditur lama sekarang menjadi milik
kreditur baru.
Terkait dengan hubungan sebab akibat (Teori Kausalitas), keabsahan peristiwa hukum
In
A
yang kemudian tergantung pada sah tidaknya peristiwa hukum yang mendahuluinya.
Dengan demikian keabsahan cessie sangat bergantung pada sah tidaknya perjanjian
ah
lik
jual-beli piutangnya sah maka perjanjian cessie yang dibuat juga sah, sebaliknya bila
perjanjian jual-beli piutang yang dibuat tidak sah maka perjanjian cessie-nya juga tidak
am
ub
sah. Akan tetapi, ada juga ajaran yang memisahkan kedua peristiwa hukum tersebut.
Ajaran ini dikenal sebagai Teori Abstraksi. Menurut teori ini maka sah tidaknya cessie
tidak bergantung pada sah tidaknya perjanjian jual-beli piutang yang mendahuluinya.
ep
Dengan kata lain, meskipun perjanjian jual-beli piutang yang mendahuluinya tidak sah,
k
perjanjian cessie-nya tetap dianggap sah; yang dengan demikian tetap dianggap telah
ah
terjadi alih kepemilikan hak tagih atas piutang dari kreditur lama kepada kreditur baru.
R
Ada lagi yang perlu diperhatikan dalam cessie, yaitu pemberitahuan kepada debitur
si
(cessus). Pemberitahuan ini pantas diperhatikan karena memang disebut dalam Pasal
613 KUH Perdata. Disebutkan dalam Pasal 613 KUH Perdata bahwa Penyerahan yang
ne
ng
do
gu
cessus. Hal ini bertitik tolak dari Pasal 613 itu sendiri, yaitu cessie tidak mempunyai akibat
hukum kecuali telah diberitahukan pada cessus atau secara tertulis cessus mengakuinya.
Jadi, dengan adanya pemberitahuan tersebut cessie menjadi sah dan mengikat secara
ah
lik
sempurna para pihak (cedent dan cessionaris) maupun pihak ketiga (cessus). Di sisi lain,
cessie itu merupakan hubungan hukum langsung antara cedent dengan cessionaris,
jadi sejauh hubungan hukum yang mereka buat memenuhi formalitas persyaratan
m
ub
yang ditentukan; dengan akta tertulis; maka hubungan itu tetap sah. Dengan demikian
pemberitahuan pada cessus hanyalah sekedar formalitas kelengkapan prosedur belaka,
ka
dan tidak berpengaruh terhadap sah tidaknya cessie. Dengan dibuatnya akta pengalihan
ep
secara tertulis, maka perbuatan hukum tersebut telah selesai, dan secara yuridis mengikat
para pihak yang terlibat di dalamnya.
ah
es
60 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
II. CESSIE MENURUT PUTUSAN PENGADILAN
si
A. Hasil Penelusuran
ne
ng
Dalam objek bahasan ini telah dikumpulkan sebanyak 40 putusan Mahkamah Agung.
Analisis terhadap 40 putusan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut.
do
gu
1. Menyusun seluruh objek bahasan dalam bentuk modul tabulasi sehingga dapat
diperoleh data-data yang akan dirinci dalam kesimpulan penelitian. Sistematika
In
A
tersebut telah dikelompokkan berdasarkan objek gugatan dalam perkara yang
dibagi dalam 5 kategori, yakni
a. Aspek Hukum Acara yang dibagi dalam 6 bagian
ah
lik
1) Legal standing, diperoleh 11 kasus
2) Bukti betekening, diperoleh 7 kasus
am
ub
3) Jumlah tagihan, diperoleh 7 kasus
4) Sah atau tidaknya cessie, diperoleh 7 kasus
ep
k
si
b. Sahnya Perjanjian, diperoleh 5 kasus
c. Kewenangan Pihak ke-3, diperoleh 6 kasus
ne
ng
do
gu
a. Proses beracara;
b. Kaidah hukum;
ah
lik
ub
Hasil analisis serta komentar atas putusan Mahkamah Agung tersebut telah
ka
dibuat dalam bentuk bagan dan dijadikan lampiran dalam Laporan Penelitian ini.
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
1) Bagan Periodisasi Putusan Mahkamah Agung tentang Cessie
si
Periodisasi Kualifikasi Putusan
No. Jumlah Kasus
MA
ne
ng
a. 1970–1980 1 kasus
do
b.
gu 1981–1990 1 kasus
In
A
c. 1991–2000 10 kasus
d. 2001–2002 5 kasus
ah
lik
e. 2003–2004 7 kasus
am
ub
f. 2005–2006 ep 6 kasus
k
g. 2007–2008 9 kasus
ah
si
2) Jangka Waktu Proses Penanganan Putusan di Mahkamah Agung
ne
ng
do
a. 0–1 Tahun 22 kasus
gu
lik
ub
ep
es
62 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
B. Analisis Putusan Pengadilan Terkait Cessie
si
Bagan Kronologis Perkembangan Aliran Pemikiran/Mahzab dalam Lingkup Putusan
MARI
ne
ng
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum
do
1. Legal Standing 1981 MA No. 2511 K/ Bahwa lembaga cessie yang diatur
gu Sip./1981 tanggal 18
September 1986
dalam Pasal 613 KUH Perdata adalah
mengatur mengenai penyerahan piu-
tang bukan penyerahan utang sehing-
In
ga kreditur lama tidak perlu dan tidak
A
harus digugat oleh kreditur baru.
ah
lik
2004 MA No. 3976 K/ Dalam hal debitur meninggal dunia,
Pdt/2000 tanggal 25 maka tanggung jawab istri/suami
Februari 2004 akan timbul bila ia ditetapkan sebagai
am
ub
ahli waris dari debitur.
ep
k
si
yarannya haruslah dikembalikan lagi
dengan mata uang dolar juga (sesuai
dengan yang diperjanjikan).
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum
si
2007 MA No. 2403 K/ Penanggungan (Bortocht) tidak me-
ne
merlukan bentuk tertentu, hanya
ng
Pdt/2000 tanggal 13
Juli 2007 dipersyaratkan pernyataan yang
tegas. Legalitas penanggungan cu-
kup dubuktikan dengan adanya
do
pernyataan tegas dari penanggung.
gu Tanggung jawab cessus (debitur) un-
tuk membayar hutang kepada ces-
sionaris yang terbaru
In
A
2008 MA No. 1809 K/ Utang debitur akan tetap ada meskip-
Pdt/2007 tanggal 28 un kreditur telah mengalihkan kem-
ah
lik
Januari 2008 bali piutang secara cessie kepada
pihak lain.
am
ub
Legal Standing 2008 MA No. 2037 K/ Bahwa penggugat sama sekali tidak
(cont’d) Pdt/2007 tanggal 16 memiliki cukup bukti untuk mem-
April 2008 buktikan dalil gugatannya terhadap
ep
k
tergugat II.
R
si
2008 MA No. 1496 K/ Penggugat telah mengundurkan diri
Pdt/2008 tanggal 18 dari jabatan direktur oleh karenanya
ne
ng
do
para tergugat.
gu
lik
ub
es
64 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum
si
butir c. Tahap pendaftaran sebagai
ne
ng
peserta lelang karena dalam program
penjualan asset tersebut hanya di-
gunakan untuk investor yang tidak
do
gu mempunyai kaitan langsung dengan
pihak debitur dan pihak terafiliasinya.
2. Bukti Beteken- 2002 MA No. 48 K/Pdt/ Dalam jual-beli piutang tidak ada
In
A
ing 2000 tanggal 18 Ok- aturan yang mengatur atau meng
tober 2002 haruskan para pihak yang terlibat jual-
beli piutang untuk memberitahukan
ah
lik
kepada debitur bahwa utangnya telah
dialihkan/dijual.
am
ub
2003 MA No. 3763 K/ Perjanjian yang ada pembebanan
Pdt/2001 tanggal 14 bunga tetapi tidak ada ketentuan
November 2003 mengenai besarnya bunga, maka MA
akan mengadili sendiri berdasarkan
ep
k
si
K/N/2000 tanggal 5 jaman yang pantas dibayar oleh de
Desember 2005 bitur. Kewenangan diskrisioner Hakim
ne
ng
do
gu
lik
ub
ep
min piutang.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum
si
2008 MA No. 1809 K/ Utang debitur akan tetap ada meskip-
ne
ng
Pdt/2007 tanggal 28 un kreditur telah mengalihkan kem-
Januari 2008 bali piutang secara cessie kepada
pihak lain.
do
3.
gu
Jumlah Tagihan 1991 MA No. 2024 K/
Pdt/1989 tanggal 14
Belum dibayarnya utang membukti-
kan adanya ingkar janji.
Desember 1991
In
A
2003 MA No. 3994 K/ Bunga kredit dinyatakan dibayar sejak
ah
lik
Pdt/2000 tanggal 29 perkara didaftarkan sampai dengan
September 2003 dibayar lunas.
am
ub
2004 MA No. 1137 K/ Perbedaan jumlah utang karena per-
Pdt/1999 tanggal 25 hitungan jumlah utang didasari per-
Februari 2004 janjian anjak piutang.
ep
k
si
27 Oktober 2004 karena telah diambil alih oleh Pemda
Tingkat II Kabupaten Lahat selaku ces-
ne
sionaries.
ng
do
gu
lik
ub
gugat III.
ah
es
66 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum
si
4. Kewenangan 2004 MA No. 027 Penyelesaian masalah harus ditem-
ne
ng
Absolut K/N/2004 tanggal 14 puh proses acara perdata biasa karena
April 2004 pembuktian yang sifatnya tidak seder-
hana / tidak sumir.
do
gu 2005 MK No. 071/PUU-
II/2004 tanggal 17
Pertama, kewenangan Menteri Ke
uangan dalam Pasal 2 ayat (5) yang
Mei 2005 diberikan oleh pembentuk UU hanya
In
A
menyangkut kedudukan hukum (legal
standing), Menteri Keuangan sebagai
pemohon dalam perkara kepailitan
ah
lik
karena fungsinya sebagai pemegang
otoritas di bidang keuangan dan
sama sekali tidak memberikan kepu-
am
ub
tusan yudisial yang merupakan kewe
nangan hakim.
Kedua, apabila panitera diberikan
wewenang untuk menolak mendaf-
ep
k
si
untuk memberi keputusan atas suatu
permohonan.
ne
ng
5. Proses Eksekusi 1997 MA No. 3548 K/N/ Akta persetujuan kredit dengan ja-
Pdt/1994 tanggal 23 minan telah sesuai dengan keten-
do
gu
lik
ub
gugat.
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
No. Isu Hukum Tahun No. Perkara Kaidah Hukum
si
2007 MA No. 148 K/ Perjanjian pengalihan barang jaminan
ne
ng
Pdt/2003 tanggal 19 telah memenuhi ketentuan tentang
Mei 2007 sahnya perjanjian dan tidak berten-
tangan dengan ketentuan perjanjian
do
gu jual-beli kredit sehingga perjanjian
pengalihan dalam kasus ini adalah
sah.
In
A
2006 MA No. 3156 K/ Tanggung jawab cedent tidak beralih
Pdt/2002 tanggal 31 karena perjanjian cessie didasarkan
ah
lik
janjian-perjanjian yang bertentangan
dengan kepatutan akan batal terbukti
adanya rekayasa dalam pembuatan
am
ub
perjanjian kredit dan perjanjian jual-
ep beli piutang.
k
si
laan baik dan ketertiban umum, se-
dangkan in casu Memo Bank Indone-
ne
ng
do
gu
lik
curator.
m
es
68 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
1. Legal Standing
si
Terkait dengan masalah legal standing, kami menelusuri beberapa putusan MA RI.
Salah satu isu yang mencuat adalah apakah cessie merupakan lembaga penyerahan
ne
ng
piutang atau utang. Dalam Putusan MA No. 2511 K/Sip./1981 tanggal 18 September
1986, dinyatakan bahwa lembaga cessie yang diatur dalam Pasal 613 KUH Perdata
adalah mengatur mengenai penyerahan piutang bukan penyerahan utang sehingga
do
gu
kreditur baru/lama tidak perlu dan tidak harus digugat oleh kreditur baru.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah pemberi cessie harus menjadi pihak
In
dalam suatu perkara tentang cessie? Dalam Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008 tanggal
A
11 September 2008, MA RI menyatakan bahwa adalah suatu kaidah hukum bahwa
gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena pemberi cessie tidak menjadi
ah
lik
pihak dalam perkara dan tentang pengalihan atas nama dari para tergugat belum
beralih secara cessie kepada penggugat.
am
ub
Apakah cessie hanya perlu diberitahukan kepada cessus (debitur) dengan
bentuk pemberitahuan tertentu atau juga memerlukan persetujuan dari cessus?
Dalam Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007, MA RI menyatakan
ep
bahwa penanggungan (Bortocht) tidak memerlukan bentuk tertentu, hanya
k
si
(debitur) untuk membayar utang kepada cessionaries yang terbaru. Posisi bahwa
cessie tidak memerlukan persetujuan, namun hanya perlu diberitahukan kepada
ne
ng
cessus (debitur) juga diperkuat oleh Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13
Maret 2007. Selanjutnya dalam Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April
2008, MA RI menyatakan bahwa pembuktian adanya pengalihan piutang (cessie)
do
gu
merupakan syarat hukum terjadinya cessie: penggugat sama sekali tidak memiliki
cukup bukti untuk membuktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III
In
A
yang telah mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II. Hal ini bertentangan
dengan bunyi Pasal 613 KUH Perdata yang mempersyaratkan adanya persetujuan
dari pihak cessus (debitur) atas pengalihan piutang dari kreditur yang satu kepada
ah
lik
ub
CATATAN
ka
Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007 dan Putusan MA No. 364 K/
ep
Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007 merupakan putusan yang sesuai dengan bunyi
Pasal 613 KUH Perdata secara leksikal yang menyatakan bahwa “penyerahan piutang-
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
piutang atas nama dan barang-barang lain yang tak bertubuh, dilakukan dengan
si
jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas
barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang
ne
ng
berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara
tertulis atau diakuinya. Kata “atau” mempunyai implikasi bahwa suatu penyerahan
akan berakibat hukum ketika penyerahan tersebut sudah diberitahukan tanpa perlu
do
disetujui. gu
Salah satu Putusan MA RI yang memuat syarat baru selain pemberitahuan
kepada cessus (debitur) dan akta penyerahan untuk penyerahan piutang terdapat
In
A
dalam Putusan MA No. 294 PK/Pdt/20008 tanggal 11 Februari 2009. Dalam Putusan
MA RI tersebut, dinyatakan bahwa dalam proses pengalihan piutang dari BPPN
ah
lik
kepada Terbantah tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan
oleh BPPN. Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang, karena dalam program
penjualan aset tersebut hanya digunakan untuk investor yang tidak mempunyai
am
ub
kaitan langsung dengan pihak debitur dan pihak terafiliasinya.
Terkait dengan mata uang pembayaran, Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004
tanggal 19 Desember 2005 menyatakan dengan diserahkannya pinjaman dalam
ep
k
bentuk mata uang dollar secara a contrario terhadap penyerahan uang dalam mata
ah
yang dolar, maka pembayarannya haruslah dikembalikan lagi dengan mata uang
R
dolar juga (sesuai dengan yang diperjanjikan).
si
Dalam Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004, MA RI
menyatakan bahwa dalam hal debitur meninggal dunia, maka tanggung jawab istri/
ne
ng
suami akan timbul bila ia ditetapkan sebagai ahli waris dari debitur. Dengan kata
lain, cessie bisa dialihkan kepada ahli waris.
do
gu
2. Bukti Betekening
ah
lik
ub
ep
es
70 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
c. Dalam Putusan MA No. 3763 K/Pdt/2001 tanggal 14 November 2003, MA RI
si
menyatakan bahwa perjanjian yang ada pembebanan bunga tetapi tidak
ada ketentuan mengenai besarnya bunga, maka MA akan mengadili sendiri
ne
ng
berdasarkan depisto resmi dari Bank Pemerintah. Selanjutnya, dalam Putusan
MA No. 1313 K/N/2000 tanggal 5 Desember 2005, MA RI menyatakan bahwa
MA dapat menilai kembali bunga pinjaman yang pantas dibayar oleh debitur.
do
gu
Kewenangan diskrisioner hakim untuk menentukan bunga pinjaman sesuai
asas kepatutan.
In
A
d. Dalam Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, MA RI menyatakan
bahwa bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan bukti-
bukti yang akurat.
ah
lik
e. Dalam Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007, MA RI
menyatakan bahwa berdasarkan Pasal 283 RBg jo Pasal 1865 KUH Perdata.
am
ub
Penggugat diberi kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya.
Penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil gugatannya terhadap
tergugat, yaitu mengenai jumlah utang dari penjamin piutang.
ep
k
menyatakan bahwa utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah
R
mengalihkan kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.
si
ne
ng
3. Jumlah Tagihan
a. Terkait bunga kredit, dalam Putusan MA No. 3994 K/Pdt/2000 tanggal 29
September 2003, MA RI menyatakan bahwa bunga kredit dinyatakan dibayar
do
gu
lik
ub
diambil alih oleh cessionaries. Dengan kata lain, setelah piutang diserahkan/
dialihkan maka seluruh hak dan kewajiban dalam piutang beralih ke kreditur
ka
baru. Selanjutnya, hak kreditur baru yang juga mempunyai hak kreditur lama
ep
dalam hal eksekusi jaminan ditegaskan dalam Putusan MA No. 1810 K/Pdt/2007
tanggal 11 Desember 2008, di mana MA RI menyatakan bahwa pengalihan
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
kembali piutang kepada pihak lain oleh kreditur tidak serta merta mengghapus
si
utang debitur kepada kreditur awal, oleh karenanya kreditur baru memiliki hak
tagih sepenuhnya dan berhak mengeksekusi jaminan yang telah diberikan
ne
ng
debitur.
d. Dalam Putusan MA No. 1897 K/Pdt/2007 tanggal 13 Maret 2008, MA RI
menyatakan bahwa pembayaran utang penggugat adalah pembayaran
do
gu
yang tidak sesuai dengan penjadwalan ulang pembayaran utang, sehingga
pembayaran tersebut tidak mempunyai landasan hukum untuk dikatakan
sebagai pelunasan pembayaran penggugat kepada tergugat.
In
A
4. Kewenangan Absolut
ah
lik
a. Terkait tata cara pemeriksaan kasus cessie, MA RI menyatakan dalam Putusan
MA No. 027 K/N/2004 tanggal 14 April 2004 bahwa penyelesaian masalah harus
ditempuh proses acara perdata biasa karena pembuktian yang sifatnya tidak
am
ub
sederhana/tidak sumir.
b. Terkait apakah otoritas/institusi lain bisa menentukan sah/tidaknya suatu
ep
perjanjian atau pengalihan piutang, MA RI menyatakan dalam Putusan MA No.
k
si
(legal standing). Menteri Keuangan sebagai pemohon dalam perkara kepailitan
karena fungsinya sebagai pemegang otoritas di bidang keuangan dan sama
ne
ng
do
gu
5. Proses Eksekusi
a. Terkait eksekusi, dalam Putusan MA No. 3548 K/N/Pdt/1994 tanggal 23 Oktober
ah
lik
ub
es
72 Laporan Penelitian
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 79
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
6. Syarat Sahnya perjanjian
si
a. Pertanyaan penting adalah apakah suatu sahnya penyerahan/pengalihan
utang tergantung pada sahnya pengalihan barang jaminan? Dalam Putusan MA
ne
ng
No. 148 K/Pdt/2003 tanggal 19 Mei 2007, MA RI menyatakan bahwa perjanjian
pengalihan barang jaminan telah memenuhi ketentuan tentang sahnya
perjanjian dan tidak bertentangan dengan ketentuan perjanjian jual-beli kredit
do
gu
sehingga perjanjian pengalihan dalam kasus ini adalah sah. Dengan kata lain,
jika perjanjian pengalihan barang jaminan tersebut tidak memenuhi syarat
In
A
sahnya perjanjian, maka penyerahan piutangnya melalui lembaga cesssie juga
tidak sah.
b. Dalam Putusan MA No. 3156 K/Pdt/2002 tanggal 31 Mei 2006, MA RI menyatakan
ah
lik
bahwa tanggung jawab cedent tidak beralih karena perjanjian cessie didasarkan
pada itikad buruk dari kreditur. Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan
am
ub
kepatutan akan batal terbukti adanya rekayasa dalam pembuatan perjanjian
kredit dan perjanjian jual-beli piutang.
c. Dalam Putusan MA No. 1779 K/Pdt/2004 tanggal 31 Januari 2007, MA RI
ep
k
menyatakan bahwa menurut Pasal 1337 KUH Perdata; suatu sebab adalah
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan
ah
si
Bank Indonesia jelas bukan undang-undang dan juga perjanjian inbreng tidak
berlawanan dengan kesusilaan baik.
ne
ng
do
gu
a. Terkait kewenangan pihak ke-3, dalam Putusan MA No. 010 K/N/2005 tanggal
18 Mei 2005, MA RI menyatakan bahwa kreditur pemegang hak separatis harus
ah
lik
ub
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 80
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 81
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
DAFTAR PUTUSAN
In
A
ah
lik
KLASIFIKASI PUTUSAN MARI
am
ub
Dari 39 Putusan Mahkamah Agung RI berkenaan dengan perkara cessie yang
menjadi bahan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pendapat
Mahkamah Agung secara umum telah menerapkan lembaga cessie sesuai
ep
k
dengan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata. Hal ini didasarkan pada alasan-alasan
ah
si
1. Klasifikasi Hukum Acara
ne
ng
Bahwa dari 39 Putusan Mahkamah Agung yang menjadi objek penelitian ini,
ditemukan 6 Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan gugatan tidak dapat
do
diterima (NO), dengan uraian sebagai berikut.
gu
lik
nama dari para tergugat belum beralih secara cessie kepada penggugat.
2. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah hukum:
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 82
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh BPPN.
si
Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang, karena dalam program penjualan
asset tersebut hanya digunakan untuk investor yang tidak mempunyai
ne
ng
kaitan langsung dengan pihak debitur dan pihak terafiliasinya.
do
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006, tanggal 10 Januari 2007, dengan
gu
kaidah hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil
gugatannya terhadap tergugat.
In
A
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah hukum:
bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan bukti-bukti
yang akurat.
ah
lik
3. Putusan MA No. 1808 K/Pdt/1999 tanggal 13 Maret 2000, dengan kaidah
hukum: terbukti bilai jaminan telah melebihi nilai jaminannya maka gugatan
am
ub
ditolak
si
a. Empat putusan menerapkan unsur intuitif adil dan patut
1. Putusan MA No. 3994 K/Pdt/2000 tanggal 29 September 2003, dengan kaidah
ne
hukum: bunga kredit dinyatakan dibayar sejak perkara didaftarkan sampai
ng
do
gu
lik
ub
yang saat ini berada dalam penguasaan tergugat III sebagai jaminan atas
pinjaman tersebut.
ah
es
76 Daftar Putusan
Pustaka
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 83
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
b. Dua putusan menerapkan unsur intuitif kepastian hukum
si
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007, dengan kaidah
hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil
ne
ng
gugatannya terhadap tergugat.
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah hukum:
bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan bukti-
do
gubukti yang akurat.
In
A
Bahwa dalam penelitian ini ditemukan 11 Putusan Mahkamah Agung yang memutus
masalah legal standing penggugat, karena tidak memenuhi kriteria pasal 613.
ah
lik
KUH Perdata:
am
ub
a. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008, tanggal 11 September 2008,
dengan kaidah hukum: gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO)
karena pemberi cessie tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang
ep
pengalihan atas nama dari para tergugat belum beralih secara
k
R
b. Putusan MA No. 1496 K /Pdt/2008 tanggal 18 Desember 2008, dengan
si
kaidah hukum: penggugat telah mengundurkan diri dari jabatan
direktur oleh karenanya tidak berhak mewakili penggugat II dan III
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 84
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
menetapkan bahwa peneguran, penagihan dan penuntutan terhadap
pihak ke-3 menjadi kewajiban tergugat.
ne
ng
f. Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004, dengan
kaidah hukum: tanggung jawab tergugat II (yang adalah istri tergugat
I) akan timbul bila ia ditetapkan sebagai ahli waris dari tergugat I.
do
gu
g. Putusan MA No. 2934 K/Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004, dengan
kaidah hukum: para tergugat tidak lagi bertanggung jawab atas
In
A
pembayaran sisa proyek karena telah diambil alih oleh Pemda tingkat II
Kabupaten Lahat.
ah
lik
h. Putusan MA No. 1809 K /Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, dengan
kaidah hukum: utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah
mengalihkan kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.
am
ub
i. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah
hukum: bahwa penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti
untuk membuktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III
ep
k
si
kaidah hukum: hasil keputusan RUPS diputuskan bahwa setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
ne
ng
do
gu
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
78 Daftar Putusan
Pustaka
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 85
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
LAMPIRAN
si
JAWABAN ATAS BEBERAPA PERTANYAAN
ne
ng
1. Summary singkat dari seluruh putusan Mahkamah Agung
atau putusan pengadilan yang berkaitan dengan cessie?
do
gu
Jawaban:
Summary singkat putusan MA RI dapat dilihat di Bagan Tabulasi Keputusan Pen-
In
A
gadilan MA RI tentang Cessie.
lik
cessie secara benar, serta penjelasan mengenai argumentasi
atas penerapan hukum dalam putusan tersebut?
am
ub
Jawaban:
Karakteristik cessie berdasarkan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata sebagai beri-
kut.
ep
k
b. Dilakukan secara tertulis dengan akta otentik atau akta bawah tangan.
R
si
c. Harus ada pemberitahuan peralihan/pelimpahan hak (betekening).
ne
ng
do
gu
Bahwa dari 39 Putusan Mahkamah Agung yang menjadi objek penelitian ini,
ditemukan enam Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan gugatan tidak
dapat diterima (NO), dengan uraian sebagai berikut.
ah
lik
ub
beri cessie tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang pengalihan
ep
atas nama dari para tergugat belum beralih secara cessie kepada peng-
gugat.
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 86
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
2. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah
si
hukum: penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti untuk mem-
buktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III yang telah
ne
ng
mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II.
3. Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008 tanggal 11 Februari 2009, dengan kaidah
hukum: dalam proses pengalihan piutang dari BPPN kepada terbantah
do
gu tidak memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan
oleh BPPN. Tahap pendaftaran sebagai peserta lelang, karena dalam
program penjualan aset tersebut hanya digunakan untuk investor yang
In
A
tidak mempunyai kaitan langsung dengan pihak debitur dan pihak ter
afiliasinya.
ah
lik
b). Ditemukan tiga putusan tentang bukti Betekening, yaitu:
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006, tanggal 10 Januari 2007, dengan kaidah
am
ub
hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil gu-
gatannya terhadap tergugat.
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah hu-
ep
kum: bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan
k
si
hukum: terbukti bila jaminan telah melebihi nilai jaminannya maka gu-
gatan ditolak.
ne
ng
do
gu
ub
dah hukum: pengalihan cessie oleh turut tergugat (BPPN) kepada tergu-
ep
gat I (PT Mandiri Sekurities) dan dialihkan kembali kepada tergugat II (PT
Asta Makmur) bukan berarti menghapus utang tergugat 3 kepada turut
ah
es
80 Daftar Pustaka
Lampiran
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 87
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
tergugat, oleh karenanya tergugat II memiliki hak tagih sepenuhnya dan
si
berhak mengeksekusi jaminan yang diberikan oleh tergugat III.
4. Putusan MA No. 2024 K/Pdt/1989 tanggal 14 Desember 1991, dengan kaid-
ne
ng
ah hukum: belum dibayarnya hutang membuktikan adanya ingkar janji,
sehingga para tergugat dihukum menyerahkan tanah dan bangunan di
atasnya, yang saat ini berada dalam pengusaan tergugat III sebagai jami-
do
gu nan atas pinjaman tersebut.
In
A
1. Putusan MA No. 1510 K/Pdt/2006 tanggal 10 Januari 2007, dengan kaidah
hukum: penggugat tidak memiliki bukti untuk membuktikan dalil gugat
ah
lik
annya terhadap tergugat.
2. Putusan MA No. 1724 K/Pdt/2005 tanggal 7 April 2006, dengan kaidah
hukum: bantahan terhadap suatu perbuatan haruslah disertai dengan
am
ub
bukti-bukti yang akurat.
Bahwa dalam penelitian ini ditemukan 11 Putusan Mahkamah Agung yang me-
ah
si
a. Putusan MA No. 859 K/Pdt/2008, tanggal 11 September 2008, dengan kaidah
hukum: gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (NO) karena pemberi cessie
ne
ng
tidak menjadi pihak dalam perkara dan tentang pengalihan atas nama dari
para tergugat belum beralih secara cessie kepada penggugat.
do
gu
lik
memenuhi persyaratan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh BPPN. Ta-
hap pendaftaran sebagai peserta lelang karena dalam program penjualan
m
ub
aset tersebut hanya digunakan untuk investor yang tidak mempunyai kaitan
langsung dengan pihak debitur dan pihak terafiliasinya.
ka
d. Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007, dengan kaidah hukum:
ep
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 88
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
e. Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007, dengan kaidah hu-
si
kum: berdasarkan Pasal 2 Cessie No. 7 tanggal 29 Agustus 1992, menetap-
kan bahwa peneguran, penagihan dan penuntutan terhadap pihak ke-3
ne
ng
menjadi kewajiban tergugat.
f. Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004, dengan kaidah
hukum: tanggung jawab tergugat II (yang adalah istri tergugat I) akan tim-
do
gu
bul bila ia ditetapkan sebagai ahli waris dari tergugat I.
g. Putusan MA No. 2934 K/Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004, dengan kaidah
hukum: para tergugat tidak lagi bertanggung jawab atas pembayaran sisa
In
A
proyek karena telah diambil alih oleh Pemda Tingkat II Kabupaten Lahat.
h. Putusan MA No. 1809 K/Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008, dengan kaidah hu-
ah
lik
kum: utang debitur akan tetap ada meskipun kreditur telah mengalihkan
kembali piutang secara cessie kepada pihak lain.
i. Putusan MA No. 2037 K/Pdt/2007 tanggal 16 April 2008, dengan kaidah hu-
am
ub
kum: bahwa penggugat sama sekali tidak memiliki cukup bukti untuk
membuktikan dalil gugatannya terhadap perbuatan tergugat III yang telah
mengalihkan piutang (cessie) kepada tergugat II.
ep
k
j. Putusan MA No. 2541 K/Pdt/2004 tanggal 10 Oktober 2006, dengan kaidah hu-
ah
kum: hasil keputusan RUPS diputuskan bahwa setiap anggota direksi ber-
R
tanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah/
si
lalai menjalankan tugasnya.
k. Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004 tanggal 19 Desember 2005, dengan kaidah
ne
ng
do
gu
lik
ub
b. Kemanfaatan;
c. Adil dan Patut.
ka
ep
es
82 Daftar Pustaka
Lampiran
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 89
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
patut (66,67 %), dan sisanya (13) Putusan Mahkamah Agung menerapkan unsur
si
intuitif kepastian hukum (33,33 %).
ne
ng
a. Putusan MA yang menerapkan unsur Adil dan Patut
1. Putusan MA No. 294 PK/Pdt/2008 tanggal 11 Februari 2009
2. Putusan MA No. 2403 K/Pdt/2000 tanggal 13 Juli 2007
do
gu
3. Putusan MA No. 364 K/Pdt/2002 tanggal 13 Maret 2007
4. Putusan MA No. 3976 K/Pdt/2000 tanggal 25 Februari 2004
5. Putusan MA No. 2934 K/Pdt/2002, tanggal 27 Oktober 2004
In
A
6. Putusan MA No. 1809 K /Pdt/2007 tanggal 28 Januari 2008
7. Putusan MA No. 2541 K/Pdt/2004 tanggal 10 Oktober 2006
ah
lik
8. Putusan MA No. 1912 K/Pdt/2004 tanggal 19 Desember 2005
9. Putusan MA No. 1808 K/Pdt/1999 tanggal 13 Maret 2000
10. Putusan MA No. 1313 K/N/2000 tanggal 5 Desember 2005
am
ub
11. Putusan MA No. 3763 K/Pdt/2001 tanggal 14 November 2003
12. Putusan MA No. 48 K/Pdt/2000 tanggal 18 Oktober 2002
13. Putusan MA No. 1897 K/Pdt/2007 tanggal 13 Maret 2008
ep
k
si
17. Putusan MA No. 2024 K/Pdt/1989 tanggal 14 Desember 1991
18. Putusan MA No. 967 K/Pdt/2007 tanggal 21 November 2007
ne
ng
do
gu
lik
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 90
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
6. Putusan MA No. 148 K/Pdt/2003 tanggal 19 Mei 2007
si
7. Putusan MA No. 3548 K/N/Pdt/1994 tanggal 23 Oktober 1997
8. Putusan MA No. 08 PK/N/2006 tanggal 16 Oktober 2006
ne
ng
9. Putusan MA No. 1965 K /Pdt/1999 tanggal 28 Juni 2000
10. Putusan MA No. 1779 K /Pdt/2004 tanggal 31 Januari 2007
do
11. Putusan MA No. 04 K/N/2005 tanggal 15 Maret 2005
gu
12. Putusan MA No. 26 K/N/2005 tanggal 16 Desember 2005
13. Putusan MA No. 372 K/Sip/1970 tanggal 1 September 1971
In
A
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Mahkamah Agung lebih mene
ah
rapkan intuitif adil dan patut, kemudian kepastian hukum, sedangkan unsur
lik
intuitif kemanfaatan hukum belum ditemukan dalam putusan-putusan hakim
yang dijadikan objek penelitian ini.
am
ub
4. Apakah ada periode di mana pendapat (majelis) hakim
mengenai konsep hukum cessie mengalami perubahan,
ep
apabila ada mohon menjelaskan apa penyebab perubahan
k
tersebut?
ah
R
Jawaban:
si
Berdasarkan Bagan Periodisasi dari 39 Putusan Mahkamah Agung yang diteliti,
ne
ng
dapat disimpulkan bahwa sejak tahun 1971 hingga saat ini majelis hakim tidak
memberi indikasi perubahan dalam penerapan Pasal 613 KUH Perdata sesuai
praktik peradilan.
do
gu
biayaan jangka pendek untuk transaksi perdagangan dalam negeri dan luar
negeri.
ah
ub
jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri (Sumber: Richard Burton Simatupang, S.H., 2007, Aspek Hukum dalam Bis-
ka
Dengan munculnya lembaga factoring atau anjak piutang ini, maka diper-
oleh dua aspek perkembangan yang berkaitan dengan karakteristik cessie
ah
es
84 Daftar Pustaka
Lampiran
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 91
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
sesuai dengan Pasal 613 KUH Perdata. Bahwa dalam lembaga factoring, per
si
alihan hutang, (dalam arti cessie) hanya merupakan bagian kecil dari penger-
tian lembaga factoring sebagai telah diuraikan di atas.
ne
ng
5. Aliran/mapping mazhab yang berkembang di lingkungan
peradilan berkenaan dengan cessie?
do
gu
Jawaban:
Dari penelitian terhadap 39 Putusan Mahkamah Agung yang telah dilakukan
In
A
oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa hakim-hakim lebih merupakan mazhab
konvensional yang hanya menerapkan arti cessie menurut BW (KUH Per-
data). Namun dengan telah berkembangnya Hukum Bisnis yang timbul dari
ah
lik
perjanjian, saat ini telah timbul mazhab transisi yang telah mampu mengaitkan
lembaga cessie sebagaimana dinyatakan dalam KUH Perdata dengan berbagai
am
ub
kegiatan pembiayaan dalam bentuk factoring/anjak piutang.
Bahwa di masa depan, penerapan lembaga cessie akan tetap eksis
apabila kasus tersebut hanya menyangkut pengurusan utang perdagangan
ep
dalam dan luar negeri. Ulasan mengenai penerapan konsep cessie dan me-
k
ini, akan dapat berkembang dengan penerapan doktrin hukum perikatan yang
R
si
saat ini sudah cenderung tidak lagi terikat pada unsur kesalahan, tetapi sudah
mengarah pada unsur tanggung jawab para pihak pebisnis, yakni unsur tang-
ne
ng
gung jawab yang diikuti unsur risiko, artinya seseorang memiliki kewajiban me-
mikul kerugian yang timbul, disebabkan oleh kejadian di luar kesalahan kedua
belah pihak.
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 92
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
am
ub
ep
k
ah
si
ne
ng
do
gu
In
A
ah
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 93
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
R
si
ne
ng
do
gu
DAFTAR PUSTAKA
In
A
ah
lik
Adil, St. Malikul. 1962. Hak-Hak Kebendaan. Bandung: PT Pembangunan.
Budiono, Herlien. 2007. Cessie, Subrogasi, Novasi dan Beberapa Permasalahannya,
am
ub
Majalah Renvoi No 7.55.V Desember 2007, hlm. 66–68.
Cooksey, Ray W. 1996. Decision Making. Department of Marketing and
ep
Management, University of New England Armidale, NSW 2351.
k
Daruz, Mariam. 1984. Bab-Bab tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia. Bandung:
ah
Ikapi Bandung.
R
si
Friedman, W. 1990. Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis atas Teori Hukum (Susunan
I), Jakarta: Rajawali Pers.
ne
Kaligis, Otto C. 1989. Masalah-Masalah Praktis dalam Eksekusi Jaminan-Jaminan Atas
ng
Perjanjian Hutang dan atau Sejenisnya, dalam “Konferensi Kredit dan Hukum
Jaminan di Indonesia”. Jakarta: Mandarin Oriental.
do
gu
lik
Lotulung, Paulus. 1993. Penegakan Hukum Lingkungan Hidup oleh Hakim Perdata.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
m
ub
es
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 94
am
u b
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Nugroho, Advent Hari. 2005. Penulisan Hukum Berjudul Tinjauan Yuridis tentang
si
Perjanjian Cessie (Studi Kasus PT Bank Bali, Tbk).
Panggabean, H.P. Disertasi: Peranan Mahkamah Agung dalam Pembangunan Hukum
ne
ng
Melalui Putusan-putusannya di Bidang Hukum Perikatan (1966–2000). Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Satrio, J. 1999. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.
do
gu
______________. 1999. Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran
Hutang. Bandung: Alumni.
Soekanto, Soerjono. Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial. Bandung: Alumni.
In
A
Soewarso, Indrawati. 2002. Aspek Hukum Jaminan Kredit. Institut Bankir Indonesia.
______________. 2008. Praktik Tebang Pilih Perkara Korupsi. Bandung: Alumni.
ah
lik
Subekti. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. XX hlm. 73–74. Jakarta: Intermasa.
Sudewi, Sri. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan
Perorangan. BPHN, Departemen Kehakiman.
am
ub
Suharnoko. 2005. Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Cet ke-1. Jakarta: Kencana
Prenada Media.
Widyadharma, Ignatius I. 1982. Tentang Hukum Jaminan di Indonesia. Semarang:
ep
k
Tanjung Mas.
ah
si
1999. Hukum Suatu Pengantar, Edisi Keempat Cetakan Kedua. Yogyakarta: Liberty.
2000. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar Edisi Kedua Cetakan Pertama.
ne
ng
Yogyakarta.
2001. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian Pertama.
do
gu
lik
m
ub
ka
ep
ah
es
88 Daftar Pustaka
M
ng
on
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 95
am
b
cover_cessie_v4_arsip_blk.pdf 1 12/15/10 5:37 PM
u
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
ep
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
a
Penjelasan Hukum tentang
si
CESSIE
ne
ng
Ketidakpastian hukum merupakan masalah besar dan sistemik yang
do
gu
mencakup keseluruhan unsur masyarakat. Di samping itu, ketidakpastian
hukum juga merupakan hambatan untuk mewujudkan perkembangan politik,
In
sosial, dan ekonomi yang stabil serta adil. Ketidakpastian ini umumnya
A
bersumber dari hukum tertulis yang tidak jelas dan kontradiktif satu sama
lain. Selain itu, juga karena ketidakpastian dalam penerapan hukum oleh
ah
lik
institusi pemerintah ataupun pengadilan.
am
ub
C
Cessie, sebagai salah satu pokok bahasan Restatement, dalam beberapa tahun terakhir
banyak dipermasalahkan di dalam keputusan-keputusan pengadilan. Oleh karena itu,
M
ep
kita perlu mempunyai pengertian yang sama mengenai apa itu cessie, bagaimana cara
k
Y
penyerahannya, kapan cessie selesai, bagaimana akibat hukum terhadap cessus, dan
ah
si
MY
CY
Buku ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab isu ketidakpastian hukum
ne
ng
CMY
tersebut. Tujuan utama dari buku ini adalah mewujudkan gambaran yang jelas tentang
K beberapa konsep penting hukum Indonesia modern. Metode yang digunakan adalah
analisis terhadap tiga sumber hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, putusan
do
pengadilan, dan literatur yang otoritatif.
gu
In
A
ah
lik
m
ub
34608100143
R
es
M
ng
on
gu
d
In
A
Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas
h
pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.
ik
Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 96