DI INDONESIA
A. Pendahuluan
dunia. Dari pernyataan tersebut setidaknya dapat dipetik dua pesan yang hendak
disampaikan :
pertama, sebuah sindiran tajam tentang adanya kebobrokan system hukum yang
Kedua, harapan kepada semua pihak baik kalangan legislasi, akademisi, praktisi
hukum dan masyarakat luas, untuk memberikan perhatian yang serius dan
Negara hukum yang menjamin kepastian hukum dan keadilan tidak mendapat
respon yang seimbang dari kalangan legislasi, politisi maupun aparat penegak
hukum. Oleh karena itu ide Negara hukum yang demokratis menjadi ide yang
1
harus diperjuangkan dan diterapkan dalam menegakka supremasi hukum di
Indonesia.
B. Permasalahan
C. Pembahasan
sejarah dikenal dua konsep yang sangat berpengaruh yaitu “rechtsstaat” Jerman
dan “the rule of law” Inggris. Walaupun pemikiran kedua konsep itu sudah lama
mendahului adanya, tapai kedua istilah itu baru mulai popular di eropa pada awal
abad XIX
sehingga sifatnya revolusioner dan bertumpu pada “Civil Law atau Modern
Roman Law” sebaliknya konsep “the rule of law” berkembang secara evolusioner
dan berdasarkan pada system hukum “common law” atau “Anglo saxon”
a. Asas legislasi syarat ini mengadung pengertian bahwa segala tindak tanduk
2
(Wettelike Groundslag). Dengan landasan ini undang-undang dalam arti
makna bahwa kekuasaan Negara tidak boleh bertumpu pada satu tangan, mesti
d. pengawasan pengadilan, dalam hal ini memberi batasan bahwa bagi rakyat
empat syarat atau cirri penting Negara hukum yang mempunyai hubungan
pertautan atau tali temali satu sama lain yaitu ( Frans Magnis Suseno, 1991: 298-
301) :
1) adanya asas legalitas yang artinya pemerintah bertindak semata-mata atas dasar
3
Kant, Stahl, dan Dicey juga memandang “separation of powers” sebagai salah
satu cirri dari faham”rechtstaat” ataupun “rule of law” (Oemar Seno Adji, tt,
20).
dikukuhkan oleh para pendiri Negara Republik Indonesia (founding father) yaitu
sebagai Negara hukum cukup kuat, karena secara konstitusional pernyataan atau
deklarasi bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum ini ditegaskan
berbagai alasan. Dilihat dari kacamata Sosiologi Hukum Kelompok etnis non
Jawa termasuk etnis Cina menopang Negara hukum karena melihat manfaat
bersifat public dari pada norma-norma birokratis yang lebih mengandalkan pada
4
basis patrimonial dari pada rasional. Kelompok minoritas agama seperti Kristen
dan Katolik mendukung ideology Negara hukum karena dalam Negara hukum
Demikian pula kelompok Islam memberi dukungan kuat terhadap konsep Negara
hukum terutam dari golongan modernis yang peranannya sangat marginal secar
social dan politik. Walaupun dari segi jumlah merupakan mayoritas, namun dari
segi social dan politik golongan Islam di Indonesia sering disubordinasi pada
artistokrasi lama yang secara fisik nampak sebagai orang muslim namun sering
mereka yang terbatas untuk masuk dalam lingkaran kekuasaan politik nasional
TAP MPR NO. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis BEsar Haluan Negara tahun
1999-2004, yaitu dalam Bab IV mengenai Arah Kebijakan Bidang Hukum, yang
5
UU No. 35 Tahun 1999 dan kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No. 4
Negara Indonesia adalah merupakan pilihan yang tepat dan sekaligus tidak dapat
dihindari sebagai bagian dair komunitas dunia modern yang ditopang oleh
sebagaimana yang ada sekarang. System hukum yang dibangun oleh rezim Orde
lama adalah system hukum yang kurang memperhatikan atau bahkan menabrak
menguatkan hal itu adalah UU No. 9 Tahun 1964 dan UU No. 13 Tahun 1965
pengadilan.
Lama berkuasa, salah satu pilar keberadaan Negara hukum yaitu adanya badan
formal keberadaan kekuasaan kehakiman yang bebas sudah tidak ada lagi.
Konfigurasi politik dan birokrasi yang dianut penguasa Orde lama banyak yang
pimpinan MPRS, DPR GR, DPAS, dan Mahkamah Agung sebagai Menteri,
6
Presiden. Akibat konfigurasi politik dan birokrasi yang demikian menjadikan
terjadi hubungan vertical antara Presiden dengan lembaga tertinggi dan tinggi
mewujudkan Demokrasi Terpimpin, sebagai inti dari isi Manipol selaku haluan
Negara yang semula ditetapkan dengan pen pres dan dikuatkan oleh TAP MPR
dan UU No. 13 Tahun 1965 telah menciptakan peradilam tidak bebas yang
1996: 4)
Sistem hukum yang terbangun pada zaman Orde Baru tidak juga banyak
berbeda dengan yang dihasilkan oleh rezim orde lama. Menurut Sarbini
Soemawinata, pada awalnya Orde Baru memang didukung oleh hamper seluruh
dan demokratis. Akan tetapi 3 atau 4 tahun setelah berdirinya Orde baru mulai
7
tadinya ikut mendukugn berdirinya Orde baru), karena Orde Baru mulai
makin lama makin besar dan menguasai seluruh kekuasaan Negara. Orang-orang
yang berkuasa mulai memusatkan perhatian dan pamrihnya kepada kekuasaan dan
yang dikuasai oleh birokrasi dan usaha-usaha ekonomi dari orang-orang di sekitar
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi birokrasi pada zaman orde baru termasuk
oleh Nonet dan Selznick yang mengkategorisasi hukum dalam tiga tipe yaitu tipe
hukum represif, tipe hukum otonom dan tipe hukum responsive, maka system
8
hukum yang dibangun oleh rezim Orde lama dan Orde baru, khususnya
Menurut Nonet dan Selznick yang juga dikutip oleh Peters dan Koesrani
kekuasaan reprsif, (W. Philippe Nonet & Philip Selznick, 1978: 16). yaitu
tt, 166-167)
kelahiran suatu orde yang sering disebut sebagai orde reformasi. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada era reformasi ini, reformasi hukum nasional
9
1. Usaha-usaha\ yang terdiri atas kegiatan-kegiatan memperbaiki, mengurangi,
pengamalan Pancasila
dapat dipahami dan dihayati oleh banyak orang sebagai subyek dan obyek
10
1. Rasional positif. Substansi suatu peraturan harus dapat dilaksanakan secara
yang sama harkat dan martabat sebagai manusia, dan berada dengan kita )
diri sendiri dan orang lain (masing-masing dapat melaksanakan hak dan
Terutama rakyat golongan lemah mental, fisik dan social (anak, perempuan ,
11
harus dapat menjadi dasar hukum dan pedoman melindungi kepentingan (hak
dan kewajban) yang menjadi obyek pengaturan dan pelayanan, dan bukan
kepentingan para pengusaha atau para pelaksana tugas yang mengatur dan
melayani
dapat dipahami dan dihayati oleh para obyek dan subyek hukum, sehingga
dapat diterapkan secara terpadu dan harmonis dengan peraturan yang lain.
untuk masyarakat.
10. Mengembangkan hak asasi dan kewajiban asasi yang bersangkutan. Suatu
peraturan tidak hanya dapat menjadi dasar hukum memperjuangkan hak asasi
atau kelompok. Suatu peraturan yang baik tidak dapat dimanfaatkan orang
12
untuk menyalahgunakan kekuasaan, kekuatan yang diperoleh dari kedudukan
dapat menjadi dasar hukum para obyek dan subyek hukum, berpartisipasi
13. Tidak Merupakan factor Viktimogen. Substansi suatu peraturan tidak boleh
14. Tidak merupakan factor kriminogen. Substansi suatu peraturan tidak boleh
sebagainya)
16. Berdasarkan citra yang tepat mengenai obyek dan subyek hukum, sebagai
manusia yang sama harkat dan martabatnya. Citra yang tepat mengenai
13
manusia ini dapat menjadi landasan dalam mencegah perbuatan yang
terhadap rakyat yang menderita mental, fisik, dan social penerapan hukum
yang negative.
17. Mengembangkan lima senses, yaitu sense of belonging (rasa memiliki), sense
melayani).
komitmen yang tinggi (political will) dasri penguasa, khususnya lembaga legislasi
legal drafting, sosiologi hukum, antropologi hukum, politik hukum dan iolmu
harus bersikap aktif memerikan masukan dan pressure dalam rangka reformasi
14
2. Hukum adat dalam Pergumulan Pembaharuan Hukum Indonesia dilihat dari
Sosiologi Hukum
Hukum adat yang dimaksud dalam tulisan ini, dalah suatu istilah atau
law), atau hukum yang hidup dalam masyarakat (living law). Penyebutan hukum
adat dengan istilah hukum yang tidak tertulis ini pernah digunakanoleh pasal 32
UUDS 1950, dan dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 tentang
II/MPRS/1960 pada paragrap 402 No. 34 dan 35 yang menyebutkan bahwa asas-
asas yang harus diperhatikan oleh para Pembina Hukum Nasional yaitu (Soerodjo
b. Harus sesuai dengan haluan Negara dan berlandaskan hukum adat yang tidak
UU No. 14 Tahun 1970 dalam penjelasan Umum butir 7-nya juga secara
15
Ketetapan MPR No II/MPR/1993 juga menegaskan kembali tentang
hukum nasional. Dalam TAP MPR tersebut ditegaskan bahwa materi hukum
meliputi aturan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang berlaku dalam
dan bernegara.
terhadap keberadaa dan peran hukum adat dalam praktek kehidupan masyarakat
dan bernegara sudah diakui sejak lama. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya
adalah dalam masyarakat yang berubah dan berkembang sangat cepat karena
dorongan globalisasi ini apakah adat istiadat, tradisi, atau lebih spesifik hukum
adat dengan segala karakteristiknya yang khas itu tidak menjadi penghambat
Pembinaan hukum ialah perawatan hukum yang telah ada, jagi bukan
pembaruan hukum ialah membentuk tatanan hukum yang baru kembali (S.R.Nur,
1995: 195).
adat (S.R. Nur, 1995: 198).yang berpendirian bahwa hukum berproses dalam
16
masyarakat bukan karena semata-mata tergantung pada adanya sesuatu penetapan
masyarakat adat tetapi hal itu hanya merupakan pengkaidahan dari tertib adat
tertulis) adalah adanya suatu kepastian. Kepastian hukum baik bagi penguasa,
maupun bagi masyarakat. Akan tetapi hukum tertulis juga memiliki kelemahan,
yang sifatnya yang kaku ini menjadikan hukum ini tidak dapat secara tepat dan
dinamis
menampung persoalan yang baru yang akan dating dan dibawa oleh perubahan-
masyarakat, tetapi sekaligus dapat menampung segala persoalan yang dibawa oleh
66), ada dua cara timbulnya suatu perundang-undangan, yakni lahir secara vertical
17
Suatu ketentuan perundang-undangan yang lahir secara vertical dimulai
dengan suatu pemikiran serta diskusi oleh beberapa ahli. Dalam tahap pertama ini
ide suatu ketentuan timbul dan dilakukan diskusi terhadap hal yang akan diatur.
undangnya, tahap berikutnya adalah penerapan ketentuan itu yang akhirnya dalam
pada suatu waktu dilaksanakan tidak sesuai dengan ide dasarnya, bahkan ada yang
menyimpang sama sekali dari ide dasarnya yang terdapat dalam rencana atau draf
akademiknya
secara horizontal. Hukumnya timbul dalam masyarakat itu sendiri. Artinya telah
lahir norma baru atau perubahan norma dalam masyarakat tersebut. Dari norma
ini perlu diperhatikan adanya just living law dan un just living law. Hukum yang
18
hidup dalam masyarakat tidak selalu adil dan baik. Ada kalanya hukum yang
hidup di masyarakat itu baik dan adil untuk masyarakat tertentu yang bersifat
1986: 38-41)
Oleh karena sifat Dari hukum adat atau hukum yang hidup dalam
erogen, dan partikularistik, maka untuk dapat diangkat atau diadopsi menjadi
yang mendalam. Karena apabila hal itu dipaksakan, maka akan menimbulkan
hukum dan aparat penegak hukum, dan tidak tercapainya tujuan dibentuknya
atau paling tepat kalau dilakukan dengan pendekatan atau perspektif hukum dan
1. Sebagai hukum kebiasaan, hukum adat merupakan suatu abstraksi dari peri
19
3. konsepsi-konsepsi “kedudukan” dan “peranan” merupakan konsepsi-konsepsi
dan pengaruh internasional , hukum adat sebagai hukum kebiasaan yang tidak
terkodifikasi atau tertulis akan tetap menjadi sumber hukum baru dalam hal-hal
kebenaran yang hendak dituju oleh hukum itu, wajib merupakan kebenaran dan
keadilan yang dicerminkan oleh perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup
dalam hati nurani rakyat. Memperhatikan akan hal ini, maka kiranya kaidah-
kaidah adat istiadat yang senantiasa timbul, berkembang serta hidup dalam
satunya sumber hukum baru yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat. (Soerojo
itulah yang menentukan sifat dan corak ke Indonesiaan dari kepribadian bangsa
Indonesia. Justru adat itulah yang merupakan salah satu penjelmaan jiwa
Jadi peranan hukum adat dalam system hukum nasional tetaplah sangat
penting, karena hukum adat yang bersumber pada tradisi dan kebudayaan
esensial dalam pembangunan hukum nasional. Hal ini selaras dengan hasil
20
seminar Hukum Nasional ke 4 yang antara lain sebagai berikut (Soerojo
a. Sistem Hukum Nasional harus sesuai dengan kebutuhan dan kesadaran hukum
rakyat Indonesia
diusahakan dalam bentuk tertulis. Di samping itu hukum yang tidak tertulis
e. Untuk memelihara persatuan dan kesatuan, Hukum Nasional dibina kea rah
f. Dan seterusnya
D. Penutup
mencapai tujuan Negara, yaitu masyarakat tertib, adil, makmur dan sejahtera,
21
telah ada, jadi bukan menghancurkan, memanjakan dan membiarkannya
3. Hukum adat, hukum tidak tertulis, atau hukum yang hidup dalam
merupakan salah satu bahan hukum atau sumber hukum yang potensial
4. Dilihat dari kacamata Sosiologi Hukum tradisi atau adat istiadat bukan
akan diberlakukan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Oemar Seno, 1985, Peradilan Bebas Negara Hukum, Jakarta: Erlangga
Basah, Sjachran, 1989, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi
di Indonesia, Bandung: Alumni
Gosita, Arief, Reformasi Hukum yang Berpihak Kepada Rakyat dan Keadilan
(Beberapa catatan), Jurnal Keadilan, Lembaga Pengkajian Hukum dan
Keadilan, Jakarta, Vol.1 No. 2 Desember 2000.
Karya Ilmiah Para Pakar, 1995, Bunga Rampai Pembangunan Hukum Indonesia,
Bandung, Eresco
Lev, Daniel S., 1990, Hukum dan Politik di Indonesia: Kesinambungan dan
Perubahan, Cetakan. 1, Jakarta: LP3ES
Nonet, Philippe & Philip Selznick, 1978, Law and Society in Transition; Toward
Responsive Law, New York: Harper Colophon Books.
23
---------------, 1997, Makalah Semiar Nasional,Perlindungan HAM dan Proses
Peradilan Pidana dengan Judul “Konsep Keadilan dalam Perlindungan
HAM, Surakarta: Fakultas Hukum UMS
Reformasi hukum,2000, Antara Cita dan Fakta, Jurnal keadilan Vol. 1 No. 2
Lembaga kajian Hukum dqan Keadilan, Jakarta: Desember
Susanto, I.S, 1998: Bahan Kuliah Lembaga dan Pranata Hukum Program
Magister Ilmu Hukum, Semarang UNDIP
W. Kusuma, Mulyana & Paul S. Baut, 1986, Hukum Politik dan Perubahan
Sosial, Jakarta: Yayasan Bantuan hukum Indonesia
24