Anda di halaman 1dari 16

Perkembangan Telematika dan Kaitannya

Dengan Hukum Nasional Dalam Rangka


Menuju Masyarakat Cerdas Hukum
Kelompok 9 :
1. Sutrimo (45099197 )
2. Hanisa Putri A’ ( 045101752 )
3. Khoirul Anas W. ( 045103606 )
4. Retno Bulan P. ( 045103731 )
KB. 1
A. SISTEM HUKUM NASIONAL YANG DEMOKRATIS
SistemHukum Nasional Yang Demokratis Setidaknya Mempunyai Karakter dan Alur Pikir
Sebagi Berikut :

1. Hukum nasional dibuat sesuai dengan cita-cita bangsa, yakni masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila.
2. Hukum nasional dirancang untuk mencapai tahap tertentu dari tujuan negara sebagaimana
tertuang didalam Pembukaan UUD 1945, yaitu : (1) melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah indonesia; (2) mencerdaskan kehidupan bangsa; (3) memajukan kesejahteraan
hukum; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia.
3. Hukum nasional harus bersumber Pancasila sebagai dasar negara. Dari sini kemudian lahir
kaidah kaidah penuntut hukum yaitu : (1) hukum nasional harus menjamin integrasi bangsa dan
negara baik teritori maupun ideology: (2) hukum nasional harus mengintergrasikan prinsip
demokrasi dan nomokrasi; (3) hukum nasional harus berorientasi pada pembangunan keadilan
sosial; (4) hukum nasional harus menjamin hidupnya toleransi beragama yang berkeadaban.
4. Hukum nasional menuangkan asas-asas norma dasar yang tertuang di dalam UUD.
Tujuan dari hukumyang demokratis adalah tidak saja keadilan,akan tetapi jika ketertiban (order),
hukum harus berfungsi menciptakan keteraturan sebagai prasyarat untuk dapat memberikan perlindungan
bagi rakyat untuk memperoleh keadilan, keteraturan dan ketenangan dan bukan untuk menyengsarakan.
Pembangunan hukum nasional yang demokratis harus meminimalisasi pemberlakuan dan penerapan
norma yang justru menimbulkan ketidakadilan.pembangunan hukum adalah konsep yang
berkesinambungan dan tidak pernah berhenti sehingga masalah keadilan, penegakan hukum dan sikap
masyarakat terhadap hukum tidak boleh mengabaikan keadaan dan dimensi waktu saat hukum itu
ditetapkan dan berlaku.

Prinsip nonretroaktif itu sendiri telah di gariskan di dalam pasal 28 1 UUD 194t5 yaitu hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun. Namun demikian, frasa ‘yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun’
mendapat kritik karena dalam norma-norma internasional.
Oleh karena itu frasa tersebut harus dihapus, hla ini dimaksudkan sebagai celah yang memungkinkan
dituntutnya kasus-kasus khusus, seperti crimes against humanity.
Hal lain yang juga harus diperhatikan secara cermat adalah implementasi Pasal 28F dan 28J UUD 1945,
pada satu sisi membuka kebebasan untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, pada sisi lain
memberikan pembatasan-pembatasan sesuai UU, norma agama dan kesusilaan. Perubahan UUD 1945
telah berimplikasi lahirnya banyak lembaga negara atas organ, baik lembaga utama (primary constitution
organs) maupun Lembaga pendukung penunjang (state auxiliary body/SAB), maka kondisi tersebut harus
disesuaikan dengan desain UUD 1945.

Peran auxiliary bodies dibutuhkan untuk memperkuat pelaksanaan ugas pelayanan publik,
penegakan hukum dan peradilan serta pembentukan dan perencanaan hukum. Maraknya kelahiran
berbagai SAB perlu ditata dan dikaji ulang urgensi pembentukannya dan eksistensinya secara selektif.
Kaji ulang tersebut paling tidak mencakup:
a. tingkat kepercayaan keberadaannya;
b. Kadar urgensinya
c. Eksistensi dan kinerjanya;dan
d. Efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugasnya.
Tindak lanjutnya mencakup (a) penguatan dan pemberdayaan SAB yang masih
diperlukan; (b) pengintregasian SAB yang tugas dan fungsinya tumpang tindih; (c)
penghapusan atau penggabungan SAB yang tidak mempunyai urgensi dan eksistensi.
Salah satu persoalan mendasar dalam membangun hukum nasional yang demokratis adalah
bagaimana membuat sistem hukum yang kondusif bagi keberagaman subistem,
keberagaman substansi, pengembangan bidang-bidang hukum yang dibutuhkan
masyarakat, juga kondusif bagi terciptanya kesadaran hukum masyarakat dan kebebasan
untuk melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan
membentuk peraturan perundang-undangan yang disusun melalui instrumen perencanaan
penyusunan undang-undang yang dikenal dengan Program Legislasi Nasional (Polegnas).
Polegnas menjadi penyaring penuangan Pancasila dan UUD di dalam suatu undang-undang
dengan dua fungsi. Pertama, sebagai potret rencana isi hukum untuk mencapai tujuan
Negara sesuai dengan Pancasila,UUD 1945 dan sistem hukum nasional selama lima tahun.
Kedua, sebagai instrumen perencanaan hukum atau ptrosedur pembuatan agar apa yang
telah ditetapkan sebagai rencana dapat dilaksanakan melalui prosedur dan mekanisme yang
benar.
B. REFORMASI KONSTITUSI
Reformasi konstitusi telah menegaskan secara eksplisit bahwa Indonesia adalah
negara hukum. Pasal 1 ayat 3 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menyatakan : “Negara Indonesia adalah negara hukum.” ketentuan tersebut btersebut
mengandung makna antara lain adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan
konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem
konstitusional yang diatur dalam UUD, Adanny6a jaminan jaminan hak asasi manusia
dalam UUD, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin
persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta jaminan keadilan bagi setiap orang
termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
BPHN telah menyelenggarakan Konvensi Hukum Nasional tentang Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai landasan Konstitusional Grand Design
Sistem dan Politik Hukum Hukum Nasional yang dibuka oleh Presiden RI pada tanggal 15
maret 2008. Dalam pembukaannya Presiden antara lain menyatakan bahwa dalam era
perubahan negeri ini yang dinamis dan berada dalam konteks dunia yang terus berubah,
globalisasi kita memerlukan konstitusi,sistem hukum,sistem ketatanegaraan dan sistem
pemerintahan yang dapat pertama, mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara nyang
baik. Kedua, mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Ketiga, bisa merespon dinamika
dan tantagan jaman. Keempat, negara kita terus membangun untuk menuju masyarakat
yang adil,sejahtera dan maju (Developed Nation).
Dalam Negara Hukum yang kita anut, UUD 1945 adalah sumber hukum yang paling
mendasar, hukum tertinggi yang mengandung nilai asas dan norma yang harus dipatuhi,
dijunjung tinggi, dan dilaksanakan dalam setiap pengambilan keputusan atau kebijakan
hukum. Oleh karena itu, di dalam system hukum nasional yang hendak dibangun harus
tetap dijaga dan dipertahankan semangat dan nilai-nilai fundamental dan terkandung dalam
dasar falsafah negara Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 dan seluruh
batang tubuhnya sebagai landasan falsafah dan konstitusional negara.

UUD 1945 telah menempatkan hak asasi manusia pada proporsi yang sangat baik,
namun demikian sebagaimana lazimnya pelaksanaan semua hak warga negara, pelaksanaan
HAM juga tidak pernah ada yang absolut karena tetap dibatasi kewajiban penghormatan
terhadap hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Ada tiga pendapat mengenai wacana amandemen kelima UUD 1945, yaitu: pertama,
kelompok atau arus yang ingin Kembali ke UUD 1945 yang asli; kedua, kelompok atau
arus yang ingin mempertahankan UUD hasil amandemen yang ada sekarang, dan; ketiga,
kelompok atau arus yang ingin melakukan perubahan atau amandemen lanjutan yang
acapkali disebut amandemen kelima.
C. GRAND DESIGN SISTEM DAN POLITIK HUKUM NASIONAL

Dalam rangka pembangunan hukum nasional dan didasari landasan falsafah Pancasila dan
konstitusi Negara UUD 1945 maka diperlukanadanya GDSPHN. GDSPHN merupakan sebuah desain
komprehensip yang menjadi pedoman bagi seluruh stake holder yang mencakup seluruh unsur dari
mulai perencanaan, legislasi, diseminasi dan budaya hukum masyarakat. GDSPHN merupakan guide
line komprehensip yang menjadi titik focus dan tujuan seluruh stake holder, konsistensi produk hukum
ideal yang berlandaskan Falsafah dan Konstitusi Negara, serta asas-asas hukum umum nilai sosiologis
dan kultur masyarakat Indonesia, serta eksistensi dan hubungan antar lembaga.

Pembangunan hukum tidaklah terlepas dari sejarah Negara itu sendiri, karena itu dimulainya
reformasi tidaklah bererti kita memulai segala sesuatunya dari nol. Pembangunan hukum merupakan
tindakan atau kegiatan yang dimaksudkan untuk membentuk kehidupan hukum kearah yeng lebih baik
dan kondusif. Melalui penerapan prinsip Law as a tool of social engineering, karakter dan budaya
hukum masyarakatnya menjadi demokratis dan menjunjung tinggi HAM, tanpa mengingkari kenyataan
dan prinsip legalitas dan menjadikan segala fakta filosofis, sosiologis,yuridis yang ada dalam sejarah
sebagai modal untuk membangun hukum moderenya. Respons terhadap perkembangan global adalah
suatu keniscayaan.
Penyusunan legislasi harus harmonis secara horizontal dan tidak bertentangan dengan ketentuan
yang lebih tinggi secara vertical. Ketidak konsistenan terhadap dua unsur tersebut akan berakibat
timbulnya biaya tinggi,ketidak pastian hukum, dan konflik kewenagan antar konstitusi hukum. Legislasi
yang dilaksanakan dengan baik dapat menjadikan hukum berfungsi menjadi pemberi arah bagi
masyarakat untuk menjadi masyarakat yang baik. Lahirnya masyarakat berkarakter cyber telah
memunculkan budaya baru yaitu Budaya borderless dan akses tapa batas. Oleh karena itu Departemen
Hukum dan HAM (Sekarang Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia).

Pemanfaatan TIK dalam rangka diseminasi hukum sejalan dengan pengarahan Pesiden RI pada
pembukaan Konvensi Hukum Nasional yang diselengarakan Oleh BPHN, bahwa seluruh
penyelenggarakan negara bertanggung jawab terhadap terdiseminasikannya hukum kepada seluruh
lapisan masyarakat sehingga masyarakat memahami hukum secara utuh yang secara langsung
merupakan langkah preventif agar tidak terjadi pelanggaran hukum. Pelanggaran hukum yang terjadi
karena lemahnya diseminasi dan penyuluhan hukum menjadi bagian dari tanggung jawab penyelenggara
negara. Dari pelanggaran yang selama ini berlangsung dapat disimpulkan bahwa sosialisasi hukum
merupakan salah satu yang perlu dengan sungguh-sungguh ditingkatkan melalui koordinasi secara
nasional, terpola, dan terstruktur secara baik dengan memanfaatkan seluruh infra struktur pendukung
seperti partisipasi aktif masyarakat, media elektronik maupun non elektronik serta saluran-saluran
lainnya seperti pemanfaatan teknologi informasi dan lain-lain.
Tindakan law enforcement dalam semua sector hukum harus selalu di barengi dengan upaya
preventif berbentuk sosialisasi produk-produk hukum. Pengundangan dalam Lembaran Negara itu
sifatnya terbatas. Belum tentu bisa menjangkau atau terdesiminasi ke suluruh pelosok negeri. Dengan
demikian, tanpa ada upaya penyebarkuasan informasi hukum atau penyuluhan hukum, maka
efektivitas hukum akan berkurang. Efektivitas hukum membutuhkan tiga prasyarat. Pertama, atauran-
aturan hukum harus dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat yang akan terkena akibat dari
adanya aturan hukum tersebut: kedua, masyarakat dituntut punya pemahaman untuk melaksanakan
aturan hukum tersebut; dan ketiga; masyarakat harus memiliki motivasi untuk melaksanakan aturan
hukum itu.

Membangun budaya hukum masyarakat merupakan bagian dari upaya nation character-building.
Oleh karena, upaya yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar masyarakat cerdah hukum.
KB. 2

A. Peranan Teknologi Dalam Perkembangan Hukum


Kemajuan teknologi saat ini menjadikan acuan dalam kemajuan bidang bidang lainnya
dalam sektor pemerintah. Di dalam era Revolusi Industri 4.0 khususnya dalam industri yang
berbasis inovasi tentunya kekayaan intelektual menjadi hal yang utama. Pandangan bahwa dalam
era Revolusi Industri Ke-4 (Industry 4.0). Di mana era ini diwarnai oleh kecerdasan buatan
(artificial intelligence), era komputer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis,
inovasi, dan perubahan yang terjadi dalam kecepatan yang mengakibatkan dampak terhadap
ekonomi, industri, pemerintahan dan politik dengan munculnya berbagai bisnis baru yang tidak
lepas dari kemampuan para inovator untuk merancang strategi lewat platform digital.
 
B. Perkembangan Inovasi Platform Digital di Indonesia
Di Negara Indonesia, inovasi digital yang terjadi tidak hanya di dunia ritel, tapi juga di bidang
pendidikan, makanan, kesehatan, bahkan di dunia hukum kita sendiri sesuai dengan manajemen
pemerintah yang mendukung revolusi industri 4.0. Dengan berkembangnya inovasi platform
digital, maka sangat berpengaruh kepada efisiensi, baik dari segi manufaktur maupun pemasaran.
Tetapi di dalam hal lain, selain beberapa hal yang mendukung perkembangan kekayaan intelektual
dalam era disruption digital, masih ada beberapa tantangan yang harus kita hadapi di antaranya
adalah pemerintah perlu untuk mensosialisasikan dengan apa yang dinamakan era Revolusi Industri
4.0. Indonesia juga perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Sebab jika
tidak ditingkatkan, maka industri Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara lainya.
C. DISRUPSI DIGITAL DAN KEKAYAAN INTELEKTUAL
Kekayaan intelektual merupakan hasil proses kemampuan berpikir manusia yang dijelmakan
kedalam suatu bentuk ciptaan atau penemuan. Ciptaan tersebut dimanfaatkan manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan atau kebahagiaan hidup. Berdasarkan hal tersebut, semakin maju dan
tinggi tingkat kemampuan berpikir seseorang atau bangsa,akan semakin maju pula ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dikuasainya. Pasal 499 KUHP Perdata mengatur bahwa yang dinamakan
kebendaan ialah, tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Mahadi
menerangkan bahwa barang yang dimaksudkan oleh pasal tersebut adalah benda materiil, sedangkan
hak adalah benda inmateriil.

Hak kekayaan inmateriil adalah suatu hak kekayaan yang objek haknya adalah benda tidak
berwujud (benda tidak bertubuh). Hak cipta dapat dijadikan sebagai obyek hak milik oleh karena itu
hak cipta memenuhi kriteria pasal 499 KUHPerdata. Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang
timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan menurut ketentuan perundang-undangan. Hak cipta digunakan menggambarkan karya
asli.
Over The Top didefinisikan sebagai layanan yang disampaikan melalui jaringan,infrastruktur
milik operator,tetapi tidak secara langsung melibatkan operator. Kehadiran OTT ini dibutuhkan
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan internet service provider (ISP) yang selanjutnya
disebut operator untuk meningktakan jumlah pelanggannya dan keuntungan yang diperoleh. Saat
ini informasi merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Teknologi informasi
dinilai sebagai symbol pelopor yang akan mengintegrasikan seluruh system dunia,baik dalam
aspek social budaya,ekonomi dan keuangan. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat
tersebut dapat memanfaatkan suatu layanan secara online yang berupa e-commerce. Banyak
perusahaan memanfaatkan teknologi informasi sebagai keunggulan kompetitif yang membedakan
dengan perusahaan lainnya dalam satu pasar. Di era zaman yang sudah canggih ini, beberapa
istilah dari media yang memang perlu diangkat menjadi beberapa permasalahan utama dalam
dunia kekayaan intelektual. Salah satunya adalah Over The Top (OTT) yang merupakan hal yang
cukup popular baik dalam kalangan dunia telekomunikasi,dunia pemerintah ataupun dunia
akademisi.
Regulasi pada PP No. 82/2012 tentang penyelenggaraan system dan Transaksi Elektronik dan
Permen Kominfo No. 21/2013 tentang konten seluler dan FWA harus disempurnakan dengan tujuan
untuk menghasilkan regulasi yang mengakomodasi kepentingan setiap operator dan regulator. Dalam
hal ini kesulitannya selain ditentang beberapa kalangan didalam negeri, juga pebisnis OTT tidak
menghendaki pengaturan yang mengikat kebebasannya beroperasi. Karena itu, selain
menyempurnakan regulasi,diperlukan pula upaya sosialisasi yang berkesinambungan mengenai
perlunya regulasi yang dapat menggiring OTT untuk berbagi keuntungan dan tanggungjawab.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai