Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Timbulnya hukum disebabkan adanya perjanjian. Setiap manusia
mentaati hukum yang bersumber dari perjanjian. Penerapan hukum yang
berawal pada perjanjian tersebut menciptakan kepercayaan sebagaimana
pendapat Cirero (Mu’allifin, 2016:161) yang mengemukakan bahwa: “Ubi
Societas IbiIus: dimana ada masyarakat di situ ada hukum”. Kemudian
didukung oleh pernyataan Rousseau (Mu’allifin, 2016:161), yang
mengatakan bahwa:
“Hukum itu lahir karena perjanjian yang dikenal dengan Du Contract
Social, dalam konteks kesejarahan di Indonesia, keberadaan konstitusi
(hukum dasar) dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial), artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari
kesepakatan masyarakat untuk membina Negara dan pemerintahan
yang akan mengatur mereka”.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat diartikan bahwa munculnya
keberadaan konstitusi diawali dengan adanya kesepakatan bersama.
Konstitusi menjadi prasyarat utama sebuah Negara yang menganut sistem
Eropa Kontinental. Konstitusi sebagai Eropa Kontinental merupakan sumber
tertulis tertinggi. Keberadaan konstitusi harus dijadikan sebagai rujukan atau
peraturan-peraturan dibawahnya, apabila ada peraturan di bawah konstitusi
yang bertentangan dengan konstitusi maka peraturan tersebut dinyatakan
batal secara hukum. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat oleh Asshiddiqie
(2009) menyatakan bahwa “Konstitusi merupakan hukum dasar yang
dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Penting bagi
sebuah negara memiliki konstitusi sebagai landasan hukum dalam
penyelenggaraan suatu negara”.
Tujuan, harapan atau cita-cita dalam suatu Negara selazimnya
tertuang di dalam konstitusi. Tujuan NKRI termuat di pembukaan UUD
Indonesia tahun 1945 yaitu di alinea keempat yang berbunyi:
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
kehidupan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan, Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2

Sebagaimana pernyataan diatas dapat simpulkan bahwa tujuan dan


cita-cita negara tercapai di suatu negara dan harus dilaksanakan oleh
pemerintah dalam bentuk program jangka panjang, menengah atau pun
pendek. Salah satunya terdapat dalam UUD 1945 pasal 31 yang berbunyi:
“(1)Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, (2)Setiap
warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya, (3)Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa yang diatur dengan undang-undang, (4)Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan
dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
nasional, (5)Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Pasal tersebut berkaitan dengan tujuan NKRI tentang kewajiban
pemerintah dan hak rakyat. Oleh sebab itu untuk mencapai hal tersebut harus
ada hukum yang didalamnya terdapat berbagai aturan yang dinamakan
konstitusi (UUD).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konstitusi.
2. Bagaimana kedudukan hukum konstitusi.
3. Apa nilai, sifat dan prinsip konstitusi.
4. Bagaimana klasifikasi, fungsi dan tujuan konstitusi.

C. Tujuan
Penulis memiliki tujuan dalam menyusun makalah ini. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah diketahui:
1. Maksud pengertian konstitusi.
2. Kedudukan hukum konstitusi.
3. Nilai, sifat dan prinsip konstitusi.
4. Klasifikasi, fungsi dan tujuan konstitusi.

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah diketahuinya:
1. Maksud dari pengertian konstitusi.
2. Kedudukan hukum konstitusi.
3. Nilai, sifat dan prinsip konstitusi.
4. Klasifikasi, fungsi dan tujuan konstitusi.
3

BAB II
KEDUDUKAN HUKUM KONSTITUSI

A. Maksud Konstitusi
Di dalam catatan sejarah klasik, kata konstitusi berasal dari bahasa
Yunani Kuno “politeia”, bahasa Latin “constitutio”yang berhubungan dengan
istilah “jus” yang artinya membentuk atau menetapkan. Kedua kata tersebut
dikatakan sebagai dasar munculnya gagasan “konstitusionalisme” yang sangat
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Istilah konstitusi tersebut masih
cenderung bersifat materiil. Adapun secara formil konstitusi yaitu lebih
merujuk pada perhatian pada tata cara, dan pembentukanyapun mesti
istimewa apabila dibandingkan dengan pembentukan perundangan yang lain.
Selain itu konstitusi secara formil dikatakan dokumen atau naskah resmi yang
di dalamnya terdapat norma hukum, yang mana hal tersebut dapat dirubah
jika di bawah pengawasan ketentuan khusus dengan tujuan membuat
perubahan yang sifatnya sulit. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Bolingbroke (Mu’allifin, 2016:162) yang menyatakan bahwa:
“Konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya, hukum dasar
tidak selalu merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis atau dapat
pula campuran dari dua unsur tersebut, sebagai hukum dasar yang
tertulis atau Undang-Undang Dasar yang tidak tertulis/ konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan bernegara mempunyai sifat:
merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam praktek
penyelenggaraan negara, tidak bertentangan dengan hukum dasar
tertulis/ Undang-Undang Dasar dan berjalan sejajar, dan diterima oleh
rakyat negara bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai
aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar.
Konstitusi sebagai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau
pokok-pokok penyelenggaraan bernegara, yang masih bersifat garis
besar dan perlu dijabarkan lebih lanjut kedalam norma hukum
dibawahnya”.
Pendapat Bolingbroke di atas menjelaskan bahwa konstitusi
merupakan ketentuan hukum yang sifatnya dasar atau pokok secara
keseluruhan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Bryce (Mu’allifin,
2016:162) yang menyatakan bahwa: “Konstitusi berarti piagam dasar atau
UUD, dimana konstitusi merupakan suatu dokumen lengkap mengenai
peraturan-peraturan dasar negara contohnya adalah UUD 1945”.Lebih lanjut
Bryce juga mengemukakan ada 4 hal yang mengawali munculnya konstitusi:
“Adanya keinginan warna negara untuk menjamin hak-haknya yang
mungkin terancam dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan
penguasa; adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang
memerintah dengan harapan untuk menjamin rakyatnya dengan
menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu; adanya
keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara
4

penyelenggaraan ketatanegaraan; dan adanya keinginan untuk


menjamin kerja sama yang efektif antar negara bagian”.
Dari beberapa pendapat diatas mengenai pengertian konstitusi, penulis
menyimpulkan bahwa konstitusi memuat nilai, norma, aturan hukum maupun
sistem politik yang mana bentukan dari pemerintahan atau negara secara
tertulis yang dibuat secara teratur menjadi suatu dokumen. Isinya tidak
mengatur hal yang detail, namun menjelaskan pokok dasar peraturan lainnya.

B. Kedudukan Hukum Konstitusi


Kedudukan konstitusi yaitu elemen esensial dalam sebuah negara.
Tidak karena disebabkan konstitusi memberikan aturan atas kedudukan yang
sangat berpengaruh antara rakyat dan penguasa. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Soemantri (2016) mengatakan mengenai konstitusi yang terdapat
dalam disertasinya yaitu mengatakan bahwa:
“Tidak ada satu Negara di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi
atau undang-undang dasar. Negara dan Konstitusi merupakan dua
lembaga yang tidak dapat di pisahkan satu dengan yang lainnya.
Terdapat tiga hal yang harus hadir sebagai materi muatan dalam suatu
konstitusi yaitu pembentukan lembaga atau organ, pembagian
kekuasaan atau kewenangan antar lembaga/ organ tersebut, dan
pengaturan hubungan kewenangan antar lembaga atau organ negara
tersebut”.
Soemantri menjelaskan bahwa hal yang terdapat dalam konstitusi
sangat berdampak pada suatu negara yang menggunakannya, baik itu
berdampak pada kesimpulan atau akibat yang sesuai dengan logika dan fakta
bahwa suatu negara tanpa sebuah konstitusi tidak mungkin bisa berdiri atau
terbentuk. Oleh karena itu konstitusi dianggap sangat penting dan
kedudukannya sangat menentukan kehidupan pemerintahan atau
ketatanegaraan. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Attamimi
(Rakhmat, 2014:5) yang mengatakan bahwa: “Pentingnya suatu konstitusi
atau undang-undang dasar adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi
batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan Negara harus dijalankan”.
Pada hakekatnya kedudukan konstitusi itu di dasari hakekat manusia
yang mencita-cita kehidupan yang dilakukan dan dijalan itu aman, damai,
sejahtera, tertib, dan nyaman bagi warga negara yang hidup di negara
tersebut. Untuk menuju hal tersebut banyak hal yang mesti dilakukan yaitu
dengan dibuatnya suatu hukum dasar yang di dalamnya berisi berbagai aturan
atau ketentuan tentang hal-hal dasar di berbagai bidang kehidupan suatu
negara, hukum dasar tersebut yaitu konstitusi. Untuk menjalankan segala
bentuk kegiatan pemerintahan atau organ negara harus mengacu pada
konstitusi yang sudah ditetapkan.
Konstitusi berfungsi sebagai hukum atau aturan, yang mana di dalam
negara kita disebut UUD (Undang-Undang Dasar) yang sifatnya mengikat
baik itu terhadapat pemerintah, warganegara,dan segala tatanan yang ada di
dalamnyanya yaitu lembaga negara ataupun lembaga masyarakat. Sebagai
hukum Undang-Undang Dasar atau konstitusi di Indonesia berikan aturan-
5

aturan, norma-norma, yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh orang
atau pihak yang ada didalamnya yang terikat kepada negara tersebut.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar juga berfungsi
sebagai sumber hukum. Undang-undang, PP (Peraturan Pemerintah), Perpu
(Peraturan Pengganti UU), termasuk juga tindakan pemerintah dalam
berbagai kebijakan yang dikeluarkan dan isi dari kebijakan tersebut harus
mengacu pada peraturan yang paling tertinggi yaitu UUD (Undang-Undang
Dasar), UUD sebagai tata urutan tertinggi norma hukum. Kita ketahui bahwa
fungsi dari konstitusi yaitu sebagai alat kontrol atau pengendali, alat
pengecek, alat uji yang disesuaikan dengan norma hukum. Konstitusi sebagai
patokan atau tolak ukur bagi suatu negara guna untuk mengatur negara
maupun pemerintahan yang ada di dalamnya, dan disetujui oleh rakyat
melalui wakil rakyat yang diberikan kepercayaan dalam menjalankan atau
mengemban sesuai dengan kewenangan yang telah diberikan kepadanya.
Oleh sebab itu, konstitusi dianggap sebagai acuan bagi negara maupun
pemerintah dalam menjalankan hak yang sesuai dengan kewenangannya dan
tidak menjalankan hak apabila tidak sesuai dengan kewenangan yang ada
dalam dirinya.
Mengenai konstitusi atau UUD mempunyai derajat yang tinggi dalam
suatu negara di gambarkan oleh Wheare (Munir, 2014: 405-406) dalam
bukunya yang berjudul Modern Constitusion yaitu:
“Pertama, Konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat
tertinggi (supremasi) atas pertimbangan beberapa hal yaitu konstitusi
dibentuk oleh lembaga yang diberikan kewenangan untuk membentuk
undang-undang dan konstitusi dibentuk berdasarkan atas nama rakyat
sehingga kekuatan berlakunya berasal dari rakyat dan dijamin oleh
rakyat serta harus dilaksanakan secara langsung untuk kepentingan
rakyat.Dilihat dari sudut hukum (pandangan yang sempit) yaitu dari
proses pembuatannya, Konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan
yang diakui keabsahannya.Jadi superioritas Konstitusi memiliki daya
ikat tidak saja kepada rakyat/warga negara tetapi juga bagi para
penyelenggara negara serta badan atau lembaga pembuat Konstitusi
yang bersangkutan”.
“Kedua, jika Konstitusi ditinjau dari aspek moral berdasarkan
fundamentalnya, maka Konstitusi berada lebih rendah artinya
Konstitusi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal dari
etika moral, oleh sebab itu apabila dilihat dari segi Constitutional
Philosophy, apabila aturan Konstitusi bertentangan dengan etika dan
moral maka Konstitusi harus dikesampingkan karena itu pemahaman
bersama tentang sistem aturan sangat penting sehingga Konstitusi
dapat dijadikan sebagai pegangan hukum tertinggi untuk
melaksanakan atau memutuskan segala sesuatu yang dicita-citakan
dalam berbangsa dan bernegara. Tanpa pemahaman itu Konstitusi
tidak akan dapat berfungsi optimal dan hanya akan sekedar berfungsi
sebagai dokumen yang mati hanya bernilai semantik”.
6

K. C. Wheare menjelaskan bahwa Konstitusi memiliki derajat yang


tertinggi apabila ditinjau dari aspek hukum, sedangkan dianggap rendah jika
dilihat dari aspek moral. Jadi mengenai kedudukan konstitusi penulis
berpendapat bahwa kedudukan konstitusi dianggap sebagai “Hukum dasar”
dan “Hukum Tertinggi”. Keberadaan konstitusi sangatlah penting bagi
kehidupan warga negara dan negaranya, konstitusi dapat menunjang atau pun
membatasi kekuasaan badan-badan yang ada di negara tersebut.
1. Konstitusi dianggap sebagai “Hukum Dasar”
Kedudukan konstitusi dianggap sebagai “hukum dasar”, sebab di
dalam termuat peraturan atau ketentuan mengenai suatu hal mendasar di
berbagai kehidupan masyarakat, berbangsa maupun bernegara. Secara
spesifik konstitusi terdapat aturan mengenai badan pemerintah dan
memberikan kekuasaan kepada pihak yang bertanggung jawab di
dalamnya. Contohnya, konstitusi memuat lembaga eksekutif, ruang
lingkup kekuasaan badan eksekutif ataupun metode, strategis penggunaan
kekuasaan. Begitu juga dengan yudikatif ataupun legislatif.
Kesimpulannya yaitu konstitusi sebagai dasar kekuasaan lembaga atau
badan negara. Oleh sebab itu konstitusi mengatur, menjamin kekuasaan
lembaga eksekutif.
2. Konstitusi dianggap sebagai “Hukum Tertinggi”
Konstitusi dianggap sebagai “hukum tertinggi” di dalam hukum
yang berkaitan. Mengenai hal tersebut dapat diartikan berbagai kaidah
yang termuat pada konstitusi, secara tingkatan memiliki posisi yang tinggi
dariberbagai aturan. Oleh sebab itulah aturan dibuat mesti sesuai atau tidak
melanggar Undang-Undang Dasar.

C. Nilai, Sifat, dan Klasifikasi Konstitusi


1. Nilai
Dalam perpolitikan, disebutkan yaitu konstitusi memuat aturan
tertulis dalam penyelenggaraannya atau pemerintahan yang sedang
dijalankan suatu negara, apabila diperhatikan sering tidak dilakukannya
pasal-pasal konstitusi tersebut secara utuh, hal tersebut disebabkan
karena cenderung dalam kegiataannya sering dihubungkan terhadap
kepentingan penguasa atau golongan. Berhubungan dengan timbulnya
masalah tersebut Karl Lowenstein melakukan penelitian mengenai arti
konstitusi sebenarnya di lingkungan spesifik termasuk masyar”akat biasa,
jadi Loewenstein (Munir, 2014:402) mengadakan tiga jenis penilaian
yaitu:
“Pertama, konstitusi memiliki nilai normatif. Suatu Konstitusi
yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka
Konstitusi tersebut tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal)
tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang berlaku sepenuhnya
secara riil dan efektif, dengan kata lain Konstitusi itu
dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Contoh: dalam
Konstitusi Amerika Serikat, ketiga lembaga negara yang memiliki
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam menjalankan
7

kekuasaannya masing-masing secara terpisah. Seperti kekuasaan


eksekutif tidak boleh melaksanakan kekuasaan membuat undang-
undang karena kekuasaan membuat undang-undang menjadi
kewenangan badan pembuat undang-undang (kongres)”.
“Kedua, konstitusi memiliki nilai nominal Artinya secara hukum
Konstitusi itu berlaku tetapi dalam kenyataan tidak sempurna,
sebab ada dari pasal-pasal Konstitusi tersebut dalam
kenyataannya tidak berlaku. Contoh: Konstitusi Amerika Serikat
dalam Amandemen XIV tentang kewarganegaraan dan
perwakilan tidak dilaksanakan secara sempurna karena di
beberapa negara bagian seperti Missisipi dan Alabama, pasal-
pasal undang-undang tersebut tidak diberlakukan”.
“Ketiga, konstitusi memiliki nilai semantik. Suatu Konstitusi
memiliki nilai semantik jika Konstitusi tersebut secara hukum
tetap berlaku tetapi dalam kenyataannya hanya sekedar memberi
bentuk dari tempat yang telah ada dan dipergunakan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Jadi dalam hal ini sekedar
memberi bentuk dari tempat yang telah ada dan dipergunakan
untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi dalam hal ini
Konstitusi sekedar istilah saja sedangkan pelaksanaanya selalu
dikaitkan dengan kepentingan penguasa.”
Jadi dari penelitian yang dilakukan Lowenstein menjelaskan
bahwa tersebut ada terdapat nilai dalam konstitusi yaitu nilai normatif,
nominal, dan semantik. Penulis setuju mengenai pernyataan Lowenstein
bahwasanya konstitusi memiliki nilai normatif, nominal, dan semantik
karena konstitusi sebagai pembentuk atau menyusun dan menyatakan
berdirinya suatu negara maka nilai-nilai yang sebutkan tadi sangat
penting sebab ada dan tidak adanya suatu negara tergantung dari
konstitusi di dalam negara tersebut.

2. Sifat Konstitusi
Mengacu pada banyaknya istilah konstitusi, begitupun dapat
mengetahui apasaja sifatnya, salah satunya luwes atau fleksibel dan kaku
atau right. Konstitusi awalnya dibentuk oleh penguasa yang mempunyai
kewenangan dalam membentuk atau menyusun konstitusi, apabila
meninjau dari perkembangannya terlihat jika konstitusi berkaitan dengan
tumbuhnya “Teori Kedaulatan Rakyat” maksudnya rakyatlah yang
mempunyai kekuasaan dalam membuat konstitusi.
Melihat dari segi isi pembahasan, konstitusi ialah aturan pokok
yang terdapat cita-cita rakyat. Namun tidak secara keseluruhan cita-cita
tersebut termuat dalam tulisan atau naskah, sebaliknya komponen pokok
yang bersifat mendasar. Oleh sebab itu konstitusi mesti bersifat
fleksibilitas agar mengikuti perkembangan zaman dan perubahan
masyarakat, dan memiliki sifat luwes atau tidak kaku, mampu mengikuti
dinamika. Adanya dinamika atau perubahan harusnya mempunyai sifat
lentur diluar dari sifat konstitusi yaitu formil atau materiil.
8

Terdapat beberapa istilah konstitusi, begitu pula dapat diketahui


sifatnya, salah satunya dikemukakan oleh Stroong (Nasution: 2004) yang
mengemukakan bahwa “sifat konstitusi yaitu konstitusi bernaskah dan
konstitusi tidak bernaskah, konstitusi fleksibel dan rigid”. Kemudian
didukung pendapat Riyanto (Nasution: 2004) yang membagi sifat
konstitusi menjadi 7 yaitu:
“Konstitusi bernaskah dan tidak bernaskah, konstitusi fleksibel
dan rigid, konstitusi derajat tinggi dan tidak derajat tinggi,
konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan, konstitusi sistem
presidensil dan parlementer, konstitusi republik dan kerajaan,
konstitusi demokratik dan otokratik, konstitusi revolusi dan neo-
Nasional”.
Dari kedua pendapat ahli tersebut memiliki pandangan yang
berbeda, namun penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa salah
satu sifat umum konstitusi yaitu luwes atau fleksibel dan kaku atau right
 Konstitusi mempunyai sifat luwes jika konstitusi tersebut terdapat
perubahan sesuai dengan perkembangan manusia dan kemajuan
zaman.
 Konstitusi mempunyai sifat kaku jika konstitusi tidak bisa untuk
dirubah kapanpun.

3. Prinsip Konstitusi
Indonesia mempunyai konstitusi yaitu UUD 1945, konstitusi
memuat nilai, norma, aturan hukum maupun sistem politik yang mana
bentukan dari pemerintahan atau negara secara tertulis yang dibuat secara
teratur menjadi suatu dokumen. Isinya tidak mengatur hal yang detail,
namun menjelaskan pokok dasar peraturan lainnya. Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 di dalamnya memuat 9 (sembilan) prinsip
penyelenggaraan Negara. Hal tersebut sejalan dengan pendapat
Asshiddiqie (Suhardjana, 2010: 266-268) memberikan penekanan pada
prinsip-prinsip yang ada, sebagai berikut:
1) ”Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang Undang Dasar
1945, didahului dengan Pembukaan dimana dalam Pembukaan ini
terdapat Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya adanya
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa...”
2) “Cita Negara Hukum. Cita negara hukum ini ada pada Bab I Pasal
1, yaitu bentuk negara adalah Republik dan berwujud negara
kesatuan, sehingga paham kerajaan dan paternalisme tidaklah
dikehendaki di Indonesia...”
3) “Paham Kedaulatan Rakyat atau Demokrasi. Paham kedaulatan
rakyat ada pada Bab II Pasal 2 dan 3 yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) yang dipilih dalam pemilihan umum yang diatur dengan
undang-undang, dan segala keputusan MPR ditetapkan dengan
9

undang-undang, karena MPR ini adalah perujudan rakyat maka ia


berhak mengubah dan menetapkan UUD”.
4) “Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan. Demokrasi di
Indonesia pada prinsipnya adalah demokrasi perwakilan, dalam
arti rakyat diwakili oleh anggota MPR, DPR dan DPD, hanya saja
karena ingin adanya kemapanan dalam pemerintahan dalam arti
agar posisinya kuat atau legitimate maka diadakanlah pemilihan
secara langsung”.
5) “Pemisahan Kekuasaan dan Prinsip Checks and Balances. Dalam
UUD 45 setelah Amandemen, maka tidak nada lagi Lembaga
Tertinggi negara dan Lembaga Tinggi Negara yang ada adalah
Lembaga Negara karena pembagian kekuasaan itu tidak dibagikan
secara vertikal tetapi secara horizontal dengan cara memisahkan
menjadi kekuasaan-kekuasaan...”
6) “Sistem Pemerintahan Presidensiil. Secara garis besar sistem
pemerintahan presidensiil ini mempunyai kelemahan sehingga
dibuatlah ketentuan-ketentuan agar terhindar dari kesulitan...”
7) “Prinsip Persatuan dan Keragaman dalam Negara Kesatuan.
Prinsip persatuan di Indonesia sangat memegang peranan penting,
karena adanya banyak suku bangsa dan budaya, keragaman ini
tidak boleh disatukan atau diseragamkan (uniformed) tetapi harus
dipersatukan (united) tanpa meninggalkan ciri budaya masing-
masing, sehingga persatuan yang ada adalah persatuan
dikarenakan prinsip kewargaan yang bersamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan”.
8) “Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Pasar Sosial. Paham
kedaulatan rakyat, selain berkenaan dengan demokrasi politik
juga mencakup demokrasi ekonomi...”
9) “Cita Masyarakat Madani. Menjelang berakhirnya abad ke 20,
gelombang liberalisme baru berkembang dimana-mana dan
diiringi kegagalan paham sosialisme lama di berbagai penjuru
dunia...”
Dari pernyataan Assihiddiqi dapat disimpulkan bahwa dalam
UUD terdapat prinsip-prinsip penyelenggaraan negara yang terdiri dari:
“Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa; Kedua, Cita Negara
Hukum atau Nomokrasi; Ketiga, Paham Kedaulatan Rakyat atau
Demokrasi; Keempat, Demokrasi Langsung atau Demokrasi
Perwakilan; Kelima, Pemisahan Kekuasaan dan Prinsip Checks
and Balances; Keenam, Sistem Pemerintahan Presidensiil;
Ketujuh, Prinsip Persatuan dan Kergaman dalam Negara
Kesatuan; Kedelapan, Demokrasi Ekonomi dan Ekonomi Pasar
Sosial; dan Kesembilan, Cita Masyarakat Madani”.
Pendapat penulis berkaitan dengan materi yang dijelaskan
sebelumnya, dimana konstitusi berperan sebagai aturan pokok atau dasar
yang tujuannya mengatur negara dan bangsa dalam berbagai bidang
kehidupan. Konstitusi sewajarnya dibentuk atas kesepakatan atau
10

persetujuan bersama yaitu negara dengan warga masyarakat. Konstitusi


adalah bagian dan terwujudnya kehidupan demokratis untuk seluruh
masyarakat indonesia. Apabila negara yang menentukan demokrasi,
maka yang akan terjadi konstitusi demokratis ialah aturan yang mampu
mewujudkan demokrasi dalam suatu negara. Setiap konstitusi
dikelompokan menjadi konstitusi demokratis mesti mempunyai prinsip
pokok atau dasar demokrasi itu sendiri.

D. Klasifikasi, Fungsi, dan Tujuan Konstitusi


1. Klasifikasi Konstitusi
Konstitusi ditetapkan atas dasar persetujuan tertinggi dalam suatu
negara. Pemerintah berhak terhadap negaranya atau konstitusi yang pada
hakikatnya yaitu pemerintahan itu sendiri. Klasifikasi konstitusi
tergantung dengan tujuan dari negara dan jenis penguasa yang telah
dijalankan pemerintah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Aristoteles
(Narmoatmojo, 2012:30) menyatakan bahwa:
“A constitution or polity may be defined as 'the organization of a
polis, in respect of its offices generally, but especially in respect
of that particular office which is sovereign in all issues. (Sebuah
konstitusi atau pemerintahan dapat didefinisikan sebagai
organisasi politik, sehubungan dengan kantornya secara umum,
tetapi terutama sehubungan dengan kantor tertentu yang berdaulat
dalam semua masalah)”.
Selanjutnya oleh Aristoteles (Narmoatmojo, 2012:30) menambahkan:
“The civic body the politeuma, or body of persons established in
power by the polity) is everywhere the sovereign of the state; in
fact the civic body is the polity or constitution itself. (Badan
kewarganegaraan politik, atau badan orang-orang yang
ditegakkan oleh pemerintah ada di mana-mana berdaulat negara;
bahkan badan sipil itu adalah pemerintahan atau konstitusi itu
sendiri). Klasifikasi konstitusi tergantung pada (i) the ends
pursued by states, and (ii) the kind of authority exercised by
theirgovernment. Tujuan tertinggi dari negara adalah a good life,
dan hal ini merupakan kepentingan bersama seluruh warga
masyarakat”.
Pendapat Aristoteles menjelaskan bahwa klasifikasi konstitusi
tergantung dengan tujuan dari negara dan jenis penguasa yang telah
dijalankan pemerintah. Berkaitan dengan pernyataan diatas Wheare
(Nasution, 2004) mengklasifikasi konstitusi sebagai berikut:
1) “Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis
(written constitution and unwritten constitution). Konstitusi
memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi
pertama untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut
negara. Sendi-sendi itu tentunya harus kokoh, kuat dan tidak
mudah runtuh agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua
macam konstitusi di dunia, yaitu Konstitusi Tertulis (Written
11

Constitution) dan Konstitusi Tidak Tertulis (Unwritten


Constitution), ini diartikan seperti halnya Hukum Tertulis
(geschreven recht) yang termuat dalam undang-undang dan
Hukum Tidak Tertulis (ongeschreven recht) yang berdasar adat
kebiasaan”.
2) “Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid
constitution). Konstitusi fleksibel yaitu konstitusi yang
mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain: sifat elastis, artinya dapat
disesuaikan dengan mudah, dinyatakan dan dilakukan perubahan
adalah mudah seperti mengubah undang-undang Konstitusi rigid
mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain: memiliki tingkat dan
derajat yang lebih tinggi dari undang-undang dan hanya dapat
diubah dengan tata cara khusus/istimewa”.
3) “Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat
tinggi (supreme and not supreme constitution). Konstitusi derajat
tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam
negara (tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi
tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai
kedudukan seperti yang pertama”.
4) “Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and
Unitary Constitution). Bentuk negara akan sangat menentukan
konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat
terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat)
dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam
konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam
konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua
kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat”.
5) “Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan
Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive
Constitution). Dalam sistem pemerintahan presidensial terdapat
ciri-ciri antara lain: Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai
kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan sebagai Kepala
Pemerintahan, Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan
pemilih. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif
dan tidak dapat memerintahkan pemilihan umum, Presiden tidak
dapat membubarkan pemegang kekuasaan Legislatif dan tidak
dapat memerintahkan diadakan Pemilihan Umum. Sistem
pemerintahan Parlemen memiliki ciri-ciri sebagai berikut: kabinet
yang dipilih oleh Perdana Menteri dibentuk atau berdasarkan
kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen, para anggota
kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebagian adalah anggota
parlemen, Perdana Menteri bersama Kabinet bertanggung jawab
kepada parlemen, kepala negara dengan saran atau nasihat
Perdana Menteri dapat membubarkan parlemen dan
memerintahkan diadakannya Pemilihan Umum”.
12

Berdasarkan klasifikasi konstitusi diatas penulis menyimpulkan


bahwa UUD 1945 termasuk dalam klasifikasi konstitusi yang rijid,
tertulis dalam arti dituangkan dalam dokumen, derajat tinggi, kesatuan,
dan konstitusi yang menganut sistem pemerintahan campuran. Menurut
penulis jika meninjau dari pengklasifikasian konstitusi yaitu dapat dilihat
keunikan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, selain itu
klasifikasi konstitusi tergantung tujuan dari negara dan jenis penguasa
yang dijalankan pemerintah.

2. Fungsi Konstitusi
Kehadiran konstitusi terhadap berbagai bidang kehidupan termasuk
ketatanegaraan, dalam negara ialah sesuatu yang pokok, sebab tanpa
adanya konstitusi mungkin saja tidak akan berdiri suatu negara. Jika
dilihat dari sejarah dari awal hingga sekarang betapa positifnya konstitusi
sebagai perangkat atau alat negara.
Fungsi konstitusi menurut Asshiddiqie (Suhardjana, 2010:263)
mengemukakan bahwa:
“Penentu atau pembatas kekuasaan negara, pengatur hubungan
antar lembaga negara, pengatur hubungan kekuasaan antara
lembaga dengan warga negara, pemberi atau sumber legitimasi
terhadap kekuasaan ataupun kegiataan penyelenggaraan kekuasaan
negara, penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang asli (dalam demokrasi adalah rakyat) kepada organ negara,
simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity), sebagai
rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identitu of nation)
serta sebagai center of ceremony, sebagai sarana pengendali
masyarakat (social control), baik dalam arti sempit yaitu bidang
politik dan dalam arti luas mencakup sosial ekonomi, dan sebagai
sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat”.
Pendapat Asshiddiqie menjelaskan bahwa fungsi konstitusi yaitu
sebagai pembatas kekuasaan negara. Pendapat tersebut sejalan dengan
pendapat Andrews (Suhardjana, 2010:260) bahwa:
“The constitution imposes restraint an government as a function of
constitutionalism; but it also legitimizes the power of the
government. It is the documenttary instrument for the transfer of
authority from the residual holders-the people under democracy,
the king under monarchy- to the organs of State power. (Konstitusi
memaksakan pengekangan terhadap pemerintah sebagai fungsi dari
konstitusionalisme; tetapi juga melegitimasi kekuatan pemerintah.
Ini adalah instrumen dokumen teruntuk pengalihan otoritas dari
pemegang sisa-rakyat di bawah demokrasi, raja di bawah monarki-
ke organ-organ kekuasaan Negara)”.
Dari beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa konstitusi
dianggap sebagai penentu atau pembatas negara dan sumber legitimasi.
Penulis berpendapat dan menyimpulkan bahwa fungsi utama adanya
konstitusi yaitu memberikan batasan terhadap kedudukan pemerintah
13

secara menyeluruh agar tidak bertindak semaunya dan menjalankan sesuai


hak dan kewajibannya, serta melindungi HAM atau warga negara.

3. Tujuan Konstitusi
Tujuan adanya konstitusi dianggap mencerminkan kehidupan
masyarakat terutama dalam politik, kaidah hukum dan konstitusi dibuat
menjadi naskah UU yang merupakan hukum tertinggi suatu negara. Selain
itu konstitusi sebagai alat untuk pembatas kekuasaan negara. Pernyataan
tersebut sejalan dengan pendapat Budiardjo (Mu’allifin, 2016:164)
mengemukakan bahwa:
“Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas
Demokrasi Konstitusional, Undang-Undang Dasar mempunyai
fungsi yang khas yang membatasi kekuasaan pemerintahan
sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan tidak bersifat
sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga
negara akan lebih terlindungi”.
Berkaitan dengan hal pembatasan kekuasaan, Stahl (Suhardjana,
2010:264) mengemukakan bahwa:
“Pembatasan kekuasaan dikenal adanya bentuk Rechtsstaat di mana
dalam system Eropa Kontinental ini terdapat elemen pembatasan
kekuasaan sebagai salah satu cirri pokok Negara hukum, di mana
unsurnya adalah, pertama, hak asasi manusia; kedua, pemisahan
atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-
negara Eropa Kontinental biasanya disebut triaspolitica); ketiga,
pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van
bestuur); dan Keempat, peradilan administrasi dalam perselisihan”.
Mengenai beberapa pendapat disimpulkan bahwa munculnya
perbedaan fungsi kekuasaan sebenarnya adalah pembatasan atau pembatas
kekuasaan, kemudian Bagir Manan mengemukakan bahwa: “hakekat dari
konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau
konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di
satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap
penduduk di pihak lain”.
Pendapat penulis menyimpulkan bahwa secara umum konstitusi
mempunyai tujuan untuk memberi batasan tindakanpemerintah,
melindungi hak warga negara, dan menyetujui kekuasaan berdaulat.
Hingga pada hakikatnya tujuan dari konstitusi sebagai wujud paham
konstitusionalisme yang artinya pembatas kekuasaan pemerintah dan
melindungi HAM atau warga negara dan pihak lain.
14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Konstitusi memuat nilai, norma, aturan hukum maupun sistem politik
yang mana bentukan dari pemerintahan atau negara secara tertulis yang
dibuat secara teratur menjadi suatu dokumen. Isinya tidak mengatur hal
yang detail, namun menjelaskan pokok dasar peraturan lainnya.
 Kedudukan konstitusi dianggap sebagai “Hukum dasar” dan “Hukum
Tertinggi”. Keberadaan konstitusi sangatlah penting bagi kehidupan
warga negara dan negaranya, konstitusi dapat menunjang atau pun
membatasi kekuasaan badan-badan yang ada di negara tersebut.
 Nilai yang terdapat dalam konstitusi yaitu nilai normatif, nominal, dan
semantik, karena konstitusi sebagai pembentuk atau menyusun dan
menyatakan berdirinya suatu negara maka nilai-nilai yang sebutkan tadi
sangat penting sebab ada dan tidak adanya suatu negara tergantung dari
konstitusi di dalam negara tersebut.
 Salah satu sifat umum konstitusi yaitu luwes atau fleksibel dan kaku atau
right
1. Konstitusi mempunyai sifat luwes jika konstitusi tersebut terdapat
perubahan sesuai dengan perkembangan manusia dan kemajuan
zaman.
2. Konstitusi mempunyai sifat kaku jika konstitusi tidak bisa untuk
dirubah kapanpun.
 Undang Undang Dasar 1945 terdapat prinsip-prinsip penyelenggaraan
negara yang terdiri dari: “Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa; Kedua,
Cita Negara Hukum atau Nomokrasi; Ketiga, Paham Kedaulatan Rakyat
atau Demokrasi; Keempat, Demokrasi Langsung atau Demokrasi
Perwakilan; Kelima, Pemisahan Kekuasaan dan Prinsip Checks and
Balances; Keenam, Sistem Pemerintahan Presidensiil; Ketujuh, Prinsip
Persatuan dan Kergaman dalam Negara Kesatuan; Kedelapan, Demokrasi
Ekonomi dan Ekonomi Pasar Sosial; dan Kesembilan, Cita Masyarakat
Madani”.
 Meninjau dari pengklasifikasian konstitusi dari beberapa ahli yaitu dapat
dilihat keunikan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
selain itu klasifikasi konstitusi tergantung tujuan dari negara dan jenis
penguasa yang dijalankan pemerintah.
 Fungsi utama adanya konstitusi yaitu memberikan batasan terhadap
kedudukan pemerintah secara menyeluruh agar tidak bertindak semaunya
dan menjalankan sesuai hak dan kewajibannya, serta melindungi hak
asasi manusia atau warga negara.
 Konstitusi mempunyai tujuan untuk memberi batasan tindakan
pemerintah, melindungi hak warga negara, dan menyetujui kekuasaan
berdaulat. Hingga pada hakikatnya tujuan dari konstitusi sebagai wujud
15

paham konstitusionalisme yang artinya pembatas kekuasaan pemerintah


dan melindungi HAM atau warga negara dan pihak lain.

B. Saran
Penulis menyarankan UUD 1945 yang disebut sebagai konstitusi yang
ada di Indonesia agar dijalankan sebaik-baiknya untuk tercapainya cita-cita
atau harapan bangsa yang termuat dalam konstitusi yang kita terapkan hingga
sekarang. Oleh karena itu perlu kesadaran atau pemahaman konstitusional
dari tiap warga negara sehingga masyarakat dapat mengontrol kegiatan atau
aktivitas penyelenggara negara dengan cara memfungsikan UUD 1945 dalam
berbagai bidang di kehidupan manusia.
16

DAFTAR PUSTAKA

Rakhmat, Muhamad. 2014. Konstitusi & Kelembagaan Negara. Bandung: Pt.


Soreang Indah.

Asshiddiqie, Jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Pt. Raja
Grafindo Persada.

Mu’allifin, M. Darin Arif. 2016. Hubungan Konstitusi Dengan Tugas Dan Fungsi
Negara. Jurnal AHKAM. 4(1): 161-169. (online) Tersedia di:
http://ejournal.iaintulungagung.ac.id/index.php/ahkam/article/download/
326/260,diakses pada tanggal 7 Juli 2019, pukul 15:58 WITA.

Jumadi. 2016. Memahami Konsep Konstitusionalisme Indonesia. Jurnal


Jurisprudentie. 3(2): 110-122. (online) Tersedia http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Jurisprudentie/article/download/2819/2663,
diakses pada tanggal 7 Juli 2019 pukul 16:18 WITA.

Suhardjana,Johannes. 2010. Supremasi Konstitusi Adalah Tujuan Negara. Jurnal


Dinamika Hukum. 10(3). (online) Tersedia
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/al-qisth/article/view/1696, diakses pada
tanggal 7 Juli pukul16:25 WITA.

Santoso, M. Agus. 2013. Perkembangan Konstitusi di Indonesia. 2(3): 118-126.


(online) Tersedia
https://jurnal.uns.ac.id/yustisia/article/download/10168/9070, diakses
pada tanggal 7 Juli 2019 pukul 16:37 WITA.

Pebriyenni. 2017. Membudiyakan Kesadaran berkonstitusi Melalui Pendidikan


Kewarganegaraan. Jurnal PPKn & Hukum. 12(1): 1-17.(online) Tersedia
https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JPB/article/download/4678/440,diak
ses pada tanggal 8 Juli 2019 pukul 05:00 WITA.

Usman. 2015. Negara dan Fungsinya. Jurnal Al-Daulah. 4(1): 130-139. (online)
Tersedia http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/download/1506/1445, diakses
pada tanggal 8 Juli 2019 pukul 05:25 WITA.

Iman Karim. 2018. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Menguji Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 6(4).(online) Tersedia
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/download/19
828/19425, diaksespadatanggal 22 Juli 2019 pukul 14:55 WITA.
17

Narmoatmojo, Winarno. 2012. Pemikiran Aristoteles tentang Kewarganegaraan


dan Konstitusi. Jurnal Ketahanan Nasional. 98 (3): 23-34. (online)
tersedia https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/article/download/22701/15104,
diakses pada tanggal 31 Agustus 2019 pukul 14:35 WITA.

Munir, Sirojul. 2014. Keidentikan Makna Konstitusi dengan UUD dalam Sistem
Ketatanegaraan. Jurnal IUS. 2(5): 396-412. (online) tersedia
http://jurnalius.ac.id/ojs/index.php/jurnalIUS/article/download/178/154,
diakses pada tanggal 31 Agustus 2019 pukul 14:55 WITA.

Anda mungkin juga menyukai