Anda di halaman 1dari 17

NEGARA KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-

UNDANGAN INDONESIA

Disusun Oleh :

Khalilullah Harmaini (220206106)


Rahima Ahsana (220206000)
Anita (220206000)

Dosen Pembimbing

Fakhrul Azmi, S.Pd.I, M.Pd

PROGRAM STUDI TAFSIR AYAT-AYAT MANAJEMEN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadhirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Negara Konstitusi dan Tata Perundang-
Udangan Indonesia” ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
tuntutan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi bukan berarti makalah ini
tidak bermanfaat. Besar harapan kami terpendam dalam hati semoga makalah ini
dapat berguna buat kita semua dengan memberikan informasi yang berfaedah,
bermanfaat .Demikian dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan
pendidikan.

Banda Aceh, 29 September 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Awalnya dulu ada suatu kejadian the Constitution of The United States of
America yang ditandatangani 39 delegasi di kala tanggal 17 September 1787 di
Philadelphia, Pennsylvania, tempat terselenggaranya Constitutional Convention,
mendorong lahirnya constitutional states (negara – negara konstitusi) di beberapa
kawasan dunia, termasuk negara – negara monarki, yang dikenal dengan penamaan:
constitutional monarch. Dalam perkembangannya beberapa constitutional state
menyadari bahwa konstitusi negara – negara dimaksud kurang memuat pengaturan hal
pembatasan penguasa dan pengakuan hak – hak sipil rakyat banyak di dalamnya.
Muncul gagasan agar dalam konstitusi diatur semacam constitutional government,
yang pada hakikatnya mewujudkan hal pembatasan pemerintahan atau limited
government, yang bertujuan to keep government in order. Hal dimaksud menggagas
diadopsinya paham konstitusionalisme atau constitutionalism dalam perubahan
konstitusi (constitution amandement) beberapa negara di abad XX dan XXI.1

Beberapa ungkapan para ahli-ahli terdahulu menggambarkan kecenderungan-


kecenderungan sikap dan perilaku manusia. Sehingga seiring zaman, manusia
mencetuskan kesepakatan dalam membentuk aturan-aturan yang dimaksudkan untuk
menjamin keamanan dan kedamaian di kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut yang
sejalan dengan ungkapan pada karya Plautus bahwa homo homini socius yang berarti
manusia adalah teman bagi sesamanya. Kemudian ada juga ungkapan lain yaitu “Ubi
societas ibi ius” yang dipublikasikan oleh Cicero (106-43 SM) dimana ungkapan ini
bermakna “dimana ada masyarakat di situ ada hukum”. Ungkapan yang digagas
Plautus dan Cicero ini seolah melandasi bahwa dalam kehidupan manusia pada
berbagai ruang lingkup hidupnya sangat membutuhkan sebuah peraturan dan hukum,
yang secara luas kemudian tebentuk dalam konsep konstitusi.2

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah tentu Negara Kesatuan


Republik Indonesia membutuhkan konstitusi dan berdasarkan pada konstitusi sebagai
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu Indonesia dikatakan sebagai
negara konstitusi atau negara hukum, sebagaimana dikemukakan oleh Radjab
(2005:74) bahwa :

“Konstitusi Republik Indonesia menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara


hukum, yang mempunyai tujuan untuk menciptakan tata tertib hukum dan kepastian
hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia, yang
berlandaskan atas hukum. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan atas

1
Bodin, Jean. Les Six Livres de La Republique I, Bab VIII, Paris, 1576.
2
Asshiddiqie, Jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang
secara jelas ditentukan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.”3

Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan syarat untuk


pembentukan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh
metode yang baik, yang saling berkaitan dengan semua lembaga yang berwenang
membuat peraturan perundang-undangan. Indonesia merupakan negara hukum yang
mempunyai kewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang baik, yang
dilakukan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional.
Konsep pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia meliputi beberapa
konsep yaitu konsep pembentukan peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan konsep negara hukum Pancasila. Selain itu, konsep pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik harus mengedepankan perlindungan Hak Asasi
Manusia. Konsep pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik harus
mengedepankan asas equality before the law.

B. RUMUSAN MASALAH
1. ..
2. ..
3. ..

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. ..
2. ..
3. ..

3
Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN NEGARA KONSTITUSI

Negara konstitusi mempunyai beberapa makna yaitu secara skala kecil


maupun secara skala besar. Negara konstitusi dalam arti kecilnya hanya mengandung
norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam Negara. Sedangkan
Negara konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar
atau hukum dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran
keduanya tidak hanya sebagai aspek hukum melainkan juga “non-hukum” dalam
sebuah negara (Riyanto, 2000:17).4

Ada seorang ahli yang bernama Djokosoetono menyimpulkan beberapa


perhatian khusus atas beberapa makna konstekstual pemahaman konstitusi yang
beliau simpulkan sebagai berikut:

 Konstitusi dalam makna materil (constitutie in materiele zin), berpaut


dengan gekwalificeerde naar de inhoud, yaitu dititikberatkan pada isi
konstitusi yang memuat dasar (grondslagen) dari struktur (inrichting)
dan fungsi (administratie) negara.
 Konstitusi dalam makna formal (constitutie in formele zin), berpaut
dengan gekwalificeerde naar de maker, yaitu dititikberatkan pada cara
dan prosedur tertentu dari pembuatannya.
 Konstitusi dalam makna UUD (grondwet) selaku pembuktian
(constitutie als bewijsbaar), agar menciptakan stabilitas (voor
stabiliteit) perlu dinaskahkan dalam wujud UUD atau Grondwet

Djokosoetono mengingatkan agar makna konstektual ketiga pemahaman


konstitusi tidak dibaurkan, misalnya kadangkala konstitusi dalam makna formal tidak
dibedakan dengan konstitusi dalam wujud naskah UUD atau Grondwet. (Harun
Alrasid, Kuliah Hukum Tata Negara Prof. Mr Djokosoetono.5

Konstitusi dalam pandangan K.C. Whare (Hamidi & Malik, 2008) dipahami
sebagai istilah untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara,
juga sebagai kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur atau menentukan
pemerintahan negara yang bersangkutan. Menurut James Bryce, konstitusi adalah
sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum. Dalam
mana hukum menetapkan :

1) Pengaturan mengenai pendirian lembaga yang permanen

2) Fungsi dan lembaga-lembaga masyarakat

4
Riyanto, Astim. 2000. Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo.
5
Harun Alrasid, Kuliah Hukum Tata Negara Prof. Mr Djokosoetono. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, halaman 47 – 49, 53 – 57
3) Hak-hak yang ditetapkan.

Istilah konstitusi (constitution) dalam bahasa inggris memiliki makna yang


lebih luas dari UUD, yakni keseluruhan dari peraturanperaturan baik yang tertulis
maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Konstitusi menurut Miriam
Budiardjo, adalah suatu piagam yang menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan
dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa6. Sedangkan menurut Sir Jhon Laws,
konstitusi adalah sebuah bagian dari aturan hukum yang mengatur mengenai
hubungan dalam sebuah Negara antara yang mengatur dan yang diatur. Sedangkan
menurut Bogdanor V. Finer dan B. Rudder, Konstitusi adalah aturan norma-norma
yang mengatur Alokasi kekuasaan, fungsi, dan tugas dari berbagai lembaga dan
petugas pemerintahan serta mengatur mengenai hubungan antara lembaga dan petugas
tersebut dengan masyarakat.

Menurut Budiardjo yang dikutip Ubaedillah (2015:115), ada empat macam


prosedur dalam perubahan konstitusi, baik dalam model renewal (pembaruan) dan
amandemen, yaitu :

1) Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya


dapat ditetapkan kuorum untuk sidang yang membicarakan usul
perubahan Undang-undang Dasar dan jumlah minimum anggota
badan legislatif atau menerimanya.
2) Referendum, pengambilan keputusan dengan cara menerima atau
menolak usulan perubahan masing-masing.
3) Negara-negara bagian dalam negara federal (misalnya, Amerika
Serikat, tiga perempat dari 50 negara-negara bagian harus
menyetujui).
4) Perubahan yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan
oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan.

Konstitusi memiliki 3 tingkatan nilai yaitu Nilai Normatif, Nominal dan


Semantik. Berikut penjelasannya :7

1) Nilai Normatif yaitu konstitusi sebagai hukum tertinggi sebuah


bangsa benar-benar dipatuhi oleh penguasa maupun masyarakat
secara murni dan konsekuen8.Contohnya yaitu Pasal 7A UUD 1945
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa
jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan
Perwakilan Rakyat , baik apabila terbukti telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

6
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2003), hlm. 94
7
Reflection on the Value of Constitutions in our Revolusionary, Karl Loewenstein
8
Chandra Parbawati Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (hal. 45)
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.”
2) Nilai Nominal yaitu konstitusi berlaku secara hukum, namun dalam
implementasinya belum bisa dijalankan secara maksimal 9.
Contohnya, Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945“Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.”
3) Nilai Semantik adalah konstitusi yang tetap berlaku, walaupun hanya
formalitas semata dan digunakan dalam menjalankan kekuasaan
politik. Dalam praktiknya, terdapat penyelewengan, sehingga
konstitusi tidak dijalankan sama sekali10. Contohnya, UUD 1945
pada masa orde lama, pada waktu itu secara hukum berlaku, tetapi
dalam praktek atau kenyataannya berlakunya ini hanya untuk
kepentingan penguasa saja.

B. FUNGSI DAN TUJUAN KONSTITUSI

1. Fungsi Konstitusi

fungsi konstitusi dalam sebuah negara selalu berubah dari zaman ke zaman.
Sebagai contoh, pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan
kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, kedudukan konstitusi
adalah sebagai benteng pemisah antara rakyat dengan penguasa yang kemudian secara
bertahap memiliki fungsi sebagai alat rakyat dalam memperjuangkan kekuasaannya
melawan golongan penguasa. fungsi konstitusi adalah untuk menentukan batas
wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan.
Dengan kebangkitan paham kebangsaan, kekuatan pemersatu, dan kelahiran
demokrasi sebagai paham politik, konstitusi menjamin alat negara untuk konsolidasi
kedudukan hukum dan politik. Hal tersebut guna mengatur kehidupan bersama dan
untuk mencapai tujuan konstitusi, yakni cita-citanya dalam bentuk negara.11

Di indonesia konstitusi memiliki fungsi khusus untuk menentukan dan


membatasi kekuasaan negara, serta menjamin dan melindungi hak-hak warga negara
dan hak asasi manusia (HAM). Kekuasaan tersebut harus memiliki batasan yang tegas
agar penguasa diharapkan tidak dapat memanipulasi konstitusi untuk kepentingan
kekuasaannya sendiri, sehingga hak-hak warga negara akan terlindungi.12

9
Kusnardi & Harmaily Ibrahim Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (hal. 74).
10
Chandra Parbawati dalam buku yang sama (hal. 45)
11
Syafa’at Anugrah Pradana, Buku Ajar Hukum Tata Negara, Parepare: Institut Agama Islam Negeri Parepare, 2019, hal. 35-36.
12
Tundjung Herning Sitabuana, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2020, hal. 11.
Konstitusi mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat mendasar dalam
sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara dalam pembahasan ini, Komisi Konstitusi
tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 menyimpulkan
bahwa kedudukan dan fungsi konstitusi adalah sebagai berikut (Rudy, 2013:20) :

1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional yang mengandung


perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan,
kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan, dan aspek fundamental yang menjadi tujuan
negara.

2. Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru. Hal ini juga


membutuhkan adanya pengakuan masyarakat internasional, termasuk untuk menjadi
anggota PBB, karena itu sikap kepatuhan suatu negara terhadap hukum internasional
ditandai dengan adanya ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian internasional.

3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Konstitusi mengatur maksud


dan tujuan terbentuknya suatu negara dengan sistem administrasinya melalui adanya
kepastian hukum yang terkandung dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional,
social control, memberikan legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara
termasuk pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan antara organ
legislatif, eksekutif, yudisial.

4. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan, konstitusi


menjadi suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan norma suatu bangsa
dan negara, misalnya simbol demokrasi, keadilan, kemerdekaan, negara hukum yang
menjadikan sandaran untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan tujuan negara.

5. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi suatu kekuasaan, konstitusi dapat


berfungsi untuk membatasi kekuasaan, mengandalkan perkembangan dan situasi
politik yang selalu berubah, serta berupaya untuk menghindarkan adanya
penyalahgunaan kekuasaan.

6. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara.


Konstitusi memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak
kebebasan warga negara. Hal ini merupakan pengejawantahan suatu negara hukum.13

Sedangkan menurut Sri Soemantri (1992) dengan mengutip pendapat


Steenbeck mengemukakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok yang sangat
penting dalam konstitusi yaitu,

 Jaminan Hak Asasi Manusia (HAM)


 Sususan ketatanegaraan yang bersifat mendasar dari sebuah negara
 Pembagian kekuasaan dan pembatasan kekuasaan

13
Nasution, Adnan Buyung. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia: Studi SosioLegal Atas Konstituante 1956-1959.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Sri Soemantri (1992) juga menyatakan suatu hal yang berkaitan bahwa
paham konstitusi dalam politik memiliki makna yang berbeda lagi dengan konstitusi
pada dasarnya yang sedikit sama hanya terletak pada bagian yang menyatakan bahwa
dari dua sisi sama-sama berkaitan dengan perlindangan (HAM) selebih itu berbeda
yaitu,

 Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.


 Jaminan dan Perlindungan
 Peradilan yang bebas dan mandiri
 Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai
sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.14

Keempat hal jangkauan di atas merupakan dasar-dasar utama bagi suatu


pemerintahan yang konstitusional. Namun demikian, penunjuk suatu Negara atau
pemerintahan disebut demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun
konstitusi telah menetapkan suatu aturan dan prinsip-prinsip diatas, jika tidak
pergunakan dalam praktik penyelenggaraan dalam suatu kegiatan tata pemerintahan,
ia belum bisa dikatakan sebagai Negara yang konstitusional atau menganut paham
konstitusi demokrasi (Ubaedillah, 2015:110).15

2. Tujuan Konstitusi

Selain fungsi yang diatas pada dasarnya konstitusi juga memiliki tujuan yang
penting untuk diketahui walaupun agak sama tetapi kalau dipahami tetap ada yang
membedakan karena tujuannya dijelaskan secara rinci. Sangatlah penting untuk kita
ketahui karena sebagai warna negara kita harus mengetahui hukum, nilai-nilai, fungsi
dan tujuan agar bisa kita pahami dan kita laksanakan dikehidupan sehari-hari. Berikut
ini tujuan-tujuan konstitusi :

1) Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus


pengawasan terhadap kekuasaan politik. Tujuan ini berfungsi untuk
membatasi kekuasaan penguasa sehingga tidak melakukan tindakan
yang merugikan masyarakat banyak.
2) Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasaan sendiri. Bisa juga memberikan perlindungan terhadap hak
asasi manusia (HAM), sehingga dengan adanya konstitusi maka
setiap penguasa dan masyarakat wajib menghormati HAM dan berhak
mendapatkan perlindungan dalam melakukan haknya.
3) Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para
penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Selain memberikan
batasan-batasan untuk penguasa dalam menjalankan kekuasaanya, hal
14
Soemantri, Sri. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni
15
Ubaedillah, A. 2015. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Pancasila, Demokrasi, Dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenada
Media Group.
ini juga bertujuan untuk memberikan pedoman bagi penyelenggara
negara agar negara dapat berdiri kokoh.

Menurut seorang ahli Jimly Asshiddiqie, pada umumnya hukum memiliki


tiga tujuan pokok, yaitu :

 Keadilan (justice), sesuatu yang sepadan dengan keseimbangan,


kepatutan, dan kewajaran
 Kepastian (certainty), hal berkaitan dengan dengan ketertiban dan
ketenteraman,
 Kegunaan (Utility), yang diharapkan dapat untuk menjamin bahwa
semua nilai akan mewujudkan demi kedamaian hidup bersama.16

Oleh karena konstitusi sendiri merupakan hukum yang dianggap paling


tinggi tingkatannya untuk suatu negara, sehingga tujuan konstitusi sebagai hukum
tertinggi dalam suatu negara juga dapat untuk dicapai dan diwujudkan tujuannya yang
tertinggi. 17Sebagai contoh, terdapat empat tujuan negara Indonesia sebagaimana yang
tercantum dalam Alinea ke-IV Pembukaan UUD NRI 1945. Keempat tujuan itu
adalah:

 melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah


Indonesia;
 memajukan kesejahteraan umum;
 mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
 ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

C. TATA PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah nama


resmi UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahuan 1999-2002. Sungguhpun
UUD ini belum berapa lama diamandemen, namun akhir-akhir ini tepatnya pada tahun
2007, suara untuk melakukan perubahan atas UUD 1945 mulai mengemuka.
Dipelopori oleh beberapa Anggota DPD yang menuntut penambahan kewenangan
agar DPD memeiliki otoritas dalam memutus pembentukan undangundang. Suara
yang diusung oleh DPD inipun akhirnya kandas karena tidak mendapat dukungan 1/3
anggota MPR sebagai syarat pintu masuk perubahan UUD. Kegagalan gerakan
menuju perubahan UUD ini juga karena tidak adanya momentum yang kuat
sebagaimana momentum perubahan UUD tahun 1999-2002.18

16
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006,
hal. 149.
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006,
hal. 149.
18
Setelah berkuasa sejak tahun 1967, Presiden Soeharto akhirnya pada 21 Mei 1998, pukul 09.00, menyatakan berhenti dari jabatan
presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besar yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, pemuda dan berbagai komponen
bangsa di Jakarta dan juga di seluruh daerah. Saat itu juga BJ Habibie, wakil presiden lama, mengucapkan sumpahnya sebagai Presiden RI
yang baru
Bangsa Indonesia sebenarnya telah memiliki konstitutusi sejak pra
kemerdekaan, yaitu pada masa pendudukan tentara Jepang. Konstitusi yang pertama
adalah Hukum Dasar yang disahkan oleh BPUPKI5 . Kemudian pada 18 Agustus
1945 satu hari setelah pernyataan Kemerdekaan, PPKI membentuk undang-undang
dasar, yang diberi nama Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (kemudian
dikenal dengan sebutan UUD 1945). Pada tahun 1949, UUD 1945 diganti dengan
Konstitusi RIS, dan satu tahun kemudian diganti oleh UUD Sementara 1950.
Beberapa tahun kemudian UUDS itu diganti oleh UUD 1945 melalui keputusan
Presiden yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian,
konstitusi Indonseia yang berlaku hingga sekarang ini adalah UUD 1945 atau dapat
juga disebut ”UUD Dekrit 1959”. Konstitusi inilah yang mengalami amandemen.

Amandemen UUD 1945 sebagai amanat reformasi pada akhirnya dapat


dituntaskan dalam Perubahan keempat dengan nama resmi Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945). Perubahan
empat kali UUD 1945 itu dapat diperinci sebagai berikut.

1) Pertama UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 19 Oktober tahun 1999,
berhasil diamandemen sebanyak 9 pasal.19
2) Perubahan Kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
2000 telah diamandemen sebayak 25 pasal. 20
3) Perubahan Ketiga UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 9 November
tahun 1999 berhasil diamandemen sebanyak 23 pasal. 21
4) Perubahan Keempat UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus
2002 ini telah berhasil diamandemen 13 pasal serta 3 pasal Aturan
Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. 22

Jadi jumlah total pasal UUD 1945 hasil perubahan pertama sampai keempat
itu adalah 75 pasal11, namun demikian jumlah nomor pasalnya tetap sama yaitu 37
(tidak termasuk Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan). Hal ini karena cara
penulisan nomor pasal itu dilakukan dengan menambah huruf (A, B, C dan
seterusnya) setelah nomor angkanya. Kondisi semacam inilah yang menjadikan
sistematika amandemen UUD 1945 tidak teratur.

Dengan perubahan-perubahan tersebut maka jumlah ketentuan atau ayat lama


yang masih tetap dipertahankan sesuai dengan naskah asli UUD 1945 tinggal 23 ayat
dari jumlah seluruhnya yaitu 71 ayat asli; atau dengan kata lain, prosentase ayat yang
masih tersisa adalah 16,33 %. Ketentuan-ketentuan atau ayat-ayat yang masih tetap
dipertahankan sesuai naskah aslinya adalah: Pasal 1 Ayat (1); Pasal 4 Ayat (1) dan
(2); Pasal 5 Ayat (2); Pasal 6 Ayat (10); Pasal 12; Pasal 13 (1); Pasal 21 Ayat (2);
Pasal 22 Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 26 Ayat (1); Pasal 27 Ayat (1), dan (2); Pasal 28;

19
Sekretariat MPR, Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, 2002, hal.25-27
20
Sekretariat MPR, Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, 2002), hal. 31-37
21
Sekretariat MPR, Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, 2002,hal. .41-48.
22
Sekretariat Jenderal MPR RI, Putusan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia, Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002, hal. 7-12
Pasal 29 Ayat (1) dan (2); Pasal 33 Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 34 Ayat (1); Pasal 35;
serta Pasal 36.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan baru seperti disebut di atas maka dapat


dikatakan bahwa bangsa Indonesia telah melakukan suatu perubahan yang
fundamantal, suatu terobosan baru di bidang ketatanegaraan.

1. Reposisi MPR

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia dalam sidang


tahunan 2002 telah melakukan langkah bijak dengan mengubah posisinya yang
semula sebagai lembaga tertinggi negara dan pemegang sepenuhnya kedaulatan
rakyat, menjadi lembaga tinggi biasa. MPR mempunyai tugas yang mencakup :

a) mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar,


b) melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden,
c) memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatannya menurut Undang Undang Dasar,
d) memilih presiden dan wakil presiden pengganti ”ditengah jalan”.

Kewenangan MPR tersebut sekilas nampak tidak ada perbedaan dengan


kewenangan yang dimilikinya menurut naskah asli UUD 1945, namun jika dilihat dari
sisi perbandingan antara rumusan Pasal 1 Ayat (2) naskah asli dan naskah baru UUD
1945 Perubahan ketiga, maka akan jelas ditemukan bahwa telah terjadi pengurangan
kekuasaan MPR, yaitu yang semula berdasarkan naskah asli adalah sebagai pelaksana
pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya, maka setelah amandemen ketiga, tidak lagi
sebagai pelaksana pemegang kedaluatan rakyat sepenuhnya.

2. Kekuasaan yang dapat membentuk undang-undang

Seperti telah disinggung di atas, UUD 1945 Perubahan pertama menentukan,


Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
Sebelumnya menurut naskah asli Undang Undang Dasar itu, kewenangan ini dipegang
oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat 23. Dengan demikian,
telah terjadi pergeseran kewenangan legislasi dari Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain memiliki fungsi
legislasi, Dewan Perwakilan Rakyat juga memiliki fungsi anggaran dan pengawasan.
24
Sementara Presiden diberi kewenangan mengajukan rancangan undang-undang.
25
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.26

Rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan


Rakyat dan Presiden untuk menjadi undang-undang, tidak lagi bersifat final tetapi

23
UUD 1945 Pasal 5 Ayat (1)
24
Pasal 20A Ayat (1) Perubahan kedua UUD 1945.
25
Pasal 5 Ayat (1) Perubahan pertama UUD 1945
26
Pasal 20 Ayat (2) Perubahan Pertama UUD 1945
dapat diuji material (yudicial review) oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan
pihak tertentu. Dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 Perubahan ketiga antara lain
disebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat tetap untuk menguji undang undang terhadap
Undang Undang Dasar. Mahkamah Konstitusi ini harus sudah dibentuk pada tanggal
17 Agustus 2003, dan sebelum dibentuk segala kewenangan dilakukan oleh
Mahkamah Agung (Aturan Peralihan Pasal III) .

3. Kekuasaan Presiden

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kekuasaan Presiden setelah


amandemen UUD 1945 terjadi banyak pengurangan dalam kekuasaan. Sebagai contoh
dapat disebutkan di sini antara lain:

 Hakim agung tidak lagi diangkat oleh Presiden melainkan diajukan


oleh Komisi Yudisial untuk diminta persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat selanjutnya ditetapkan oleh Presiden27.
 Demikian juga anggota Badan Pemeriksaan Keuangan tidak lagi
diangkat oleh Presiden tetapi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan
oleh Presiden.28
 Keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat dalam proses pengangkatan
Panglima Tentara Nasional dan Kepala Poliri Republik Indonesia.
Keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal pengangkatan
pejabat-pejabat tersebut mencerminkan suatu mekanisme
ketatanegaraan yang mengarah kepada keseimbangan dan
demokratisasi.29
 Rancangan Undang-undang yang telah dibahas dan disetujui bersama
antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden apabila dalam waktu
tigapuluh (30) hari semenjak rancangan undang-undang tersebut
disetujui tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan undang-
undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan34. Jadi persetujuan atau pengesahan atas rancangan
undang-undang menjadi undang-undang oleh presiden tidak mutlak30.

4. Kekusaan Kehakiman

Dengan amandemen UUD 1945, Posisi hakim agung menjadi kuat karena
mekanisme pengangkatan hakim agung diatur sedemikian rupa dengan melibatkan
tiga lembaga, yaitu : (1) Dewan Perwakilan Rakyat, (2) Preiden, dan (3) Komisi
Yudisial. Komisi Yudisial ini merupakan lembaga baru yang memang sengaja

27
Republik Indonesia, UUD Negara RI Tahun 1945 Perubahan ketiga, Pasal 24A Ayat (3)
28
Ibid., perubahan ketiga Pasal 23F Ayat (1).
29
Ketetapan MPR Nomor VII/MPR 2000 dan UUD 1945.
30
Ibid., perubahan pertama, Pasal 20 Ayat (5)
dibentuk untuk menangani urusan yang terkait dengan pengangkatan hakim agung
serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim 31. Anggota
Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat32 .

Ada pula kedudukan peraturan yang ada di indonesia itu terbagi menjadi 7
bagian sebagaimana yang disebutkan Dalam UU Nomor 12 tahun 2011 secara
eksplisit bahwa hierarkhi tata urutan perundang-undangan :

 UUD 1945
 Ketetapan  MPR
 UU/ PERPU
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Presiden
 PERDA Provinsi
 PERDA Kabupaten

Berdasarkan azas “lex superiori derogate lex inferiori” yang maknanya


hukum yang unggul mengabaikan atau mengesampingkan hukum yang lebih rendah.
Maka kami merasa harus memberikan penjelasan mengenai tata urutan perundang-
undangan di Indonesia.

Berikut urutan perundang-undangan di Indonesia dari yang tertinggi


sampai yang terendah.

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis


Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan Negara.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia (TAP MPR-


RI) merupakan putusan MPR sebagai pengembang kedaulatan rakyat yang ditetapkan
dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3. Undang-Undang (UU)

Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama


Presiden untuk melakukan Undang-undang dasar 1945 dan TAP MPR-RI.

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)

31
Republik Indonesia UUD 1945 Perubahan ketiga. UUD 1945 Perubahan ketiga,Pasal 24B Ayat (1).
32
Ibid. Pasal 24B Ayat (3)
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibuat oleh presiden dalam
hal ihwal kepentingan yang memaksa dengan ketentuan perpu harus diajukan ke DPR
dalam persidangan kemudian DPR dapat menerima atau menolak dengan tidak
mengadakan perubahan dan jika ditolak DPR maka Perpu tersebut harus dicabut.

5. Peraturan Pemerintah (PP)

Peraturan Pemerintah dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan perintah


undang-undang.

6. Peraturan Presiden

Ada beberapa tugasnya yaitu menyelenggarakan pengaturan secara umum


dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan pemerintah (sesuai pasal 4 ayat 1UUD
1945), kemudian menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam
peraturan pemerintah yang tegas-tegas menyebutnya maupun tidak tegas
menyebutnya.

7. Peraturan Daerah

Menurut Abdul latief : Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRDP


bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat
oleh DPRD Kabupaten bersama Bupati/Walikota dan Peraturan Desa/setingkat dibuat
oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama
lainnya.

Dalam Peraturan Daerah ada tiga tingkat yakni Tingkat I ( provinsi), Tingkat
II (kbupaten/kota) dan Tingkat III (desa). Dengan demikian peraturan daerah yang
dikeluarkan oleh desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan Presiden, begitu
pula dengan peraturan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Maksudnya ketentuan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih tinggi sesuai dengan urutan diatas.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Adnan Buyung Nasution, “Reformasi Konstitusi di Indonesia”, makalah dalam acara Semiloka
Rancangan Perubahan UUD 1945, The Habibie Center, Jakarta, 1-4 Okober 2001, hal. 11

Arbi Sanit dalam “Kekuasaan Negara Kembali Otorian, Amandemen Lemahkan lagi Legislatif”, Media
Indonesia, Jakarta, 12 Agustus 2002.

Ismail Suny, Amandemen UUD 1945 dan Implikasinya Terhadap Ketatanegaraan di Indonesia,
makalah seminar, 2002

Jimly Asshiddiqie dengan judul makalah “Hubungan Kerja Antara DPD dengan DPR dan Lembaga
Negara Lainnya".

Jimly Asshiddiquie dalam Mahkamah Konstitusi: Kompilasi Konstitusi, Undang-undang dan


Peraturan di 78 Negara, Pusat Studi Hukum Tata Negara, Universitas Indonesia, tanpa tahun, hal 1.

Willem Oltmans, Chaos in Indonesia, terjemahan Wahjoedi Marjono, Jakarta: Surya Multi Grafika,
Cet. 1, 2001, hal. 7.

Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal.12- 13.

Bodin, Jean. Les Six Livres de La Republique I, Bab VIII, Paris, 1576.

Anda mungkin juga menyukai