UNDANGAN INDONESIA
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadhirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Negara Konstitusi dan Tata Perundang-
Udangan Indonesia” ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
tuntutan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, akan tetapi bukan berarti makalah ini
tidak bermanfaat. Besar harapan kami terpendam dalam hati semoga makalah ini
dapat berguna buat kita semua dengan memberikan informasi yang berfaedah,
bermanfaat .Demikian dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritikan yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dan
pendidikan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Awalnya dulu ada suatu kejadian the Constitution of The United States of
America yang ditandatangani 39 delegasi di kala tanggal 17 September 1787 di
Philadelphia, Pennsylvania, tempat terselenggaranya Constitutional Convention,
mendorong lahirnya constitutional states (negara – negara konstitusi) di beberapa
kawasan dunia, termasuk negara – negara monarki, yang dikenal dengan penamaan:
constitutional monarch. Dalam perkembangannya beberapa constitutional state
menyadari bahwa konstitusi negara – negara dimaksud kurang memuat pengaturan hal
pembatasan penguasa dan pengakuan hak – hak sipil rakyat banyak di dalamnya.
Muncul gagasan agar dalam konstitusi diatur semacam constitutional government,
yang pada hakikatnya mewujudkan hal pembatasan pemerintahan atau limited
government, yang bertujuan to keep government in order. Hal dimaksud menggagas
diadopsinya paham konstitusionalisme atau constitutionalism dalam perubahan
konstitusi (constitution amandement) beberapa negara di abad XX dan XXI.1
1
Bodin, Jean. Les Six Livres de La Republique I, Bab VIII, Paris, 1576.
2
Asshiddiqie, Jimly. 2009. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) yang
secara jelas ditentukan dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.”3
B. RUMUSAN MASALAH
1. ..
2. ..
3. ..
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. ..
2. ..
3. ..
3
Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
BAB II
PEMBAHASAN
Konstitusi dalam pandangan K.C. Whare (Hamidi & Malik, 2008) dipahami
sebagai istilah untuk menggambarkan keseluruhan sistem pemerintahan suatu negara,
juga sebagai kumpulan aturan yang membentuk dan mengatur atau menentukan
pemerintahan negara yang bersangkutan. Menurut James Bryce, konstitusi adalah
sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum. Dalam
mana hukum menetapkan :
4
Riyanto, Astim. 2000. Teori Konstitusi. Bandung: Yapemdo.
5
Harun Alrasid, Kuliah Hukum Tata Negara Prof. Mr Djokosoetono. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, halaman 47 – 49, 53 – 57
3) Hak-hak yang ditetapkan.
6
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2003), hlm. 94
7
Reflection on the Value of Constitutions in our Revolusionary, Karl Loewenstein
8
Chandra Parbawati Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (hal. 45)
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.”
2) Nilai Nominal yaitu konstitusi berlaku secara hukum, namun dalam
implementasinya belum bisa dijalankan secara maksimal 9.
Contohnya, Pasal 29 Ayat 1 UUD 1945“Setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.”
3) Nilai Semantik adalah konstitusi yang tetap berlaku, walaupun hanya
formalitas semata dan digunakan dalam menjalankan kekuasaan
politik. Dalam praktiknya, terdapat penyelewengan, sehingga
konstitusi tidak dijalankan sama sekali10. Contohnya, UUD 1945
pada masa orde lama, pada waktu itu secara hukum berlaku, tetapi
dalam praktek atau kenyataannya berlakunya ini hanya untuk
kepentingan penguasa saja.
1. Fungsi Konstitusi
fungsi konstitusi dalam sebuah negara selalu berubah dari zaman ke zaman.
Sebagai contoh, pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan
kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, kedudukan konstitusi
adalah sebagai benteng pemisah antara rakyat dengan penguasa yang kemudian secara
bertahap memiliki fungsi sebagai alat rakyat dalam memperjuangkan kekuasaannya
melawan golongan penguasa. fungsi konstitusi adalah untuk menentukan batas
wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalannya pemerintahan.
Dengan kebangkitan paham kebangsaan, kekuatan pemersatu, dan kelahiran
demokrasi sebagai paham politik, konstitusi menjamin alat negara untuk konsolidasi
kedudukan hukum dan politik. Hal tersebut guna mengatur kehidupan bersama dan
untuk mencapai tujuan konstitusi, yakni cita-citanya dalam bentuk negara.11
9
Kusnardi & Harmaily Ibrahim Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (hal. 74).
10
Chandra Parbawati dalam buku yang sama (hal. 45)
11
Syafa’at Anugrah Pradana, Buku Ajar Hukum Tata Negara, Parepare: Institut Agama Islam Negeri Parepare, 2019, hal. 35-36.
12
Tundjung Herning Sitabuana, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2020, hal. 11.
Konstitusi mempunyai fungsi dan kedudukan yang sangat mendasar dalam
sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara dalam pembahasan ini, Komisi Konstitusi
tentang perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 menyimpulkan
bahwa kedudukan dan fungsi konstitusi adalah sebagai berikut (Rudy, 2013:20) :
13
Nasution, Adnan Buyung. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional Di Indonesia: Studi SosioLegal Atas Konstituante 1956-1959.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Sri Soemantri (1992) juga menyatakan suatu hal yang berkaitan bahwa
paham konstitusi dalam politik memiliki makna yang berbeda lagi dengan konstitusi
pada dasarnya yang sedikit sama hanya terletak pada bagian yang menyatakan bahwa
dari dua sisi sama-sama berkaitan dengan perlindangan (HAM) selebih itu berbeda
yaitu,
2. Tujuan Konstitusi
Selain fungsi yang diatas pada dasarnya konstitusi juga memiliki tujuan yang
penting untuk diketahui walaupun agak sama tetapi kalau dipahami tetap ada yang
membedakan karena tujuannya dijelaskan secara rinci. Sangatlah penting untuk kita
ketahui karena sebagai warna negara kita harus mengetahui hukum, nilai-nilai, fungsi
dan tujuan agar bisa kita pahami dan kita laksanakan dikehidupan sehari-hari. Berikut
ini tujuan-tujuan konstitusi :
C. TATA PERUNDANG-UNDANGAN
16
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006,
hal. 149.
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006,
hal. 149.
18
Setelah berkuasa sejak tahun 1967, Presiden Soeharto akhirnya pada 21 Mei 1998, pukul 09.00, menyatakan berhenti dari jabatan
presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besar yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, pemuda dan berbagai komponen
bangsa di Jakarta dan juga di seluruh daerah. Saat itu juga BJ Habibie, wakil presiden lama, mengucapkan sumpahnya sebagai Presiden RI
yang baru
Bangsa Indonesia sebenarnya telah memiliki konstitutusi sejak pra
kemerdekaan, yaitu pada masa pendudukan tentara Jepang. Konstitusi yang pertama
adalah Hukum Dasar yang disahkan oleh BPUPKI5 . Kemudian pada 18 Agustus
1945 satu hari setelah pernyataan Kemerdekaan, PPKI membentuk undang-undang
dasar, yang diberi nama Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (kemudian
dikenal dengan sebutan UUD 1945). Pada tahun 1949, UUD 1945 diganti dengan
Konstitusi RIS, dan satu tahun kemudian diganti oleh UUD Sementara 1950.
Beberapa tahun kemudian UUDS itu diganti oleh UUD 1945 melalui keputusan
Presiden yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian,
konstitusi Indonseia yang berlaku hingga sekarang ini adalah UUD 1945 atau dapat
juga disebut ”UUD Dekrit 1959”. Konstitusi inilah yang mengalami amandemen.
1) Pertama UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 19 Oktober tahun 1999,
berhasil diamandemen sebanyak 9 pasal.19
2) Perubahan Kedua UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
2000 telah diamandemen sebayak 25 pasal. 20
3) Perubahan Ketiga UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 9 November
tahun 1999 berhasil diamandemen sebanyak 23 pasal. 21
4) Perubahan Keempat UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 10 Agustus
2002 ini telah berhasil diamandemen 13 pasal serta 3 pasal Aturan
Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. 22
Jadi jumlah total pasal UUD 1945 hasil perubahan pertama sampai keempat
itu adalah 75 pasal11, namun demikian jumlah nomor pasalnya tetap sama yaitu 37
(tidak termasuk Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan). Hal ini karena cara
penulisan nomor pasal itu dilakukan dengan menambah huruf (A, B, C dan
seterusnya) setelah nomor angkanya. Kondisi semacam inilah yang menjadikan
sistematika amandemen UUD 1945 tidak teratur.
19
Sekretariat MPR, Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, 2002, hal.25-27
20
Sekretariat MPR, Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, 2002), hal. 31-37
21
Sekretariat MPR, Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945, 2002,hal. .41-48.
22
Sekretariat Jenderal MPR RI, Putusan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia, Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002, hal. 7-12
Pasal 29 Ayat (1) dan (2); Pasal 33 Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 34 Ayat (1); Pasal 35;
serta Pasal 36.
1. Reposisi MPR
23
UUD 1945 Pasal 5 Ayat (1)
24
Pasal 20A Ayat (1) Perubahan kedua UUD 1945.
25
Pasal 5 Ayat (1) Perubahan pertama UUD 1945
26
Pasal 20 Ayat (2) Perubahan Pertama UUD 1945
dapat diuji material (yudicial review) oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan
pihak tertentu. Dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 Perubahan ketiga antara lain
disebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat tetap untuk menguji undang undang terhadap
Undang Undang Dasar. Mahkamah Konstitusi ini harus sudah dibentuk pada tanggal
17 Agustus 2003, dan sebelum dibentuk segala kewenangan dilakukan oleh
Mahkamah Agung (Aturan Peralihan Pasal III) .
3. Kekuasaan Presiden
4. Kekusaan Kehakiman
Dengan amandemen UUD 1945, Posisi hakim agung menjadi kuat karena
mekanisme pengangkatan hakim agung diatur sedemikian rupa dengan melibatkan
tiga lembaga, yaitu : (1) Dewan Perwakilan Rakyat, (2) Preiden, dan (3) Komisi
Yudisial. Komisi Yudisial ini merupakan lembaga baru yang memang sengaja
27
Republik Indonesia, UUD Negara RI Tahun 1945 Perubahan ketiga, Pasal 24A Ayat (3)
28
Ibid., perubahan ketiga Pasal 23F Ayat (1).
29
Ketetapan MPR Nomor VII/MPR 2000 dan UUD 1945.
30
Ibid., perubahan pertama, Pasal 20 Ayat (5)
dibentuk untuk menangani urusan yang terkait dengan pengangkatan hakim agung
serta menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim 31. Anggota
Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat32 .
Ada pula kedudukan peraturan yang ada di indonesia itu terbagi menjadi 7
bagian sebagaimana yang disebutkan Dalam UU Nomor 12 tahun 2011 secara
eksplisit bahwa hierarkhi tata urutan perundang-undangan :
UUD 1945
Ketetapan MPR
UU/ PERPU
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
PERDA Provinsi
PERDA Kabupaten
3. Undang-Undang (UU)
31
Republik Indonesia UUD 1945 Perubahan ketiga. UUD 1945 Perubahan ketiga,Pasal 24B Ayat (1).
32
Ibid. Pasal 24B Ayat (3)
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang dibuat oleh presiden dalam
hal ihwal kepentingan yang memaksa dengan ketentuan perpu harus diajukan ke DPR
dalam persidangan kemudian DPR dapat menerima atau menolak dengan tidak
mengadakan perubahan dan jika ditolak DPR maka Perpu tersebut harus dicabut.
6. Peraturan Presiden
7. Peraturan Daerah
Dalam Peraturan Daerah ada tiga tingkat yakni Tingkat I ( provinsi), Tingkat
II (kbupaten/kota) dan Tingkat III (desa). Dengan demikian peraturan daerah yang
dikeluarkan oleh desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan Presiden, begitu
pula dengan peraturan pemerintah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Maksudnya ketentuan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih tinggi sesuai dengan urutan diatas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Buyung Nasution, “Reformasi Konstitusi di Indonesia”, makalah dalam acara Semiloka
Rancangan Perubahan UUD 1945, The Habibie Center, Jakarta, 1-4 Okober 2001, hal. 11
Arbi Sanit dalam “Kekuasaan Negara Kembali Otorian, Amandemen Lemahkan lagi Legislatif”, Media
Indonesia, Jakarta, 12 Agustus 2002.
Ismail Suny, Amandemen UUD 1945 dan Implikasinya Terhadap Ketatanegaraan di Indonesia,
makalah seminar, 2002
Jimly Asshiddiqie dengan judul makalah “Hubungan Kerja Antara DPD dengan DPR dan Lembaga
Negara Lainnya".
Willem Oltmans, Chaos in Indonesia, terjemahan Wahjoedi Marjono, Jakarta: Surya Multi Grafika,
Cet. 1, 2001, hal. 7.
Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal.12- 13.
Bodin, Jean. Les Six Livres de La Republique I, Bab VIII, Paris, 1576.