Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENGANTAR

A. Istilah dan pengertian Konstitusi dan Hukum Konstitusi

1. Peristilahan dan Pengertian Konstitusi

Istilah konstitusi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai:

a. Segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan;

b. Undang-undang Dasar suatu negara.

Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi merupakan tonggak atau awal


terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi penyelenggara negara. Oleh
sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi tolok ukur kehidupan berbangsa
dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu sekaligus
memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara ( the founding fathers ).
Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan
negara menuju tujuannya.

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Inggris yaitu “constitution” dan berasal
dari bahasa Belanda “constitue” dalam bahasa Latin (contitutio, constituere) dalam
bahasa Perancis yaitu “constiture” dalam bahasa Jerman “vertassung” yang dalam
ketatanegaraan Republik Indonesia diartikan sama dengan Undang-undang dasar.
Dalam ketatanegaraan istilah konstitusi di berbagai negara telah banyak
dipergunakan. Misalnya dinegara Belanda "Contitutie" disamping kata "grond wet"
Inggris "Constitution" Dalam istilah sehari-hri konstitusi sering disamakan dengan
Undang-undang Dasar yang merupakan terjemahan dari groundwet dalam bahasa
Belanda (ground artinya dasar, wet artinya Undang-undang). Negara-negara yang
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional dipakai istilah "Constitution"
yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi menjadi konstitusi. Dalam
praktik, pengertian konstitusi tidak lebih luas dari UUD. Konstitusi mencakup UUD
dan keseluruhan dari peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang
mengatur secara mengikat bagaimana pemerintahan negara diselenggarakan dalam
masyarakat. Saat ini banyak sarjana menyamakan dua istilah tersebut. yakni konstitusi
dan UUD. Hal ini disebabkan oleh praktik ketatanegaraan di berbagai negara
menganggap bahwa konstitusi atau UUD itu dibuat sebagai pegangan untuk
menyelenggarakan negara. Konstitusi itu lebih luas dari pada UUD

Istilah konstitusi dari sudut sejarah telah lama diknal yaitu sejak zama Yunani
Kuno. Diduga “Konstitusi Athena” yang ditulis oleh seorang Xenophon (abad 425)
merupakan konstitusi pertama. Konstitusi Athena dipandang sebagai alat demokrasi
yang sempurna. Dapat diduga bahwa pemahaman orang tentang apa yang diartikan
konstitusi, sejalan dengan pemikiran orang-orang Yunani Kuno tentang Negara. Hal
ini dapat diketahui dari Paham Socrates yang kemudain dikembangkan oleh muridnya
Plato, dakam bukunya politea atau negara, yang memuat ajaran-ajaran Plato tentang
negara atau Huku, dan bukunya Nomoi atau undang-undang dan juga tulisan
Aristoteles dalam bukunya Politica yang membicarakan tentang negara dan hukum
(keadilan).

Ada hal menarik dari istilah konstitusi ini, Giovanin Sartori mencatat, bahwa
constituio dalam bahasa latin tidak ada kaitannya dengan apa yang kita sebut
konstitusi. Hal ini diperkuat oleh suatu kenyataan, bahwa pada abad ke-17 memang
terdapat dokumen-dokumen tertlis yang berisi prinsip organisasi pemerintahan disebut
perjanjian, instrument, kesepakatan, dan hukum dasar tetapi tidak pernah disebut
“konstitusi” Wirjono Prodjodikor berpendapat:

Istilah konstitusi berasal dari kata kerja constituer (bahasa Perancis) yang
berarti membentuk, yaitu membentuk suatu negara. Sehingga konstitusi memandang
permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara, dengan demikian suatu
konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai sandi-sandi
pertama untuk menegakan bangunan besar, yaitu negara.

Bertolak dari konsep tersebut maka, secara umum istilah konstitusi


menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa
kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah negara peraturan-
peraturan tersebut ada yang tertulis dan ada yang tidak.

Dengan rumusan yang sama Abu Bakar Busroh dan Abu Daud Busroh,
mengemukakan.
Konstitusi pada dasarnya mengandung pokok-pokok pikiran dan paham-
paham yang melukiskan kehendak yang menjadi tujuan dari faktor-faktor kekuatan
yang nyata dalam masyarakat yang bersangkutan artinya suatu konstitusi pada
dasarnya lahir dari sintesa ataupun reaksi terhadap paham-paham pikiran yang ada
dalam masyarakat sebelumnya.

Menurut Sri Sumantri:

Istilah konstitusi berasal dari perkataan constitution yang dalam bahasa


Indonesia dijumpai istilah hukum yang lain, yaitu Undang-Undang Dasar dan atau
Hukum Dasar. Dalam perkembangannya istilah konstitusi mempunyai dua pengertian,
yaitu pengertian yang luas dan pengertian yang sempit.

Terdapat beberapa pengertian konstitusi dari para ahli, yaitu:

a. Herman Heler membagi pengertian konstitusi menjadi tiga:

1. Konstitusi dalam pengertian politik sosiologis. Konstitusi mencerminkan


kehidupan politik didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Pada
tingkat ini konstitusi baru mencerminkan keadaan sosial politik, keadaan
yang ada dalam masyarakat belum merupakan pengertian hukum.

2. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat


yang selanjudnya dijadikan kesatuan kaidah hukum. Konstitusi dalam hal
ini sudah mengandung pengertian yuridis.

3. Konstitusi yang ditulis dalam sutu naskah sebagai undang-undang yang


tinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Menurut pengertian konstitusi yang lebih luas dari Undang-Undang Dasar:

a. K. C. Wheare megartikan konstituis sebagai keseluruhan sistem ketatatnegaraan


dari sutu negara, berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur dan
memerintahkan dalam pemerintahan suatu negara.

b. Prof. Prayudi Atmosudirjo merumuskan konstitusisebagai berikut:

1) Konstitusi suatu negara adalah hasil atau produk sejarah dan proses
perjuangan bangsa yang bersangkutan.
2) Konsttusi suatu negara adalah rumusan dari filsafat, cita-cita, kehendak
dan perjuangan bngsa Indoesia.

3) Konstitusi adalah cerminan dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas, dan


kebudayaan suatu negara.

Konstitusi dapat diartikan secara luas da sempit, sebagai berikut:

a. Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit hukum dasar tertulis dan tidak
tertulis.

b. Konstitusi (hukum dasar) dalam arti sempit adalah hukum dasar tertulis, yaitu
Undang-Undang Dasar. Dalam pengertian ini Undang-Undang Dasar
merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.

Di negara – negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional.


Undang-Undang Dasar yang mempunyai fungsi khas, yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
semena-mena. Hak-hak warga negara akan dilindungi. Gagasan ini dinamakan
konstitusionalisme, pada prinsipnya, tujuan konstitusi adalah untuk membatasi
kesewenang-wenangan tindakan pemerintahan, untuk menjamin hak-hak yang
diperintah dan merumuskan kekuasaan yang berdaulat.

Sehubungan dengan istilah konstitusi ini, para sarjana dan ilmuwan Hukum
Tata Negara terjadi perbedaan pendapat:

1. Kelompok yang mempersamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar,


antara lain:

a. G. J. Wolhaf, kebanyakan negara-negara moderen adalah berdasarkan


atas suatu UUD (konstitusi)

b. Sri Sumantri, penulis menggunakan istilah konstitusi sama dengan


UUD (grondwet)

c. J. C. T. Simorangkir menganggap bahwa konstitusi adalah sama


dengan Undang-Undang Dasar.

2. Kelompok yang membedakan Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar,


antara lain:
a. Van Apeldorn, bahwa Undang-Undang Dasar aalah bagian tertulis dari
konstitusi. Konstitusimembuat baikperaturan yang tertulis maupun
yang tidak tertulis.

b. M. Solly Lubis, akhirnya jika lukisan pembagian konstiitusi itu dalam


suatu skema, maka terdapat skema sebagai konstitisi tertulis (UUD)
dan konstitusi tidak tertulis (konvensi).

c. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bahwa setiap peraturan hukum,


karena pentingnya harus ditulis dan konstitusi yang tidak tertulis itu
adalah Undang-Undang Dasar.

Konstitusi pada umumnya bersifat kodifikasi yaitu sebuah dokumen yang


berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara,
namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya
berupa dokumen tertulis (formal). namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu
politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi,
Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam
bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan
tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi. Dewasa ini, istilah konstitusi sering
di identikkan dengan suatu kodifikasi atas dokumen yang tertulis dan di Inggris
memiliki konstitusi tidak dalam bentuk kodifikasi akan tetapi berdasarkan pada
yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris dan mana pula juga. Istilah
konstitusi berasal dari bahasa inggris yaitu “Constitution” dan berasal dari bahasa
belanda “constitue” dalam bahasa latin (contitutio,constituere) dalam bahasa prancis
yaitu “constiture” dalam bahasa jerman “vertassung” dalam ketatanegaraan RI
diartikan sama dengan Undang – undang dasar. Konstitusi atau UUD dapat diartikan
peraturan dasar dan yang memuat ketentuan – ketentuan pokok dan menjadi satu
sumber perundang- undangan. Konstitusi adalah keseluruhan peraturan baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara suatu pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat negara.

Konstitusi menurut makna katanya berarti “dasar susunan badan politik” yang
bernama negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu
negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur dan
memerintahkan negara.

Selanjutnya, kita akan membahas “apakah yang dimaksud dengan konstitusi”.


Kata konstitusi berasal dari bahasa Peranci dari kata Constituer, yang kemudian
diambil ahli dalam bahasa Belanda Constitute, bahasa Inggris Constitution, yang
berarti “membentuk”. Oleh karena itu, istilah konstitusi dimaksudkan sebagai
pembentukan suatu negara atau penyusunan dan menyatakan suatu negara.

Dalam pemakaian yang lazim, kata konstitusi sering diidentikkan dengan


pengertian Grondwet (Belanda), namun sebenarnya kata konstitusi itu mengandung
arti UUD yang tertulis dan UUD yang tidak tertulis. Kata Grondwet (Jerman:
grundgeselz) berarti hukum dasar tertulis, sehingga pengertian Gondwet hanya
meliputi sebagian saja dari konstitusi yaitu konstitusi tertulis tidak meliputi konstitusi
yang tidak tertulis (konfensi). Konstitusi tidak sama dengan Grondwet, karena
konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari grondwet, yaitu meliputi hukum dasar
yang tertulis dan hukum dasar yang tidak tertulis.

Pengertian konstitusi dapat disimak dari pendapat para ahli, sebagai berikut:

1. Lord James Bryce sebagaimana dikutip oleh C.F. Strong berpendapat bahwa suatu
kerangka dari negara, yang diorganisir melalui dan dengan hukum, dimana di
dalam hukum itu ditetapkan institusi-institusi yang bersifat tetap dengan diakui
fungsi-fungsi dan hak-hak yang tetap.

2. C.F. Strong mengungkapkan bahwa sebuah konstitusi dapat dikatakan sebagai


kumpulan asas-asas yang menetapkan kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari
pihak yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dan yang diperintah.

3. Dalam menguraikan pengertian konstitusi K.C. Wheare memulai uraiannya


dengan pertanyaan apakah konstitusi itu dalam bab I bukunya. Dari uraian itu
dapat disingkap pengertian konstitusi sebagai berikut:

a. Terdapat paling kurang dua pengertian konstitusi, yakni konstitusi dalam arti
luas dan konstitusi dalam arti sempit.

b. Konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan sistem pemerintahan negara,


yang meliputi ketentuan-ketentuan yang bersifat hukum dan ketentuan-
ketentuan yang bersifat non hukum, konstitusi dalam arti sempit ialah
ketentuan-ketentuan konstitusional bersifat hukum yang dituangkan dalam
suatu dokumen atau beberapa dokumen yang saling berkaitan.

c. Ketentuan-ketentuan konstitusional bersifat hukum, selain dijumpai dalam


konstitusi, juga dikemukakan dalam ordinary law atau organic law.

d. Perbedaan antara konstitusi dengan Undang-undang organik adalah konstitusi


menetapkan lembaga-lembaga negara dan prinsip-prinsip secara garis besar
mengenai pengaturan lembaga tersebut, sedangkan Undang-undang organik
mengatur secara mendetail kompisisi dan pelaksanaannya.

e. Ketentuan-ketentuan konstitusional yang bersifat non hukum adalah berupa


adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan konfensi.

f. Perbedaan antara ketentuan-ketentuan konstitusional yang bersifat hukum dan


ketentuan-ketentuan konstitusional yang bersifat non hukum adalah terletak
pada ketaatan terhadap ketentuan tersebut. Dalam ketentuan konstitusional
yang bersifat hukum, pengadilan akan mengakuinya sebagai hukum dan
menerapkannya dalam kasus konkrit, sedangkan dalam ketentuan
konstitusional yang bersifat non hukum, pengadilan tidak mengakui sebagai
hukum dan tidak akan menerapkan ketentuan tersebut apabila terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan tersebut.

4. Bollingbroke yang dikutip oleh K.C. Wheare mengemukakan bahwa konstitusi


adalah kumpulan-kumpulan kaedah-kaedah, institusi-institusi, dan kebiasaan-
kebiasaan, diambil atau ditarik dari asas-asas penalaran tertentu dan pasti, terdiri
dari sistem umum, atas dasar kesepakatan masyarakat untuk diperintah.

5. Herman Heller membagi konstitusi dalam tiga pengertian, yaitu:

a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik yang menjadi kenyataan dalam


masyarakat dan belum merupakan konstitusi dalam arti hukum atau dengan
perkataan lain konstitusi itu masih merupakan pengertian sosiologis atau politis
dan belum merupakan pengertian hukum.

b. Kemudian orang berusaha mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi yang


hidup dalam masyarakat itu untuk dijadikan sebagai suatu kesatuan kaedah
hukum, maka konstitusi itu disebut rechtverfassung. Tugas mencari unsur-
unsur hukum dalam ilmu pengetahuan hukum disebut abstraksi.

c. Selanjutnya orang lain menulisnya dalam satu naskah sebagai undang-undang


tertinggi yang berlaku dalam satu negara.

Beranjak dari pengertian-pengertian konstitusi yang telah dipaparkan di atas, maka


dapatlah diketahui bahwa pada prinsipnya konstitusi itu mengandung dua
pengertian, yaitu:

a. Konstitusi dalam pengertian sempit, yaitu untuk menunjukkan suatu dokumen


atau kumpulan beraturan yang memuat aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan
dasar atau pokok yang tertulis tentang bangunan suatu negara atau sistem
ketatanegaraan dari sebuah negara.

b. Konstitusi dalam pengertian luas, yaitu menunjukkan keseluruhan aturan atau


ketentuan-ketentuan yang tertulis dan tidak tertulis tentang sistem
ketatanegaraan dari sebuah negara.

Dengan pengertian konstitusi tersebut, maka konstitusi telah menjadi hal yang
tak bisa dipisahkan dari negara-negara moderen. Kita tidak menemukan lagi suatu
negara yang hidup tanpa konstitusi. Apapun bentuknya, entah itu tertulis ataupun
tidak tertulis dalam bentuk dokumen atau non dokumen, tetapi yang jelas dan pasti
setiap negara memiliki konstitusi. Sebagai contoh, di Negara Inggris tidak terdapat
suatu dokumen yang disebut konstitusi Inggris, namun sejak Inggris memiliki
sebuah sistem pemerintahan yang diatur dengan sejumlah peraturan yang
menentukkan komposisi, kedudukan, fungsi dan hubungan antar lembaga
pemerintahan, dan menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari yang
diperinta (rakyat), Inggris telah memiliki konstitusi dalam arti luas.

Perkembangan konstitusi di Inggris sangat menarik dan meluas, sehingga


Collin Turpin menggambarkan bahwa konstitusi Inggri berkembang sepanjang
abad, tidak mewujudkan suatu teori konstitusi tunggal. Konstitusi merupakan
produk sepanjang masa dari peraturan raja, perjuangan parlemen, revolusi-revolusi,
berbagai persetujuan dan kesepakatan, sebuah pertumbuhan yang perlahan dari
kebiasaan, membentuk dan memecahkan serta memahami banyak hukum.
Di Negara Republik Indonesia, dalam berlakunya UUD 1945, dianut kedua
pengertian konstitusi di atas. UUD 1945 yang terdiri dari pembukaan dan batang
tubuh merupakan konstitusi dalam pengertian sempit. Selain itu, sesuai dengan
penjelasan UUD 1945, yang antara lain menyebutkan bahwa untuk memahami
hukum dasar dari Negara Republik Indonesia, tidak cukup kalau hanya dilihat pada
ketentuan UUD 1945 saja, tetapi juga pada aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Dengan
penjelasan UUD 1945 tersebut, jelaslah Negara Republik Indonesia juga mengakui
adanya hukum dasar tidak tertulis (konfensi ketatanegaraan), sehingga UUD 1945
juga menganut konstitusi dalam arti luas.

K. C. Wheare mengatakan:

Istilah constitution pada umumnya digunakan untuk menunjukan kepada


seluruhan peraturan mengenai ketatanegaraan suatu negara yang secara
keseluruhan akan menggambarkan sistem ketatanegaraannya. Sistem
ketatanengaraanya tersebut terbagi kedalam dua golongan, yaitu peraturan
berderajat legal dan peraturan berderajat nonlegal.

Sedangkan dalam pandangan Bolingbroke:

Yang dimaksud konstitusi jika berbicara dengan cermat dan cepat adalah
kumpulan hukum, lembaga dan kebiasaan, yang berasal dari prinsip-prinsip tertentu
yang menyusun sistem umum, dan masyarakat setuju untuk diperintahkan menurut
sistem itu.

Beradarkan pendapat diatas, maka pada dararnya peraturan-peraturan


(konstitusi) ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang berupa UUD
atau UU dan ada yang tidak tertulis berupa ussage, understandinding, custums atau
convention.

Istilah konstitusi dalam perkembangannya mempunyai dua pengertian:

a. Dalam pengertian yang luas, konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-


ketentuan dasar atau hukum dasar, baik yang tertulis ataupun yang tidak
tertulis ataupun campuran keduanya.
b. Dalam pengertian sempit (terbatas), konstitusi berarti piagam dasar atau
Undang-Undnag Dasar, ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-
peraturan dasar negara. Misalnya UUD NKRI 1945, konstitusi USA 1787.

2. Hukum Konstitusi

Penggunaan istilah “hukum konstitusi” dalam studi ilmu hukum di Indonesia


sering membingungkan, karena lazimnya istilah constitutional law (Inggris), droit
constitutionel (Perancis), Verfassungsrecht (Jerman) diterjemahkan dengan hukum
Tata Negara. Ada juga ahli hukum seperti Philipus M. Hadjon menerjemahkan dengan
hukum konstitusi atau hukum negara dari Staatsrecht (Belanda) oleh Apeldorn.
Hukum Tata Negara atau Hukum Konstitusi meliputi hukum Tata Negara (dalam arti
sempit) dan Hukum Administrasi. Secara sederhana kita dapat membedakan kedua
macam hukum tersebut (Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi) dengan
pendangan Oppenheim bahwa Hukum Tata Negara bertalian dengan negara dalam
kaedah statis atau tidak bergerak dan hukum administrasi bertalian dengan negara
dalam keadaan bergerak.

Istilah Hukum Konstitusi yang kini telah ramai digunakan dalam studi ilmu
Hukum Tata Negara di Indonesia merupakan pengembangan studi ilmu hukum Tata
Negara yang dilakukan oleh Sri Soemantri R. Martosoewignjo. Beliau menyempatkan
diri secara khusus mengajar mata kuliah ini pada bidang kajian utama ilmu hukum
ketatanegaraan/ program pasca sarjana Universitas Padjajaran disamping mata kuliah
hukum Tata Negara (lanjut) dan politik hukum. Pada pekembangan terakhir, mata
kuliah hukum konstitusi telah ditetapkan sebagai salah satu mata kuliah pilihan dalam
program S1 Fakultas Hukum oleh Konsorsium Ilmu Hukum.

Untuk dapat memahami apa itu hukum konstitusi, kita perlu menyimak
pendapat Sri Soemantri R. Martosoewignjo bahwa hukum konstitusi merupakan
bagian dari hukum Tata Negara. Lebih lanjut Sri Soemantri R. Martosoewignjo
merujuk pada pendapat Andre Mast (Guru Hukum Tata Negara Belgia) bahwa
“Hukum Konstitusi adalah kaidah-kaidah hukum tentang hal-hal yang terdapat dalam
konstitusi”.
Ini berarti bahwa hukum konstitusi itu merupakan bagian dari hukum Tata
Negara (dalam arti sempit), yang membicarakan kaidah-kaidah hukum yang terdapat
dalam konstitusi. Yang perlu dibahas lebih lanjut adalah apakah dan bagaimanakah
kaidah hukum, serta apakah hukum konstitusi itu?

Pengertian Hukum Konstitusi menurut para alhi:

1. Menurut A. V. Dicey, pengertian hukum konstitusi menurut A.V. Dicey, dapat


dianalogikan dengan Hukum Tata Negara. Dalam bukunya yang berjudul “An
Intoduction to the Study of the Law of the Constitution”, A.V. Dicey
menyebutkan bahwa Hukum Tata Negara mencakup semua peraturan yang
secara langsung atau tidak langsung memengaruhi distribusi atau pelaksanaan
kekuasaan yang berdaulat dalam negara. Dalam hal ini, A.V. Dicey
menitikberatkan mengenai persoalan distribusi atau pembagian kekuasaan dan
pelaksanaan kekuasaan tertinggi suatu negara. Semua aturan (rules) yang
mengatur hubungan-hubungan antarpemegang kekuasaan negara yang
tertinggi satu dengan yanglain disebut olehnya sebagai hukum tata negara atau
constitutional law.

2. Sri Soemantri, dalam disertasinya, Prof. Sri Soemantri M. mengartikan


konstitusi sama dengan undang-undang dasar. Hal ini didasarkan bahwa dalam
sejarahnya, konstitusi itu dibuat dalam bentuk tertulis sebagai suatu
kesepakatan antara rakyat dan raja pada masa Romawi. Agar pihak-pihak yang
menyepakati selalu ingat perjanjian tersebut, dibuatlah dalam bentuk tertulis.
Karena itu, Hukum Konstitusi diartikan oleh Prof. Soemantri sebagai hukum
tertulis yang saat ini terbentuk dalam UUD.

3. C.F. Strong, dalam bukunya yang berjudul “Modern Political Constitutins”,


C.F. Strong menerangkan bahwa pemerintah dalam arti luas harus mempunyai
kekuasaan perundang-undangan (legislative power), kekuasaan pelaksanaan
(executive power), dan kekuasaan peradilan (judicial power) yang dapat
disebut sebagai tiga bagian pemerintahan dan bersaama-sama menjelmakan
kedaulatan dalam negara modern. Setelah itu , konstitusi dapat dirumuskan
sebagai satu kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak-hak
rakyat, serta hubungan antara penguasa dan rakyat. Yang menjadi tujuannya
adalah mencegah perbuatan sewenang-wenang penguasa, menjamin hak-hak
rakyat, dan menetapkan pelaksanaan kedaulatan.

4. K.C. Wheare, dalam bukunya yang berjudul Modern Constitutions, K.C.


Wheare membedakan konstitusi dalam arti luas dan konstitusi dalam arti
sempit sebagai berikut. “First of all it (constitution) is used to describe the
whole system of government of a country, the collection of rules which
establish and regulate or govern the government. These rules are pertly legal,
in the sense that courts of law will recognize and apply them, and partly non-
legal or extra legal, taking the form of usages, understandings, customs, or
conventions which couts do not recognize as law but which are not less
effective in regulating the government than the rules of law strictly so called.
In most countries of the world the system of government is composed of this
mixture of legal and nonlegal rules and it is possible to speak of this collection
of rules as the Constitutions.”

5. Wade and Philips, dalam bukunya yang berjudul Constitutional Law, tahun
1939, Wade and Philips merumuskan “Constitutional law is ... body of rules
which prescribes (a) the structure, (b) the functions of the organs of central
and local government”. Dalam buku yang sama, terbitan tahun 1960,
dinyatakan,”in the generally accepted of the term it means the rules which
regulate the structure of the principal organs of government and their
relationship to each other, and determine their principal functions”.

1.2. . Letak Hukum Konstitusi Dalam Sistem Hukum Positif

Sebelum kita membicarakan letak hukum konsitusi dalam kerangka hukum


positif (sistem hukum yang sedang berlaku), maka terlebih dahulu kita harus
memahami sistem hukum. Kata sistem hukum terbentuk dari kata sistem dan hukum.
Kata sistem hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti sekelempok
bagian-bagian yang bekertja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud misalnya
sistem urat syaraf dlam tubuh, sistem pemerintahan.

Hukum di artikan oleh Mochtar Kusumaatmadja sebagai keseluruhan asas-


asas dan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat,
lembaga-lembaga (institution) ,proses-proses (process) yang mewujudkan berlakunya
kaedah-kaedah itu dalam kenyataan. Dalam pengertian hukum tersebut terkandung
hukum tertulis dan hukum tidak tertulis, meliputi asa-asas dan kaedah-kaedah,
lembaga-lembaga, serta proses penerapanya.

Kedua kata itu di padukan menjadi “sistem hukum” mengandung arti susunan
dan hubungan dari asas-asas dan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan manusia
dalam masyarakat, lembaga-lembaga, proses-proses yang mewujudkan berlakunya
kaedah-kaedah dalam kenyataan.

Pengertian sistem hukum yang dibentuk dari asal katanya ini memang sangat
sederhana, namun menyerakan makna yang sangat luas, karena dalam pengertian
tersebut terkandung hukum normatif dan hukum empirik. dari nukum normatif akan
berkembang pandangan orang hukum tentang sistem hukum dan dari hukum empirik
berkembang pandangan sosiolog hukum tentang sistem hukum. seiring dengan itu J. J.
H. Bruggink mengemukakan bahwa terdapat dua pandangan tentang sistem hukum,
yakni:

1. Pandangan orang hukum yang biasanya mendekati hukum dari aspek


sistematisnya mengartikan hukum sebagai susunan dan hubungan saling
berkaitan dari aturan-aturan dan putusan hukum (sebagai sistem ideal) yang
berlaku dalam suatu masyarakat. dalam hal ini sistem hukum lebih banyak
berkenaan dengan sistem hukum ideal dari kaedah-kaedah hukum yang
mungkin direkah, yang didalamnya orang dapat memperoleh pemahaman
tentang tuntutan (syarat-syarat) dari hukum, ketimbang untuk mensisimatimasi
tatanan-tatanan hukum positif yang ada.

2. Pandangan sosiolog hukum, yang bertolak dari kenyataan masyarakat, akan


menguraikan unsur-unsur (menganalisis) apa saja yang masuk dalam satu
sistem hukum.

Menurut pandangan sosiolog hukum, antara lain Kees Schuit nahwa sebuah sistem
hukum terdiri atas tiga unsur yang memiliki kemandirian tertentu (memiliki
identitas dengan batas-batas ang relatif jelas) yang saling berkaitan, dan masing-
masing dapat dijabarkan lebih lanjut. Unsur-unsur yang mewujudkan sistem
hukum itu adalah:
a. Unsur adil, terdiri dari aturan-aturan, kaedah-kaedah, dan asas-asas. inilah
yang oleh yuris disebut sistem hukum, tetapi sosialog hukum masih ada
unsur lainnya.

b. Unsur operasional, terdiri dari keseluruhan organisasi-organisasi, lembaga-


lembaga, dan pejabat hukum.

c. Unsur faktual, terdiri dari keselur\uhan putusan-putusan dan perbuatan-


perbuatan konkrit yang berkaitan dengan sistem makna dari hukum, baik
pejabat maupun masyarakat.

Menurut Bagir Manan, sistem hukum dapat dilihat sekurang-kurannya dari


dua segi, yaitu:

1. Sistem hukum merupakan “wadah” yang menjamin harmonisasi dan


mengarahkan perkrmbangan asas dan kaedah huku satu sama lain.

2. Sistem hukummerupakan kumpulan asas dan kaedah hukum itu sendiri


yang senantiasa tumbuh dan berkembang sesuai dengan pertumbuhan
dan perkembangan asas dan kaedah hukum. Dengan kata lain, sistem
hukum merupakan refleksi sistematik dari adad dan kaedah hukum
yang tumbuh dalam masyarakat. Disisi ini, sistem hukum senantiasa
tumbuh dan berkembang bersama-sama pertumuhan dan
perkembangan asas dan kaedah hukum.

Berangkat dari pemahaman ini Bair Manan lebih cenderung melihat sistem
hukum sebagai refleksi dari asas dan kaedah hukum yang berlaku, yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat tertentu. Sistem hukum tidak saja dilihat sebagai
abstraksi dari asas dan kaedah hukum, tetapi juga termasuk segi-segi pembentukan
dan penegakan hukum.

Pemikiran Bagir Manan tentang sistem hukum ini nampaknnya sejalan dengan
pandangan Bruggink. Kalau menurut Bagir Manan, s\istem hukum itu merupakan
abstraksi dari asas dan kaedah hukum, adalah identik dengan pemikiran Bruggink
tentang makna sistem hukum yang dianut oleh orang hukum. Demikian pula dengan
pemikina Bagir Manan tentang sistem hukum termasuk pembentukan dan penegakan
hukum, adalah identuk dengan pemikiran Bruggink tentang makna sistem hukum ang
dianut oleh para sosiolog hukum.
Apa sajakah yang menjadi unsur atau komponen seuah sistem hukum? Sistem
hukum sebagai suatu kesatuan yang tak terpisahkan, bersifst integral, saling
berhubungan satu sama lain dan saling mendukung karena dirajut oleh asa-asas
hukum dan kaedah-kaedah hukum yang sama, misalnnya sistem hukum nasional
(indonesia) terkait dalam satu rajutan sistem hukum karena dirajut oleh asas-asas
hukum dan kaeah-kaedah hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945, serta dijiwai
oleh wawasan nusantara (GBHN 1993 Bab I huruf C butir 5). Komponen-komponen
suatu sistem hukum biasannya terdiri dari materi atau substansi hukum, lembaga dan
aparatur hukum, sarana dan rasarana, budaya hukum, penerapan dan pelayanan
hukum, pengawasan hukum, informasi hukum, dan administrasi hukum.

Dimanakah letak hukum konstitusi dalam kerangka sistem hukum secara


keseluruhan? Menurut H. D van Wijk dalam buku “hoffdstakken Administrativerech”
yan dikerjakan oleh Willwm Konynenbelt bahwa sistem hukum kerajaan Belanda
dapat dapat divisualisasikan dalam bagan, sebagai berikut.

Hkm Perdata Materiil Hukum Hkm. Pidana Materiil

Yang Yang Administrasi Dalam Hkm Pidana


Umum
Mangatur Memaksa UU Khusus
Hukum Non Contenteus Hukum

Acara Hkm. Ac. Ad,inistrasi Acara

Perdata Contenteus Pidana


Organisasi Peradilan Organisasi Peradilan Organisasi Peradilan
Hukum Tata Negara

Demikian pula Crince Le Roy memberikan gambaran tentang sistem hukum


Belanda dalam sebuah bagan sebagai berikut:
Hukum Tata Negara

Hukum Hukum Hukum

Perdata Administrasi Pidana

HK. Acara Hk. Acara Administrasi Hk. Acara

Perdata Pidana

Dalam kedua bagan tersebut di atas terdapat perbedaan yaitu pada bagan yang
dibuat oleh Van Wijk, hukum tata negara diletakkan pada kotak yang paling bawah,
sedangkan pada bagan yang dibuat oleh Crince Le Roi, hukum tata negara diletakkan
pada kotak yang paling atas. Selain itu, terdapat perbedaan yang lainnya yaitu pada
luasnya bidang hukum administrasi. Pada bagan yang dibuat oleh Crince Le Roi
hukum administrasi lebih luas daripada bidang hukum lainnya, karena hukum
administrasi terus berkembang seiring dengan semakin bertambah luas dan
kompleksnya masalah yang dihadapi oleh administrasi negara. Dengan hadirnya
konsep negara hukum kesejahteraan, maka administrasi negara harus turut campur
tangan dalam berbagai kepentingan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Dengan demikian, hukum administrasi negara semakin bertambah luas dan
menggeroggoti bidang hukum lainnya.

Kendatipun kedua ahli tersebut menempatkan posisi hukum tata negara pada
tempat yang berbeda dalam sistem hukum positif Belanda, namun keduanya
menempatkan hukum tata negara pada posisi yang penting. H. D. Van Wijk
meletakkan hukum tata negara pada posisi paling bawah, menunjukkan cabang ini
sebagai basis bagi ketiga cabang hukum lain. Crince Le Roi menempatkan hukum tata
negara pada posisi paling atas, menunjukkan hukum tata negara sebagai payung bagi
ketiga bidang hukum lainnya. Hal ini berarti bahwa ketiga bidang hukum lain harus
berpijak dan berpedoman pada asas-asas hukum dan kaidah-kaidah hukum yang
terdapat dalam hukum tata negara atau dengan perkataan lain, hukum tata negara
harus menjiwai bidang-bidang hukum yang lainnya.

Dengan menjamin badan sistem hukum yang dikemukakan oleh kedua ahli
hukum Belanda tersebut kita dapat menentukan hukum konstitusi dalam kerangkan
sistem hukum secara keseluruhan. Oleh karena hukum konstitusi itu merupakan salah
satu bagian dari hukum tata negara, maka letak hukum konstitusi tidak terpisahkan
dari posisi hukum tata negara dalam kerangkan sistem hukum secara keseluruhan
sebagaimana telah diuraikan di atas. Dalam kaitannya dengan sistem hukum
konstitusi, yaitu dalam posisi UUD 1945 sebagai salah satu bagian dari hukum tata
Negara Indonesia.

1.1. Ruang Lingkup Disiplin Hukum Konstitusi

Sesuai dengan pengertian hukum konstitusi yang telah diuraikan di depan,


maka yang menjadi materi kajian hukum konstitusi adalah kaidah-kaidah hukum yang
bertalian dengan konstitusi. Persoalannya adalah apa sajakah yang menjadi materi
muatan suatu konstitusi? Hal ini akan dibahasa secara mendalam dalam bab-bab
berikut nanti. Yang jelas bahwa semua hal yang menjadi materi muatan konstitusi
merupakan obyek suatu hukum konstitusi.

Dalam berbagai referensi tentang hukum konstitusi diketemukan juga hal-hal


yang dibahas dalam studi tentang hukum konstitusi. Ada beberapa penulis yang
membahas hukum konstitusi dan materinya, antara lain:

1. K. C. Wheare dalam buku “Modern Konstitution” menguraikan hal-hal yang


berkaitan dengan konstitusi, yaitu:

a. Apakah sebuah konstitusi itu

b. Bagaimana konstitusi dapat diklasifikasikan

c. Apa seharusnya isi sebuah konstitusi

d. Otoritas apa yang dapat diklaim oleh suatu konstitusi


e. Bagaimana perubahan konstitusi: berapa kekuatan utama

f. Bagaimana perubahan konstitusi: perubahan formal

g. Bagaimana perubahan konstitusi: penafsiran pengadilan

h. Bagaimana perubahan konstitusi: kebiasan dan konfensi

i. Prospek pemerintahan konstitusional

2. C. F. Strong dalam buku “Modern Political Constitution” menguraikan hal-hal


sebagai berikut:

a. Arti atau makna konstitusionalisme

b. Lahir dan berkembangnya konstitusi

c. Perbandingan konstitusi

d. Negara kesatuan

e. Negara federal

f. Konstitusi yang fleksibel

g. Konstitusi yang rigid

h. Legislatif

i. Pemerintahan parlementer

j. Pemerintahan non parlementer

k. Peradilan

l. Munculnya nasionalisme

m. Organisasi ekonomi, nasional dan internasional

n. Piagam perserikatan bangsa-bangsa

o. Pandangan terhadap konstitusionalisme

3. Hans Kelsen dalam buku “General Teori of Law and State” membicarakan juga
konstitusi dalam bab XI yang berjudul “The Hierarchy of the Norms” (Tata urutan
norma-norma) yang terdiri dari beberapa sub bahasan yaitu:
a. Konstitusi dalam pengertian material dan formal, penentuan pembuatan norma-
norma umum.

b. Penentuan isi dari pada norma-norma umum oleh konstitusi

c. Kebiasaan sebagaimana ditentukan oleh konstitusi

4. Stanley de Smith and Rodney Brazier dalam buku “Constitutional and


Administrative Law” memulai ulasannya dengan menguraikan “Constitutions”
dalam sub bahasan sebagai berikut:

a. Apakah konstitusi itu

b. Apa sajakan yang dimasukkan ke dalam konstitusi atau apa sajakah materi
muatan konstitusi

c. Konstitusi tertulis Inggris

d. Aspek-aspek klasifikasi

Selain itu, dalam bab II diuraikan tentang “British Constitution” (Konstitusi


Inggris), yang terdiri dari sub-sub bahasan tentang:

a. Ciri-ciri khas

b. Negara hukum dan pemisahan kekuasaan

c. Sumber-sumber hukum tata negara

d. Konfensi ketatanegaraan

5. Geoffrey Marshall dalam buku “Constitutional Theory” mengulas tentang


beberapa hal berikut:

a. Hukum dan konstitusi

b. Negara, raja dan eksekutif

c. Kekuasaan legislatif dan kedaulatan

d. Hakim-hakim dan para pembuat undang-undang

e. Pemisahan kekuasaan

f. Hak-hak sipil
g. Persamaan dihadapan hukum

h. Kebebasan berkumpul dan berpendapat

i. Hak untuk tidak mematuhi hukum: ketidakpatuhan sipil

6. M. Solly Lubis dalam buku “Asas-asas Hukum Tata Negara” mengulas beberapa
hal mengenai hukum konstitusi, yaitu:

a. Konstitusi

b. Konstitusi dulu dan sekarang

c. UUD sebagai induk dan sumber hukum negara

d. Dasar ideal dan dasar struktural dalam UUD

e. UUD dan GBHN

f. UUD yang mulur dan fleksibel

7. Moh. Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam buku “Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia” membahas konstitusi dalam sistematika sebagai berikut:

a. Istilah

b. Pengertian konstitusi

c. Beberapa pengertian tentang konstitusi

d. Nilai konstitusi

e. Sifat konstitusi

f. Perubahan konstitusi

g. Sejarah Undang-undang Dasar Indonesia

Beranjak dari paparan tentang materi-materi yang biasa disajikan dalam beberapa
referensi hukum konstitusi, maka pada prinsipnya studi hukum konstitusi memberikan
perhatian pada hal-hal berikut:

1. Teori-teori konstitusi terutama berkaitan dengan arti atau pengertian, klasifikasi,


nilai, materi, fungsi, penafsiran, penetapan dan perubahan, konfensi ketatanegaraan,
dan sejarah konstitusi.
2. Kaidah-kaidah hukum dasar atau fundamental yang bertalian dengan perlindungan
dan jaminan hak-hak asasi manusia, susunan ketatanegaraan suatu negara dan
pembagian kekuasaan negara.

3. Hukum konstitusi positif (hukum konstitusi yang berlaku dalam suatu negara
tertentu.

4. Perbandingan konstitusi

Anda mungkin juga menyukai