Anda di halaman 1dari 53

RINGKASAN MATERI KULIAH

HUKUM KONSTITUSI

Oleh:
DR. H. UU NURUL HUDA, S.H., M.H.
NIP. 197511192006041001
HUKUM KONSTITUSI SEBAGAI ILMU
A. Persyaratan suatu Ilmu dari Segi Filsafat Ilmu
1. Ontologi Hukum Konstitusi
2. Epistemologi Hukum Konstitusi
3. Aksiologi Hukum Konstitusi

B. Persyaratan suatu Ilmu dari Segi Lain


1. Hukum Konstitusi tersusun secara sistematis
2. Hukum Konstitusi bersifat Universal
3. Hukum Konstitusi mempunyai Pengertian Khusus
4. Hukum Konstitusi didukung para Ahli/Pakar

Ciri Pokok Ilmu Hukum Konstitusi:


1. Rasional
2. Empiris
3. Bersifat umum
4. Bersifat Akumulatif
PERSYARATAN SUATU ILMU DARI SEGI
FILSAFAT ILMU
1. Ontologi Hukum Konstitusi
Ontologi Hukum Konstitusi (Obyek Studi) adalah konstitusi
(huruf k kecil), artinya konstitusi dalam arti luas dan konstitusi
dalam arti sempit. Konstitusi dalam arti luas adalah Hukum
Dasar Tertulis dan Hukum Dasar tidak Tertulis. Hukum Dasar
Tertulis terdiri dari Hukum Dasar Tertulis dalam arti luas
(seluruh peraturan perundang-undangan konstitutif), Hukum
Dasar Tertulis dalam arti sempit (UUD atau Konstitusi). Obyek
Formal Ilmu Hukum Konstitusi adalah konstitusi (huruf k
kecil), sedangkan obyek material hukum konstitusi adalah
Hukum Dasar. Dengan demikian, obyek studi ilmu Hukum
Konstitusi adalah konstitusi dalam arti sebagai Hukum Dasar.
Di samping itu, konstitusi juga dapat dikaji oleh Ilmu lain,
yaitu: HTN, HAN, Ilmu Politik, dan Sosiologi.
PERSYARATAN SUATU ILMU DARI
SEGI FILSAFAT ILMU
2. Epistemologi Ilmu Hukum Konstitusi
Epistemologi Ilmu Hukum Konstitusi berarti Metode. Ilmu Hukum
Konstitusi memiliki metode sendiri. Secara umum, Ilmu Hukum
Konstitusi menggunakan metode yang lazim, yaitu: metode deduksi,
induksi, dan abduksi. Namun secara khusus, Ilmu Hukum Konstitusi
menggunakan metode-metode berikut ini: metode filosofis-konstitutif;
metode yuridis-konstitutif; dan metode empiris-konstitutif. Metode
filosofis-konstitutif terdiri dari metode kontemplatif-konstitutif, metode
spekulatif-konstitutif; dan metode deduktif-konstitutif; metode yuridis-
konstitutif terdiri dari metode yuridis normatif-konstitutif, metode
yuridis historis-konstitutif, dan metode yuridis komparatif-konstitutif;
dan metode empiris-konstitutif terdiri dari metode empiris sosiologis-
konstitutif, dan metode empiris yuridis-konstitutif.
PERSYARATAN SUATU ILMU DARI
SEGI FILSAFAT ILMU
3. Aksiologi Ilmu Hukum Konstitusi
Aksiologi Ilmu Hukum Konstitusi (Nilai Kegunaan) terdiri dari
kegunaan teoritis dan kegunaan praktis. Nilai Kegunaan Teoritis di
antaranya dalam pembentukan negara, penentuan norma hukum dasar
dan simbol-simbol kenegaraan, penentuan cita-cita dan tujuan negara,
penetuan organisasi negara; penataan organisasi negara, perlindungan
hak asasi manusia dan warga negara; dan penjaminan
kemakmuran/kesejahteraan individu/bersama/umum. Nilai Kegunaan
Praktis di antaranya dalam penjaminan persatuan dan kesatuan
bangsa, penyelenggaraan pemerintahan, penyelenggaraan hubungan
antar negara, penyelenggaraan pertahanan dan keamanan negara,
penyelenggaraan demokrasi, penegakan hukum, dan memecahkan
masalah-masalah kenegaraan/ketatanegaraan.
HUKUM KONSTITUSI SEBAGAI
ILMU DAN PERATURAN
 Hukum Konstitusi merupakan cabang hukum baru dari Hukum
Tata Negara dalam arti luas. Dengan timbulnya cabang hukum
baru ini, maka Hukum Tata Negara dalam arti luas terdiri atas
tiga cabang hukum di dalamnya, yaitu: Hukum Konstitusi,
Hukum Tata Negara dalam arti sempit, dan Hukum Tata Usaha
Negara/Hukum Administrasi Negara.
 Hukum Konstitusi dapat dipandang dari segi keilmuannya dan
segi peraturannya. Sebagai ilmu, Hukum Konstitusi adalah
Hukum yang mempelajari konstitusi termasuk Undang-Undang
Dasar sebagai hukum dasar tertulis tertinggi dari tata hukum
nasional. Sebagai peraturan, Hukum Konstitusi adalah
seperangkat aturan dasar atau hukum dasar yang dibuat oleh
lembaga berwenang yang menetapkan dan mengatur organisasi
negara dari suatu negara.
 Hukum Konstitusi mencakup Hukum
Konstitusi dalam arti luas dan Hukum
Konstitusi dalam arti sempit. Hukum
Konstitusi dalam arti luas adalah Hukum
Dasar, baik Hukum Dasar tertulis maupun
Hukum Dasar tidak tertulis. Hukum Konstitusi
dalam arti sempit adalah Hukum Dasar tertulis
atau Undang-Undang Dasar atau Konstitusi.
HUKUM KONSTITUSI BAGIAN DARI HUKUM
TATA NEGARA
Menurut Sri Soemantri, Hukum Konstitusi adalah
salah satu bagian dari hukum tata negara.
Menurut Max Bolli Sabon, Hukum Konstitusi
adalah bagian dari Hukum Tata Negara yang
khusus mempelajari konstitusi atau undang-
undang dasar.
Dengan demikian, Ilmu Hukum Konstitusi
merupakan cabang Ilmu Hukum atau spesialisasi
dari Ilmu Hukum Tata Negara dalam arti luas
yang mempelajari konstitusi sebagai obyek
material dan hukum dasar sebagai obyek formal
(termasuk UUD sebagai hukum dasar tertulis
tertinggi dari tata hukum nasional.
ISTILAH KONSTITUSI
 bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dari dua
kata, yaitu cume dan statuere. Cume adalah sebuah preposisi
yang berarti “bersama dengan... “, statuere berarti “membuat
sesuatu agar berdiri atau mendirikan/menetapkan”. Constitutio
juga berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti hukum
atau prinsip. Constitutio berarti menetapkan sesuatu bersama-
sama atau segala sesuatu yang telah ditetapkan.
 bahasa Prancis, constituer yang berarti membentuk, maksudnya
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan
suatu negara. Istilah konstitusi dikenal adanya perbedaan droit
consti-tutionnel (konstitusi) dan loi constitutionnel (UUD).
 bahasa Belanda, dikenal adanya perbedaan constitutie
(konstitusi) dan grondwet (UUD) yang berarti hukum dasar.
 bahasa Jerman, dikenal adanya perbedaan Verfassung
(konstitusi) dan Gerundgeset (UUD), yang berarti hukum dasar
 bahasa Inggris, berasal dari kata Constitution, kata kerjanya
Constitute yang berarti mendirikan atau menyusun. Constitution
juga diartikan hukum dasar. Konstitusi adalah aturan yang me-
ngatur berdirinya atau susunan suatu negara atau hukum dasar
yang mengatur susunan suatu negara.
ARTI KONSTITUSI
Berdasarkan istilah-istilah tersebut, maka konstitusi
yaitu:
 pertama, menggambarkan keseluruhan sistem ketatanega-
raan suatu negara.
 kedua, konstitusi menggambarkan keseluruhan peraturan,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang di-
tuangkan dalam suatu dokumen tertentu.
Konstitusi dapat ditinjau :
 Dalam arti luas, mencakup segala ketentuan yang ber--
hubungan dengan keorganisasian negara.
 Dalam arti sempit, memberi nama kepada dokumen pokok
yang berisi aturan mengenai susunan organisasi negara
beserta cara kerjanya organisasi itu.
KONSTITUSI: TINJAUAN PARA AHLI
 Menurut K.C. Wheare, Konstitusi adalah keseluruhan sistem
ketatanegaraan dari suatu negara yang berupa kumpulan peraturan-
peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara, baik yang memiliki sifat hukum (legal)
maupun tidak memiliki sifat hukum (non legal).
 Menurut Leon Duguit, Konstitusi bukanlah sekedar memuat norma-
norma hukum dasar tentang struktur negara, tetapi juga hal yang
sungguh-sungguh terdapat dalam kenyataan hidup masyarakat sebagai
de reele machtsfactoren yang hidup dalam masyarakat yang
bersangkutan. Yang berdaulat bukanlah hukum yang tercantum dalam
bunyi teks undang-undang, melainkan yang terjelma dalam sociale
solidariteit (solidarite sociale).
 Menurut James Bryce, konstitusi sebagai kerangka negara yang
diorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal pengaturan mengenai
pendirian lembaga-lembaga yang permanen, fungsi dari alat-alat
kelengkapan dan hak hak tertentu yang telah ditetapkan.
 Menurut C.F. Strong, Konstitusi sebagai suatu kumpulan asas-asas yang
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas), hak-hak
dari yang diperintah dan hubungan antara pemerintah dan yang
diperintah (menyangkut di dalamnya masalah hak asasi manusia)
KONSTITUSI: TINJAUAN PARA
AHLI
 Menurut Herman Heller, Konstitusi dapat ditinjau dari:
 Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit.
Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di
dalam masyarakat se-bagai suatu kenyataan. Jadi
mengandung pengertian politis dan sosiologis.
 Die Verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi
merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam
masyarakat. Jadi konstitusi mengandung pengertian
yuridis.
 Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam
suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang
berlaku dalam suatu negara.
 Menurut F. Lasalle, Konstitusi dapat ditinjau dari:
 Sosiologis atau politis (sosio logische atau politische begrip).
Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan yang
nyata (de reele machtsfactoren) dalam masyarakat.
Konstitusi menggam-barkan hubungan antara kekuasaan-
kekuasaan yang terdapat dan nyata dalam suatu negara.
 Yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah
yang me muat semua bangunan negara dan sendi-sendi
pemerintahan.
AHLI YANG MEMBEDAKAN UUD DENGAN
KONSTITUSI
Nama Ahli Intisari Pendapatnya

Van Apeldoorn Grondwet adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan
constitution (konstitusi) memuat baik peraturan tertulis maupun tidak
tertulis.
Herman Heller Membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu :
1. Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi
adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai
suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.
2. Die Verselbstandigte rechtsverfassung. Konstitusi merupakan suatu
kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat. Jadi konstitusi
mengandung pengertian yuridis.
3. Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah
sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu
negara.
F. Lassalle Membagi konstitusi dalam dua pengertian, yaitu :
1. Pengertian sosiologis atau politis (sosiologische atau politische begrip).
Konstitusi adalah sinthese faktor-faktor kekuatan yang nyata (dereele
machtsfactoren) dalam masyarakat. Konstitusi menggambarkan
hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dan nyata dalam
suatu negara.
2. Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah
yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Moh. Kusnardi Konstitusi atau constitution atau verfassung harus dibedakan dari
& Harmaily Undang-Undang Dasar. Penyamaan antara keduanya dipandang sebagai
Ibrahim suatu kekhilafan. Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham
kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis, demi
mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum dan kepastian hukum.
AHLI YANG MENYAMAKAN UUD DENGAN
KONSTITUSI
Nama Ahli Intisari Pendapatnya

Oliver Dia memberi nama Undang-Undang Dasar sebagai instrumen of


Cromwell Government, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai
pegangan untuk memerintah, dan disinilah timbul identifikasi dari
pengertian konstitusi dan Undang-Undang Dasar.
James konstitusi sebagai kerangka negara yang diorganisir dengan dan
Bryce melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan:
1. Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang
permanen.
2. Fungsi dari alat-alat kelengkapan.
3. Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.
C.F. Strong Konstitusi juga dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan asas-asas
yang menyelenggarakan:
1. Kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas)
2. Hak-hak dari yang diperintah
3. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut
di dalamnya masalah hak asasi manusia)
Sri Konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar. Penyamaan arti
Soemantri keduanya bagi Sri Soemantri karena sesuai dengan praktek
ketatanegaraan sebagian besar negara-negara dunia termasuk
Indonesia
Dari uraian-uraian dan definisi-definisi para ahli tersebut di atas tentang konstitusi, maka
terlihat adanya substansi daripada definisi-definisi tersebut. Substansi-substansi tersebut
antara lain :
1. Konstitusi adalah hukum dasar daripada negara (a constitution is the basic law of a state).
2. Konstitusi adalah koleksi-koleksi dasar (kumpulan-kumpulan dasar daripada aturan-
aturan yang menetapkan prinsip-prinsip institusi atau prinsip-prinsip kelembagaan dari
pada negara (a constitution is the basic collection of rules establishing the principal
institutions of a state).
3. Konstitusi mengatur dari keseluruhan yang penting dari lembaga-lembaga negara,
kekuasaannya dan bagaimana lembaga-lembaga itu dapat berkorelasi (a constitution
regulates the most important of the states’s institutions, their powers and their mutual
relations)
4. Konstitusi mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban dasar dari warga dan pemerintah
yang satu sama lain terpisah (regulates the fundamental rights and duties of the citizens
and the government, both separately and as regard one another).
5. Konstitusi mengatur dan membatasi kekuasaan dari negara dan lembaga-lembaganya
(regulates and limits the power of the state and its institutions).
6. Konstitusi menentukan ideologi dari hakekat kekuasaan elite (tertinggi) dalam bentuk
yang bulat di dalam aturan-aturannya (establishes the ideology of the existing power elite
in rules).
Kesimpulan: Sejumlah aturan-aturan dasar atau ketentuan-ketentuan hukum yang
dibentuk untuk mengatur batasan, hubungan, fungsi dan struktur ketatanegaraan
serta hubungan antara negara dan rakyat dalam konteks kehidupan berbangsa
dan bernegara, baik tertulis maupun tidak tertulis (writen and unwritten).
KEDUDUKAN KONSTITUSI
 Pada Negara Feodal/Monarkhi/Oligarkhi (absolut),
kedudukan konstitusi sebagai pemisah antara
rakyat dan penguasa
 Pada Negara Demokrasi, kedudukan konstitusi
sebagai penjamin alat rakyat untuk konsolidasi
kedudukan hukum dan politik rakyat
 Pada Negara Komunis, kedudukan konstitusi
dijadikan alat untuk mewujudkan masyarakat
komunis
HUBUNGAN KONSTITUSI DAN
NEGARA
NEGARA PENGERTIAN KONSTITUSI
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals
“Organisasi Kekuasaan“ of society or general acceptance of the same philosophy of
government)
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan

power tends to corrupt 3.


atau penyelenggaraan negara (the basis of government)
Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi ketetanegaraan (the
form of institutions and procedures)
4. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau

Checks and Balances 5.


6.
Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk
waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan datang
7. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kahidupan
ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Parpol/Partai Politik Infra Struktur SUPRA STRUKTUR


The Socio Political Sphere The Government Political Sphere
 Political Education  UUD 1945
 Political Articulation  Konstitusi RIS 1949
 Political Agregation  UUDS 1950
 Political Selection  UUD 1945 Pasca Dekrit
 Political Communication  UUD 1945 Era Orde Baru
 UUD 1945 Pasca Amandemen
HUBUNGAN KONSTITUSI DAN NEGARA
• Konstitusi sebagai Hukum Dasar Penyelenggaraan
Negara
• Konstitusi sebagai Kontrak/Konsensus: (Andrews
1968).
 Kesepakatan tentang tujuan/cita-cita bersama
 Kesepakatan tentang the rule of law sebagai pemerin-
tahan dan landasan penyelenggaraan negara
 Kesepakatan tentang bentuk-bentuk institusi-
institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan.
FUNGSI UMUM KONSTITUSI
“Constitutions are seen as a variable function of cult of national character”
(Henc van Maarseveen)”.
Secara faktual setiap konstitusi mempunyai fungsi. Fungsi konstitusi tersebut
tidak saja dipandang dalam pengertian nasional (menurut kondisi tempat
berlakunya konstitusi/fungsi khusus), tetapi juga menurut pengertian fungsi
pada umumnya.
Dari sudut pandang nasional, konstitusi suatu negara memiliki fungsi yang
sesuai dengan situasi keberlakuan dari konstitusi seirama dengan karakter
bangsa yang bersangkutan serta dengan tujuan yang hendak dicapai negara
tersebut. Hal selaras dengan pengertian yang diberikan Maarseveen di atas.
 Fungsi Ideologi
Konstitusi mengandung indoktrinasi (komitmen) ideologi sehingga konstitusi
dipandang sebagai instrumen ideologi. Dengan kata lain konstitusi
merupakan perumusan dari cita-cita awal didirikannya negara. Hal itu
dirumuskan secara keseluruhan atau sebagian, baik didalam of government
maupun di dalam bill of rights.
 Fungsi Nasionalistik
Konstitusi merupakan kontribusi dari perasaan semangat kebangsaan.
Dalam kondisi seperti ini konstitusi dipandang memiliki fungsi integrasi.
Artinya, baik konstitusi secara keseluruhan atau bagian perbagian memiliki
kemampuan untuk mempersatukan pribadi dalam satu kesatuan negara,
wilayah dan pemerintahan. Oleh karena itu, konstitusi memiliki wibawa
untuk menyatukan pikiran dari setiap warga negara.
 Fungsi Regulasi
Konstitusi memiliki fungsi menstabilisasikan dan mengatur kehidupan
bernegara. Negara awalnya merupakan keinginan-keinginan politik yang
belum stabil. Muncul dari kekuatan-kekuatan sosial maupun kekuatan-
kekuatan politik dari luar. Selanjutnya konstitusi berfungsi
menstabilisasikan keinginan-keinginan dan kekuatan-kekuatan politik tadi.
Dengan kata lain, konstitusi memberikan jaminan stabilitas dalam
masyarakat dengan menentukan pola-pola sikap dan tindak-tanduk dari
setiap elemen negara (individu, organ negara dan aparat).
 Fungsi Rasionalisasi
Konstitusi dalam kenyataannya merupakan pengungkapan dari keinginan-
keinginan politik, tujuan-tujuan politik dan cita-cita negara yang
formulasikan dalam terminologi yuridis. Oleh karena itu, konstitusi
merupakan alat menetralisir keinginan cita-cita dan tujuan-tujuan politik ke
dalam terminologi normatif. Konstitusi bukan lagi perwujudan keinginan
cita-cita dan tujuan politik atau pernyataan ungkapan politik semata, tetapi
sudah menjelma menjadi ungkapan yuridis (legal statement).
 Fungsi Hubungan Masyarakat
Konstitusi memiliki fungsi yang menimbulkan respek (mematuhi/rasa
hormat) baik ke dalam maupun keluar. Maksudnya konstitusi
berfungsi memasyarakatkan negara secara intern maupun ekstern.
 Fungsi Registrasi
Konstitusi merupakan catatan dari hasil-hasil konflik politik yang
diformulasikan menjadi norma-norma politik. Akan tetapi hasil dari
konflik ini pada dasarnya melalui proses seleksi yang ketat melalui
prosedur-prosedur konstitusional. Sebagaimana mestinya suatu
norma dasar lahir dari pertentangan politik baik positif maupun
negatif yang diseleksi sedemikian rupa sehingga menjadi norma yang
diakui secara umum. Konflik politik pada dasarnya adalah
pertentangan dari kepentingan dan keinginan politik di antara
berbagai kelompok. Pertentangan itu tidak lain merupakan
harmonisasi dari berbagai kepentingan atau usaha penyesuaian
berbagai keinginan untuk merumuskan tujuan. Konstitusi dalam
hubungan ini berfungsi mengkoleksi hasil-hasil dari pertentangan
tadi.
 Fungsi Simbol
Konstitusi merupakan formulasi dari norma-norma dan nilai-nilai
dasar kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang berproses membentuk nilai dan norma dasar. Nilai
dan norma dasar itu tidak lain kristalisasi dari rasa keterikatan
untuk mencapai tujuan sehingga nilai dan norma dasar itu
merupakan hakekat dari kesepakatan. Kesepakatan itu terwujud
dalam bentuk diterimanya asas demokrasi, asas keadilan, asas
negara hukum yang kemudian diwujudkan dalam bentuk lembaga-
lembaga. Semua asas-asas tersebut (dalam bahasa konstitusi disebut
norma-norma konstitusional) memiliki nilai-nilai tersendiri, yang
secara sadar merupakan instrumen untuk mempersatukan jiwa
setiap keluarga. Oleh karena itu konstitusi memiliki fungsi symbol.
 Fungsi Pembatasan
Konstitusi memiliki pula fungsi untuk membatasi semua atau
sebagian dari aktivitas (proses) politik sebagai akibat kehidupan
bernegara yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan
karena perkembangan di berbagai bidang.
FUNGSI KHUSUS KONSTITUSI
1. Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara
2. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
3. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan
warga negara
4. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara
ataupun kegiatan penyelenggaraan negara
5. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang asli (yang dalam sistem demokrasi adalah rakyat) kepada organ
negara
6. Fungsi simbolik sebagai pemersatu (symbol of unity)
7. Fungsi sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of
nation)
8. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (center of ceremony)
9. Fungsi sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti
sempit hanya dibidang politik, maupun dalam arti luas menyangkut
bidang sosial dan ekonomi
10. Fungsi sarana perekayasa dan pembaruan masyarakat (social
engineering atau social reform) baik dalam arti sempit maupun dalam
arti luas
NILAI UUD
(KARL LOEWEINSTEIN))
● Nilai Normatif: jika UUD berlaku sepenuhnya secara efekif
dalam arti hukum (legal) maupun dalam kenyataan
>>BERLAKU EFEKTIF (Sejak Pasca Amandemen UUD
1945)
● Nilai Nominal: jika UUD secara hukum berlaku tapi
berlakunya tidak sempurna karena ada pasal-pasal tertentu
yang tidak berlaku. Masa berlaku UUD 1945 Periode 18
Agustus 1945 – 27 Desember 1949.
● Nilai Semantik: bila suatu UUD secara hukum berlaku tapi
dalam kenyataan hanya sekedar melaksanakan kekuasaan
politik atau hanya untuk kepuasan penguasa saja. Masa
berlaku UUD 1945 Pasca Dekrit 5 Juli 1959 (Demokrasi
Terpimpin)
FAKTOR DAYA IKAT
KONSTITUSI
Pendekatan dari Aspek Hukum
• Menurut K.C. Wheare, bila dilihat dari aliran positivisme hukum,
maka konstitusi itu mengikat, karena ia ditetapkan oleh badan
yang berwenang membentuk hukum, dan konstitusi dibuat untuk
dan atas nama rakyat
• Menurut Zippelius, bila dilihat dari prinsip-prinsip wawasan negara
berdasarkan hukum (rechtsstaat), konstitusi merupakan alat untuk
membatasi kekuasaan negara. Prinsip-prinsip ini mengandung
jaminan terhadap ditegakannya HAM, adanya pembagian
kekuasaan, penyelenggaraan pemerintahan didasarkan pada UU,
dan adanya pengawasan yudisial terhadap penyelenggaraan
pemerintah tersebut.
• Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa
konstitusi sebagai dokumen formal yang terlembagakan oleh alat
perlengakapan negara dan sekaligus sebagai hukum dasar yang
tertinggi. Karenanya, konstitusi akan mengikat seluruh warga
negara.
Pendekatan Aspek Politik
• Dalam hubungan “hukum dan kekuasaan” banyak yang
berpendapat bahwa hukum identik dengan kekuasaan.
Padahal menurut Van Apeldorn tidak semua kekuasaan
adalah hukum. Namun hukum memiliki hubungan
dengan kekuasaan dikarenakan negara harus diberi
kekuasaan untuk menegakkan hukum. Sebab tanpa
kekuasaan, hukum hanya merupakan kaidah sosial yang
berisikan anjuran dan sebaliknya kekuasaan sendiri
akan ditentukan batas-batasnya oleh hukum.
• Bila dilihat dari bahwa hukum adalah produk politik dan
hubungan hukum dengan kekuasaan adalah untuk
membatasi kekuasaan, maka konstitusi sebagai produk
politik berfungsi untuk membatasi kekuasaan yang
mengikat bagi seluruh warga negara.
Pendekatan Moral
 Moral adalah alat ukur perbuatan manusia ditinjau dari segi baik
atau buruknya dipandang dari hubungannya dengan tujuan akhir
hidup manusia berdasarkan hukum kodrati.
 Menurut Paul Scholten, keputusan moral adalah otonom/teonom.
Teonom adalah hukum abadi, yaitu kehendak ilahi yang
mengarahkan segala ciptaan-Nya ke arah tujuan mereka, sebagai
landasan yang terdalam dari segala hukum dan peraturan. Esensi
tujuan moral adalah untuk mengatur hidup manusia tapa pandang
bulu dengan SARA.
 Menurut KC. Wheare, konstiusi mengklaim diri mempunyai
otoritas dengan dasar moral.
 Menurut William H. Hewet, bahwa masih ada hukum yang lebih
tinggi di atas konstusi, yaitu moral.
 Menurut Baharudin Lopa, bahwa kepatuhan kepada hukum dapat
disebabkan faktor “keteladanan dan rasio”.
 Konstitusi memiliki faktor daya ikat adalah bahwa konstitusi akan
dipatuhi dan ditaati, jika konstitusi sebagai landasan fundamental
dalam suatu negara tidak bertentangan dengan nilai-nilai
universal dari etika moral dan keteladanan.
KLASIFIKASI KONSTITUSI
 Konstitusi Tertulis dan Konstitusi Bukan Tertulis
(Written Constitution and No Written Constitution)
 Konstitusi Flexibel dan Konstitusi Rijid (Flexible
Constitution and Rigid Constitution)
 Konstitusi Derajat Tinggi dan Konstitusi Tidak Derajat
Tinggi (Supreme Contitution and Not Supreme
Constitution)
 Konstitusi Serikat dan Konstitusi Kesatuan (Federal
Constitution and Unitary Constitution)
 Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensial dan
Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer
(Presidential Executive dan Parliamentary Executive
Constitution)
MATERI MUATAN KONSTITUSI

 Henc van Marseveen dan Ger van der Tang dalam


bukunya Writen Constitution, mengatakan bahwa:
1. Constitution as a means of forming the state’s own
political and legal system (Konstitusi sebagai alat
untuk membentuk sistem politik dan hukum negara)
2. Constitution as a national document (Konstitusi
sebagai dokumen nasional)
3. Constitution as a birth certificate (Konstitusi sebagai
akta kelahiran)
4. Constitution as sign of adulthood and independence
(Konstitusi sebagai tanda kedewasaan dan
kemerdekaan)
 A.H.H. Struycken, UUD (grondwet) sebagai kontitusi
tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi :
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau;
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan
ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk masa
yang akan datang;
4. Suatu keinginan, dengan mana perkembngan
kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.
 Wheare mengemukakan adanya dua pendapat berbeda satu sama
lain. Pertama, ada yang menganggap bahwa konstitusi semata-mata
hanya dokumen hukum dan isinya hanya berupa aturan-aturan
hukum saja, tidak lebih dari itu. Kedua, pendapat yang mengatakan
bahwa konstitusi tidak hanya berisi kaidah-kaidah hukum saja akan
tetapi berisi pernyataan tentang keyakinan, prinsip-prinsip, dan cita-
cita.
 Wheare mengemukakan juga tentang apa yang seharusnya menjadi
isi dari suatu konstitusi, yaitu the very minimum, and that minimum
to be rule of law. Namun ia tidak menguraikan secara jelas apa yang
seharusnya menjadi materi muatan pokok dari suatu konstitusi. Ia
mengatakan bahwa sifat yang khas dan mendasar dari bentuk
konstitusi yang terbaik dan ideal adalah konstitusi itu harus
sesingkat mungkin untuk menghindarkan kesulitan-kesulitan para
pembentuk Undang-Undang Dasar dalam memilih mana yang
penting dan harus dicantumkan dalam merancang suatu Undang-
Undang Dasar, sehingga hasilnya akan dapat diterima baik oleh
mereka yang akan melaksanakan maupun pihak yang akan
dilindungi oleh Undang-Undang Dasar tersebut.
MATERI MUATAN KONSTITUSI

Menurut Steenbeek yang Menurut Miriam Budiardjo,


dikutip Sri Soemantri, materi Mengatur tentang :
muatan konstitusi berisi tiga  Organisasi Negara (pem-
hal pokok: bagian/pemisahan kekua-
 Adanya pengaturan per-
saan Eksekutif, Legislatif
lindungan HAM dan
dan Yudikatif)
Warga Negara
 Hak Asasi Manusia
 Adanya pengaturan ten-
tang susunan ketatane-  Prosedur mengubah UUD

garaan suatu negara yang  Adakalanya memuat lara-


mendasar ngan untuk mengubah
 Adanya pembatasan dan sifat tertentu dari UUD
pembagian tugas-tugas
ketatanegaraan yang
mendasar
MATERI POKOK UUD 1945
1. Ideologi
2. Bentuk dan Kedaulatan
3. Kelembagaan Legislatif
4. Kelembagaan Eksekutif (Presiden dan Menteri-menteri)
5. Kelembagaan Yudikatif
6. Cara Pengisian Kepala Negara dan Impeachment
7. Perjanjian Internasional
8. Pemerintahan Daerah
9. Keuangan Negara
10. Kewarganegaraan dan Penduduk
11. Hak Asasi Manusia
12. Simbol Kebangsaan
13. Cara-cara Perubahan konstitusi
SEJARAH UUD DI INDONESIA
 Periode 18 Agst. 1945-27 Des 1949. Berawal dari BPUPKI ---- PPKI----- Disahkan pada
18 Agust. 1945. Keabsahannya dapat dibenarkan menurut teori Hans Kelsen (dibentuk
dalam masa revolusi) dan Struycken (dibentuk secara luar biasa/abnormale
rechtsvorming). UUD masih bersifat sementara, belum ditetapkan MPR
 Periode 27 Des 1949-17 Agust 1950. Berawal dari KMB (23 Agust-2 Nov. 1949)
didirikan RIS. Rancangan Konstitusi RIS dibuat oleh Delegasi RI dan delegasi B.F.O.
pada KMB. Konstitusi tidak sempat ditetapkan secara bersama-sama oleh Konstituante
dan Pemerintah (Pasal 186 Konstitusi RIS)
 Periode 17 Agust 1950-5 Juli 1959. Berawal dari kesepakatan utusan RIS dan RI pada
19 Mei 1950 untuk kembali ke NKRI. UUD 1950 berlaku sejak 17 Agust. 1950 dengan
dasar hukumnya Pasal 127a, 190, dan Pasal 191 Konstitusi RIS (tentang Perubahan
UUD). UUD 1950 masih bersifat sementara, konstituante dan pemerintah yang
bertugas menyusun dan menetapkan UUD tidak berhasil melakukan tugasnya karena
pertarungan ideologi dan instabilitas politik.
 Periode 5 Juli 1959-1999. Berawal dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dimaksudkan
untuk meredam pertarungan ideologi dan instabilitas politik. Namun sayang, peralihan
kekuasaan Orde Lama hingga berakhirnya Orde Baru, UUD 1945 tidak ditetapkan oleh
MPR (Pasal 3) dan secara hukum masih bersifat sementara.
 Periode 1999-Sekarang. Berawal dari reformasi tahun 1998. Pada SU MPR RI tahun
1999, MPR menetapkan UUD 1945 dan mengubah UUD 1945 (amandemen/perubahan
pertama). UUD 1945 s.d th 2002 mengalami empat kali perubahan. Hasil perubahan
tersebut telah menjadikan UUD 1945 terdiri dari 78 Pasal dan 199 butir ketentuan
UUD 1945: KONSTITUSI NKRI
 UUD 1945 sebagai konstitusi NKRI merupakan dokemen formal yang
berisi hasil perjuangan politik bangsa, tingkat tertinggi perkembangan
ketatanegaraan, pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan dan suatu keinginan perkembangan kehidupan bangsa
dan negara (berdasarkan teori struycken)
 Fenomena dua kali berlakunya UUD 1945 dapat dibenarkan secara
teoritis dan diterima secara sosiologis dan politis (berdasarkan teori
Hans Kelsen, Struycken dan Jellinek).
 Pandangan tokoh-tokoh bangsa dalam merumuskan dan menyusun
UUD 1945 menjadi spirit bagi masa depan bangsa. Pandangan tokoh
bangsa tersebut terangkum dalam Pancasila dan Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD 1945.
 Masa depan UUD 1945 mesti dilaksanakan secara murni dan
konsekuen dengan memperhatikan tuntutan zaman, kemajuan IPTEK.
Oleh karena itu, adanya perubahan UUD 1945 dimaksudkan untuk
melestarikan nilai-nilai perjuangan dan pandangan tokoh-tokoh
bangsa demi kemajuan bangsa dan negara.
UUD NKRI 1945 1. TOOL OF SOCIAL AND
POLITICAL CONTROL
2. TOOL OF SOCIAL AND
POLITICAL REFORM
3. TOOL OF SOCIAL AND
POLITICAL ENGINEERING

PRINSIP PENYELENGGARAAN NEGARA


1. KETUHANAN YANG MAHA ESA
2. CITA NEGARA HUKUM (NOMOKRASI)
3. PAHAM KEDAULATAN RAKYAT (DEMOKRASI)
4. DEMOKRASI LANGSUNG/DEMOKRASI PERWAKILAN
5. PEMISAHAN KEKUASAAN & PRINSIP CHECK AND BALANCES
6. SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL
7. PRINSIP PERSATUAN & KERAGAMAN DALAM NEGARA KESATUAN
8. DEMOKRASI EKONOMI
9. CITA MASYARAKAT MADANI
10. PROSEDUR PERUBAHAN KONSTITUSI
KONVENSI KETATANEGARAAN
 Dicey (sarjana Ingeris) awalnya menggunakan istilah konvensi
sebagai ketentuan ketatanegaraan, yang menyatakan bahwa
Hukum Tata Negara (Constitusional Law), terdiri dari:
1. Hukum Konstitusi (The Law of the Constitusi) yaitu undang-
undang tentang hukum tata negara, dan Common Law yang
berasal dari keputusan keputusan hakim dan ketentuan dari
kebiasaan serta adat turun temurun;
2. Konvensi Ketatanegaraan (Conventions of the Constutution) yang
berlaku dan dihormati dalam kehidupan ketatanegaraan. Bila
terjadi pelanggaran terhadap Konvensi, pengadilan tidak dapat
memaksa.
 Konvensi menurut A.V. Dicey: 1. Bagian kaidah HTN yang tumbuh
diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara; 2.
Bagian konstitusi yang penaatannya tidak dapat dipaksakan oleh
pengadilan; 3. Ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika
dalam penyelenggaraan negara; 4. Ketentuan mengenai bagaimana
sebaiknya discretionary power dilaksanakan.
 Konvensi merupakan hukum yang tumbuh dalam praktek
penyelenggaraan negara, untuk melengkapi,
menyempurnakan, menghidupkan kaidahkaidah hukum
perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan
(hukum asli bangsa Indonesia di bidang ketatanegaraan
adat, misal: “rembug desa” (musyawarah desa) yang
sekarang tergantikan diatur dalam peraturan perundang-
undangan, dengan istilah musrenbang.
 HAKEKAT KONVENSI menurut Penjelasan UUD 1945:
“UUD suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya
dasar negara itu. UUD ialah hukum dasar yang tertulis,
sedang di sampingnya UUD itu berlaku juga hukum yang
tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
meskipun tidak tertulis.”
TERJADINYA KONVENSI

 Menurut K.C. Wheare :


1. Suatu praktek tertentu yang berjalan untuk
jangka waktu lama, kemudian diterima
sebagai suatu hal yang wajib, selanjutnya
disebut kebiasaan (custom);
2. Melalui kesepakatan (agreement) di antara
rakyat. Mereka sepakat melaksanakan
sesuatu dengan caracara tertentu, dan
sekaligus menentukan cara pelaksanaannya.
Hal ini memungkinkan ada konvensi bentuk
tertulis.
CIRI-CIRI KONVENSI (A.V. DICEY)
1. Konvensi berkenaan Ketatanegaraan;
2. Konvensi tumbuh berlaku, diikuti dan
dihormati dalam praktek penyelenggaraan
negara
3. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi

Contoh Konvensi, 1) Raja harus mensahkan


setiap RUU yang disetujui oleh majelis dan
parlemen; 2) Majelis tinggi tidak mengajukan
sesuatu RUU Keuangan; 3) Menteri –menteri
meletakkan jabatan bila mereka tidak mendapat
kepercayaan dari majelis.
FAKTOR PENDORONG KETAATAN
TERHADAP KONVENSI
 Keinginan untuk memelihara tradisi
pemerintahan konstitusional.
 Keinginan agar roda pemerintahan yang
kompleks dapat tetap berjalan tertib.
 Memelihara/mewujudkan kedaulatan rakyat.

 Karena setiap pelanggaran berakibat hukuman.

 Khawatir menghadapi ancaman hukuman


tertentu (impeachment , sanksi politik).
 Pengaruh pendapat umum, pelanggaran
konvensi akan menimbulkan reaksi umum.
CONTOH KONVENSI DI INGGRIS

 Penunjukan dan pengangkatan PM. Raja/ratu akan


menunjuk ketua partai yang menguasai kursi
terbanyak di Parlemen;
 Pembubaran parlemen. Raja/ratu terikat pada
permintaan PM untuk membubarkan parlemen.;
 Kabinet yang kehilangan dukungan parlemen harus
meletakkan jabatan;
 Menteri tidak diperbolehkan membuat suatu
perjanjian dengan negara lain tanpa persetujuan
parlemen;
 Keharusan bagi parlemen untuk bersidang sekurang-
kurangnya sekali dalam setahun.
KONVENSI KETATANEGARAAN DI
INDONESIA
 Pembuatan perjanjian internasional. (pasal 11 UUD 1945
sebelum amandemen)
 Pidato presiden setiap tgl. 16 Agustus, Presiden wajib
pidato, DPR wajib adakan sidang paripurna.
 Pengesahan RUU yg telah disetujui DPR. (pasal 21 ayat
(2) UUD 1945 sebelum amandemen)
 Penentuan presiden dan wakil presiden termasuk agama
yang dianut.
 Melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,
dengan tidak memperkenankan UUD 1945 diubah dengan
upaya hukum melalui TAP No. I/MPR/1983.
 Praktek Ketatanegaraan:
a. Pengambilan Keputusan pada Lembaga Tertinggi
Negara (MPR) berdasarkan Musyawarah untuk
Mufakat;
b. Menyiapkan rancangan bahan sidang umum MPR
yang akan datang;
 Praktek Ketatanegaraan di atas pada prinsipnya tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Konvensi-konvensi
tersebut merupakan pelengkap UUD 1945 dan
kontribusi bagi perkembangan hukum tata negara yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta negara
Republik Indonesia.
KONVENSI DIMASA YANG AKAN
DATANG (MASALAH)
1) Pertanggungjawaban Presiden pasca Presiden dipilih secara langsung,
tidak ada aturan dalam UUD yang mengatur hal tersebut.
2) Pertanggung jawaban Wakil Presiden pun belum diatur. Hal ini apabila
Presiden diberhentikan atau mangkat, Wakil Presiden mengantikan
posisi Presiden yang kekuasaannya menjalankan penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Oleh kerena itu, Wakil
Presiden mungkinkah bertanggung jawab kepada MPR;
3) Komposisi Menteri-Menteri Kabinet berdasarkan pertimbangan
kekuatan sospol. Sementara Presiden berwenang mengangkat Menteri
sebagai pembantu Presiden.
4) Masyarakat Indonesia tumbuh secara dinamis dan perlu diikuti
perkembangan hukumnya, karena itu harus diantisipasi agar
pengaturan sistem hukum dalam UUD 1945 tidak ketinggalan zaman.
SISTEM PERUBAHAN
KONSTITUSI

 Sistem Prancis, apabila suatu UUD atau konstitusi


diubah, maka yang akan berlaku adalah UUD atau
konstitusi yang baru secara keseluruhan. Bentuk
hukumnya adalah Undang-Undang.
 Sistem Amerika Serikat, apabila suatu UUD atau
konstitusi diubah, maka UUD atau konstitusi yang asli
masih tetap berlaku. Perubahan atau amandemen
merupakan atau menjadi bagian dari konstitusi atau
UUD. Bentuk hukumnya adalah
Amandemen/Perubahan.
PROSEDUR PERUBAHAN
KONSTITUSI
Menurut K.C. Wheare: Menurut C.F. Strong :
 Some Primary Forces (beberapa ke-  By the legislature under special res-
kuatan yang bersifat primer) trictions (perubahan konstitusi mela-
 Formal Amandement (perubahan lui legislatif dengan persyaratan
yang diatur dalam konstitusi) khusus)
 By the people through a referendum
 Judicial Interpretation (penafsiaran
(perubahan konstitusi oleh rakyat
secara hukum) melalui referendum)
 Usage dan Convention (kebiasaan
 That methods peculiar to federal state
dan kebiasaan yang terdapat da- where all, or a proportion of the
lam bidang ketatanegaraan) federating units must agree too the
change (perubahan konstitusi di
negara serikat dan perubahan itu
harus disetujui secara proporsional
oleh negara bagian)
 By a special convention for the
purpose (perubahan konstitusi mela-
lui konvensi khusus atau dilakukan
oleh suatu lembaga negara khusus
yang dibentuk untuk keperluan pe-
rubahan)
PERUBAHAN MELALUI
FORMAL AMANDEMENT
 Konstitusi atau UUD dapat diubah oleh badan yang
diberi wewenang untuk itu, baik melalui prosedur
biasa maupun prosedur khusus
 Konstitusi dapat diubah oleh suatu badan khusus,
yaitu sebuah badan yang kewenangannya hanya me-
ngubah Konstitusi/UUD
 UUD dapat diubah oleh sejumlah negara bagian
dengan prosedur khusus
 UUD dapat diubah dalam suatu referendum
MEKANISME PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
Sistem Amandemen (Perubahan) Pasal-Pasal

Usul perubahan diajukan diajukan secara tertulis dan


oleh sekurang-kurangnya ditunjukkan dengan jelas bagian
1/3 dari jumlah yang diusulkan untuk diubah
anggota MPR beserta alasannya
[Pasal 37 (1)****] [Pasal 37 (2)****]

MPR
sidang MPR dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3
Khusus mengenai dari jumlah anggota MPR
bentuk Negara Kesatuan [Pasal 37 (3)****]
Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan Putusan dilakukan dengan
[Pasal 37 (5)****] persetujuan sekurang-
kurangnya 50% + 1
anggota dari seluruh
anggota MPR
[Pasal 37 (4)****]
AMANDEMEN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

Tuntutan Reformasi Sebelum Perubahan Latar Belakang Tujuan Perubahan


Perubahan
Menyempurnakan
Antara lain: • Pembukaan • Kekuasaan tertinggi di aturan dasar, ttg :
• Amandemen UUD 1945 • Batang Tubuh tangan MPR
• Kekuasaan yang sangat • Tatanan negara
- 16 bab • Kedaulatan Rakyat
• Penghapusan doktrin Dwi besar pada Presiden
- 37 pasal • HAM
Fungsi ABRI - 49 ayat
• Pasal-pasal yg terlalu
“luwes” sehingga dapat • Pembagian kekuasaan
• Penegakan hukum, HAM, - 4 pasal Aturan Peralihan menimblkan multitafsir • Kesejahteraan Sosial
dan pemberantasan KKN - 2 ayat Aturan Tambahan • Kewenangan pada • Eksistensi negara
• Otonomi Daerah • Penjelasan Presiden utk mengatur demokrasi dan negara
hal-hal penting dengan hukum
• Kebebasan Pers undang-undang • Hal-hal lain sesuai dg.
• Mewujudkan kehidupan • Rumusan UUD 1945 perkembangan aspirasi
demokrasi tentang semangat
dan kebutuhan bangsa
penyelenggara negara
belum cukup didukung
ketentuan konstitusi

Hasil Perubahan Sidang MPR Kesepakatan Dasar Dasar Yuridis

• Pembukaan • Sidang Umum MPR 1999 • Tidak mengubah


Pembukaan UUD 1945 • Pasal 3 UUD 1945
• Pasal-pasal:
Tanggal 14-21 Okt 1999 • Tetap mempertahankan • Pasal 37 UUD 1945
- 21 bab Negara Kesatuan Republik
- 73 pasal • Sidang Tahunan MPR 2000 • TAP MPR No.IX/MPR/1999
Indonesia
- 170 ayat Tanggal 7-18 Agt 2000 • Mempertegas sistem • TAP MPR No.IX/MPR/2000
- 3 pasal Aturan Peralihan • Sidang Tahunan MPR 2001 presidensiil
- 2 pasal Aturan Tambahan • Penjelasan UUD 1945 yang • TAP MPR No.XI/MPR/2001
Tanggal 1-9 Nov 2001 memuat hal-hal normatif
• Sidang Tahunan MPR 2002 akan dimasukan ke dalam
pasal-pasal
Tanggal 1-11 Agt 2002 • Perubahan dilakukan
dengan cara “adendum”
AGENDA AMANDEMEN KELIMA UUD
1945
 Memperkuat sistem presidensial
 Memperkuat lembaga perwakilan
 Memperkuat otonomi daerah
 Dibukanya Calon Presiden dari Perseorangan
 Pemilahan pemilu nasional dan pemilu lokal
 Forum Previlegiatum
 Optimalisasi Peran MK
 Penambahan pasal HAM
 Penambahan Bab Komisi Negara
 Penajaman Bab Pendidikan dan Perekonomian
SEJARAH PEMBENTUKAN MKRI
• Latar Belakang Lahirnya MK, menurut Gagasan Hans Kelsen, agar
ketentuan konstitusi sebagai hukum tertinggi dapat dijamin
pelaksanaannya, diperlukan organ yang menguji apakah suatu produk
hukum bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
 Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) diawali
dengan diadopsinya ide Mahkamah Konstitusi (constitutional court)
dalam amendemen konstitusi yang di-lakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana
dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C
Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan
pada 9 November 2001. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi
merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan
kenegaraan modern yang muncul di dunia pada abad ke-21 yang
membentuk lembaga ini.
KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN
MK (PASAL 24C)
 MK merupakan lembaga negara yang bertugas mengawal konstitusi
agar kehidupan kenegaraan Indonesia tidak bertentangan dengan
UUD 1945.
 Kewenangan MK berdasarkan Pasal 24C adalah :
1) Menguji undang-undang terhadap UUD
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD
3) Memutus pembubaran partai politik
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum
 Kewajiban MK : Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran hukum dan/atau perbuatan tercela Presiden
dan/atau Wakil Presiden serta tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden

Anda mungkin juga menyukai