Anda di halaman 1dari 9

Perbandingan Lembaga Kehakiman Sebelum dan Sesudah Amandemen

Latar Belakang
Hukum sebagai sarana untuk mengatur kepentingan masyarakat dengan segala tugas dan fungsinya tentu
saja harus ditegakkan, dan oleh karena itu maka diperlukan aparat atau lembaga yang mengawasi
pelaksanaan/penegakan hokum tersebut. dalam pnjelasan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman dikatakan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu
prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman merdeka,
bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.

Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi yang mengacu pada pelaksanaan teori Trias
Politica dari Montesqiueu. Menurut Trias Politica, kekuasaan negara dibagi menjadi 3 yaitu kekuasaan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tiga bidang kekuasaan ini memiliki kedudukan yang sejajar dan
ketiganya saling bekerja sama serta saling melengkapi dalam sistem pemerintahan negara yaitu :
1. Badan Legislatif bertugas membuat undang undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).

2. Badan Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. Fungsi ini dipegang oleh
presiden dan wakil presiden beserta para menteri yang membantunya.

3. Badan Yudikatif bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. Fungsi ini
dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pada awal reformasi, telah dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Hal ini dilakukan agar
undang-undang yang berlaku tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat dan mendukung pencapaian tujuan
nasional. Hingga saat ini, UUD 1945 telah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Amandemen UUD
1945 pertama kali dilakukan pada tahun 1999 dan berlanjut pada tahun 2000, 2001, dan 2002.
Hasil amandemen UUD 1945 antara lain dengan dibentuknya beberapa lembaga negara yang baru.
Lembaga baru tersebut diantaranya yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Selain itu, keberadaan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai penasihat
presiden dihapuskan sejak amandemen UUD 1945.

Lembaga Kehakiman Sebelum Amandemen 1945


Sebelum terjadinya Amandemen UUD 1945 yang ketiga, lembaga kehakiman hanya dipegang oleh
Mahkamah Agung (MA). Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga negara di indonesia termasuk
dalam kekuasaan kehakiman atau kekuasaan peradilan sebagai lembaga negara. Hal itu disebut dalam pasal
24 Undang-undang Dasar 1945. Dalam Undang-undang No. 14/1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman,
Mahkamah Agung adalah Badan Pengadilan Negara Tertinggi. Sedang menurut Undang-undang Dasar
1945 di Indonesia hanya ada sebuah Mahkamah Agung saja.
Artinya, bahwa semua lingkungan badan pengadilan berpuncak pada Mahkamah Agung. Dan karena semua
berpuncak pada Mahkamah Agung,sebagai peradilan negeri tertinggi, lembaga peradilan tersebut
melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan badan-badan pengadilan yang lain Kemudian dikarenakan
undang-undang Mahkamah Agung indonesia No.1 Tahun 1950 sudah tidak berlaku lagi, maka yang dapat
dipergunakan sebagai landasan pembahasan adalah ialah Undang-undang No.13 Tahun 1965. Hal ini
tercantum dalam pasal 47 Undang-undang No.13 Tahun 1965 yang seluruhnya berbunyi sebagai berikut :
(1) Mahkamah Agung sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua
lingkungan peradilan memberi pinjaman kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan

(2) Makamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalanya peradilan dalam semua
lingkungan pengadilan diseluruh Indonesia dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan
seksama dan sewajarnya

(3) Perbuatan-perbuatan hakim-hakim di semua lingkungan diawasi dengan cermat oleh Mahkamah
Agung

(4) Untuk kepentingan Negara dan keadilan, Mahkamah Agung memberi peringatan,teguran, dan
petunjuk yang dipandang perlu, baik dengan surat tersendiri, maupun dengan surat edaran

(5) Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan dari semua pengadilan dalam semua
lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam hal itu dapat memerintahkan disampaikanya berkas-
berkas perkara dan surat-surat untuk dipertimbangkan.
Sebagai satu-satunya Pengadilan Negara yang Tertinggi Mahkamah Agung melakukan pengawasan atas
perbuatan Pengadilan-pengadilan yang lain yang menurut pasal 24 ayat (1) akan diatur dan ditetapkan
dengan Undang-undang. Menurut Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 14/1970 pengadilan yang
menjalankan kekuasaan kehakiman dilakukan dalam lingkungan :
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara

Lembaga Kehakiman Sesudah Amandemen 1945


Adapun fungsi Mahkamah Agung setelah amandemen sebagai berikut :
1. Fungsi Peradilan
a. Sebagai pengadilan tinggi mahkamah agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina
keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali yang tujuanya
adalah agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah indonesia diterapkan secara
adil,tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
(Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985). Semua sengketa
yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No
14 Tahun 1985).

c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara
materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau
dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. Fungsi Pengawasan
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan
perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).

b. Pengawasan terhadap pekerjaan pengadilan dan tingkah laku para hakim dan perbuatan pejabat
pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan
kehakiman, yakni dalam hal menerima,memeriksa, mengadilli, dan menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis
peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi
kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). Terhadap
Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. Fungsi Mengatur
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum
yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun
1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).

b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi
hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. Fungsi Nasehat
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang
hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14
Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam
rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun
1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat
(1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden
selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan
pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur pelaksanaannya.

b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan
disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14
Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang
No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

5. Fungsi Administratif
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata
Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara
organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang
bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah
dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata
kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. Fungsi Lain-lain
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain
berdasarkan Undang-undang.

Lembaga Kehakiman Sebelum Amandemen UUD 1945 Setelah Amandemen UUD 1945
 Memiliki kuasa untuk menegakkan
 Memegang kekuasaan kehakiman. hukum dan keadilan
 Bersifat mandiri dan tidak boleh  Membawahi badan peradilan dalam
diintervensi atau dipengaruhi wilayah Peradilan Umum, Peradilan
oleh cabang kekuasaan lainnya. militer, Peradilan Agama, dan
 Berwenang mengadili pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
tingkat kasasi  Memiliki fungsi yang berhubungan
 Menguji peraturan perundang- dengan kuasa kehakiman. Fungsi ini
undangan diatur dalam UU
Mahkamah Agung
 Mengajukan tiga orang hakim  Berwenang mengadili di tingkat kasasi,
konstitusi menguji peraturan perundang-
 Memberikan pertimbangan undangan di bawah Undang-Undang.
kepada presiden untuk  Mempunyai wewenang lainnya yang
memberikan grasi dan diberikan oleh Undang-Undang
rehabilitasi.  Memberikan pertimbangan dalam hal
Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
 Mengajukan anggota Hakim Konstitusi
sebanyak 3 orang
 Sebagai penjaga kemurnian konstitusi.
 Memegang kuasa kehakiman.
 MK Mempunyai kewenangan:
 Menguji UU terhadap UUD
 Memutuskan sengketa
kewenangan antar lembaga negara
Mahkamah
Belum Terbentuk  Memutuskan pembubaran partai
Konstitusi
politik
 Memutuskan sengketa yang
berhubungan dengan hasil pemilu
 Memberikan putusan tentang
dugaan pelanggaran oleh presiden
atau wakilnya.
 Mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon Hakim
Agung.
 Lembaga negara yang bersifat mandiri.
 Anggota Komisi Yudisial terdiri atas 7
orang yaitu, dua orang mantan hakim,
dua orang akademisi hukum, dua
orang praktisi hukum, dan satu dari
Komisi Yudisial Belum Terbentuk
anggota masyarakat.
 Anggota Komisi Yudisial memegang
jabatan selama masa 5 (lima) tahun.
 Dengan MA, bersama menetapkan
Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim
 (KEPPH)
 Menegakkan KEPPH

Daftar Pustaka:
https://www.academia.edu/12901834/Tugas_dan_Wewenang_Mahkamah_Agung
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt518228f47a2e9/perbedaan-mahkamah-agung-dengan-
mahkamah-konstitusi
mahkamah konstitusi
Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga tinggi negara yang memegang kekuasan hukum bersama
dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga kenegaraan yang melakukan tugas
kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam
Undang-Undang 1945 disebutkan Mahkamah Konstitusi melaksanakan kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 yang berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan-kewenangan yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Dasar. Peran Mahkamah Konstitusi penting dalam mengharmonisasikan hubungan antara hakim, maka
dari itu Mahkamah Konstitusi perlu dilengkapi dengan kelompok ahli yang berfungsi memberikan
wawasan dan pertimbangan bagi keputusan-keputusan Mahkamah Konstitusi.
Alasan dibentuknya MK di Indonesia
Lembaga negara Mahkamah Konstitusi di bentuk agar menjamin konstitusi dijadikan hukum tertinggi
yang ditegakkan sebagai semestinya. Karenanya Mahkamah Konstitusi biasa disebut juga dengan istilah
The Guardian of The Constitution, seperti sebutan yang biasa dimaksudkan kepada Mahkamah Agung di
negara Amerika Serikat. Pada negara-negara yang sedang mengalai perubahan menuju demokrasi, ide
pembentukan Mahkamah Konstitusi ini menjadi hal yang penting. Krisis Konstitusional biasanya
menyertai perubahan menuju rezim demokrasi, dalam proses perubahan itulah Mahkamah Konstitusi
terbentuk. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi dilandasi atas dasar memberikan perlindungan
terhadap hak-hak konstitusional warga negara dan semangat penegakkan konstitusi. Yang dalam hal ini
artinya adalah segala peraturan yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah
diatur didalam konstitusi karena konstitusi merupakan bentuk pelimpahan kedaulatan rakyat kepada
negara dan hal ini harus dijaga dan di kawal karena semua bentuk penyimpangan oleh pemegang
kekuasaan atau aturan hukum dibawah konstitusi terhadap konstitusi merupakan wujud nyata
pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat. Berbagai masalah terkait konstitusi Ide inilah yang melandasi
terbentuknya MK di Indonesia.
Sebagai konsekuensi dari perwujudan negara demokrasi, kenyataan menunjukkan bahwa suatu
keputusan yang dicapai secara demokratis tidak selalu sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada
Undang-Undang Dasar yang berlaku sebagai hukum tertinggi. Maka dari itu diperlukan lembaga
berwenang yang menguji konstitusionalitas dari undang-undang. Jumlah lembaga negara dan ketentuan-
ketentuannya serta Indonesia yang menganut sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and
balances membuat potensi besar terjadinya sengketa antarlembaga negara, oleh karena itu diperlukan
lembaga tersendiri untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Setelahnya, melalui pembahasan mendalam
dengan mengkaji lembaga pengujian konstitusional undang-undang diberbagai negara dan atas masukan
dari pakar-pakar hukum tata negara, rumusan mengenai lembaga Mahkamah Konstitusi disahkan pada
Sidang tahunan MPR 2001

Fungsi dan Wewenang


Undang-Undang Dasar 1945 memberikan otoritas kepada Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal atau
penjaga konstitusi. Yang dimaksud dengan pengawal konstitusi adalah berarti menegakkan konstitusi
yang sama artinya dengan menegakkan hukum dan keadilan, sebab Undang-Undang Dasar 1945
merupakan dasar hukum yang melandasi sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini maka
Mahkamah Konstitusi memiliki kedudukan dan kewenangan serta kewajiban menjaga dan menjamin
terselenggaranya konstitusionalitas hukum.
Fungsi Mahkamah Konstitusi
Fungsi uatam Mahkamah Konstitusi adalah menjaga Konstitusi untuk menegakkan prinsip
konstitusionalitas hukum. Dalam menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang pasti diterapkan
dalam ketatanegaraan Indonesia, sebab UUD 1995 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi
supremasi parlemen, melainkan supremasi konstitusi. Mahkamah Konstitusi dibentuk dengan fungsi
menjamin agar tidak ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak
konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitutionalitasnya. Fungsi Mahkamah
Konstitusi di Indonesia tercantum pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Undang-Undang No. 48 tahun
2009 Tentang kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa MK memiliki empat kewenangan dan
satu kewajiban konstitusional.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Wewenang Mahkamah Konstitusi menurut Undang-Undang No. 48 tahun 2009 Tentang kekuasaan
Kehakiman, yaitu:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik;
d. Memuts perselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan
e. Kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.

 Satu kewajiban Mahkamah Konstitusi, yaitu: Wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan
tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

Komisi Yudisial
Sejarah pembentukan
Komisi Yudisial merupakan respon dari tuntutan reformasi yang bergulir tahun 1998. Saat itu, salah
satu dari enam agenda reformasi yang diusung adalah penegakan supremasi hukum,
penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Tuntutan tersebut merupakan wujud kekecewaan rakyat terhadap praktik penyelenggaraan
negara sebelumnya yang dihiasi berbagai penyimpangan, termasuk dalam proses penyelenggaraan
peradilan.
Sejarah Komisi Yudisial dimulai pada 9 November 2001, saat sidang tahunan Majelis
Permusyarawatan Rakyat RI mengesahkan amendemen ketiga UUD 1945. Dalam sidang itulah
Komisi Yudisial resmi menjadi salah satu lembaga negara yang diatur secara khusus dalam
konstitusi/dasar negara dalam Pasal 24B UUD 1945.
Tujuan Pembentukan
Tujuan dibentuknya Komisi Yudisial Republik Indonesia adalah :

1. Mendukung terwujudnya kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan hukum


dan keadilan.
2. Meningkatkan integritas, kapasitas, dan profesionalitas hakim sesuai dengan kode etik dan
pedoman perilaku hakim dalam menjalankan kewenangan dan tugasnya.

Wewenang dan Tugas


Wewenang
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang:

1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada
DPR untuk mendapatkan persetujuan;
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan
Mahkamah Agung;
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim
(KEPPH).
Tugas
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi
Yudisial mempunyai tugas:

1. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;


2. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
3. Menetapkan calon hakim agung; dan
4. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:

1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
 Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
 Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;
 Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;
 Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim,
 Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan,
kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran
martabat hakim.
2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta
bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku
Hakim oleh Hakim.
4. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).

Anda mungkin juga menyukai