Anda di halaman 1dari 8

Perbedaan Beschikking dan Beleidsregel dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

Negara sebagai organisasi kekuasaan umum dapat membuat tiga macam


keputusan yang mengikat secara hukum bagi subjek-subjek hukum yang terkait
dengan keputusan-keputusan itu1. Diantaranya keputusan-keputusan yang bersifat
umum dan abstrak (general and abstract) biasanya bersifat mengatur (regeling),
sedangkan yang bersifat individual dan konkret dapat merupakan keputusan yang
bersifat atau berisi penetapan administratif (beschikking) ataupun keputusan yang
berupa vonnis hakim yang lazimnya disebut dengan istilah putusan2.
Namun menurut Jimly, ada tiga bentuk kegiatan pengambilan keputusan
yang

dapat

dibedakan

dengan

penggunaan

istilah

peraturan,

keputusan/ketetapan dan tetapan, menurut Jimly istilah-istilah tersebut


sebaiknya hanya digunakan untuk 3:
1.

Istilah peraturan digunakan untuk menyebut hasil kegiatan pengaturan


yang menghasilkan peraturan (regels).

2.

Istilah keputusan atau ketetapan digunakan untuk menyebut hasil


kegiatan penetapan atau pengambilan keputusan administratif (beschikkings).

3.

Istilah tetapan digunakan untuk menyebut penghakiman atau pengadilan


yang menghasilkan putusan (vonnis).
Namun setiadaknya keputusan keputusan tersebut tertuang dalam suatu

produk hukum yang mengikat bagi setiap subjek hukum. Secara umum, produk
hukum meliputi peraturan perundang-undangan (regeling), peraturan kebijakan
(beleidsregel) dan keputusan atau penetapan pemerintah (bechikking)4.
Menurut Pasal 1 angka 2 UU No.12/2011Peraturan perundang-undangan
adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum
1

Jimly Assidiqi, Perihal


Ibid
3
Op.cit
4
http://portal.mahkamahkonstitusi.go.id/eLaw/about_us.php
2

dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan..
Beschikking merupakan keputusan atau penetapan yang bersifat konkrit,
individual dan final. Beschikking (keputusan atau penetapan) yang merupakan
tindakan hukum Publik Tata Usaha Negara dibagi lagi yaitu Interne Beschikking
dan Eksterne Beschikking. Interne Beschikking atau disebut dengan keputusan
intern merupakan keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan atau mengatur
hubungan antar organ pemerintah, sedangkan Eksterne Beschikking atau
keputusan ekstern merupakan keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan
atau mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan pihak lain atau antara
dua atau lebih alat negara.5
Beberapa sarjana telah membuat definisi tentang ketetapan yang agak
berlainan satu dengan yang lain:6
a.

Menurut Prins adalah susatu tindak hukum sepihak di bidang pemerintahan


dilakukan oleh alat penguasa berdasarkan kewenangan khusus.

b.

E.Utrecht menyatakan ketetapan adalah suatu perbuatan berdasrkan hukum


public yang bersegi satu, ialah yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan
berdasarkan sesuatu kekuasaan istimewa.

c.

Van der Pot berpendapat bahwa ketetapan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan alat-alat pemerintahan itu menyelenggarakan hal khusus, dengan
maksud mengadakan perubahan dalam lapangan hubungan hukum.

d.

Van Vollenhoven berpendapat bahwa penetapan/keputusan yang bersifat


legislative yang mempunyai arti berlainan.

Menurut Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang No. 51 tahun 2009 tentang


Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung: Universitas


Padjajaran, 1960, hlm. 70
6
Kuntjoro Purbapranoto,Beberapa Catatan Hukum Tata pemerintahan dan Peradilan
Administrasi Negara, (Bandung: Penerbit Alumni, 1985), hlm. 46-47.

Usaha Negara, Beschikking (keputusan atau penetapan) merupakan suatu


penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individu, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Ada beberapa unsur yang terdapat yang terdapat dalam beshikking menurut
beberapa para sarjana, yaitu:7
1. Penetapan tersebut tertulis dan dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
2. Berisi tindakan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara.
3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Bersifat konkrit, individual dan final.
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Contoh beschikking antara lain Pelantikan ini sesuai dengan keputusan Menteri
Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) RI Nomor
169248,181339,181645/A4.3/KP/2014 dan Nomor 182044/A4.3/KP/2015
mengenai 4 Guru Besar di Universitas Padjadjaran yang ditetapkan sebagai guru
besar yaitu diantaranya Prof. Dr. Ir. Warid Ali Qosim, M.P., dari Fakultas
Pertanian; Prof. Dr. H. Opan Suhendi Suwartapradja, drs., M.Si., dari Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; Prof. Dr. Dedi Rachmadi Sambas, dr., Sp.A(K),
M.Kes., dari Fakultas Kedokteran; serta Prof. Dr. Efa Laila Fakhriah, S.H., M.H.,
dari Fakultas Hukum. Mengacu kepada pasal 34 UU No 14 tahun 2014 tentang
Administrasi pemerintahan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
dan/atau Tindakan terdiri atas:
a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat
penyelenggaraan
pemerintahan terjadi; atau

SF. Marbun dan Moh.Mahfud MD, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia,
(Yogyakarta: Liberty, 1997), hlm. 84

b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam wilayah hukum tempat seorang


individu atau sebuahorganisasi berbadan hukum melakukan aktivitasnya.
Peraturan Kebijakan Perundang-undangan Semu (pseude-wetgeving) atau
dikenal dengan istilah Beleidsregel (Peraturan Kebijakan). termasuk bentuk
putusan tertulis dari tindakan hukum Publik Tata Usaha Negara. Perundangundangan Semu (pseude-wetgeving) atau Beleidsregel (Peraturan Kebijakan)
disebut sebagai peraturan kebijaksanaan karena Perundang-undangan Semu pada
dasarnya memuat suatu garis kebijaksanaan yang ditetapkan sendiri oleh
administrasi 8 . Peraturan Kebijaksanaan bukan Peraturan Perundang-undangan
yang sebenarnya, karena badan atau pejabat yang mengeluarkan peraturan
kebijaksanaan tersebut tidak memiliki kewenangan pembuatan peraturan
(wetgevende bevoegdheid).
Namun peraturan kebijakan merupakan sarana hukum Tata Usaha Negara
yang bertujuan mendinamisir keberlakuan Peraturan Perundang-undangan. Dalam
prakteknya peraturan kebijakan dapat dirumuskan dalam beberapa bentuk yaitu,
Keputusan, instruksi, edaran, pengumuman 9 . Seperti pendapat Phillipus M.
Hadjon bahwa produk semacam peraturan kebijaksanaan tidak terlepas dari
penggunaan Freies ermessen, yaitu badan atau pejabat tata Usaha Negara yang
bersangkutan merumuskan kebijaksanaannya itu dalam berbagai bentuk
jurisdische regel, seperti peraturan, pedoman, pengumuman, dan surat edaran dan
pengumuman

kebijaksanaan.

Suatu

Perundang-undangan

Semu

(pseude-

wetgeving) atau Beleidsregel (Peraturan Kebijakan) pada hakekatnya merupakan


produk dari perbuatan Tata Usaha Negara yang bertujuan menampakkan keluar
suatu kebijakan tertulis namun tanpa disertai kewenangan pembuatan peraturan

A. D. Belinfante dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah, Pokok-Pokok Hukum Tata Usaha


Negara, Jakarta: Binacipta, 1983, hlm. 84

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,
Bandung: Alumni, 1997, hlm. 171

dari badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang menciptakan pereaturan
kebijakan tersebut10
Beleidsregel hadir karena adanya kewenangan diskresi atau freies
ermessen. Diskresi yakni suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi,
yaitu suatu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi
negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang
teguh kepada ketentuan hukum atau kewenangan yang sah untuk turut campur
dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan
kepentingan umum.11 Pengertian diskresi terdapat dalam Pasal 1 Angka 9 UU No.
30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Kemudian alas hak untuk
menggunakan diskresi terdapat dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e yang menyebutkan
bahwa menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya.
Contoh beleidsregel yaitu Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
120/253/Sj

tanggal

16

Januari

2015

tentang

Penyelenggaraan

Urusan

Pemerintahan Setelah Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


tentang Pemerintahan Daerah. Surat Edaran dimaksud sebagai pedoman bagi
daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan setelah ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah selama
masa transisi sebelum diterbitkannya Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan
urusan pemerintahan 12 . Hal tersebut sesuai dengan kewenangan Diskresi yang
dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang yang dalam hal ini
diatur dalam BAB VI tentang Diskresi dalam UU No 14 tahu 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.

10

Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Jogjakarta: Gajah


Mada University Press, 2011, hlm. 84
11
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002, hlm. 170
12
http://wirapati.raddien.com/2015/04/implementasi-pemetaan-urusan.html [04/12/2015]

Sebagai kesimpulan maka perbedaan antara produk hukum administrasi


negara yang didalamnya termasuk beleidsregell dan Beschikking secara garis
besar sebagai berikut :
Regeling

Beleidsregel

1. Bersifat mengatur dan

1. Mengikat secara umum. 1. Ditujukan kepada

mengikat secara umum


(algemeen bindende).

Beschikking

individu (-individu)
2. Bersifat abstrak-umum

tertentu.

atau
2. Bersifat abstrak-umum

abstrak-individual.

2. Bersifat final dan

3. Bersumber dari

kongkrit, nyata.

(tidak ditujukan kepada


individu tertentu).

kekuasaan eksekutif
3.Bersumber dari

(executive power).

kekuasaan eksekutif

kekuasaan legislatif
(legislative power).

3. Bersumber dari

4. Berlaku terus menerus

(executive power).

(dauerhaftig).
4. Berlaku sekali selesai

4. Berlaku terus menerus


(dauerhaftig).

5. Kadangkala formatnya (einmahlig).


tidak baku.

5. Mempunyai
bentuk/format tertentu
(baku).

5.Kadangkala formatnya
tidak baku.

Daftar Pustaka

A. D. Belinfante dan Boerhanoeddin Soetan Batoeah, Pokok-Pokok Hukum Tata


Usaha Negara, Jakarta: Binacipta, 1983.
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara
Indonesia, Bandung: Alumni, 1997.
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung:
Universitas Padjajaran, 1960.
Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Jogjakarta:
Gajah Mada University Press, 2011.

Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press, 2002

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan
Undang-Undang No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas UndangUndang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

Sumber lain:
http://wirapati.raddien.com/2015/04/implementasi-pemetaan-urusan.html
http://mihradi.blogspot.co.id/2008/06/dinamika-perkembangan-keppres-pascauu.html

Anda mungkin juga menyukai