Anda di halaman 1dari 7

Lelly Muridi Zham-Zham 196010100111006

Rekonstruksi Politik Hukum Pangan Di Era Modernisasi Guna


Meningkatkan Kebutuhan Pangan Yang Sejahtera, Adil dan Makmur

Judul : Rekonstruksi Politik Hukum Pangan

Penulis : Dr. Rachmad Safa’at, S.H., M.Si.

Penerbit : UB Press

Tahun Terbit : 2013

Ukuran : 18,2 cm x 25,7 cm


Tebal : xxxvii + 566 halaman

ISBN : 978-602-203-101-7

Harga : Rp. 189.800,-

Rachmad Safa’at, lahir di Surabaya, 5 Agustus 1962. menyelesaikan


pendidikan dalam bidang Ilmu Hukum/Hukum Perdata Universitas Brawijaya
tahun 1986 (S1), dalam bidang Ilmu Manusia Universitas Indonesia tahun 1995
(S2), dan lulus Program Doktor dalam bidang Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro tahun 2011 (S3). Saat ini penulis aktif mengajar sebagai dosen di
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dengan mata kuliah yang diampu antara
lain : Antropologi Hukum, Hukum Lingkungan, Hukum Lingkungan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Advokasi dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Hukum Perburuhan dan Ketenagakerjaan, Metode Penelitian dan
Penulisan Karya Ilmiah Hukum, Teori Hukum, Politik Hukum/Hukum dan
Kebijakan Publik.

Beberapa pengalaman penelitian diantaranya adalah : Dinamika Gerakan


Advokasi Serikat Buruh dalam Pemenuhan Hak-Hak Dasar (Studi Kasus Serikat
Buruh di Kota Malang) pada tahun 2005, Peningkatan Kualitas Pembelajaran
Metodelogi Penelitian Hukum berbasis pada tugas akhir pada tahun 2006,
Perlindungan Hukum Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya
Alam guna memenuhi Kedaulatan Pangan (Studi Kasus Masyarakat Adat
Tengger Kabupaten Malang) tahun 2008, Rekonstruksi Politik Hukum Ketahanan
Pangan Berbasis Sistem Kearifan Lokal (Studi Dinamika Perlindungan Hukum
Hak Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Pertanian Tanaman
Pangan) tahun 2010.

Penulis pernah menerbitkan buku dengan beberapa judul yaitu : Advokasi


dan Pilihan Penyelesaian Sengketa (2006), Rekontruksi Politik Hukum
Pemerintahan Desa dari Desa Terkoptasi dan Marginal menuju Desa Otonom dan
Demokratik (2006), Strategi Penelitian dan Penulisan Ilmu Hukum : Sebuah
Tinjauan Praktis Metodologi Penelitian Hukum (2008), Gerakan Buruh dan
Pemenuhan Hak Dasarnya : Strategi Buruh dalam Melakukan Advokasi (2008),
Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal (2008).

Pengalaman pengabdian masyarakat yang pernah dilakukan penulis antara


lain : Pemberdayaan Nelayan Jawa Timur (2006), Pendidikan dan Pelatihan Bagi
Aktivis Buruh (2007), Pendampingan dan Fasilitator bagi Anggota DPRD
Pasuruan, Malang dan Madura dalam Penyusunan Peraturan Daerah (2008),
Penyusunan Naskah Akademis RUU Badan Usaha Milik Daerah (2007-2009),
Konsep Ekonomi Pancasila dalam Berbagai Disiplin Ilmu (2009-2010).

Permasalahan yang dikaji dalam buku ini terinspirasi oleh hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh penulis dengan teman sejawat peneliti yang lain
yang memfokuskan kajiannya pada permasalahan yang dihadapi masyarakat adat
dalam pengelolaan sumberdaya alam sejak tahun 1996 sampai 2008. Penelitian
Pertama, dengan judul “Dampak Undang-Undang Pemerintahan Desa Terhadap
Hak-Hak Masyarakat Adat di Indonesia (Studi Kasus Pada Masyarakat Adat
Irian Jaya, Kalimantan, Pulau Tual, Pulau Haruku, dan Nusa Tenggara Timur)”,
yang didanai oleh Lembaga Studi dan Hak Asasi Manusia (ELSAM) dan USAID,
(1996). Kedua, penelitian dengan judul “Penguatan Kelembagaan dan Hukum
Masyarakat Adat Tengger Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Berkelanjutan” didanai oleh LIPI dan MENRISTEK melalui program penelitian
Riset Unggulan Terpadu, (1999-2001). Ketiga, penelitian berjudul Perlindungan
Hukum SIstem Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Berkelanjutan Guna Mencapai Kedaulatan Pangan (Studi Kasus Pada
Masyarakat Adat Tengger Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten
Malang) yang didanai oleh Program Research Grant I-MHERE Universitas
Brawijaya (2008).

Melalui rangkaian penelitian yang panjang tersebut (1999-2009), peneliti


kemudian ingin mengeksplorasi dan menganalisis lebih lanjut keberadaan politik
hukum ketahanan pangan nasional, keberadaan sistem kearifan lokal masyarakat
adat, khususnya masyarakat Adat Tengger Ngadas dalam pengelolaan sumber
daya alam serta hambatan dan tantangan yang dihadapinya, khususnya dalam
mewujudkan kedaulatan pangan dalam sebuah disertasi. Akumulasi hasil
penelitian tersebut, digunakan sebagai dasar pijakan untuk merekontruksi politik
hukum ketahanan pangan nasional agar memiliki basis yang kuat pada sistem
kearifan lokal masyarakat adat.

Sistem kearifan lokal yang tercermin dalam sistem pengetahuan dan


teknologi lokal diberbagai daerah secara dominan masih diwarnai nilai-nilai adat
sebagaimana tampak dari cara-cara mereka melakukan prinsip-prinsip konservasi,
managemen dan eksploitasi sumberdaya alam. Hal ini tampak jelas dari perilaku
mereka yang memiliki rasa hormat begitu tinggi terhadap lingkungan alam yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Dalam
melakukan ekspolitasi sumberdaya alam, daya adaptasi dan sistem kearifan
mereka selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan alam serta sistem distribusi
dan alokasi produk-produk tersebut. Pendekatan ini jelas mempererat jalinan
kepuasan semua pihak tanpa berlebihan.

Perwujudan bentuk sistem kearifan lokal yang merupakan pencerminan


budaya lokal di berbagai daerah, memang sudah banyak yang hilang dari ingatan
masyarakat. Namun dikalangan mereka walaupun pengetahuan itu sudah tidak
lengkap lagi atau berakulturasi dengan pengetahuan baru, masih nampak ciri-ciri
khasnya dan masih berfungsi dengan baik sebagai pedoman hidup masyarakat
pendukungnya. Dalam kumpulan tulisan tentang “Petani, Merajut Tradisi Era
Global” kajian Sulaiman Mamar

Ketersediaan dan keterpenuhan pangan ialah prinsip HAM yang mendasar.


Sehingga kelaparan merupakan bencana HAM yang serius. Ditegaskan oleh
Presidensial Commision on Hunger 1980 bahwa pemenuhan hak azasi atas
pangan dan gizi adalah amat utama. Hak-hak asasi lain tidak mungkin terjamin
tanpa terlebih dahulu menjamin hak pangan dan gizi. Tanpa pangan
kelangsungan individu, masyarakat dan bangsa tidak mungkin dapat
terwujudkan.

Begitu penting dan strategisnya masalah pangan bagi kelangsungan hidup


individu, masyarakat dan bangsa maka tidak berkelebihan bila hak atas pangan
merupakan bagian utama dan tak terpisahkan dari Hak Asasi Manusia (HAM),
yaitu HAM pangan. Konsepsi HAM pangan di Indonesia memang tidak populer,
karena pemahaman HAM yang selama ini berlaku adalah pemahaman yang
sempit. HAM seolah-olah hanya berupa kekerasan yang merenggut nyawa orang,
pembatasan hak atas kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat serta
represi negara terhadap rakyat. Jarang sekali, bahkan tidak ada pengamat HAM,
aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat maupun Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia yang mempersoalkan kelaparan dan gizi buruk yang diderita masyarakat
diberbagai wilayah tanah air sebagai pelanggaran HAM.

Pemahaman yang sempit atas konsepsi HAM inilah yang kemudian


berpengaruh pada rumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD NRI) 1945 yang tidak secara eksplisit mencantumkan hak atas pangan.
Hak atas pangan dalam UUD NRI 1945 dirumuskan secara implisit dalam Pasal
27 ayat 2, Pasal 28 A ayat (1) dan Pasal 34.

Pasal 27 ayat 2 UUD NRI 1945 yang menyebutkan “Tiap_tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal
28 A ayat (1) UUD NRI 1945 Amandemen ke dua yang menyebutkan “Setiap
warga negara berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”, didalamnya secara implisit mencakup dimensi hak bagi
setiap warga negara atas pangan. Pasal 34 UUD NRI 1945 malah secara implisit
lebih menegaskan peran negara karena pasal itu menjamin tentang hak fakir
miskin dan anak terlantar untuk dipelihara oleh negara. Rumusan pasal 27 ayat
2, pasal 28 A ayat (1) dan pasal 34 tersebut merupakan refleksi terbatas dari
pencapaian tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dalam alenia kedua berbunyi,
“Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Transformasi ekonomi masyarakat adat Tengger Ngadas berjalan lebih


lambat dari pada daerah sawah, selain faktor budaya, penetrasi kapital penjajah
Belanda masuk lebih akhir dibanding komunitas padi sawah. Selain itu,
komunitas padi sawah juga telah menjadi wilayah kendali kekuasaan feodal Jawa
sehingga tekanan politik dan ekonomi sudah sangat kurang kuat sejak awal. Baru
pada akhir-akhir penjajahan, penetrasi kapital masuk di desa-desa Tengger
melalui perkebunan-perkebunan besar teh dan kopi.

Politik hukum ketahanan pangan nasional pada tataran kebijakan dan


instrumen perundangan di bidang pengelolaan sumber daya alam, lingkungan,
pertanian dan pangan seperti dalam UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 7 Tahun 2004 Tentang
Sumber Daya Air serta peraturan perundang-undangan yang lain secara
substansial terjadi inkonsistensi, dan ambivalensi dengan substansi dasar ideal
yang terkandung dalam pancasila, dan konstitusi UUD NRI 1945, sehingga
terjadi pengingkaran atas keberadaan sistem kearifan lokal masyarakat adat.
Dengan penjelasan yang sangat rinci, buku ini mampu memberi pemahaman
bagi pembaca karena disajikan dalam bahasa yang mudah dimengerti, serta
menggunakan rujukan yang jelas dan terpercaya. Didalamnya, banyak kata khas
yang digunakan karena banyak istilah-istilah dalam bahasa belanda seperti
volksgemeenschappen, staatsverfassung, formell gesetz, staatsgrundgesetz, dan
masih banyak lagi.

Penguasaan masalah dijelaskan sangat runtut disertai dengan contoh kasus


yang sedang terjadi sehingga terkesan lebih aktual. Didalamnya terdapat bab dan
sub bab yang memuat tentang penjelasan yang dituangkan dalam poin per poin,
sehingga lebih memudahkan pembaca dalam memahami.

Terdiri dari 566 halaman, buku ini terlalu tebal dan banyak kalimat yang
diulang sehingga terkesan tidak ringkas. Dengan pembahasan yang panjang, buku
ini mampu dibuat sumber rujukan dalam pembuatan tugas akhir tetapi perlu
untuk diringkas dengan padat dan jelas agar memudahkan dalam pencarian
materi. Selain itu, banyak kata yang susah untuk dijabarkan, oleh karena itu
mungkin akan membuat pembaca berfikir keras terlebih dahulu dalam
memahami.

Sebaiknya buku ini disajikan secara ringkas dan padat agar dapat
memudahkan pembaca dalam memahami isi bacaan, selain itu dapat dijabarkan
dengan bahasa yang ringan agar pembaca tidak merasa jenuh, serta memberi
peluang kepada pembaca yang kurang mendalami hukum dan segala aturannya.

Buku ini bisa dibaca oleh beberapa kalangan, yaitu selain pembaca yang
menekuni dunia hukum juga pemerintah dan kalangan masyarakat yang
menekuni dunia pertanian agar dapat menyeimbangkan dan menselaraskan
kebutuhan dan kedaulatan pangan di negara Indonesia. Agar terciptanya
kebutuhan pangan yang sejahtera, adil dan makmur.

Anda mungkin juga menyukai