Anda di halaman 1dari 28

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SELAKU KONSUMEN

ATAS JASA PELAYANAN DI BIDANG KESEHATAN DI RSUD


PADEMANGAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

PROPOSAL TESIS

MUHAMMAD RIFQI FAJRIN


1710622014

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”JAKARTA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
2019
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SELAKU KONSUMEN
ATAS JASA PELAYANAN DI BIDANG KESEHATAN DI RSUD
PADEMANGAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

PROPOSAL TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Magister Hukum

MUHAMMAD RIFQI FAJRIN


1710622014

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”JAKARTA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
2019

2
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SELAKU KONSUMEN
ATAS JASA PELAYANAN DI BIDANG KESEHATAN DI RSUD
PADEMANGAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

PROPOSAL TESIS

MUHAMMAD RIFQI FAJRIN


1710622014

Telah disetujui untuk Ujian Proposal Tesis

Dr. Imam Haryanto, S.H.,M.H. Dr. Arrisman, S.H.,M.H


Pembimbing I Pembimbing II

Jakarta, 22 Agustus 2019

3
DAFTAR ISI

A. Latar Belakang............................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................10
C. Tujuan Penelitian......................................................................................10
D. Manfaat Penelitian....................................................................................10
E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual.......................................11
F. Metode Penelitian......................................................................................21
1. Metode Pendekatan.................................................................................21
2. Spesifikasi Penelitian..............................................................................21
3. Sumber dan Jenis Data............................................................................22
4. Metode Pengumpulan Data.....................................................................23
5. Metode Penyajian Data...........................................................................23
6. Metode Analisis Data..............................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
SISTEMATIKA TESIS........................................................................................28

4
A. Latar Belakang

Problem upaya kesehatan merupakan masalah yang baru, tetapi sekaligus


klasik. Disebut baru karena istilah upaya kesehatan sendiri merupakan hal yang
baru. Upaya kesehatan dilawankan dengan pelayanan kesehatan dalam rangka
memisahkan dua sikap yang sama sekali berbeda. Pelayanan kesehatan lebih
mengacu pada penyelenggaraan kesehatan oleh kaum profesional dan
konsumennya bersikap pasif, bahkan menggadaikan serta mempercayakan
kesehatan mereka kepada kaum profesional. Sedangkan istilah upaya kesehatan
menitikberatkan pada kata “upaya” (kata kerja).

Penyelenggaraan kesehatan merupakan urusan masyarakat, urusan


komunitas; mereka tidak lagi menggadaikan dan mempercayakan kesehatan
mereka ke tangan kaum profesional. Semua pihak dalam masyarakat secara aktif
ikut menyelenggarakan dan memelihara kesehatan mereka, dan dalam kasus
spesialistik-yakni saat dibutuhkan campur tangan profesional-maka kaum
profesional wajib mengatasi kasus itu. Dalam fungsi sehari-hari, kaum
profesionaitas lebih diharapkan bertindak sebagai fasilitator penyelenggaraan dan
pemeliharaan kesehatan oleh masyarakat.1

Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan,


telah berkembang dengan pesat dan didukung oleh sarana kesehatan yang semakin
canggih, perkembangan ini turut mempengaruhi jasa professional di bidang
kesehatan yang dari waktu ke waktu semakin berkembang pula. Berbagai cara
perawatan dikembangkan sehingga akibatnya juga bertambah besar, dan
kemungkinan untuk melakukan kesalahan semakin besar pula. Dalam banyak hal
yang berhubungan dengan masalah kesehatan sering ditemui kasus- kasus yang
merugikan pasien. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila profesi kesehatan
serta perlindungan terhadap pasien diperbincangkan baik di kalangan intelektual
maupun masyarakat awam dan kalangan pemerhati kesehatan Beberapa tahun

1
Roy Tjiong, Problem Etis Upaya Kesehatan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991),
hlm. 17.

5
terakhir ini sering timbul gugatan dari pasien yang merasa dirugikan, untuk
menuntut ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter
atau tenaga kesehatan dalam melakukan pekerjaannya. Pada dasarnya kesalahan
atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis, merupakan suatu hal
yang penting untuk dibicarakan. Hal ini karena akibat kesalahan atau kelalaian
tersebut mempunyai dampak yang merugikan pasien. Selain itu dalam hal
perlindungan terhadap pasien pun perlu untuk dibahas dan dikaji lebih dalam.

Munculnya kasus kasus serta gugatan dari pihak pasien merupakan indikasi
bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat. Semakin sadar
masyarakat akan aturan hukum, semakin mengetahui mereka akan hak dan
kewajibannya dan semakin luas pula suara-suara yang menuntut agar hukum
memainkan peranannya di bidang kesehatan. Hal ini pula yang menyebabkan
masyarakat (pasien) tidak mau lagi menerima begitu saja cara pengobatan yang
dilakukan oleh pihak medis. Pasien ingin mengetahui bagaimana tindakan medis
dilakukan agar nantinya tidak menderita kerugian akibat kesalahan dan kelalaian
pihak medis Gugatan dari pihak pasien untuk meminta pertanggungjawaban dari
dokter maupun pihak rumah sakit didasarkan pada Pasal 1239 dan 1365 KUHPer.

Dilihat dari kacamata hukum, hubungan antara pasien dengan dokter


termasuk dalam ruang lingkup hukum perjanjian. Dikatakan sebagai perjanjian
karena adanya kesanggupan dari dokter untuk mengupayakan kesehatan dan
kesembuhan pasien.2 Timbulnya dan adanya perlindungan hukum terhadap pasien
sebagai konsumen didahului dengan adanya hubungan antara dokter dengan
pasien.

Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan


pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya pelayanan
medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan
pasien yang membutuhkan penyembuhan.3 Pelayanan medis adalah sarana yang

2
Bahder Johan, Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 2013), hlm.6.
3
K. Bertens, Etika Biomedis, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm.133.

6
menyediakan pelayanan yang bersifat klinis di bidang diagnostik, dan atau rawat
inap. Pelayanan medis ini dapat berupa penegakan diagnosis dengan benar sesuai
prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan
medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk
kesembuhan pasiennya. Dalam pelayanan medis ini dokter sangat berperan
penting. Adanya upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan agar
pasien tersebut dapat memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi yaitu
kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya.

Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya merupakan satu profesi yang
sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Seorang dokter dan
tenaga medis sebelum melakukan praktek kedokterannya atau pelayanan medis
telah melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Karena dari profesi
inilah (khususnya dokter) banyak sekali digantungkan harapan hidup dan/atau
kesembuhan dari pasien serta keluarganya yang sedang menderita sakit.4

Hubungan dokter dan pasien pada dasarnya merupakan hubungan hukum


keperdataan, dimana pasien datang kepada dokter untuk disembuhkan
penyakitnya dan dokter berjanji akan berusaha mengobati atau menyembuhkan
penyakit pasien tersebut. Hubungan keperdataan adalah hubungan hukum yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang berada dalam kedudukan yang sederajat, setidak-
tidaknya pada saat para pihak akan memasuki hubungan hukum tertentu.
Timbulnya dan adanya perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen
didahului dengan adanya hubungan antara dokter dengan pasien.5

Hubungan hukum antara dokter atau dokter gigi dan pasien dalam
pelayanan kesehatan lazim disebut dengan transaksi terapeutik. Hubungan antara
dokter dengan pasien atau transaksi terapeutik tersebut didasarkan pada adanya

4
Syachrul Mahmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang
Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm.1.
5
Ibid., hlm.44

7
suatu perjanjian, yaitu perjanjian dimana dokter berusaha semaksimal mungkin
untuk menyembuhkan pasien.6

Selain hubungan antara dokter dengan pasien, peran rumah sakit dalam
menerapkan perlindungan terhadap pasien juga sangat diperlukan. Dalam dunia
medis yang sangat berkembang, peranan rumah sakit sangat penting dalam
menunjang kesehatan masyarakat. Dari pihak rumah sakit sudah seharusnya
memberikan perlindungan kepada pasien sebagaimana mestinya.

Kompetensi dalam dunia medis tidak diperoleh begitu saja dalam sekejap.
Seorang dokter dan tenaga medis lainnya dituntut terus belajar dan belajar.
Meskipun ia sudah memposisikan dirinya sebagai seorang subspesialis, namun
tanpa mengikuti perkembangan, pengetahuan dan keterampilannya akan usang.7

Sejatinya seorang pasien yang menggunakan jasa pelayanan medis adalah


konsumen. Hal ini dibenarkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan. Sebab itu secara umum pasien dilindungi oleh
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit.

Pasien harus dipandang sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas
hasil akhir layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi
mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan dan
pondasi dalam rangka memberi perlindungan kepada pasien, sedangkan
ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum.

6
Ibid., hlm.46.
7
JB. Suharjo. B. Cahyono, Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik
Kedokteran, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm.44.

8
Rumah sakit RSUD Pademangan Jakarta Utara merupakan salah satu
rumah sakit milik Pemerintah Daerah tipe D yang cukup berkembang di daerah
Jakarta Utara. Setiap harinya rumah sakit tersebut menangani dan menolong
pasien dari berbagai kalangan. Rumah Sakit Umum Daerah Pademangan Jakarta
memiliki standar penerapan hak-hak pasien dan bentuk perlindungan yang
diberikan kepada pasien guna memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.

Gambaran singkat diatas menarik perhatian penulis untuk mengkaji lebih


dalam mengenai bagaimana sistem pelaksanaan penerapan hak-hak pasien serta
bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada pasien yang dalam hal ini
penulis megambil objek di RSUD Pademangan Jakarta. Ini bertujuan untuk
mencegah kesalahpahaman antara pasien dengan tenaga kesehatan maupun pihak
rumah sakit. Hal ini juga untuk menciptakan keseimbangan antara pasien dengan
tenaga kesehatan professional. Dalam penelitian ini penulis berusaha se-objektif
mungkin dengan tidak memihak kepada siapapun dalam pelaksanaan penelitian.

Perlu diketahui bahwa RSUD Pademangan Jakarta dipilih oleh penulis


sebagai lokasi penelitian mengingat rumah sakit tersebut merupakan tempat
dimana penulis bekerja, yang tentunya akan memudahkan penulis dalam hal
pencarian data-data yang dibutuhkan untuk penelitian tersebut.

Berdasarkan apa yang telah yang telah diuraikan diatas, maka penulis
tertarik untuk meneliti dalam bentuk tesis yang berjudul : “PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP PASIEN SELAKU KONSUMEN ATAS JASA
PELAYANAN DI BIDANG KESEHATAN DI RSUD PADEMANGAN
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”.

9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas,
maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perlindungan hukum kepada pasien selaku konsumen atas
jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Pademangan ?
2. Bagaimanakah tanggung jawab dari RSUD Pademangan terhadap jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien selaku konsumen ?
C. Tujuan Penelitian

Dari identifikasi rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap pasien


selaku konsumen atas jasa pelayanan kesehatan di RSUD Pademangan
Jakarta Utara sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
2. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab secara hukum dari RSUD
Pademangan Jakarta Utaara atas jasa pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada pasien selaku konsumen.
D. Manfaat Penelitian
Dari tujuan-tujuan tersebut di atas, maka diharapkan penulisan dan
pembahasan penulisan hukum ini dapat memberikan kegunaan dan manfaat, baik
secara teoritis maupun praktis sebagai bagian yang tak terpisahkan, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
a. Dengan dilakukannya penelitian hukum ini diharapkan bisa
memberikan ilmu pengetahuan baru mengenai aspek hukum yang
berhubungan dengan perlindungan konsumen atas jasa pelayanan di
bidang kesehatan.
b. Penelitian ini secara khusus bermanfaat bagi penulis yaitu dalam rangka
menganalisis dan menjawab keingintahuan penulis terhadap perumusan

10
masalah dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat
dalam memberikan kontribusi pemikiran dalam menunjang
perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perlindungan konsumen
dan hukum kesehatan.
c. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah literatur
ilmiah, diskusi hukum mengenai hukum perlindungan konsumen dan
hukum kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
masukan atau pun bagi individu, masyarakat maupun pihak-pihak
yang berkepentingan serta mahasiswa maupun dosen dalam menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai perlindungan hukum pasien
selaku konsumen atas jasa pelayanan di bidang kesehatan.

b. Memberikan kontribusi pemikiran serta manfaat bagi individu,


masyarakat maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam
menambah pengetahuan yang berhubungan dengan Perlindungan
Hukum Pasien selaku konsumen atas jasa pelayanan di bidang
kesehatan.

E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual


1. Kerangka Teoritis

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat


jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan
filosofisnya yang tertinggi.8 Kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka
pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin
disetujui atau tidak disetujui yang merupakan masukan bersifat eksternal
dalam penelitian ini.9

8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum: (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 254
9
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian: (Bandung: CV. Mandar Maju,1994),
hlm.80

11
Teori yang menjadi grand theory dalam penelitan ini adalah teori kepastian
hukum. Gustav Radbruch terdapat dua macam pengertian kepastian yaitu,
kepastian hukum oleh karena hukum dan kepastian hukum dalam atau dari
hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam
masyarakat adalah hukum yang berguna.

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum oleh karena hukum, memberi dua tugas hukum yang lain,
yaitu menjamin keadilan hukum serta hukum harus tetap berguna. Sedangkan
kepastian hukum dalam hukum, tercapai apabila hukum tersebut sebanyak-
banyaknya undang-undang.10

Adapun teori pendukung dalam penelitian ini adalah teori sistem hukum
(legal system) sebagai pisau analisis sebagai grand teori dalam penelitian ini,
sebagaimana dijelaskan dibawah ini.

Struktur hukum (legal struktur) merupakan kerangka berfikir yang


memberikan defenisi dan bentuk bagi bekerjanya sistem yang ada dengan
batasan yang telah ditentukan, jadi struktur hukum dapat dikatakan sebagai
institusi yang menjalankan penegakan hukum dengan segala proses yang ada
didalamnya.11

Substansi hukum (legal substance) merupakan aturan, norma dan pola


perilaku manusia yang berada di dalam sistem hukum. Substansi hukum
(legal Substance) berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di
dalam sistem hukum itu, baik berupa keputusan yang telah dikeluarkan
maupun aturan-aturan baru mau disusun. Substansi hukum (legal substance)
tidak hanya pada hukum yang tertulis (law in the book), tetapi juga mencakup
hukum yang hidup di masyarakat (the living law).12
10
Kepastian Hukum, http//www.surabayapagi.com/, diakses pada tanggal 01 Juli 2019,
Pukul 10.00 WIB.
11
Lawrence M.Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, (New York:
Russel Sage Fourdation, 1975), hlm. 12.
12
Lawrence M.Friedman dalam Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung:
PT. Rafika Aditama, 2009), hlm. 14.

12
Budaya hukum (legal culture) merupakan sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum. Sikap masyarakat ini meliputi kepercayaan, nilai-nilai,
ide-ide serta harapan masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum.13
Budaya hukum juga merupakan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum dilaksanakan, dihindari atau bahkan bagaimana hukum
disalahgunakan. Budaya hukum (legal culture) mempunyai peranan yang
besar dalam sistem hukum. Tanpa budaya hukum (legal culture) maka sistem
hukum (legal system) akan kehilangan kekuatannya, seperti ikan mati yang
terdampar di keranjangnya, bukan ikan hidup yang berenang di lautan.14

Ketiga unsur sistem hukum tersebut berhubungan satu sama lain, dan
mempunyai peranan yang tidak dapat dipisahkan satu persatu. Ketiga unsur
ini merupakan satu kesatuan yang menggerakkan sistem hukum yang ada
agar berjalan dengan lancar. Sebagai perumpamaan, struktur hukum (Legal
struktur) merupakan mesin yang menghasilkan sesuatu, substansi hukum
(legal substance) merupakan orang yang memutuskan untuk menjalankam
mesin serta membatasi penggunaan mesin. Apabila satu dari ke tiga unsur
sistem hukum ini tidak berfungsi, menyebabkan sub sistem lainnya
terganggu.15

Pada dasarnya prinsip kepastian hukum menekankan pada penegakan


hukum yang berdasarkan pembuktian secara formil, artinya suatu perbuatan
baru dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hanya jika melanggar aturan
tertulis tertentu. Sebaliknya menurut prinsip keadilan, perbuatan yang tidak
wajar, tercela, melanggar kepatutan dan sebagainya dapat dianggap sebagai
pelanggaran demi tegaknya keadilan meskipun secara formal tidak ada
undang-undang yang melarangnya.16

b. Teori Keadilan Hukum


13
Ibid.
14
Ibid, hal.7.
15
Lawrence M.Friedman dalam Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung:
PT. Rafika Aditama, 2009), hlm. 17.
16
Mahfud M.D, “Kepastian Hukum Tabrak Keadilan” dalam Fajar Laksono, Ed, Hukum
Tak Kunjung Tegak: Tebaran Gagasan Otentik Prof. Dr. Mahfud MD, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2007), hlm.91.

13
Ada dua tujuan dari teori keadilan menurut John Rawls, yaitu :17

1) Teori ini mau mengartikulasikan sederet prinsip-prinsip umum


keadilan yang mendasari dan menerangkan berbagai keputusan moral
yang sungguh-sungguh dipertimbangkan dalam keadaaan-keadaan
khusus kita. Yang dia maksudkan dengan “keputusan moral” adalah
sederet evaluasi moral yang telah kita buat dan sekiranya
menyebabkan tindakan sosial kita. Keputusan moral yang sungguh
dipertimbangkan menunjuk pada evaluasi moral yang kita buat secara
refleksif.

2) Rawls mau mengembangkan suatu teori keadilan sosial yang lebih


unggul atas teori utilitarianisme. Rawls memaksudkannya “rata-rata”
(average utilitiarianisme) maksudnya adalah bahwa institusi sosial
dikatakan adil jika diandaikan untuk memaksimalisasi keuntungan
dan kegunaan. Sedang utilitarianisme rata-rata memuat pandangan
bahwa institusi sosial dikatakan adil jika hanya diandaikan untuk
memaksimilasi keuntungan rata-rata perkapita. Untuk kedua versi
utilitarianisme tersebut “keuntungan” didefiniskan sebagai kepuasan
atau keuntungan yang terjadi melalui pilihan-pilihan. Rawls
mengatakan bahwa dasar kebenaran teorinya membuat pandangannya
lebih unggul disbanding kadua versi utilitarianisme tersebut. Prinsip-
prinsip keadilan yang ia kemukakan lebih unggul dalam menjelaskan
keputusan moral etis atas keadilan sosial.

2. Kerangka Konseptual

Dalam metode penulisan karya ilmiah khususnya penulisan hukum,


diperlukan adanya suatu kerangka konseptual. Kerangka konseptual
berfungsi untuk menggambarkan adanya hubungan antara konsep-konsep
khusus dalam suatu penelitian. Konsep pada dasarnya merupakan uraian
17
John Rawls, A Theory of Justice, (London: Oxford University, 1973), hlm. 50-57.

14
mengenai hubungan dalam suatu fakta, sehingga agar tidak terjadinya
perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang dipergunakan dalam
penulisan tesis ini, maka penulis menyusun beberapa pengertian dari konsep-
konsep yang akan dipergunakan dalam tesis ini, antara lain sebagai berikut:

a. Perlindungan Hukum

Hukum diciptakan sebagai suatu sarana atau instrumen untuk


mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban subyek hukum. Di
samping itu, hukum juga berfungsi sebagai instrumen perlindungan
bagi subyek hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo hukum berfungsi
sebagai perlindungan kepentingan manusia.18
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat
agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Menurut Phipipus M.Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum
adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan
terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum
berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.19 Perlindungan
hukum berarti adanya pengakuan, kepatuhan, serta adanya dukungan
atas hak-hak segenap pribadi, segenap keluarga dan segenap
kelompok, beserta aspek pelaksanaannya.20
b. Perlindungan Konsumen
Perlindungan merupakan istilah yang dipakai untuk
menggambarkan adanya hukum yang memberikan perlindungan
kepada konsumen dari kerugian atas pengunaan produk barang/jasa.
Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang sangat luas
meliputi perlindungan terhadap segala kerugian akibat penggunaan

18
Soedikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Oenemuan Hukum, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 1993), hlm. 140.
19
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.54.
20
Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme Bukan Sosialisme, (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), hlm.250.

15
barang dan/atau jasa. Perlindungan perlu diberikan kepada konsumen
sebab secara umum keberadaannya selalu berada pada kedudukan yang
lemah.21
Berbicara mengenai konsumen dalam kaitannya di dalam
pelayanan medis, dimana terdapat hubungan antara tenaga pelaksana
(tenaga kesehatan) dengan pasien yang merupakan konsumen jasa.
Dan untuk itu, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan konsumen.
Konsumen sebagai peng-Indonesian dari istilah asing, Inggris
consumer, dan Belanda Consument, secara harfiah diartikan sebagai
“orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu” atau “sesuatu atau seseorang yang
menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.22 Didalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, bahwa konsumen jasa adalah apa yang dimaksud oleh
Pasal 1 ayat (2) “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan”. Jasa adalah setiap layanan yang berbetuk
pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk
dimanfaatkan konsumen, contohnya jasa pengacara, dokter, guru dan
lain sebagainya.23 Berdasarkan pengertian tersebut, subyek yang
disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai
pemakai barang dan jasa.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien adalah
seorang konsumen karena dalam hal ini ia merupakan seorang pemakai
jasa yaitu jasa seorang dokter. Pasien sebagai konsumen dalam jasa
pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sebagai konsumen akhir,

21
Burhanudin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikasi Halal,
(Malang: UIN-Maliki Press th 2011), hlm.1.
22
Abdul Hakim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Kalsel:FH Unlan Press
Tahun 2008), hlm.7.
23
Tri Kunawangsih, Aspek Dasar Ekonomi Mikro, (Jakarta:PT. Grasindo Tahun 2006),
hlm.105.

16
karena pasien tidak termasuk dalam bagian dari produksi. Sifat
konsumeristik dari pelayanan kesehatan tampak dari terjadinya
pergeseran paradigman pelayanan kesehatan dari yang semula sosial
berubah menjadi bersifat komersial di mana pasien harus
mengeluarkan biaya cukup tinggi untuk upaya kesehatannya.24
c. Perjanjian
Hukum perjanjian ini adalah bagian dari hukum perdata yang
berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting
dalam hukum perdata, oleh karena hukum perdata banyak
mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji
seseorang.25
Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan “Perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Selanjutnya dalam Pasal 1320
KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian dapat dikatakan sah
apabila:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Azas merupakan terpikiran dasar yang ada di belakang atau di
dalam system hukum. Adapun asas-asas dalam perjanjian adalah:26
1. Azas kebebasan berkontrak
2. Azas konsensualisme
3. Azas pacta sunt servanda
4. Azas iktikad baik
d. Hak dan Kewajiban Para Pihak

24
Eddi Junaedi, Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Medik, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), hlm.27.
25
Wirjono Projodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar maju, 2011),
hlm.2.
26
Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, (Jakarta:
Transmedia Pustaka, 2010), hlm.13.

17
Pasien memiliki hak-hak sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa pasien
sebagai konsumen berhak atas hak kenyamanan, hak keamanan, hak
keselamatan, hak memilih, hak informasi, hak didengar, hak
mendapatkan advokasi, ha katas pelayanan yang tidak diskriminatif,
hak mendapatkan ganti rugi, dan hak yang diatur dalam perundang-
undangan lain.27
Pasal 52 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran juga menyebutkan hak pasien yaitu, mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, meminta pendapat
dokter, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
menolak tindakan medis dan mendapatkan isi rekam medis.28
Hak pasien juga diatur dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, Pasal
56, dan Pasal 58 yang menyebutkan :
Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak akses
atau sumber daya di bidang kesehatan. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan
bahwa “setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, dan terjangkau”. Pasal 5 ayat (3) menyebutkan
bahwa “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya”. Pasal 6 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak
mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.” Pasal 7 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk
mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang
dan bertanggung jawab.” Pasala 8 menyebutkan bahwa “Setiap orang
berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya terasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya
dari tenaga kesehatan”. Pasal 56 menyebutkan “Setiap orang berhak

27
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4.
28
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52.

18
menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan
yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.” Pasal 58
menyebutkan “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
sesorang, tanpa kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.29
Selanjutnya kewajiban pasien diatur dalam Pasal 53 Undang –
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu,
memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya, mematuhi nasehat dan petunjuk dokter, mematuhi
ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan, memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.30
Kewajiban dokter diatur lebih lanjut dalam Pasal 51 Undang –
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu,
memberikan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan standar profesi
atau standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien,
merujuk pasien ke dokter yang mempunyai keahlian atau kemampuan
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia, melakukan
pertolongan darutat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, menambah
ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.31
Hak rumah sakit diatur dalam Pasal 30 Undang0Undang Nomor 44
Tahun 2009, yang menjadi hak rumah sakit yaitu, menentukan jumlah,
jenis dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi
rumah sakit, menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan

29
Undang -Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7,
dan Pasal 8, Pasal 56, dan Pasal 58.
30
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53.
31
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51.

19
klasifikasi rumah sakit, menerima imbalan jasa pelayanan serta
menentukan remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan,
menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian,
emndapatkan perlindungan hukum dan melaksanakan pelayanan
kesehatan, mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mendapatkan
intensif pajak bagi rumah sakit public dan rumah sakit ditetapkan
sebagai rumah sakit pendidikan.32
e. Pelayanan Medis
Pelayanan medis merupakan suatu aktivitas atau serangkain alat
yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat
interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan persoalan konsumen. Pemanfaatan pelayanan
kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik
dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugtas
kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan
tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan
pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh
masyarakat, terjangkau serta bermutu.33
Pelayanan medis adalah suatu kegiatan mikro social yang berlaku
antara orang perorangan sebagai langkah awal dalam proses pra
transaksi pelayanan kesehatan. Maksud dari pelayanan medis ini
adalah pelayanan awal berupa pemberian informasi medis, jenis dan
prosedur pelayanan yang ditujukan pada pasien pada saat ia ingin

32
Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 30.
33
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga, Tangerang: Binapura
Aksara, 1996, hlm.45.

20
melakukan tindakan medis atau mengkonsumsi produk kesehatan
tertentu yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini untuk mendapatkan data
dan informasi yang diperlukan mencakup:

1. Metode Pendekatan
Peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis normatif atau
penelitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut
juga penelitian kepustakaan. Dalam penelitian dengan pendekatan yuridis
ada dua unsur yaitu unsur ideal dan unsur rill, unsur ideal mencakup susila
dan rasio manusia, rasio manusia menghasilkan pengertian/pokok/dasar
dalam hukum seperti masyarakat hukum, peristiwa hukum, subjek hukum,
objek hukum, hak dan kewajiban, dan hubungan hukum, sehingga unsur
ideal menghasilkan kaedah-kaedah hukum melalui filsafat hukum dan
normwissenschaft atau solenwissenshaft.34

2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian adalah spesifikasi
penelitian Preskiptif, yaitu suatu penelitian yang menjelaskan keadaan
obyek yang akan diteliti melalui kacamata disiplin hukum, atau biasa
disebut seyogyanya.35

3. Sumber dan Jenis Data


Pada penelitian data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu
data yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier. Dari bahan hukum tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:

34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007,hlm 14.
35
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta; Kencana Preneda Media Group,
hlm 91.

21
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan hukum ini bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas, antara lain Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang- Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan hukum
sekunder termasuk wawancara dan hasil dialog yang bersubstansi
hukum dan bukan sosiolegal.36 Bahan hukum sekunder juga merupakan
bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan
hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para
pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus
yang akan memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah,
sehingga dalam penulisan ini, bahan hukum sekunder yang digunakan
adalah Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah dan literatur yang
berkaitan dengan Perlindungan Hukum terhadap pasien selaku
konsumen atas jasa layanan pada bidang kesehatan serta hasil
wawancara dengan narasumber dengan substansi hukum yang berkaitan
dengan materi tersebut.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk
terhadap sumber hukum primer dan sekunder, yang lebih dikenal
dengan nama bahan acuan bidang hukum. Bahan tersier dalam
penelitian ini antara lain Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia dan
Kamus Bahasa Inggris.

36
Ibid., hlm 207.

22
4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi
peraturan perundang-undangan yakni, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan data sekunder, dan metode yang digunakan untuk proses
pengumpulan data adalah studi pustaka dan studi dokumen terhadap
peraturan perundang-undangan, literatur dan dikumen-dokumen lainnya
yang berkaitan dengan objek atau materi penelitian.

5. Metode Penyajian Data


Bahan-bahan penelitian yang diperoleh akan disajikan dalam
bentuk teks deskriptif naratif yang disusun secara sistematis sebagai suatu
kesatuan yang utuh yang didahului dengan pendahuluan, yang berisi latar
belakang masalah, rumusan masalah, kerangka teori, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan diteruskan
dengan analisa bahan dan hasil pembahasan dan diakhiri dengan simpulan.

6. Metode Analisis Data


Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis data normative kualitatif. Normatif karena penelitian ini
bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti. Kualititatif yaitu analisis yang dilakukan
dengan cara memahami dan merangkai data yang telah dikumpulkan dan
disusun secara sistematis dan diuraikan dalam kalimat teratur, runtut, dan
logis, kemudian ditarik kesimpulan. Analisis data kualititaif yaitu data
yang diperoleh tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara
langsung. 37

37
Tatang M. Amirin, Menyusun rencana Penelitian, cetakan ke 3, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995, halaman 134.

23
DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur:

Abdul Hakim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Kalsel: FH Unlan


Press Tahun 2008.

Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga, Tangerang:


Binapura Aksara, 1996.

Bahder Johan, Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 2013.

Burhanudin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikasi Halal,


Malang: UIN-Maliki Press tahun 2011.

24
Eddi Junaedi, Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Medik, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011.

JB. Suharjo. B. Cahyono, Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam


Praktik Kedokteran, Yogyakarta: Kanisius, 2008.

John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University, 1973.

K. Bertens, Etika Biomedis, Yogyakarta: Kanisius, 2011.

Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme Bukan Sosialisme, Yogyakarta:


Kanisius, 2003.

Lawrence M.Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, New


York: Russel Sage Fourdation, 1975.

Lawrence M.Friedman dalam Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia,


Bandung: PT. Rafika Aditama, 2009.

Mahfud M.D, “Kepastian Hukum Tabrak Keadilan” dalam Fajar Laksono, Ed,
Hukum Tak Kunjung Tegak: Tebaran Gagasan Otentik Prof. Dr. Mahfud
MD, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta; Kencana Preneda Media


Group.

Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian,


Jakarta: Transmedia Pustaka, 2010.

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian: Bandung: CV. Mandar Maju,1994.

Roy Tjiong, Problem Etis Upaya Kesehatan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1991.

Syachrul Mahmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter


yang Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, Bandung: Mandar Maju,
2008.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum: Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.

Soedikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung: Citra


Aditya Bakti, 1993.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, 2007.

25
Tatang M. Amirin, Menyusun rencana Penelitian, cetakan ke 3, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995.

Tri Kunawangsih, Aspek Dasar Ekonomi Mikro, Jakarta: PT. Grasindo Tahun
2006.

Wirjono Projodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, Bandung: Mandar maju,


2011.

Website :

Kepastian Hukum, http//www.surabayapagi.com/, diakses pada tanggal 01 Juli


2019, Pukul 10.00 WIB.
Peraturan Perundang-Undangan:

Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4.

Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52.

Undang -Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 5, Pasal 6, Pasal

7, dan Pasal 8, Pasal 56, dan Pasal 58.

Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53.

Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51.

Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 30.

26
SISTEMATIKA TESIS
BAB I : Pendahuluan

Pada bagian ini memuat tentang latar belakang permasalahan,


Rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka
Teoritis dan kerangka konseptual, metode penelitian dan
Sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Perlindungan


Konsumen

27
Pada bagian ini memuat mengenai teori tentang Tinjauan Umum
Perlindungan Hukum dan Tinjauan Umum Perlindungan
Konsumen.

BAB III : Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif


dengan menggunakan data sekunder dan membahas teknik
pengumpulan data, lokasi pengambilan data serta analisa data.

BAB IV : Pembahasan

Pada bagian ini menerangkan mengenai tanggung jawab secara


hukum bagi rumah sakit terhadap jasa pelayanan kesehatan di
bidang kesehatan, dan juga perlindungan hukum yang diberikan
kepada pasien selaku konsumen atas jasa pelayanan di bidang
kesehatan.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

28

Anda mungkin juga menyukai