PROPOSAL TESIS
PROPOSAL TESIS
2
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SELAKU KONSUMEN
ATAS JASA PELAYANAN DI BIDANG KESEHATAN DI RSUD
PADEMANGAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
PROPOSAL TESIS
3
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang............................................................................................5
B. Rumusan Masalah....................................................................................10
C. Tujuan Penelitian......................................................................................10
D. Manfaat Penelitian....................................................................................10
E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual.......................................11
F. Metode Penelitian......................................................................................21
1. Metode Pendekatan.................................................................................21
2. Spesifikasi Penelitian..............................................................................21
3. Sumber dan Jenis Data............................................................................22
4. Metode Pengumpulan Data.....................................................................23
5. Metode Penyajian Data...........................................................................23
6. Metode Analisis Data..............................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25
SISTEMATIKA TESIS........................................................................................28
4
A. Latar Belakang
1
Roy Tjiong, Problem Etis Upaya Kesehatan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991),
hlm. 17.
5
terakhir ini sering timbul gugatan dari pasien yang merasa dirugikan, untuk
menuntut ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter
atau tenaga kesehatan dalam melakukan pekerjaannya. Pada dasarnya kesalahan
atau kelalaian dokter dalam melaksanakan profesi medis, merupakan suatu hal
yang penting untuk dibicarakan. Hal ini karena akibat kesalahan atau kelalaian
tersebut mempunyai dampak yang merugikan pasien. Selain itu dalam hal
perlindungan terhadap pasien pun perlu untuk dibahas dan dikaji lebih dalam.
Munculnya kasus kasus serta gugatan dari pihak pasien merupakan indikasi
bahwa kesadaran hukum masyarakat semakin meningkat. Semakin sadar
masyarakat akan aturan hukum, semakin mengetahui mereka akan hak dan
kewajibannya dan semakin luas pula suara-suara yang menuntut agar hukum
memainkan peranannya di bidang kesehatan. Hal ini pula yang menyebabkan
masyarakat (pasien) tidak mau lagi menerima begitu saja cara pengobatan yang
dilakukan oleh pihak medis. Pasien ingin mengetahui bagaimana tindakan medis
dilakukan agar nantinya tidak menderita kerugian akibat kesalahan dan kelalaian
pihak medis Gugatan dari pihak pasien untuk meminta pertanggungjawaban dari
dokter maupun pihak rumah sakit didasarkan pada Pasal 1239 dan 1365 KUHPer.
2
Bahder Johan, Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 2013), hlm.6.
3
K. Bertens, Etika Biomedis, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm.133.
6
menyediakan pelayanan yang bersifat klinis di bidang diagnostik, dan atau rawat
inap. Pelayanan medis ini dapat berupa penegakan diagnosis dengan benar sesuai
prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai standar pelayanan
medik, serta memberikan tindakan wajar yang memang diperlukan untuk
kesembuhan pasiennya. Dalam pelayanan medis ini dokter sangat berperan
penting. Adanya upaya maksimal yang dilakukan dokter ini adalah bertujuan agar
pasien tersebut dapat memperoleh hak yang diharapkannya dari transaksi yaitu
kesembuhan ataupun pemulihan kesehatannya.
Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya merupakan satu profesi yang
sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Seorang dokter dan
tenaga medis sebelum melakukan praktek kedokterannya atau pelayanan medis
telah melalui pendidikan dan pelatihan yang cukup panjang. Karena dari profesi
inilah (khususnya dokter) banyak sekali digantungkan harapan hidup dan/atau
kesembuhan dari pasien serta keluarganya yang sedang menderita sakit.4
Hubungan hukum antara dokter atau dokter gigi dan pasien dalam
pelayanan kesehatan lazim disebut dengan transaksi terapeutik. Hubungan antara
dokter dengan pasien atau transaksi terapeutik tersebut didasarkan pada adanya
4
Syachrul Mahmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang
Diduga Melakukan Medikal Malpraktek, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm.1.
5
Ibid., hlm.44
7
suatu perjanjian, yaitu perjanjian dimana dokter berusaha semaksimal mungkin
untuk menyembuhkan pasien.6
Selain hubungan antara dokter dengan pasien, peran rumah sakit dalam
menerapkan perlindungan terhadap pasien juga sangat diperlukan. Dalam dunia
medis yang sangat berkembang, peranan rumah sakit sangat penting dalam
menunjang kesehatan masyarakat. Dari pihak rumah sakit sudah seharusnya
memberikan perlindungan kepada pasien sebagaimana mestinya.
Kompetensi dalam dunia medis tidak diperoleh begitu saja dalam sekejap.
Seorang dokter dan tenaga medis lainnya dituntut terus belajar dan belajar.
Meskipun ia sudah memposisikan dirinya sebagai seorang subspesialis, namun
tanpa mengikuti perkembangan, pengetahuan dan keterampilannya akan usang.7
Pasien harus dipandang sebagai subyek yang memiliki pengaruh besar atas
hasil akhir layanan bukan sekedar obyek. Hak-hak pasien harus dipenuhi
mengingat kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan dan
pondasi dalam rangka memberi perlindungan kepada pasien, sedangkan
ketidakpuasan pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum.
6
Ibid., hlm.46.
7
JB. Suharjo. B. Cahyono, Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik
Kedokteran, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm.44.
8
Rumah sakit RSUD Pademangan Jakarta Utara merupakan salah satu
rumah sakit milik Pemerintah Daerah tipe D yang cukup berkembang di daerah
Jakarta Utara. Setiap harinya rumah sakit tersebut menangani dan menolong
pasien dari berbagai kalangan. Rumah Sakit Umum Daerah Pademangan Jakarta
memiliki standar penerapan hak-hak pasien dan bentuk perlindungan yang
diberikan kepada pasien guna memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.
Berdasarkan apa yang telah yang telah diuraikan diatas, maka penulis
tertarik untuk meneliti dalam bentuk tesis yang berjudul : “PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP PASIEN SELAKU KONSUMEN ATAS JASA
PELAYANAN DI BIDANG KESEHATAN DI RSUD PADEMANGAN
BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas,
maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perlindungan hukum kepada pasien selaku konsumen atas
jasa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSUD Pademangan ?
2. Bagaimanakah tanggung jawab dari RSUD Pademangan terhadap jasa
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien selaku konsumen ?
C. Tujuan Penelitian
Dari identifikasi rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu :
10
masalah dalam penelitian. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat
dalam memberikan kontribusi pemikiran dalam menunjang
perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perlindungan konsumen
dan hukum kesehatan.
c. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah literatur
ilmiah, diskusi hukum mengenai hukum perlindungan konsumen dan
hukum kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
masukan atau pun bagi individu, masyarakat maupun pihak-pihak
yang berkepentingan serta mahasiswa maupun dosen dalam menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai perlindungan hukum pasien
selaku konsumen atas jasa pelayanan di bidang kesehatan.
8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum: (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 254
9
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian: (Bandung: CV. Mandar Maju,1994),
hlm.80
11
Teori yang menjadi grand theory dalam penelitan ini adalah teori kepastian
hukum. Gustav Radbruch terdapat dua macam pengertian kepastian yaitu,
kepastian hukum oleh karena hukum dan kepastian hukum dalam atau dari
hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian hukum dalam
masyarakat adalah hukum yang berguna.
Kepastian hukum oleh karena hukum, memberi dua tugas hukum yang lain,
yaitu menjamin keadilan hukum serta hukum harus tetap berguna. Sedangkan
kepastian hukum dalam hukum, tercapai apabila hukum tersebut sebanyak-
banyaknya undang-undang.10
Adapun teori pendukung dalam penelitian ini adalah teori sistem hukum
(legal system) sebagai pisau analisis sebagai grand teori dalam penelitian ini,
sebagaimana dijelaskan dibawah ini.
12
Budaya hukum (legal culture) merupakan sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum. Sikap masyarakat ini meliputi kepercayaan, nilai-nilai,
ide-ide serta harapan masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum.13
Budaya hukum juga merupakan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana
hukum dilaksanakan, dihindari atau bahkan bagaimana hukum
disalahgunakan. Budaya hukum (legal culture) mempunyai peranan yang
besar dalam sistem hukum. Tanpa budaya hukum (legal culture) maka sistem
hukum (legal system) akan kehilangan kekuatannya, seperti ikan mati yang
terdampar di keranjangnya, bukan ikan hidup yang berenang di lautan.14
Ketiga unsur sistem hukum tersebut berhubungan satu sama lain, dan
mempunyai peranan yang tidak dapat dipisahkan satu persatu. Ketiga unsur
ini merupakan satu kesatuan yang menggerakkan sistem hukum yang ada
agar berjalan dengan lancar. Sebagai perumpamaan, struktur hukum (Legal
struktur) merupakan mesin yang menghasilkan sesuatu, substansi hukum
(legal substance) merupakan orang yang memutuskan untuk menjalankam
mesin serta membatasi penggunaan mesin. Apabila satu dari ke tiga unsur
sistem hukum ini tidak berfungsi, menyebabkan sub sistem lainnya
terganggu.15
13
Ada dua tujuan dari teori keadilan menurut John Rawls, yaitu :17
2. Kerangka Konseptual
14
mengenai hubungan dalam suatu fakta, sehingga agar tidak terjadinya
perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang dipergunakan dalam
penulisan tesis ini, maka penulis menyusun beberapa pengertian dari konsep-
konsep yang akan dipergunakan dalam tesis ini, antara lain sebagai berikut:
a. Perlindungan Hukum
18
Soedikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Oenemuan Hukum, (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 1993), hlm. 140.
19
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.54.
20
Koerniatmanto Soetoprawiro, Bukan Kapitalisme Bukan Sosialisme, (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), hlm.250.
15
barang dan/atau jasa. Perlindungan perlu diberikan kepada konsumen
sebab secara umum keberadaannya selalu berada pada kedudukan yang
lemah.21
Berbicara mengenai konsumen dalam kaitannya di dalam
pelayanan medis, dimana terdapat hubungan antara tenaga pelaksana
(tenaga kesehatan) dengan pasien yang merupakan konsumen jasa.
Dan untuk itu, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan konsumen.
Konsumen sebagai peng-Indonesian dari istilah asing, Inggris
consumer, dan Belanda Consument, secara harfiah diartikan sebagai
“orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu” atau “sesuatu atau seseorang yang
menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.22 Didalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, bahwa konsumen jasa adalah apa yang dimaksud oleh
Pasal 1 ayat (2) “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan”. Jasa adalah setiap layanan yang berbetuk
pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk
dimanfaatkan konsumen, contohnya jasa pengacara, dokter, guru dan
lain sebagainya.23 Berdasarkan pengertian tersebut, subyek yang
disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai
pemakai barang dan jasa.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pasien adalah
seorang konsumen karena dalam hal ini ia merupakan seorang pemakai
jasa yaitu jasa seorang dokter. Pasien sebagai konsumen dalam jasa
pelayanan kesehatan dapat dikategorikan sebagai konsumen akhir,
21
Burhanudin S, Pemikiran Hukum Perlindungan Konsumen dan Sertifikasi Halal,
(Malang: UIN-Maliki Press th 2011), hlm.1.
22
Abdul Hakim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, (Kalsel:FH Unlan Press
Tahun 2008), hlm.7.
23
Tri Kunawangsih, Aspek Dasar Ekonomi Mikro, (Jakarta:PT. Grasindo Tahun 2006),
hlm.105.
16
karena pasien tidak termasuk dalam bagian dari produksi. Sifat
konsumeristik dari pelayanan kesehatan tampak dari terjadinya
pergeseran paradigman pelayanan kesehatan dari yang semula sosial
berubah menjadi bersifat komersial di mana pasien harus
mengeluarkan biaya cukup tinggi untuk upaya kesehatannya.24
c. Perjanjian
Hukum perjanjian ini adalah bagian dari hukum perdata yang
berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting
dalam hukum perdata, oleh karena hukum perdata banyak
mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji
seseorang.25
Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan “Perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Selanjutnya dalam Pasal 1320
KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian dapat dikatakan sah
apabila:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Azas merupakan terpikiran dasar yang ada di belakang atau di
dalam system hukum. Adapun asas-asas dalam perjanjian adalah:26
1. Azas kebebasan berkontrak
2. Azas konsensualisme
3. Azas pacta sunt servanda
4. Azas iktikad baik
d. Hak dan Kewajiban Para Pihak
24
Eddi Junaedi, Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Medik, (Jakarta: Rajawali Pers,
2011), hlm.27.
25
Wirjono Projodikoro, Azas – Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Mandar maju, 2011),
hlm.2.
26
Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, (Jakarta:
Transmedia Pustaka, 2010), hlm.13.
17
Pasien memiliki hak-hak sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa pasien
sebagai konsumen berhak atas hak kenyamanan, hak keamanan, hak
keselamatan, hak memilih, hak informasi, hak didengar, hak
mendapatkan advokasi, ha katas pelayanan yang tidak diskriminatif,
hak mendapatkan ganti rugi, dan hak yang diatur dalam perundang-
undangan lain.27
Pasal 52 Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran juga menyebutkan hak pasien yaitu, mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis, meminta pendapat
dokter, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
menolak tindakan medis dan mendapatkan isi rekam medis.28
Hak pasien juga diatur dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8, Pasal
56, dan Pasal 58 yang menyebutkan :
Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak akses
atau sumber daya di bidang kesehatan. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan
bahwa “setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang aman, dan terjangkau”. Pasal 5 ayat (3) menyebutkan
bahwa “Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi
dirinya”. Pasal 6 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak
mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.” Pasal 7 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk
mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang seimbang
dan bertanggung jawab.” Pasala 8 menyebutkan bahwa “Setiap orang
berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya terasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya
dari tenaga kesehatan”. Pasal 56 menyebutkan “Setiap orang berhak
27
Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4.
28
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52.
18
menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan
yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.” Pasal 58
menyebutkan “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
sesorang, tanpa kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.29
Selanjutnya kewajiban pasien diatur dalam Pasal 53 Undang –
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu,
memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya, mematuhi nasehat dan petunjuk dokter, mematuhi
ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan, memberikan
imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.30
Kewajiban dokter diatur lebih lanjut dalam Pasal 51 Undang –
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu,
memberikan pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan standar profesi
atau standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien,
merujuk pasien ke dokter yang mempunyai keahlian atau kemampuan
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia, melakukan
pertolongan darutat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, menambah
ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.31
Hak rumah sakit diatur dalam Pasal 30 Undang0Undang Nomor 44
Tahun 2009, yang menjadi hak rumah sakit yaitu, menentukan jumlah,
jenis dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai dengan klasifikasi
rumah sakit, menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
29
Undang -Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7,
dan Pasal 8, Pasal 56, dan Pasal 58.
30
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53.
31
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51.
19
klasifikasi rumah sakit, menerima imbalan jasa pelayanan serta
menentukan remunerasi, insentif dan penghargaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan pelayanan,
menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian,
emndapatkan perlindungan hukum dan melaksanakan pelayanan
kesehatan, mempromosikan layanan kesehatan yang ada di rumah sakit
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, mendapatkan
intensif pajak bagi rumah sakit public dan rumah sakit ditetapkan
sebagai rumah sakit pendidikan.32
e. Pelayanan Medis
Pelayanan medis merupakan suatu aktivitas atau serangkain alat
yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat
interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan persoalan konsumen. Pemanfaatan pelayanan
kesehatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik
dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugtas
kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan
tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan
pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh
masyarakat, terjangkau serta bermutu.33
Pelayanan medis adalah suatu kegiatan mikro social yang berlaku
antara orang perorangan sebagai langkah awal dalam proses pra
transaksi pelayanan kesehatan. Maksud dari pelayanan medis ini
adalah pelayanan awal berupa pemberian informasi medis, jenis dan
prosedur pelayanan yang ditujukan pada pasien pada saat ia ingin
32
Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 30.
33
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga, Tangerang: Binapura
Aksara, 1996, hlm.45.
20
melakukan tindakan medis atau mengkonsumsi produk kesehatan
tertentu yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini untuk mendapatkan data
dan informasi yang diperlukan mencakup:
1. Metode Pendekatan
Peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis normatif atau
penelitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga disebut
juga penelitian kepustakaan. Dalam penelitian dengan pendekatan yuridis
ada dua unsur yaitu unsur ideal dan unsur rill, unsur ideal mencakup susila
dan rasio manusia, rasio manusia menghasilkan pengertian/pokok/dasar
dalam hukum seperti masyarakat hukum, peristiwa hukum, subjek hukum,
objek hukum, hak dan kewajiban, dan hubungan hukum, sehingga unsur
ideal menghasilkan kaedah-kaedah hukum melalui filsafat hukum dan
normwissenschaft atau solenwissenshaft.34
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian adalah spesifikasi
penelitian Preskiptif, yaitu suatu penelitian yang menjelaskan keadaan
obyek yang akan diteliti melalui kacamata disiplin hukum, atau biasa
disebut seyogyanya.35
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007,hlm 14.
35
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta; Kencana Preneda Media Group,
hlm 91.
21
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahan hukum ini bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas, antara lain Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang- Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer berupa semua publikasi tentang hukum
yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal
hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan hukum
sekunder termasuk wawancara dan hasil dialog yang bersubstansi
hukum dan bukan sosiolegal.36 Bahan hukum sekunder juga merupakan
bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan
hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para
pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus
yang akan memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah,
sehingga dalam penulisan ini, bahan hukum sekunder yang digunakan
adalah Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah dan literatur yang
berkaitan dengan Perlindungan Hukum terhadap pasien selaku
konsumen atas jasa layanan pada bidang kesehatan serta hasil
wawancara dengan narasumber dengan substansi hukum yang berkaitan
dengan materi tersebut.
c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk
terhadap sumber hukum primer dan sekunder, yang lebih dikenal
dengan nama bahan acuan bidang hukum. Bahan tersier dalam
penelitian ini antara lain Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia dan
Kamus Bahasa Inggris.
36
Ibid., hlm 207.
22
4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dengan cara melakukan inventarisasi
peraturan perundang-undangan yakni, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan data sekunder, dan metode yang digunakan untuk proses
pengumpulan data adalah studi pustaka dan studi dokumen terhadap
peraturan perundang-undangan, literatur dan dikumen-dokumen lainnya
yang berkaitan dengan objek atau materi penelitian.
37
Tatang M. Amirin, Menyusun rencana Penelitian, cetakan ke 3, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995, halaman 134.
23
DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur:
24
Eddi Junaedi, Mediasi dalam Penyelesaian Sengketa Medik, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011.
Mahfud M.D, “Kepastian Hukum Tabrak Keadilan” dalam Fajar Laksono, Ed,
Hukum Tak Kunjung Tegak: Tebaran Gagasan Otentik Prof. Dr. Mahfud
MD, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian: Bandung: CV. Mandar Maju,1994.
Roy Tjiong, Problem Etis Upaya Kesehatan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
1991.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum: Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.
25
Tatang M. Amirin, Menyusun rencana Penelitian, cetakan ke 3, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1995.
Tri Kunawangsih, Aspek Dasar Ekonomi Mikro, Jakarta: PT. Grasindo Tahun
2006.
Website :
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 52.
Undang -Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 5, Pasal 6, Pasal
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 53.
Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51.
Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 30.
26
SISTEMATIKA TESIS
BAB I : Pendahuluan
27
Pada bagian ini memuat mengenai teori tentang Tinjauan Umum
Perlindungan Hukum dan Tinjauan Umum Perlindungan
Konsumen.
BAB IV : Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
28