Anda di halaman 1dari 72

KEDUDUKAN JOINT VENTURE AGREEMENT DAN ANGGARAN DASAR JOINT VENTURE COMPANY

Muharyanto

Joint Venture Agreement

jika ditinjau berdasarkan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia, sekurang-kurangnya memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam buku ke III KUHPerdata. Diantaranya menyangkut

Subjek Perjanjian, Objek Perjanjian, Tujuan Perjanjian dan Pelaksanaan Perjanjian

Joint Venture Agreement

dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, adalah langka awal untuk membentuk sebuah
perusahaan patungan

(joint venture company)

yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut
merupakan syarat yang ditegaskan pasal 5 ayat 3 Udang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal (UUPM). Perusahaan patungan yang dibentuk harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT)
dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia. Para pihak yang ada dalam

joint venture agreement,

menetapkan klausa untuk membuat

joint venture company

dengan status perseroan, klausa tersebut mengatur segi permodalan

(sero),

peran para pihak, nama, tempat dan jangka waktu berdirinya perusahaan, serta klausa-klausa lain
sehingga perusahaan yang diharapkan dapat terbentuk. Pembentukan perseroan terbatas sebagai
sebuah badan hukum tunduk pada hukum perusahaan

(company law),

yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas.

Joint Venture Agreement


yang dibuat oleh investor asing dan investor nasional akhirnya bermuara pada pendirian

Joint Venture Company

, sehingga

joint venture company

dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas kebebasan berkontrak

(freedom of contract)

dalam hukum perjanjian, memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum,
kepatutan dan kesusilaan yang baik. Tidak hanya itu, sebuah perjanjian yang dibuat secarah sah, berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata) serta memiliki
kekuatan mengikat

(Pacta Sun Servanda)

terhadap para pihak yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak

(freedom of contract)

sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan keleluasaan kepada para
pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi perjanjiannya. Sebuah perjanjian yang dibuat
secara bebas, setidaknya harus memenuhi persyaratan sahnya sebuah perjanjian. KUHPerdata
memberikan panduan melalui pasal 1320 tentang persyaratan sahnya sebuah perjanjian. Pemenuhan
persyaratan sahnya sebuah perjanjian, dapat dilihat dari isi klausa-klausa atau pasal-pasal yang
diperjanjikan (isi dan struktur perjanjian).

Alumni FHUI 2005 Page

of

34

I.
Struktur Joint Venture Agreement

Struktur

Joint Venture Agreement

harus mencerminkan hubungan yang jelas diantara para pihak dan dapat menggambarkan
pengembangan hubungan tersebut dimasa yang akan datang, sekurang-kurangnya meliputi tiga tahap
penting, yaitu: a)

Sebelum perusahaan patungan yang baru akan dibentuk, para pihak harus menentukan langka-langka
yang harus diambil, baik langkah informal maupun langkah formal. b)

Penentuan kewajiban-kewajiban dan hak-hak para pihak selama proses pembentukan perusahaan
gabungan

(joint venture company)

. c)

Pada saat perusahaan baru dibentuk harus ditentukan hak dan kewajiban para pihak di dalam
perusahaan tersebut hingga perusahaan berjalan dan berkembang dalam kondisi yang stabil.

Struktur

Joint Venture Agreement

yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk Perusahaan Patungan

(joint venture company)

sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan bisnis. Sehingga kesepakatan di antara para pihak di
dalam

joint venture agreement

harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin. Ketentuan-ketentuan itu antara lain meliputi:

1)
Ketentuan mengenai definisi kontrak

(contractual definitions)

Persetujuan yang dibuat di dalam sebuah perjanjian, menggunakan beberapa terminologi yang
mempunyai arti dan maksud khusus yang hanya digunakan semata-mata di dalam pasal-pasal perjanjian
yang disetujui. Definisi tersebut menggambarkan maksud dan pengertian yang dimengerti oleh pihak-
pihak yang membuat dan menyetujuinya. Sehingga tidak akan menimbulkan pengertian dan penafsiran
yang bertolak belakang dan bertentangan. Sebagaimana terlihat dalam sebuah pasal perjanjian berikut:

ARTICLE 1 DEFINITIONS

1.1. Definitions

In this Agreement, unless the context requires a different meaning, the following words and expressions
have the following meanings: a.

“Agreement”

means this Joint Venture Agreement together with all amendments and modifications duly executed; b.

“Articles of Association”

means the JV Company's deed of incorporation, and any changes thereto, whether required by the
Minister of Justice and Human Rights or otherwise, which shall form the JV Company's Articles of
Association; c.

“BKPM”

means the Indonesian Investment Coordinating Board (Badan Koordinasi Penanaman Modal) or any
successor body; d.

“BKPM Application”

means the Model IIIA/PMA application form to be submitted by the Parties to BKPM to apply for BKPM
approval pursuant to Decree of Chairman of BKPM No. 57/SK/2004 dated 20 July 2004
2

Pierre Lalive,

International Trade Center Incorporated Joint Venture Model Agreement

, (Geneva, UNCTAD/WTO, 2005), hal 4-5.

Page

of

34

regarding Guidelines and Procedures for Capital Investment Application Established in the Context of
Domestic and Foreign Capital Investment; e.

“Board of Commissioners”

means the Board of Commissioners of the JV Company; f.

“Board of Directors”

means the Board of Directors of the JV Company; g.

“Civil Code”

means the Civil Code of the Republic of Indonesia; h.

“Force Majeure”
means any event or circumstance beyond the reasonable control of the Party whose obligation it affects
that renders due performance of one or more obligation under this Agreement illegal or impracticable
including but not limited to decree or restraint of any government, act of God, strikes, war, riot, civil
commotion, fire, explosion, sabotage, perils of the sea, or embargo; i.

“Foreign Investment Law”

means the Indonesian Foreign Investment Law as stipulated in Law Number 1 of 1967 as amended by
Law Number 11 of 1970, as duly amended, revised and as administratively clarified from time to time by
the relevant Indonesian authorities; j.

General Meeting of Shareholders

” means genera

l meeting of shareholders of the JV Company; k.

“Governmental Approvals”

shall mean all authorizations, consents, decrees, permits, waivers and approvals of any Governmental
Authority necessary for the establishment and operation of the JV Company. l.

“Governmental Authority”

means any foreign, domestic, national, provincial, territorial or local governmental authority, quasi-
governmental authority, court, government organization, central bank, commission or any regulatory,
administrative or other agency, or any political or other subdivision, department or branch of any of the
foregoing. m.

“JV Company”

means the limited liability company to be incorporated by the Parties in accordance with the Articles of
Association and the terms hereof; n.
“MoJ”

means the Ministry of Justice and Human Right of the Republic of Indonesia; o.

“SP PMA”

means the letter issued by the BKPM notifying the Parties of its approval on the BKPM Application
submitted by the Parties. 1.2 Interpretation

In this Agreement, unless the context otherwise requires: (a) headings and underlinings are for
convenience only and do not affect the interpretation of this Agreement; (b) words importing the
singular include the plural and vice versa; (c) words importing a gender include any gender; (d) other
parts of speech and grammatical forms of a word or phrase defined in this Agreement have a
corresponding meaning; (e) an expression importing a natural person includes any company,
partnership, joint venture, association, corporation or other body corporate and any Governmental
Authority; (f)

a reference to any thing (including, but not limited to, any right) includes a part of that thing; (g) a
reference to a part, clause, article, party, annexure, exhibit or schedule is a reference to a part, clause
and article of, and a party, Page

of

34

annexure exhibit and schedule to, this Agreement and a reference to this Agreement includes any
annexure, exhibit and schedule; (h) a reference to a statute, decree, regulation, proclamation, ordinance
or by-law includes all statutes, decrees, regulations, proclamations, ordinances or by-laws amending,
consolidating or replacing it, and a reference to a statute includes all regulations, proclamations,
ordinances and by-laws issued under that statute; (i) a reference to a document includes all amendments
or supplements to, or replacements or novations of, that document; (j) a reference to a party to a
document includes that party's successors and permitted assigns; (k) no rule of construction applies to
the disadvantage of a party because that party was responsible for the preparation of this Agreement or
any part of it; (l) a covenant or agreement on the part of two or more persons binds them jointly and
severally; (m) a reference to an agreement other than this Agreement includes an undertaking, deed,
agreement or legally enforceable arrangement or understanding whether or not in writing; (n) a
reference to an asset includes all property of any nature, including, but not limited to, a business, and all
rights, revenues and benefits; (o) a reference to a document includes any agreement in writing, or any
certificate, notice, instrument or other document of any kind;

2)

Tujuan Perjanjian

(object of the Joint Venture)

Sangat penting bagi para pihak memberikan pertimbangan secara hati-hati terhadap objek yang
diperjanjikan dalam sebuah

joint venture agreement

. Pertimbangan yang diberikan tersebut merupakan gambaran lingkup usaha bersama yang menjadi
acuan bagi para pemengang saham dan manajemen

joint venture company

yang sekaligus merupakan bentuk perlindungan atas hak-hak dan kewajiban para pihak. Salah satunya
seperti perlindungan hak terhadap pemegang saham minoritas. Bagaimanapun, pasal yang berkaitan
dengan tujuan perjanjian tidak boleh bermaksud untuk menciptakan batasan-batasan yang tidak
diinginkan atau tidak jelas bagi perkembangan usaha

joint venture company

di masa yang akan datang. Sebagaimana terlihat dalam pasal perjanjian berikut:

ARTICLE 4 OBJECTIVES OF THE COMPANY Parties acknowledge that the purpose of establishment of the
Company is to cause the Company to engage in the business on the principles of the maximizing profit,
and to cause the Company to serve as a modernized enterprise with the capacity to develop certain
technologies regarding mobile terminal products primarily for party B. Parties contemplates that
3

Article Joint Venture Angreement Antara

NC dan PT. MPM.

Page

of

34

the Company will be engaged in development of technologies for 2.5 G mobile terminal products to be
marketed in the Republic of Indonesia, and those for 3G mobile terminal products to be marketed
worldwide.

3)

Pendirian, Permodalan dan kedudukan Joint Venture Company

Struktur ke tiga ini mengambarkan perhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan perundang-


undangan yang ada di Indonesia sebagai tempat dimana perusahaan

Joint Venture

tersebut akan didirikan. Seperti Perizinan, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, Undang-undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-undang Tenaga Kerja,
Perpajakan, Peraturan Export Import, Peraturan Pertanahan, peraturan Badan Koordinasi Penanaman
Modal dan lain-lain. Jika para pihak telah memiliki sebuah nama untuk

joint venture company,

maka sebaiknya dinyatakan secara tegas namanya. Apabila terdapat pembatasan jangka waktu
berdirinya
joint venture company

yang disepakati atau atas dasar adanya pembatasan peraturan perundang-undangan

misalnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu 30 tahun, maka pembatasan tersebut harus juga
dinyatakan secara jelas. Perjanjian yang disepakati oleh para pihak juga memuat ketentuan kebutuhan
modal awal yang dibutuhkan sebuah

joint venture

, dan kemungkinan pengembangan di masa yang akan datang.

4)

Pasal Kontribusi Para Pihak Terhadap

Joint Venture Company (Contributions)

Pendirian sebuah perusahaan membutuhkan kontribusi permodalan yang perlu diatur sedemikian rupa,
atas dasar kemampuan dan kesanggupan pihak yang membuat perjanjian. Kontribusi para pihak
merupakan modal awal bagi perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya. Kontribusi para pihak dapat
ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai,
hak tanah, hak patent, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek
dagang. Pemberian kontribusi tersebut biasanya disertai perhitungan-perhitungan secara jelas dan rinci,
sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka
dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan. Pada saat penentuan nilai kontribusi
yang akan diberikan oleh salah satu pihak, dapat digunakan beberapa pendekatan yang berbeda,
diantaranya: a)

Pertama, para pihak memastikan nilai kontribusi saham yang diambil, misalnya salah satu pihak
menyediakan US $ 600.000-, (enam ratus ribu dolar) dengan konversi besar saham 20 % (dua puluh
perseratus). b)

Alternatif lainya adalah para pihak memutuskan untuk memberikan kontribusi saham dalam jumlah
tertentu tanpa menentukan jumlah nilai. Misalnya salah satu pihak menguasai hak atas 35 % (tiga puluh
lima perseratus) dari 100% jumlah saham yang diterbitkan.
4

Article Joint Venture Angreement Antara

NC dan PT. MPM.

Page

of

34

c)

Pilihan lebih lanjut adalah penentuan besarnya kontribusi salah satu pihak, melalui ahli atau lembanga
khusus yang dapat menentukan jumlah nilai saham atas kontribusi yang diberikan. Seperti kontribusi
keterampilan dan keahlian, hak tanah atau merek yang diberikan salah satu pihak sebagai modal
perusahaan yang hendak didirikan. Sebagai contoh kontribusi keterampilan dan keahlian salah satu pihak
dinilai oleh lembaga independen bernilai 10 % (sepuluh perseratus) jumlah keseluruhan saham yang
diterbitkan perusahaan. Dalam sebuah

Joint Venture Agreement

biasanya menerbitkan satu jenis saham dengan hak suara dan hak dividen yang sama, tetapi bisa juga
disetujui untuk menerbitkan beberapa kelas atau jenis saham yang berbeda. Saham tersebut memiliki
hak suara istimewa dan hak-hak dividen yang istimewa. Berikut salah satu contoh pasal dalam

Joint Venture Agreement

yang mengatur kontribusi para pihak:

ARTICLE 6 REGISTERED CAPITAL AND TOTAL INVESTMENT 6.1 The total investment amount of the
Company is One million Dollars (US $ 1,000,000). 6.2 The Registered Capital of the Company shall be
One million Dollars (US $ 1,000,000). Each Party shall subscribe for and make contribution in cash to the
Registered Capital of the Company as follows: PARTY A: Sevent Hundread Thousen dollars (US $
700,000), accounting for seventy percent (70%) of the Registered Capital of the Company. PARTY B:
Theree Hundread Dollars (US$ 300,000), accounting for thirty percent (30%) of the Registered Capital of
the Company. Party A shall make cash contributions in dollars and Party B shall make cash contributions
in US dollars. 6.3 Each Party shall contribute its entire amount of contribution to the Registered Capital
within thirty (30) days after the Establishment date, provided, however, that each Party shall have no
obligation to make its contributions to the Registered Capital if, prior to the completion of such
contributions, (a) the other Party has committed a material breach relating to the establishment of the
Company hereunder, or (b) any of the force majeure set forth in Article 21 has occurred and remains. 6.4
If either Party fails to make its contributions to the Registered Capital as required in Articles 6.2 and 6.3,
it shall be subject to the liability provided in Article 14.1. 6.5 Within fourteen (14) days after each
payment of the contributions pursuant to Article 6.2 The Company shall, at its cost, cause an accountant
registered in the Indonesia to verify such payment and issue an investment verification report, and shall
submit such report to the Approval Authority. In Page

of

34

addition, without delay upon such payment, the Company shall send Parties an original of investment
certificate and a copy of such report. The investment certificate, in which total investment paid by then
by each Party shall be indicated, shall be signed by the chairman of the Board of Directors. If an
investment certificate is defaced, lost, stolen or destroyed, the Company shall, upon request, reissue
such investment certificate specifying the reasons.

6. 7…

Dan pasal yang mengatur kewajiban teknis para pihak:

ARTICLE 7 OBLIGATIONS OF BOTH PARTIES In Addition to subscribing for and making contributions to the
Registered Capital pursuant hereto, Parties shall have the obligations set forth in this Article 7. (1)
Party B shall be responsible for:

Matters related to application to the authorities of Indonesia for approval, registration and acquisition of
permit or license other purpose of setting up the Company;

-
Applying for the land use right for the Company, to organize the design and construction of factory and
engineering facilities required for the Company, to handle customs clearance for import and export as
well as to handle transportation within Indonesia;

Assisting the Company in hiring personnel of Indonesian nationality including managers, technicians,
workers and other staff needed for the Company;

Assisting the Company in pursuing its business scope set forth in Article 5, including without limitation,
transferring or dispatching certain appropriate engineers of its subsidiaries who are currently engaged in
the design work for Party B;

Supporting the Company in obtaining availability of foreign currency in the Indonesia;

Assisting the Company in obtaining loans from financial organizations in the Indonesia ;

Assisting the Company in obtaining all the preference treatment which may be available for the
Company as a Foreign-Capital Enterprise and/or as technologically-advanced enterprise in accordance
with the Foreign-Capital Enterprises Law (UUPT);

Assisting the Company in obtaining latest technical and marketing information related to the businesses
of the Company;

-
Assisting the Company in obtaining approval related to quality control such as ISO 9001;

Causing its subsidiaries to grant to the Company a license for performing the businesses contemplated
herein, including without

Article Joint Venture Angreement

Antara NC dan PT. MPM.

Page

of

34

limitation, Know-how concerning 2.5G mobile terminal products, in accordance with the license contract
to be entered into between the Company and such subsidiaries; and

Other matters entrusted by the Company and accepted by Party A. (2) Party A shall be responsible for:

Assisting the Company in procuring the advanced and applicable machinery and equipment from the
international market, provide information in that regard by putting quality as top priority in the selection
to ensure the quality and quantity standard of such equipment.

-
Providing the technical assistance to the Company pursuant to the "Framework Contract" and relevant
individual contracts to be separately entered into with the Company under which the Company will
develop certain technologies for Party B.

Other matters entrusted by the Company and accepted by Party B

5)

Penambahan permodalan perusahaan joint venture, penerbitan saham baru dan penjaminan

(Additonal Funding, Issues of Share and Guaratees)

Penambahan modal untuk

joint venture company

melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh
para pihak. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi keberlangsungan aktivitas
perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang disepakati. Alternatif pendekatan untuk mengatur hal
tersebut diantaranya: 1)

Setiap pihak memiliki hak untuk menyediakan dana tambahan jika dibutuhkan tetapi bukan suatu
kewajiban. 2)

Setiap pihak memiliki kewajiban untuk menyediakan dana tambahan (jika diminta oleh dewan direksi),
yang jumlahnya tergantung pada proposi kepemilikan saham. Untuk melaksanakan keputusan tersebut
harus melalui sebuah mekanisme pengambilan keputusan, misalnya melalui sebuah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). 3)

Kadang kala kewajiban penyediaan modal tambahan, ditentukan jumlah minimal yang harus
dipersiapkan, sehingga para pihak dapat memperhitungkan kemampuan permodalan yang harus
dipersiapkan dan dapat dipertanggungjawabkan ketersediaanya. 4)

Mekanisme pengambilan keputusan untuk penambahan modal, tidak diperbolehkan tanpa keputusan
dan suara bulat para pemegang saham. 5)

Penerbitan saham baru dan penjaminan saham harus mendapatkan persetujuan oleh para pihak.
persetujuan itu diberikan dengan mekanisme yang jelas sesuai dengan kesepakatan. 6)

Penambahan modal perusahaan melalui pinjaman para pemegang saham harus ditentukan secara jelas.
Perusahaan harus dapat membedakan penambahan modal sebagai penyertaan modal dan penambahan
modal sebagai pinjaman.

Article Joint Venture Angreement

Antara NC dan PT. MPM.

Page

of

34
6)

Pasal Melakukan langka-langka administrasi, perhitungan biaya pengeluaran sebelum pengabungan


kerjasama.

Dalam mendirikan sebuah perusahaan

joint venture,

dipastikan melewati berbagai proses sebagai tahapan pendirian. Proses tersebut merupakan langkah-
langkah umum yang dilakukan oleh para pihak untuk mewujudkan pendirian perusahaan. Pada setiap
tahap dan prosesnya membutuhkan tenaga, biaya dan pemikiran. Para pihak dalam perjanjian, harus
menentukan siapa yang akan melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap setiap proses yang harus
dilalui. Di dalam kondisi yang seperti itu, perlu dipikirkan oleh para pihak apakah biaya-biaya atau ongkos
yang telah dikeluarkan dalam tahap-tahap administrasi tersebut akan dibebankan kepada perusahaan
yang nantinya akan terbentuk, jika dibebankan kepada perusahaan, bagaimanakah prosedur
pelaksanaanya. Dengan pemikiran yang sama, jika terdapat penyerahaan hak-hak (patent, merek, lisensi
dan atau yang lain) oleh pemegang saham sebelum perusahaan terbentuk, harus mendapatkan
persetujuan para pihak dalam perjanjian.

7)

Pasal Anggaran Dasar

Joint Venture Company

Perusahaan

joint venture

membutuhkan instrumen untuk menjalankan aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi
perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar

(statute)

dan dokumen-dokumen legal lainnya. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen legal lainnya diatur di
dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Wajib daftar
perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh notaris. Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan
dalam format yang kosisten dengan

joint venture agreement


. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya menggunakan terminologi yang sesuai dengan

joint venture agreement

yang telah disepakati bersama. Jika terdapat benturan antara

joint venture agreement

dengan anggaran dasar, maka para pihak akan mendasari pengambilan keputusan berdasarkan anggaran
dasar perusahaan, jika berkaitan dengan pengambilan keputusan perusahaan. Namun bila benturan
tersebut berkaitan dengan isi

joint venture agreement,

maka ketentuan hukum perjanjian yang mendasari pengambilan keputusan. Walaupun anggaran dasar
merefleksikan konsistensi dengan

joint venture agreement

, namun kedua dokumen itu memiliki prinsip dasar yang berbeda, dengan dokumen-dokumen yang
memuat ketentuan berbeda.

Joint venture agreement

biasanya berdampingan dengan perjanjian-perjanjian tambahan lainnya yang diatur secara rinci dan
luas. Sedangkan anggaran dasar menyimpan dokumen-dokumen seperti risalah rapat pemegang saham,
rapat umum luar biasa, dokumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, agenda-agenda
penting dalam sebuah rapat dan lain-lain.

8)

Rapat Pemegang Saham

Otoritas pengambilan keputusan tertinggi sebuah perusahaan patungan dipegang oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perusahaan, pada hakekatnya, para pihak dalam perjanjian
adalah pemegang saham dari Page

10

of

34
perusahaan yang akan dibentuk, sehingga pertemuan atau rapat umum pemegang saham merupakan
suatu kesatuan forum dengan diri mereka sendiri. Artinya kesepakatan yang diambil atau persetujuan
yang akan dicapai, telah dipahami atau dimegerti antara para pihak. Hal-hal terpenting harus
diperhatikan dalam sebuah

joint venture company

, antara lain: 1)

Keputusan pemegang saham. Setiap perusahaan

joint venture

, memerlukan mekanisme dan aturan sendirinya untuk menerapkan dan menjalankan hasil keputusan-
keputusan para pemegang saham dan direksi, termasuk pendelegasian tanggung jawab kepada para
eksekutif. Keputusan tertinggi, menurut peraturan Perseroan Terbatas ada pada rapat umum pemegang
saham (RUPS), dan hal ini menjadi acuan utama sebagai dasar pengelolaan

joint venture company

. 2)

Pemberitahuan dan Agenda Pemberitahuan dan penyiapan agenda yang disampaikan kepada para
pemegang saham untuk menghadiri pertemuan, merupakan prosedur dasar yang harus ditempuh dalam
upaya pengambilan keputusan penting bagi

joint venture company

. 3)

Pimpinan Penentuan siapa yang akan memimpin RUPS adalah penting, biasanya dipimpin oleh salah satu
direktur yang ditunjuk. 4)

Minimum Kehadiran

(quorum)

Jumlah minimum kehadiran pemegang saham

(quorum)
adalah syarat awal yang harus terpenuhi dalam setiap penentuan pengambilan keputusan. Jika quorum
tidak terpenuhi, maka keputusan yang dihasilkan dalam suatu rapat pemengang saham, dapat dianggap
tidak sah atau valid. 5)

Keputusan Mayoritas Perlu diperjelas mengenai keputusan mayoritas yang dapat diambil di dalam rapat
pemegang saham. Biasanya menjadi permasalahan adalah hak suara minoritas. Pemegang saham
minoritas sejauh mana memiliki hak-hak dalam pengambilan keputusan, apakah ditentukan bahwa
saham minoritas memiliki satu hak veto dalam pengambilan keputusan-keputusan penting bagi
perusahaan. Undang-undang telah mengatur mengenai hak suara pemegang saham minoritas. 6)

Voting pengambilan keputusan Setuju atau tidak dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan melalui
voting dengan cepat. Voting harus ditentukan sebagai cara-cara yang direkomendasikan oleh para pihak
sebagai pilihan terakhir dalam menentukan keputusan. 7)

Konsultasi terlebih dahulu Konsultasi atau rapat lebih dahulu, adalah tindakan informal tetapi sangat
penting dan dapat menjadi landasan pengambilan keputusan. Setiap pihak mempunyai kesempatan
memahami lebih dahulu tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi perusahaan, sehingga pada waktu
mengikuti forum rapat pemegang saham tidak menimbulkan perdebatan dan konflik. 8)

Pernyataan tertulis

(written resolution)

Semua kesepakatann yang diambil, seperti kesepakatan dewan direksi dan RUPS harus dinyatakan
dalam bentuk tertulis sebagai syarat formal, tetapi perlu pengaturan secara

flexible

, untuk bisa mengambil keputusan melalui

telephone Page

11

of

34
atau

videoconference

yang dapat disimpan dalam format yang berbeda sebagai bukti.

9)

Dewan Komisaris dan Direksi

Dewan Komisaris dan Direksi adalah organ perusahaan, dalam banyak perusahaan, dewan komisaris dan
direksi memiliki tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengurusan perusahaan. Berikut ketentuan
yang selalu ada dalam

joint venture agreement

: 1)

Nominasi

: biasanya para pihak diberikan hak untuk mengajukan beberapa calon yang akan duduk dalam dewan
komisaris dan direksi yang akan mewakili kepetingan para pihak. Dalam beberapa ketentuan,
penunjukan

dewan direksi

harus melalui mekanisme rapat pemegang saham. 2)

Tanggungjawab:

penentuan nominasi siapa yang akan menempati posisi di dalam dewan komisaris dan dewan direksi,
disertai kejelasan mengenai peran dan fungsi serta tanggungjawab utama dari posisi-posisi tersebut.
Peran dan fungsi erat kaitanya dengan otoritas yang akan digunakan dalam menjalankan perusahaan.
Mengingat adanya perbedaan pemahaman dalam

culture

pengelolaan perusahaan

(company management approach)

diantara para pihak, sehingga diperlukan pembatasan yang jelas


“clear term of reference”

atas fungsi dan tugas Dewan Direksi dan Komisaris. 3)

Informasi:

Penunjukan kandidat oleh salah satu pihak, harus dilakukan secara terbuka dan dapat diketahui oleh
pihak yang lain. Sehingga nantinya, para pihak yang ada dalam perjanjian memiliki gambaran pasti
mengenai pelaksana dan pegurusan manajemen perusahaan.

10)

Auditor dan Ahli Independen

Dalam internasional

Joint Venture

, dimana salah satu pihak datang dari negara dan

culture

serta hukum

yang berbeda, maka perifikasi perhitungan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen, memiliki
sebuah arti penting untuk membagun kepercayaan dan perlindungan diantara para pihak. Kebutuhan
Auditor dan atau ahli independen untuk membantu penilaian, pengawasan dan penelitian jalannya
perusahaan

Joint Venture Company

didasari atas kebutuhan para pihak yang harus diperjanjikan sebelumnya.

11)

Pasal Pembukuan dan pembagian keuntungaan

(Dividends)
Syarat dasar yang berlaku universal dalam menjalankan sebuah usaha adalah adanya pembukuan yang
jelas, pembukuan harus dilakukan berdasarkan atas standar legal dan dikerjakan secara profesional,
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang benar

(good accounting practice and international accounting standards).

Dalam pembukuan

joint venture company,

penting untuk mendefinisikan ketentuan tahun mengenai tahun

fiscal

atau

financial

untuk tujuan akuntansi. Auditan keuangan menjadi dasar bagi perusahaan untuk menyatakan bahwa
perusahaan berhasil mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Jika perusahaan mendapatkan
keuntungan atas usahanya, maka dikeluarkan Page

12

of

34

pembangian deviden bagi para pemegang saham. Pembayaran keuntungan bagi pemegang saham
biasanya diatur dalam keputusan rapat pemegang saham. Para pihak dalam perjanjian, memiliki
keleluasaan atau akses terhadap pembukuan perusahaan dan berhak untuk mendapatkan laporan
berkala atas posisi dan keadaan finansial perusahaan. Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur
mengenai pembagian pembukuan dan keuntungan:

ARTICLE 13 FINANCIAL AFFAIRS

13.1 The fiscal year of the Company shall start from April 1st and close on March 31st. The first fiscal
year shall start from the date of the Establishment Date. All accounts and statements shall be written
both in English and Bahasa, both of which versions shall be equally authentic. 13.2 The Company shall
handle its accounting affairs in compliance with applicable laws and regulations of the Indonesia. To the
maximum extent permitted by such laws and regulations, the Company shall adopt generally accepted
international accounting principles. 13.3 The Company shall open both Rupiah and foreign currency
accounts with one (1) or more banks legal established in the Indonesia. 13.4 The Company shall adopt
accrual basis of accounting and the debit and credit methods for bookkeeping, and shall adopt the
Rupiah as its account-keeping unit. The conversion between Rupiah and other currencies shall be in
accordance with the exchange rate on the day of conversion published by the Bank of Indonesia. 13.5
After closing date of each fiscal year, the General Manager shall supervise the preparation of the
previous year's balance sheet, profit and loss statement, cash flows statement and profit distribution and
loss treatment statements. After they have been examined and signed by an auditor set forth in Article
13.8, no later than thirty (30) days after the end of each fiscal year, these statements shall be submitted
to the Board of Directors for examination and approval, and to each Party. Such audited financial
statements furnished to Party B shall be accompanied with an English translation. 13.6 All matters
concerning foreign exchange shall be handled according to the Regulations for Exchange Control of the
Indonesia and other relevant laws and regulations of the Indonesia. 13.7 Each Party shall have the right
to access to all accounting books and records of the Company at its own expenses to examine the
accounts of the Company, provided that such Party shall give the Company a seven (7) day period written
notice. The Company shall keep all of such books and records at its headquarters during the term of
its corporate existence. 13.8 The accounts of the Company shall be audited at least annually by an
auditor (hereinafter referred to as the "Auditor") who shall be an internationally recognized accounting
firm registered in the Indonesia and shall be appointed by the Board of Directors upon nomination by
both Parties, at the expense of the Company. 13.9 Each Party may, at its own expense and at any time,
appoint an accountant Page

13

of

34

for its own audit (hereinafter referred to as the "Accountant"), who may be either an accountant
registered abroad or registered in the Indonesia. Auditing results by the Accountant shall not be deemed
as an official report issued by the Company, provided, however, that the Company shall fully cooperate
with the Accountant in its auditing and provided, Further, that the auditing results by the Accountant
shall be properly reflected to the Company, to the extent permitted by applicable laws and regulations of
the Indonesia. 13.10 Complete access to the accounting books and records shall be given by the
Company to the Auditor and the Accountant, and the Company and the Party who appoints the
Accountant shall cause the Auditor and the Accountant, respectively, to maintain the confidentiality of
the Company's financial information and carry out its audit without prejudice to regular operation of the
Company. Any auditing conducted pursuant to Articles 13.7 and 13.9 shall be made during the normal
business hours of the Company. 13.11 The Company shall furnish each Party with monthly financial
statements including without limitation balance sheet, profit and loss statement and cash flows
statement, as well as monthly sales and operating report and other reasonable reporting documents,
within thirty (30) days after the end of each month. All of such information furnished to Party B shall be
accompanied with an English translation. Notwithstanding the foregoing, in the term until March, 2007,
the Company shall furnish each Party with such financial statements within thirty (30) days after the end
of each fiscal quarter. 13.12 Except the contributions to the Registered Capital set forth in Article 6.2, all
financial requirements for operation of the business activities of the Company shall be provided
internally, provided that, if sufficient funds are not available internally, the Company shall raise the
necessary funds by borrowing from sources on its own loan capacity within the limit of annual loan
budget approved by the Board of Directors pursuant to Article 8.4. Parties acknowledge that under no
circumstances shall Party B have any obligation to provide any guarantee in connection with any debt of
the Company.

ARTICLE 14 PROFIT DISTRIBUTION

14.1 If at the end of each fiscal year the Company makes a profit, then after deduction of income tax
payable and after allocation of (i) the Reserve Fund and (ii) Bonus and Welfare Fund for Staff and
Workers in accordance with the Foreign-Capital Enterprises Law (UUPT), the net profit shall be
distributed to Parties in proportion to their respective ratio to the contributions to the Registered Capital
actually paid at that time,

Article Joint Venture Angreement

Antara NC dan PT. MPM.

Page

14

of

34

as decided by the Board of Directors. The proportion of such allocation of the Reserve Fund and Bonus
and Welfare Fund for Staff and Workers shall be decided by the Board of Directors subject to applicable
laws and regulations of the Indonesia. The above distribution shall be made in the same currency as the
payments by Parties of contributions to the Registered Capital, within thirty (30) days after the resolution
of the Board of Directors. Party A shall assist the Company in remitting such profit to Party B. 14.2
Notwithstanding the provision of Article 14.1, in no event the Company may distribute the profit in any
fiscal year unless the losses of the previous year(s) that has not been made up, if any, has been offset.
Losses incurred by the Company in any fiscal year may be carried over to the next fiscal year. Should the
income in the such next year be insufficient to make up the said losses, the balance may be made up
with further deductions against income year by year over a period not exceeding three (3) years. 14.3
The plan for profit distribution or retention shall be decided by the Board of Directors within two (2)
months after the end of each fiscal year.

12)

Kepemimpinan

(Leadership)

Dalam sebuah perusahaan

joint venture

internasional, salah satu pihak dapat

diminta untuk menjadi “sponsor” dan “pemimpin” untuk melakukan hubungan

hukum dengan pihak ketiga, biasanya orang yang ditunjuk tersebut adalah orang yang akan di
nominasikan menjadi direktur utama. Namun dalam beberapa keadaan, orang yang akan menjadi
sponsor atau pemimpin dapat juga dinominasikan menjadi

Chief Excecutive

perusahaan seperti

General Manager,

Deputy Leader

yang disetujui bersama-sama.


13)

Bantuan teknis dan administrasi untuk Joint Venture Company

(Technical and administrative

Pasal bantuan teknis dan administrative merupakan sebuah

legal frame work

bagi salah satu pihak untuk melakukan kewajiban kepada perusahaan

joint venture

. Pada tahap-tahap awal pendirian sebuah perusahaan, dibutuhkan beberapa bantuan teknis
manajemen, baik bersifat administratif, teknis, bantuan peralatan dan sebagainya. Pihak yang
memberikan bantuan teknis tersebut, dapat memasukan bantuan yang diberikan sebagai kontribusi
modal perusahan yang diperhitungkan dalam kepemilikan saham (jika diperjanjikan). Bantuan teknis
dan admistrasi tersebut seperti: manajemen kantor dan fasiltas, penyedian bahan baku dan material
produksi, teknis pemasaran dan distribusi produk, penyediaan bantuan teknis peralatan teknologi
komputerisasi dan

Information Technology (IT),

penyewaan atau lisensi yang tidak termasuk bagian yang diperjanjikan sebagai kontribusi wajib salah
satu pihak sebelumnya. Di dalam banyak kasus, bantuan teknis dan administratif ini, dibuat dalam
perjanjian tersendiri dan terpisah dari perjanjian utama

(joint venture agreement)

Article Joint Venture Angreement

Antara NC dan PT. MPM.

Page
15

of

34

Penambahan bantuan teknis dan pelayanan tersebut akan dibebankan pembayarannya kepada

joint venture company

, dan penting bahwa pembayaran oleh

joint venture company

harus melalui mekanisme yang jelas dan disetujui oleh direksi.

14)

Hak Milik Kekayaan Intelektual (HAKI)

Pasal yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti know-how, paten, merek dan hak
kekayaan intelektual lainnya, adalah bagian yang penting bagi sebuah perusahaan

joint venture

, terutama yang menyangkut: 1)

Hak-hak komersial dari kekayaan intelektual tersebut dapat digunakan secara bebas oleh

joint venture company

atau melalui perhitungan tersendiri. 2)

Apakah salah satu pihak mengizinkan penggunaan Hak Kekayaan Intelektualnya untuk kepentingan

joint venture company

secara bebas, dan merupakan bagian dari kontribusi yang diberikan kepada

joint venture company.

Apakah hal tersebut tidak menyebabkan munculnya persaingan antara pihak pemilik dengan
joint venture company

, apakah tidak berbenturan dengan ketentuan tidak boleh bersaing yang biasanya diatur dalam pasal
tersendiri. 3)

Apakah hak kekayaan intelektual yang digunakan dan dikembangkan oleh

joint venture company

sepanjang aktivitas bisnisnya dapat juga digunakan oleh para pihak dalam aktivitas bisnis mereka
sendiri. Biasanya pasal ini mengatur hak ekslusivitas

joint venture company

untuk menggunakan hak kekayaan intelektual secara penuh, para pihak tidak diperbolehkan untuk
menggunakannya, kecuali dengan persetujuan khusus dari para pihak. 4)

Apakah setelah pemberhentian dan atau keluar dari

joint venture company

salah satu pihak boleh mempergunakan hak kekayaan intelektual tersebut. Jika diperbolehkan biasanya
diatur dalam pasal tersendiri. Jika

joint venture company

menggunakan merek dagang atau nama dagang salah satu pihak, maka biasanya akan dibuat perjanjian
merek atau nama dagang

(trademark licence agreement)

tersendiri, landasan yang digunakan dalam perjanjian tersebut adalah Undang-undang Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI).

15)

Pengalihan Saham

(Transfer of Share)

Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan

(transfer)
tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun, penjualan saham
dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan
pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu
pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati. Pengalihan
saham secara langsung akan mengakibatkan berubahnya komposisi kepemilikan saham, jika saham
dialihkan kepada pihak yang sudah memiliki saham di dalam perusahaan

(internal transfer),

maka ketentuan yang sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih tergantung dari
jumlah saham yang di alihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi Page

16

of

34

dan menyebabkan penggantian kontrol perusahaan, maka akan merubah perjanjian sebelumnya.
Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar perusahaan

(external transfer),

maka hal tersebut menyebabkan masuknya investor baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor
baru atau pemegang saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua

joint venture agreement

mengandung ketentuan yang membatasi pengalihan saham. Pendekatan yang dapat diambil dalam
pembatasan pengalihan saham diantaranya: 1)

Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa persetujuan para pihak. 2)

Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam periode tertentu, misalnya selama 3 tahun pertama. 3)

Pengalihan saham kepada pihak lain diperbolehkan dangan persyaratan bahwa pemegang saham baru
menyetujui ketentuan-ketentuan bisnis

joint venture company


yang telah ditetapkan sebelumnya. 4)

Dalam banyak ketentuan

joint venture company

yang terdiri banyak pihak, para pihak diberikan hak untuk dapat membeli kembali saham-saham yang
ada terutama saham yang akan dialihkan, sebelum dijual kepada pihak lain, saham tersebut harus
ditawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu dengan harga yang telah ditetapkan dan
disetujui.

16)

Masuknya pihak baru/Investor baru

Joint venture harus merupakan perjanjian yang

fleksible

dan secara normal mengizinkan pihak yang baru untuk bergabung dalam usaha bersama. Masuknya
investor baru salah satunya adalah peralihan kepemilikan saham melalui transaksi penjualan saham
kepada pihak lain diluar perusahaan atau melalui penerbitan saham baru untuk perkembangan modal
dan perluasan usaha. Masuknya pihak yang baru sebagai investor, secara sederhana harus mendapatkan
persetujuan para pihak.

17)

Pelanggaran perjanjian, perubahan kontrol, keadaan memaksa

(force majeure)

dan ketidak mampuan membayar hutang

(insolvency)

Ada kemungkinan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi yang akhirnya menyebabkan
salah satu pihak keluar dari

joint venture
, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti itu, tetapi perlu untuk
mengantisipasi jika permasalahan tersebut terjadi, beberapa penyebabnya antara lain adalah
Pelanggaran perjanjian, perubahan kendali, keadaan memaksa, dan ketidak mampuan membayar
hutang. 1)

Pelanggaran Perjanjian

, dalam perjanjian materil yang dilanggar salah satu pihak, maka diperlukan prosedur pemeriksaan untuk
mengetahuinya secara benar dan memberikan kesempatan kepada pihak yang melanggar untuk
mengklarifikasinya. Pihak yang melanggar dapat diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajibanya
dalam jangka waktu tertentu yang layak, dan dapat menyelesaikannya. Konsekwensinya jika dalam waktu
yang telah diberikan tetap tidak dapat memenuhi kewajibanya, maka perjanjian dapat diakhiri.
Pengakhiran perjanjian diikuti dengan konsekwensi penggantian ganti rugi kepada perusahaan. Page

17

of

34

2)

Perubahan kendali

, situasi kedua yang penting adalah jika adanya perubahaan kontrol atau kendali terhadap perusahaan

joint venture

oleh pihak tertentu (sebagai akibat dari pengalihan saham dan kepemilikan saham), kententuan ini
biasanya akan diatur dalam pasal-pasal khusus. 3)

Force majeure/insolvency

, situasi lain ketika salah satu pihak

“dikeluarkan” d

ari
joint venture

jika ia mengalami kebankrutan atau ketidak mampuan membayar hutang kepada perusahaan

joint venture

dalam keadaan diluar kemampuannya (keadaan memaksa). Semua aspek diatas kemungkinan besar
memang dapat terjadi, untuk itu penetapan prosedur penyelesaianya harus melewati beberapa tahap
sebelum menggambil keputusan. Tahap-tahap tersebut dapat berupa diskusi dan negosiasi antara para
pihak untuk menemukan penyelesaian masalah.

18)

Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian

(withdrawal)

Salah satu pihak pada suatu saat memiliki keinginan untuk menarik diri dari

joint venture company

. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam
sebuah

joint

venture

agreement

, pengaturan tersebut dapat saja mengikuti model sebagai berikut: 1)

Para pihak bersepakat untuk tidak menarik diri dalam jangka waktu tertentu dari

joint venture company

. Periode ini harus sama dengan jangka waktu yang diatur dalam pasal yang mengatur sebelumnya yang
berkaitan dengan pengalihan saham, pengalihan saham harus diberitahukan paling tidak tiga bulan
sebelum berakhirnya tahun fiskal. 2)
Dewan direktur atau perwakilan dari para pihak harus mendiskusikan keadaan tersebut dengan itikad
baik dan mempertimbangkan kemungkinan cara-cara lainnya untuk dapat menyetujui situasi tersebut
(jika penarikan diri salah satu pihak tersebut akan mengakibatkan kerugian besar bagi

joint venture company

, maka keputusan tersebut dapat saja dibatalkan atau ditunda). 3)

Tidak adanya penarikan diri atau terminasi dalam

joint venture

tanpa suara yang bulat dari para pihak, dan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya.

19)

Kematian salah satu pihak

Pasal ini hanya berlaku jika salah satu pihak sebagai individu meninggal dunia. Saham yang dimiliki dapat
diwarisi oleh ahli warisnya, namun pewarisan itu harus disetujui oleh para pihak sebelumnya, jika tidak
perbolehkan, maka perlu diatur mengenai pengembalian harga saham yang dimiliki pihak yang
meninggal kepada ahli warisnya.

20)

Berakhirnya Joint Venture

(Termination)

Masuk akal untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tidak tercapainya tujuan pendirian


usaha bersama

(joint venture),

kemudian mengakhirinya. Terminasi perjanjian dapat disebabkan adanya pelanggaran perjanjian oleh
salah satu pihak, adanya keadaan memaksa, ketidak mampuan membayar hutang, perubahan
pengendalian perusahaan dan atau akibat-akibat lainnya. Page

18

of
34

Sangat mudah bagi para pihak untuk menyetujui bahwa tujuan dari pendirian perusahaan bersama telah
tercapai atau tidak mungkin dapat tercapai, dan salah satunya dapat menyebabkan perusahaan bersama
tersebut ditutup. Jika kemungkinan itu terjadi, perlu ditegaskan proses yang harus dilewati untuk
mengakhiri kerjasama tersebut. Beberapa pedoman yang dapat diterapkan antara lain adalah: 1)

Tahap mempersiapkan langkah-langkah penghentian

joint venture company

dengan mendistribusikan atau menjual aset yang dimiliki. 2)

Pihak yang memberikan kontribusi khusus dalam pendirian perusahaan (memberikan aset tertentu)
harus dipertimbangkan bentuk pengembalian asetnya dalam sebuah nilai pasar yang jelas. 3)

Biasanya, dalam pengakhiran kerjasama, setiap pihak bebas membawah atau memakai metode bisnis
yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh

joint venture company.

4)

Untuk kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan bersama harus ditentukan secara jelas apakah para
pihak berhak menggunakannya atau tidak, hal ini untuk menghindari konflik yang dapat timbul antara
para pihak.

21)

Kerahasian

(confidentiality)

Sangat penting bagi setiap pihak dalam

joint venture
untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap kerahasian informasi aktivitas

joint venture company

yang didirikan. Kewajiban menjaga rahasia penting perusahaan tidak terbatas sampai waktu tertentu
saja, bahkan setelah kerjasama berakhir kerahasian tetap harus dijaga oleh para pihak. Akan tetapi,
sesuatu yang menjadi hak publik perlu dilakukan keterbukaan, dan hal tersebut biasanya berkaitan
dengan peraturan-peraturan yang ada. Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur kerahasian:

ARTICLE 21 CONFIDENTIALITY 21.1. Each Party agrees and undertakes that any and all information
received by such Party or the JV Company in connection with this Agreement which is derived from the
other Party (however acquired and in whatever form) shall be treated by it as confidential and it shall
not disclose all or any part of it to any third party (other than to the JV Company) or otherwise seek to
exploit all or any part of it without the prior written consent of the JV Company and the Party concerned,
provided that this provision shall not apply to information which at any time comes into the public
domain through no fault of such Party or is required to be furnished to any government or public
authority pursuant to any law or judicial order applicable to any Party or shareholder thereof or the JV
Company. 21.2. Each Party agrees to make all reasonable efforts and to take all reasonable precautions
to prevent any of its employees or personnel, or any other persons whatsoever, from obtaining or
making any unauthorised use of, or effecting, any disclosure of any such information. 21.3. Each Party
agrees that the JV Company shall treat all such information as confidential and shall not disclose all or
any part of it to any third party or Page

19

of

34

otherwise seek to exploit all or any part of it without the prior written consent of the Party from which it
is derived, and that the JV Company shall make all reasonable efforts and take all reasonable
precautions, to prevent any of its directors, employees or personnel, or any other persons whatsoever
from obtaining or making any unauthorised use of or effecting any disclosure of any such information.
21.4. The Parties must not and must use reasonable endeavours to ensure that their directors, officers
agents and employees do not, divulge or communicate to any person for any purpose any confidential
information relating to the other Party or the JV Company which the Parties have received or obtained as
a result of negotiating or entering into this Agreement. This restriction continues to apply even after the
expiration or termination of this Agreement. 21.5. The Parties must advise and consult each other on the
issue of any public report, statement or release pertaining to this Agreement, the JV Company or any
matters relating thereto.
9

22)

Itikad baik, konsultasi, non kompetitif dan kewajiban mempromosikan tujuan perusahaan joint venture.

Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah

Joint Venture Agreement,

yaitu

Itikad baik, mengedepankan kepercayaan, keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan.
Prinsip-prinsip ini mencakup: 1)

Setiap pihak memiliki kewajiban untuk memberikan kemampuan terbaik dalam pembentukan

joint venture company

dan didasari oleh itikad baik yang menjadi semangat dalam perjanjian; 2)

Bahwa setiap pengambilan keputusan dan persetujuan, diambil untuk kepentingan terbaik bagi

joint venture company;

3)

Para pihak memastikan keterwakilan dan hadir dalam setiap pertemuan (aktif) dan ketidak hadiran
bukan penyebab tidak bisa diambilnya sebuah keputusan untuk kepentingan

joint venture company;

4)
Para pihak tidak akan melakukan pemugutan suara jika adanya penolakan atau pertentangan antara

Joint venture company

dengan salah satu pihak, sehingga keputusan yang diambil menggambarkan proses yang adil; 5)

Setiap kontrak antara

joint venture company

dengan salah satu pihak harus dibuat secara jelas dan mendasar; 6)

Para pihak tidak akan melakukan kegiatan usaha yang bersaing dengan perusahaan

joint venture

dalam bisnis yang sama. Di dalam

joint venture agreement

, perlu dirinci secara tegas batasan mengenai aktivitas persaingan yang tidak diperbolehkan antara para
pihak dengan

joint venture company

(competing)

. Dalam pasal tertentu dapat dinyatakan secara tegas

non-competition

bagi para pihak yang mengudurkan diri atau keluar untuk waktu tertentu, misalnya dalam masa 2 tahun
setelah keluar tidak boleh melakukan usaha sejenis dalam wilayah tertentu yang telah ditetapkan.

Article Joint Venture Angreement


Antara NC dan PT. MPM.

Page

20

of

34

23)

Evaluasi dan perubahan

(ammademen)

Perubahan situasi dan keadaan memungkin perjanjian yang dibuat untuk dilakukan evaluasi, landasan
utama dalam pasal yang mengatur tentang evaluasi adalah itikad baik dari para pihak. Apabila dalam
sebuah evaluasi yang dilakukan, terdapat kententuan perjanjian yang perlu dirubah untuk kepentingan
bersama, maka perubahan yang akan diputuskan tersebut diambil dengan cara-cara yang telah disetujui
dan disepakati. Perubahan yang diambil hanya dilakukan untuk tujuan yang lebih baik bagi
perkembangan perusahaan.

24)

Force Majeure

Pasal

force majeure

adalah klausa yang selalu digunakan dalam kontrak internasional. Dalam pasal

force majeure

mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan menyebabkan ketentuan dalam perjanjian tidak
dapat laksanakan oleh salah satu pihak. Penyebabnya adalah keadaan memaksa diluar kemampuannya.
Seperti bencana alam, perperangan, kebijakan pemerintah dan lain-lain yang dipertegaskan secara rinci
dalam perjanjian.
25)

Keadaan-keadaan tertentu

(Partial invalidity)

Merupakan ketetapan standar dalam perjanjian untuk memperjelas jika dalam perjanjian ditemukan
ketetapan yang tidak sah, hal itu tidak akan membawa efek bagi keseluruhan perjanjian, atau tidak
terpenuhinya kewajiban tertentu, bukan berarti tidak berlakunya semua ketentuan-ketentuan di dalam
perjanjian.

26)

Pemberitahuan

(notices)

Merupakan ketentuan standar dalam pelayanan formal, tetapi menjadi penting bagi para pihak untuk
selalu memperhatikannya. Seperti ketentuan pemanggilan rapat pemengang saham diumumkan melalui
surat kabar.

27)

Amendemen

Amademen terhadap perjanjian hanya efektif jika ditanda tangani oleh para pihak, dan melalui proses-
proses yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan.

28)

No Assignment

Pasal ini membuat jelas bahwa hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tidak bisa di alihkan begitu
saja kepada pihak lain. Peralihan akan memberikan pengaruh kepada hak dan kewajiban di dalam

Joint venture company


.

29)

Pilihan Hukum

(applicable law

Ini merupakan ketentuan yang harus benar-benar dipertimbangkan secara mendalam dan spesifik
mengenai pilihan hukum dalam perjanjian. Biasanya pilihan hukum diambil dari pertimbangan dimana
nantinya perusahaan

joint venture

akan didirikan dan melakukan operasinya. Para pihak mungkin akan setuju dengan pilihan hukum lain
yang dirasakan sudah dipahami dan dikenal

(familiar).

Menurut Prof. Erman Radjagukguk, pilihan hukum ini hanya dapat dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
memaksa yang terdapat dalam hukum nasional mengenai perjanjian tertentu, misalnya ketentuan Page

21

of

34

pasal 2

Algemene Bepalingen

yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang menyangkut pekerjaan yang dilakukan di Indonesia
harus berdasarkan hukum Indonesia.

10

30)
Penyeseleaian sengketa

(resolustion of disputes

Para pihak perlu menentukan dan memperkenal cara-cara yang dapat dipergunakan untuk
menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu untuk dicari jalan keluarnya

(problem solving),

termasuk pada saat tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan
dalam sebuah rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rapat-rapat Dewan Direksi. Pasal penyelesaian
sengketa ini, setidaknya harus mempersiapkan hal-hal berikut: 1)

Suatu kewajiban bagi para pihak dalam

joint venture company

untuk mencari dan memecahkan masalah dengan mengerahkan orang-orang terbaik, paling senior dan
berpengalaman di perusahaan mereka, serta berwenang mengambil keputusan. 2)

Salah satu pihak dapat meminta penyelesaian sengketa diajukan melalui mediasi, atau bentuk lain dari
Alternative Dispute Resolustion (ADR), tetapi bukan merupakan suatu kewajiban bagi para pihak untuk
terlibat dalam prosedur ADR kecuali memang telah disepakati. 3)

Penyelesaian melalui pengadilan umum atau pengadilan arbitrase yang telah disetujui terlebih dahulu di
dalam

joint venture agreement

, penyelesaian sengketa yang diambil pada jalur pengadilan ini bersifat final dan mengikat. Penyelesaian
sengketa melalui arbitrase selalu menjadi pilihan utama dalam

Joint Venture Agreement

internasional. Proses yang dilalui saat penyelesaian masalah bersifat sangat

private

, lebih

fleksible
dibandingan badan peradilan lainya. Jika para pihak berasal dari negara yang menandatangai konvensi
New York tahun 1958 dapat mengajukan proses sengketa melalui arbitrase internasional. Sebagai
penerapan prinsip kebebasan berkontrak, para pihak memiliki kebebasan dalam menentukan dan
memilih forum penyelesaian sengketa. Jika badan arbitrase telah dipilih, maka ketentuan dalam
perjanjian harus dinyatakan secara tegas di peradilan arbitrase mana yang akan dipilih. Ada banyak
pilihan yang dapat menjadi alternatif, seperti

UNCITRAL, International Chamber of Commerces (ICC), Formely London Court of International


Arbitration (LCIA), Hongkong International Arbitration Center, Singapore International Arbitration Centre,
Vienna Arbitration Centre, Netherland Arbitration Institute, Arbitration Institute of the Stockhlom
Chamber of Commerce

, atau lembaga arbitrase internasional lainnya. Pada saat perjanjian antara para pihak dibuat, penting
sekali untuk menentukan hal-hal yang berkaitan dengan: 1)

Pilihan hukum

(choice of law)

, para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap
interprestasi kontrak tersebut.

10

Erman Radjagukguk,

Hukum Investasi di Indonesia, Pokok Bahasan

, (Jakarta: FHUI, 2006), hal 146. Page

22

of

34

2)
Pilihan forum

(choice of jurisdiction),

yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum yang berlaku jika
terjadi sengketa di antara para pihak. 3)

Pilihan domisili

(choice of domicile),

dalam hal ini para pihak melakukan penunjukan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.

11

Ketika para pihak melakukan pilihan hukum, pilihan forum dan pilihan domisili, maka pilihan tersebut
harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek untung dan ruginya secara matang. Jika para pihak
tidak memilih pilihan hukum, forum dan domisili maka akan menimbulkan persoalan yuridis yang serius.
Apabila terjadi perselisihan atau sengketa diantara para pihak tersebut, akan menyebabkan terjadinya
benturan kepentingan dan benturan kekuasaan hukum. Pemilihan tempat arbitrase sangat penting,
karena berkaitan dengan penerapan prosedur dan aturan lembaga arbitrase yang dipilih. Pihak
internasional lebih memilih tempat arbitrase yang dirasakan lebih netral. Jarang sekali pihak asing mau
memilih Badan Arbitrase Nasonal Indonesia (BANI) untuk menyelesaikan sengketa. Hal tersebut
berangkat dari kekhawatiran tidak adanya netralitas dalam proses penggambilan putusan.

31)

Penandatangan dan pengesahan Perjanjian

Setelah tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai pasal-pasal dan ketentuan yang tuangkan
dalam perjanjian, maka kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh para pihak dan dibuat dalam
beberapa rangkap, baik untuk kepentingan para pihak yang menandatangani maupun pihak ketiga yang
terkait, seperti BKPM, Departemen Hukum dan Ham dan atau departemen terkait lainya.

II.

Lahirnya Joint Venture Company Dalam Bentuk Perseroan Terbatas

Joint Venture Agreement


antara investor asing dengan nasional bertujuan untuk membentuk perusahaan

joint venture

dan menjalankan kegiatan ekonominya sebagai sebuah badan hukum. Badan hukum yang ditetapkan
oleh UUPM untuk perusahaan

joint venture

bermodalkan asing adalah perseroan terbatas (PT) , yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas.

1.

Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan para
pendiri dan pemilik sahamnya atau dari perusahaan induknya.

Joint venture agreement

yang telah disepakati kemudian menjadi akta perjanjian sebagai syarat dalam mengajukan izin kepada
BKPM dan bagi pembuatan Badan Hukum Perseroan Terbatas. Bab II Pasal 7 ayat 1 Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas, menjelaskan bahwa:

“Perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.

12

11

Munir Fuady,

Op. cit.,

hal. 137. Page

23
of

34

Tidak semua ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam

joint venture agreement

dapat dimasukan ke dalam akta pendirian perusahaan. Akta pendirian perusahaan yang dibuat oleh
notaris biasanya memiliki standar format yang sudah ditetapkan, penetapan standar tersebut bertujuan
untuk mempermudah proses klarifikasi kelengkapan dokumen yang akan diajukan kepada Departemen
Hukum dan HAM.

13

Para pihak tidak secara bebas dapat menentukan anggaran dasar, biasanya pada saat pembuatan

joint venture agreement

para pihak juga membuat draft untuk anggaran dasar perseroan, sehingga ketentuan yang ada dalam
anggaran dasar tidak berbeda jauh dengan

joint venture agreement

. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian
perseroan, keterangan lain tersebut sekurang-kurangnya memuat: a)

Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri
perserorangan, atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan
menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendirian perseroan; b)

Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan, anggota direksi
dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; c)

Nama pemengang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal
saham yang telah ditempatkan dan disetor. d)
Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.

14

Selain ketentuan yang dimaksud di dalam pasal 8 UUPT, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan
lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang Perseroan Terbatas. Secara jelas UUPT
menegaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan bunga tetap atas saham; dan
ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain, tidak boleh dimuat dalam
anggaran dasar.

15

2.

Pengesahan Badan Hukum

Akta pendirian dan anggaran dasar yang telah dibuat oleh pejabat notaris, kemudian harus memperoleh
Keputusan Menteri untuk disahkan sebagai Badan Hukum Perseroan. Ketentuan ini dijelaskan dalam
Pasal 9 UUPT sebagai berikut:

1)

Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahaan badan hukum Perseroan sebagai mana
yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 4, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa
teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada

12

Indonesia, Undang-undang No. 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas

, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4756, Pasal 7 ayat 1

.
13

Rudhi Prasetya,

Op. cit.

, hal 167.

14

Indonesia

, Op. cit.

, pasal 8.

15

Indonesia,

Op. cit.,

pasal 15 ayat 3 dan 4.

Page

24

of

34

menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya: a.

Nama dan tempat kedudukan perseroan; b.

Jangka waktu pendirian perseroan; c.

Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; d.


Jumlah modal dasar, modal ditempat dan modal disetor; e.

Alamat lengkap perseroan 2)

Pengisian format sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 harus didahului dengan pengajuan nama
perseroan; 3)

Dalam hal pediri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2,
pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. 4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama perseroan diatur dengan
peraturan pemerintah.

16

Pengajuan untuk mendapatkan pengesahaan dari menteri paling lambat diajukan 60 (enam puluh) hari,
terhitung sejak tanggal akta pendirian di tandatangani para pendiri. Pengajuan tersebut harus dilengkapi
dengan dokumen-dokumen pendukung. Menteri atas dasar pertimbangan kelengkapan dokumen
permohonan yang disampaikan melalui fasilitas elektronik, akan memberikan jawaban tidak keberatan
melalui fasilitas elektronik, begitu juga jika berkeberatan.

17

Setelah pendiri menerima pemberitahuan tidak keberatan dari menteri, maka selambat-lambatnya
selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan tidak keberatan, para pemohon harus wajib
menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri oleh dokumen pendukung. Setelah
dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, menteri menerbitkan keputusan tentang
pengesahaan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik.

18

Sistem pendirian dan pengesahaan anggaran dasar Perseroan Terbatas (PT) secara

online
melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), adalah merupakan bentuk pelayanan
kepada masyarakat yang diupayakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum. Fasilitas pelayanan tersebut mencakupi:

19

a.

Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas; b.

Permohonan Persetujuan dan Penerimaan Pemberitahuan Perubahaan Anggaran Dasar Perseroan; c.

Penyampaian pelaporan akta perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas; dan d.

Pemberian informasi lainya melalui elektronik.

3.

Daftar Perseroan dan Pengumuman

16

Indonesia,

Op. cit

., pasal 9.

17

Indonesia,

Op

.
cit.,

pasal 10 ayat 3 dan 4.

18

Indonesia,

Op. cit.,

pasal 10 ayat 6

19

Departemen Hukum dan HAM,

Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.HT.01.01 Tahun 2008, Tentang Daftar Perseroan

, pasal 1 angka 2 Page

25

of

34

Setelah pemohon memperoleh pengesahan badan hukum perseroan oleh menteri, maka perseroan
dimasukan dalam daftar perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal Keputusan menteri
mengenai pengesahaan badan hukum perseroan,

20

persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan. Kemudian menteri
melakukan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, isi pengumaman tersebut
meliputi: a.

Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimasud dalam pasal 7 ayat 4
UUPT; b.

Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 21 ayat 1; c.
Akta perubahaan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri. Pengumuman
tersebut dilakukan oleh menteri paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitnya
keputusan menteri berkaitan dengan status badan hukum yang telah disahkan. Ketentuan yang
terdapat dalam pasal 29 UUPT yang baru jelas berbeda dengan ketentuan pasal 21 ayat 1 UUPT yang
lama. Pendaftaran Perseroan menurut UUPT lama mengacu pada Undang-undang Wajib Daftar
Perusahaan Nomor 3 Tahun 1982 (UUWDP), perbedaan tersebut terletak pada pihak yang berwenang
untuk melakukan pendaftaran. Perbedaan mendasar dalam ketentuan UUPT yang baru dengan UUPT
No. 1 Tahun 1995, mengandung unsur kontradiktif normatif yang menimbulkan 2 masalah, yaitu
pertama, ketidak jelasan hukum khususnya bagi para pelaku usaha dan notaris yang melakukan
pendaftaran perusahaan, apakah dilakukan di departemen Hukum dan HAM atau Departemen
Perindustrian.

21

Kedua, terdapatnya pengaturan yang tidak sama, dalam Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan
(UUWDP) diatur sanksi dengan ancaman melakukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran jika tidak
mengikuti ketentuan UUWDP, sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga
apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3
UUPT baru, maka akan menimbulkan pertanyaan, apakah pendaftaran menurut UUWDP masih perlu
dilakukan.

22

Apapun kontradiktif normatif ketentuan yang ada, sebuah badan hukum perseroan dinyatakan lahir
setelah mendapatkan pengesahan badan hukum dan diumumkannya Perseroan Terbatas dalam Lembar
Negara Republik Indonesia.

III.

Kedudukan Joint Venture Agreement dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Joint Venture
Company 1)

Kedudukan Joint Venture Agreement

Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
ketentuan tersebut sebagaimana yang dinyatakan

20
Indonesia,

Op. cit.,

pasal 29 ayat 3 (a)

21

Ita Kurniasih,

“Implikasi Perubahan Undang

-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Undang-undang No. 3 Tahun 1982
Tentang Wajib Daftar

Perusahaan”,

Jurnal Hukum dan Pasar Modal, Vol. III. Edisi 4 Tahun 2008, hal. 5.

22

Ibid.

Page

26

of

34

dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, disamping itu kententuan tersebut mengisyaratkan bahwa suatu
perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang berjanji

(Pacta Sun Servanda)

dan menjadi hak serta kewajiban antara para pihak yang menyetujuinya. Tidak semua ketentuan yang
ada dalam

Joint Venture Agreement

dapat dijabarkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Hanya kesepakatan-kesepakatan tertentu,
namun ketentuan yang harus ada dalam anggaran dasar, diantaranya: a)

Pasal Maksud dan tujuan


(Object of The Joint Venture)

dari perjanjian

joint venture

, pasal ini biasanya langsung diadopsi dalam pembuatan anggaran dasar perseroan terbatas, dimana
dalam anggaran dasar perseroan harus menetapkan tujuan didirikannya perseroan terbatas.

23

Para pihak harus sudah sangat mengerti dan memahami hak dan kewajiban yang telah ditentukan
berkaitan dengan tujuan

joint venture agreement

. b)

Pasal Mengatur Pendirian, Permodalan dan kedudukan

Joint Venture Company

, dalam pasal ini beberapa ketentuan dapat dimasukan kedalam anggaran dasar perseroan terbatas, dan
menjadi kesepakatan para pihak yang telah tercapai sebelum anggaran dasar dibuat, yaitu mengenai
jumlah modal dan penyertaan saham masing-masing pihak. Nama yang akan digunakan menjadi nama
Persroan Terbatas, tempat alamat perusahaan

joint venture

yang dipilih menjadi tempat domisili. c)

Pengalihan Saham

(transfer of share),

UUPT mengatur hal yang sama dalam pengalihan saham serta melakukan beberapa pembatasan, seperti
yang telah diatur dalam Bab III Modal dan Saham. Ketentuan tersebut antara lain mengenai kepemilikan
saham, penyetoran saham, pengalihan dan pembelian saham, klasifikasi jenis saham, hak suara
pemegang saham.

24

d)
Rapat Pemegang Saham

(Shareholders Meeting),

rapat pemegang saham merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang diperjanjikan dalam

joint venture agreement

dan disepakati oleh para pihak, biasanya mengatur cara pelaksanaanya, tempat, pemanggilan dan
waktu. Ketentuan pelaksanaannya harus diatur dan tercantum dalam anggaran dasar. UUPT mengatur
ketentuan rapat umum pemegang saham dalam Bab VI pasal 75 sampai dengan pasal 91. Rapat Umum
Pemengang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan
kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau
anggaran dasar.

25

e)

Pasal Dewan Komisaris dan Direksi, dalam

Joint Venture Agreement,

para pihak memperjanjikan komposisi serta jumlah Dewan Komisaris dan Direksi. Kewenangan
menentukan komposisi dan jumlah Dewan Komisaris dan Direksi biasanya ditentukan oleh besar kecilnya
saham yang dimiliki para pihak. Semakin besar saham yang miliki maka makin kuat daya tawar untuk
menentukan penempatan orang-orang yang akan menduduki jambatan

23

Lihat pasal 15 ayat 1 hurup b Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas

24

Lihat Bab III Tentang Modal dan Saham, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008

Tentang Perseroan Terbatas.


25

Lihat pasal pasal 1 ayat 4 dan pasal 75 ayat 1, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008

Tentang Perseroan Terbatas. Page

27

of

34

penting dalam perusahaan. Klausa yang mengatur Dewan Komisaris dan Direksi dalam

Joint Venture Agreement,

biasanya diadopsi dan dimasukan dalam anggaran dasar perusahaan yang akan didirikan. Hal-hal
penting biasanya diatur dalam

Joint Venture Agreement

maupun dicantumkan dalam anggaran dasar diantaranya mengenai mekanisme pengangkatan,


pemberhentian, dan penggantian, serta tugas dan fungsi dari Dewan Komisaris dan Direksi. f)

Pembagian deviden dan rugi

(distribution of profit and losses),

pembagian deviden dan resiko kerugian yang diperjanjikan dalam

joint venture agreement

biasanya didasari atas presentase kepemilikan saham. Pembagian deviden ini dipersyaratkan oleh pasal
15 ayat (1) huruf i UUPT yang menyatakan bahwa dalam anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat
cara penggunaan laba dan pembagian deviden.

26

Pembagian dan deviden dan hak suara tidak hanya atas dasar presentase kepemilikan saham, tetapi juga
tergantung kepada jenis saham yang miliki, undang-undang memberikan keleluasaan bagi para pihak
untuk menentukan dan mengaturnya secara jelas dalam anggaran dasar. Sebagaimana yang diatur dalam
pasal 53 UUPT ayat 1 sampai 4. g)
Pasal yang berkaitan dengan jangka waktu berdirinya perusahaan

joint venture agreement

, jangka waktu berdirinya

joint venture

jika diperjanjikan oleh para pihak dapat dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas untuk
menentukan jangka waktu berdirinya perusahaan perseroan. Pasal 15 ayat 1 huruf c UUPT menjelaskan,
dalam anggaran dasar setidaknya memuat jangka waktu berdirinya perseroan. Di dalam

joint venture agreement

ada beberapa ketentuan yang biasanya tidak dimuat dalam anggaran dasar perseroan, salah satu
penyebabnya adalah

Joint Venture Agreement

mengatur hak dan kewajiban para pihak lebih rinci dan luas, sedangkan anggaran dasar mengikuti
standar-standar yang telah ditetapkan. Walaupun pada dasarnya, UUPT membuka kemungkinan para
pihak untuk memasukan ketentuan-ketentuan lain yang disepakati asal tidak saling bertentangan dengan
UUPT, sebagaimana diperbolehkan dalam pasal 15 ayat 2 UUPT. Beberapa kesepakatan yang biasanya
tidak dimasukan di dalam anggaran dasar diantaranya: 1)

Definisi

(contractual definitions)

, sebuah

Joint Venture Agreement

membuat pasal khusus yang menjelaskan pengertian dan istilah melalui sebuah definisi yang bertujuan
untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan interprestasi maksud para pihak. Definisi yang
disepakati dalam

Joint Venture Agreement

biasanya menjadi rujukan dalam menentukan klausa-klausa perjanjian lain yang berhubungan. Seperti
perjanjian know-how, lisensi, perjanjian pemasaran, bantuan teknis dan lain-lain. 2)
Klausa yang berkaitan dengan pengaturan kekayaan intelektual (HAKI), di dalam perjanjian

joint venture

, klausa yang mengatur HAKI adalah sangat penting. Terkadang salah satu pihak dalam

Joint Venture

Agreement

memberikan kontribusi yang besar berupa kekayaan intelektual, seperti Patent,

26

Indonesia,

Op. cit.,

pasal 15 ayat 1 huruf i. Page

28

of

34

Merek, Lisensi, Metode Manajemen, Pemasaran dan Keahlian Produksi (teknis). Semua peralihan hak
kekayaan intelektual tersebut membutuhkan pengaturan dan syarat-syarat tertentu. Perjanjian tersebut
biasanya bukan perjanjian antara salah satu pihak di dalam

joint venture agreement

, melainkan perjanjian antara salah satu pihak dengan

joint venture company

yang akan didirikan.

Joint Venture Agreement

hanya menetapkan adanya persetujuan salah satu pihak untuk memberikan lisensi, hak merek, paten,
bantuan manajemen, keahlian dan teknologi. 3)
Pasal yang berkaitan dengan langkah-langkah administratif sebagai upaya untuk mendirikan perusahaan

joint venture

. Dalam ketentuan ini, para pihak menetapkan secara jelas kewajiban-kewajiban para pihak dalam upaya
pendirian perusahaan

joint venture

, seperti pengurusan perizinan, tempat, dan lain-lain. 4)

Force majeur,

anggaran dasar perseroan terbatas tidak memuat klausa

force majeur

yang selalu diperjanjikan dalam setiap perjanjian

joint venture

, baik yang bersifat nasional maupun internasional.

Force majeur,

merupakan mekanisme perlindungan bagi salah satu pihak yang tidak dapat menjalankan kewajibanya
oleh sebab diluar kekuasaannya.

Force majeur

hanya diatur dalam rezim hukum perjanjian

(law of agreement)

dan tidak diatur dalam hukum perusahaan

(company law).

5)
Pengakhiran sebagai akibat kelalaian

(events of default),

Pengakhiran perjanjian sebagai akibat kelalaian atau kesalahaan salah satu pihak sangat mungkin terjadi.
Untuk itu dalam sebuah

Joint Venture Agreement

diatur secara jelas mengenai keadaan kelalaian atau kesalahaan yang dapat mengakibatkan berakhirnya
perjanjian kerjasama. Anggaran dasar tidak mengatur mekanisme pengakhiran ini, anggaran dasar
cenderung hanya memberikan pedoman mengenai mekanisme pelaksanaan pencapain tujuan
perusahaan melalui pengaturan badan hukumnya, bukan tindakan para pemegang saham atau
pengurusnya. 6)

Hukum yang berlaku

(applicable law),

perbedaan asal negara menyebabkan perbedaan sistem hukum yang dianut oleh para pihak dalam

joint venture agreement

, sehingga klausa ini menjadi benar-benar dipertimbangkan secara matang untuk dapat menentukan
hukum mana yang berlaku. Dengan asas

freedom of contract

para pihak dengan bebas dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Namun dalam anggaran dasar,
ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam anggaran dasar dan tidak bertentangan
dengan UUPT, anggaran dasar tidak melihat negara asal para pihak, perbedaan sistem hukum atau
subjek hukum yang ada dalam perjanjian. 7)

Penyeseleaian sengketa

(resolustion of disputes),

persengketaan dalam sebuah hubungan bisnis sangat mungkin terjadi. Salah satu penyebabnya adalah
adanya perbedaan latar belakang, baik hukum maupun budaya.

Joint Venture Agreement


yang dibuat oleh para pihak dijabarkan secara rinci dan luas, termasuk kemungkinan cara-cara
penyelesaian sengketa. Pasal penyelesaian sengketa berisikan pilihan forum atau lembaga tempat
sengketa akan dibawah, apakah melalui peradilan umum diwilayah domisili perusahaan

joint venture

, atau lembaga arbitrase. Anggaran dasar tidak memuat mengenai pilihan hukum dan pilihan forum bagi
para pihak yang bersengketa. Page

29

of

34

8)

Pasal-pasal lainnya, isi

Joint Venture Agreement

dibuat secara rinci dan komprehensif dengan tujuan mempermudah para pihak menjalankan

joint venture company.

Misalnya pasal

Entirety

(keseluruhan),

severability, Assignability, confidentiality, disclaimer of agency, miscellaneous.

27

Joint Venture Agreement

seringkali diikuti oleh perjanjian lainnya yang mendukung

Joint Venture Agreement

, perjanjian itu sangat penting bagi sebuah perusahan

joitn venture
. Perjanjian-perjanjian pendukung tersebut juga tidak bisa dimasukan dalam anggaran dasar perseroan
terbatas, diantaranya:

a.

License agreement and use of trademark b.

Technical agreement c.

Assistance agreement d.

Loan agreement e.

Agency agreement f.

Distribution agreement.

28

2)

Kedudukan Anggaran Dasar

Joint Venture Company

yang lahir karena adanya

joint veture agreement

yang dibuat oleh para pihak dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, harus memiliki badan
hukum berbentuk perseroan terbatas. Pembentukan badan hukum perseroan terbatas tersebut
mengikuti persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Persyaratan dan ketentuan untuk mendirikan perusahaan berbadan hukum
perseroan terbatas, dimulai dengan membuat akta pendirian perusahaan perseroan terbatas yang
disahkan oleh pejabat notaris. Akta pendirian tersebut disamping memuat berbagai persyaratan
administrasi lainya, akta harus memuat sebuah Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Seperti yang diatur
dalam pasal 8 UUPT berikut ini:

Pasal 8

(1)

Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.

(2)

Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya : a.

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dankewarganegaraan pendiri
perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal
Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan; b.

nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota
Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; c.

nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham,

27

Rai Widjaya,

“Merancang Suatu Kontrak”

, Edisi Revisi (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), hal. 121-142.

28
Ibid. Page

30

of

34

rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. d.

dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.

29

Ketentuan dalam pasal 8 UUPT tersebut menghendaki adanya kejelasan para pihak yang akan
mendirikan badan hukum perseroan, keterangan-keterangan yang dibutuhkan seperti nama, identitas,
tempat tinggal, serta kewarga negaraan. Kejelasan mengenai kewarganegaraan diperlukan sebagai
persyaratan, pada dasarnya badan hukum Indonesia berbentuk perseroan didirikan oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun kepada warga negara asing atau badan hukum asing
diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum di Indonesia yang berbentuk perseroan,
sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau
pendirian perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri. Dalam hal pendirian adalah
badan hukum asing, nomor dan tanggal pengesahaan badan hukum pendiri adalah dokumen yang
sejenis, antara lain

certificate of incorporation.

Anggaran dasar perseroan adalah seperangkat aturan-aturan mengenai pelaksanaan kegiatan


perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum. Aturan-aturan yang dimuat didalam anggaran dasar
menjadi pedoman bagi sahnya tindakan-tindakan hukum perseroan terbatas, baik tindakan bersifat
internal maupun tindakan hukum dengan pihak ketiga (eksternal). Tindakan-tindakan hukum yang
dimaksud diantaranya adalah pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi, Komisaris, Tindakan-
tindakan berkaitan dengan saham (kepemilikan, hak, penerbitan, pengalihan, jenis dan klasifikasi saham
dan lain-lainnya), permodalan (modal dasar, modal ditempatkan, modal disetor dan penambahan
modal), Mekanisme pengambilan keputusan perusahaan (Rapat umum pemegang saham (RUPS),
jumlah kuorum dalam rapat pengambil-an keputusan dan pembagian deviden.

30
3)

Struktur Anggaran Dasar

Secara jelas tidak ada ketentuan yang mengatur format baku dari anggaran dasar Perseroan Terbatas,
para pihak dalam suatu perjanjian untuk mendirikan badan hukum perseroan terbatas diberikan
kebebasan untuk membuat anggaran dasar dan menentukan isinya. Namun jika merujuk pengaturan
yang ada dalam UUPT, maka anggaran dasar suatu perseroan memuat hal-hal berikut: 1)

Nama dan tempat kedudukan perseroan Perseroan sebagai sebuah badan hukum

(legal entity)

menyandang hak dan kewajiban hukum dan diakui secara hukum.

31

Oleh karena itu badan hukum perseroan terbatas adalah subjek hukum yang memiliki kemandirian
secara hukum, memiliki harta yang terpisah dari para pendirinya, anggota atau penanam modal
perusahaan tersebut. Sebagai subjek hukum, Perseroan dikenal melalui

29

Indonesia,

Op. cit.,

pasal 8

30

Lihat Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Bab II Bagian Kedua.

31

J. Satrio,

Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alami


, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 13 Page

31

of

34

sebuah nama dan kedudukannya yang jelas. Perseroan yang baru akan dibentuk, tidak diperbolehkan
memakai sebuah nama yang telah digunakan oleh pihak lain. 2)

Maksud dan tujuan dan serta kegiatan usaha perseroan Badan hukum perseroan dibentuk dengan tujuan
tertentu, yaitu mencapai tujuan bisnis yang direncanakan, tujuan bisnis akan menunjukan karekteristik
perseroan tersebut karena erat kaitannya dengan peraturan yang berlaku. Maksud dan tujuan
merupakan usaha pokok Perseroan. Perseroan yang bertujuan menjadi perseroan terbuka (Tbk), maka
peraturan pasar modal menjadi pedoman bagi perseroan tersebut untuk bertindak atau melakukan
kegiatanya, begitu juga dengan dengan perusahaan yang bertujuan menjalankan investasi yang masuk
dalam daftar investasi khusus, maka perseroan sebagai badan hukum akan banyak mendasari
kegiatannya dengan peraturan dan undang-undang khusus yang mengatur bidang investasi tersebut.
Di dalam sebuah

Joint Venture Agreement

untuk mendirikan

joint venture company

, para pihak menyatakan dengan jelas tujuan dari kegiatan usaha patungan yang akan dijalankan, dan
kemudian tujuan dari kegiatan yang dijanjikan dalam kontrak tersebut dapat dituangkan dalam sebuah
anggaran dasar sebagai sistem manajemen perseroan terbatas (

joint venture company

). 3)

Jangka waktu berdirinya perseroan Pendirian suatu perseroan terbatas didasarkan atas perjanjian antara
para pihak pendirinya, dalam perjanjian tersebut dapat ditentukan jangka waktu berakhirnya sebuah
perseroan. Sekalipun dalam perjanjian, para pihak menyatakan jangka waktu pendirian perseroan adalah
sampai waktu yang tidak ditentukan. Penentuan jangka waktu pendirian perseroan, tidak bisa terlepas
dari beberapa peraturan yang ada, dan terkait dengan jenis tujuan dan kegiatan perizinan usaha yang
dibutuhkan perseroan dalam menjalankan tujuannya. 4)
Besarnya modal dasar, modal ditempatkan, dan modal yang disetor. Di dalam anggaran dasar harus
dinyatakan dengan jelas besarnya modal dasar perseroan, modal dasar perseroan adalah keseluruhan
nominal saham. UUPT pasal 32 memberikan batasan minimal modal dasar perseroan sebesar Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), namun untuk jenis usaha tertentu, jumlah modal dasar perseroan
dapat lebih besar jumlahnya, tergantung pada aturan perundang-undangan yang ada. Dalam anggaran
dasar, ditentukan secara jelas besarnya jumlah modal yang harus ditempatkan dan disetor oleh para
pihak sesuai dengan kontribusi yang diperjanjikan. Undang-undang memberikan batasan minimum
modal yang harus ditempatkan dan disetor sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah modal
dasar.

32

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya.
Dalam hal penyetoran modal dalam bentuk lain, penilaian penyetoran saham ditentukan dalam nilai
wajar yang ditentukan oleh penilai (

appraisal)

yang indenpenden. Apabila salah satu pihak menyetorkan modal dalam bentuk benda tidak bergerak,
maka diwajibkan untuk mengumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dan diumumkan dalam
waktu 14 hari setelah

32

Indonesia,

Op. cit.,

pasal 33 ayat 1. Page

32

of

34

akta pendirian ditangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.

33
5)

Jumlah saham, jika diperlukan adanya klasifikasi saham, hak-hak setiap saham, jumlah nominal setiap
saham. Anggaran dasar perseroan mengatur mengenai kepemilikan saham dan segala bentuk
perubahannya (pengalihan, penerbitan, penjaminan, dan pembelian). Kepemilikan saham
mengambarkan hak suara bagi pemiliknya untuk menentukan dan mengambil keputusan perseroan. Di
dalam anggaran dasar sebuah perseroan terbatas, saham dapat ditentukan macam dan jenisnya.
Macam, jenis dan nominalnya mempengaruhi hak pemegangnya. Saham perseroan dikeluarkan atas
nama pemiliknya, syarat untuk kepemilikan saham yang dikeluarkan oleh perseroan diatur secara jelas
dalam anggaran dasar dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan
udang-undang yang berlaku. Perseroan mengeluarkan saham dengan nominal, yang nilainya
dicantumkan dalam mata uang rupiah, saham tampa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh
perseroan kecuali ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Saham yang dikeluarkan
dimasukan dalam suatu daftar kepemilikan saham, yang berisi nama, dan alamat pemegang saham,
jumlah, tanggal perolehan saham, dan klasifikasinya jika mengeluarkan saham lebih dari satu jenis,
jumlah yang disetor atas setiap saham, nama dan alamat yang memiliki hak gadai, fidusia dan tanggal
pendaftarannya dan keterangan bentuk penyetoran saham dalam bentuk lain.

34

Mengenai kepemilikan saham, perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau
dimiliki perseroan lain yang sahamnya secara langsung dan tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan,
sebagaimana ditentukan dalam pasal 36 ayat 1 UUPT. Untuk melindungi permodalannya, perseroan
dapat mengeluarkan ketentuan pembelian kembali saham yang telah dijual, penjualan saham,
penjaminan dan atau gadai saham. berikut ini salah satu pasal UUPT yang menjelaskan pemindahan hak
atas saham:

Pasal 57 (1)

Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu: a.

keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemengang saham dengan klasifikasi tertentu atau
pemegang saham lainnya; b.

keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; dan/atau c.


keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

35

33

Indonesia,

Op. cit.,

pasal 34.

34

Lihat Bagian Kelima Tentang Saham pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas.

35

Ibid.,

Pasal 57

Page

33

of

34

Daftar kepemilikan saham, klasifikasi, dan nominalnya haruslah tercatum secara jelas dalam anggaran
dasar. UUPT mengatur secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai saham perseroan.
6)
Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta mekanisme pemilihan,
penggangkatan, dan pemberhentian. Anggaran dasar perseroan terbatas, memuat nama jabatan dan
jumlah anggota direksi dan dewan komisaris, lengkap dengan gambaran lingkup tanggung jawab masing-
masing jabatan. Para pihak dalam

joint venture agreement

biasanya sudah menetapkan orang-orang yang akan menempati jabatan-jabatan tertentu seperti Direksi
dan Dewan komisaris. Hak memberikan nominasi untuk mengisi jabatan Direksi dan Dewan Komisaris
dimiliki para pihak dengan porsi yang berbeda. Pihak yang menjadi pemegang saham mayoritas lebih
memiliki posisi kuat menempatkan orang-orangnya dalam jabatan penting. Di dalam anggaran dasar,
juga ditentukan secara jelas mekanisme pemilihan, penggangkatan, dan pemberhentian jabatan-jabatan
yang ada dalam perseroan terbatas, salah satunya melalui RUPS. 7)

Tata cara penyelenggaraan RUPS Anggaran dasar memuat tata cara RUPS secara rinci. Baik dari jangka
waktu pemberitahuan kepada para pemegang saham (pengumuman), tempat rapat, peraturan
pengambilan keputusan dalam rapat (kourum hadir), baik RUPS biasa atau RUPS luar biasa. Tata cara
pelaksanaan RUPS secara rinci disusun dalam anggaran dasar dengan berpedoman kepada UUPT. 8)

Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden. Penyusunan ketentuan penggunaan laba dan
pembagian deviden dalam anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUPT. Pasal 70
UUPT memberikan pedoman sebagai berikut:

Pasal 70 (1)

Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dan laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan; (2)

Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud ayat 1 berlaku apabila perseroan
mempunyai saldo laba yang positif; (3)

Penyisihan labah bersih sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sampai cadangan mencapai paling
sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor; (4)

Cadangan yang dimaksud pada ayat 1 yang belum mencapai jumlah sebagaimana yang dimaksud pada
ayat 3 hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
36

Joint venture agreement

memiliki kedudukan yang penting dalam pendirian sebuah

joint venture company

, prinsip kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak mengatur banyak hal secara rinci, diteil, dan
luas.

36

Indonesia,

Op. cit

., pasal 70 Page

34

of

34

Kesepakatan-kesepakatan yang tercipta dalam sebuah

joint venture agreement

, dapat dijadikan rujukan dan landasan bagi para pihak untuk melakukan tindakan hukum lainya, seperti
melaksanakan perjanjian-perjanjian pendukung (

License Agreement dan Use of Trademark; Technical Agreement; Assistence Agreement; Loan
Agreement; Agency Agreement; Distribution Agreement). Joint venture agreement

juga dapat dijadikan acuan dalam membuat draft anggaran dasar sebuah

joint venture company

. Landasan hukum

joint venture angreement


dapat dijadikan rujukan membuat anggaran dasar sebuah

joint venture company

, adalah

joint venture agreement

tunduk pada hukum perjanjian, dimana hukum perjanjian menentukan bahwa perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan bagi mereka yang
membuat perjanjian, maka perjanjian memiliki kekuatan mengikat

(Pacta Sun Servanda).

Perselisahan yang timbul berkaitan dengan isi

joint venture agreement

, diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum perjanjian.

Sedangkan anggaran dasar perseroan adalah ketentuan operasional sebuah perseroan dalam melakukan
tindakan-tindakan hukum. Secara teknis tindakan-tindakan tersebut diatur oleh rezim hukum
perusahaan

(company law),

dalam hal ini Udang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Anggaran dasar hanya mengatur kesepakatan teknis
perseroan sebagai sebuah badan hukum untuk melakukan aktivitasnya. Ketentuan ini, memiliki arti
bahwa perselisihan yang timbul dalam aktivitas sebuah badan hukum perseroan terbatas (PT),
diselesaikan dengan menggunakan instrumen anggaran dasar.

Anda mungkin juga menyukai