Anda di halaman 1dari 38

KEDUDUKAN JOINT VENTURE AGREEMENT DAN ANGGARAN DASAR JOINT VENTURE COMPANY Muharyanto1

Joint Venture Agreement jika ditinjau berdasarkan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia, sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam buku ke III KUHPerdata. Diantaranya menyangkut Subjek Perjanjian, Objek Perjanjian, Tujuan Perjanjian dan Pelaksanaan Perjanjian. Joint Venture Agreement dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, adalah langka awal untuk membentuk sebuah perusahaan patungan (joint venture company) yang diharuskan bagi investor asing yang merencanakan berinvestasi di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan syarat yang ditegaskan pasal 5 ayat 3 Udang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM). Perusahaan patungan yang dibentuk harus berbadan hukum perseroan terbatas (PT) dan berkedudukan di wilayah hukum Republik Indonesia. Para pihak yang ada dalam joint venture agreement, menetapkan klausa untuk membuat joint venture company dengan status perseroan, klausa tersebut mengatur segi permodalan (sero), peran para pihak, nama, tempat dan jangka waktu berdirinya perusahaan, serta klausa-klausa lain sehingga perusahaan yang diharapkan dapat terbentuk. Pembentukan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum tunduk pada hukum perusahaan (company law), yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas. Joint Venture Agreement yang dibuat oleh investor asing dan investor nasional akhirnya bermuara pada pendirian Joint Venture Company, sehingga joint venture company dapat dikatakan berdiri atau lahir atas dasar perjanjian. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam hukum perjanjian, memungkinkan hal itu terjadi, sepanjang tidak melanggar ketentuan hukum, kepatutan dan kesusilaan yang baik. Tidak hanya itu, sebuah perjanjian yang dibuat secarah sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata) serta memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda) terhadap para pihak yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) sebagai asas yang berlaku universal dalam hukum perjanjian, memberikan keleluasaan kepada para pihak yang terlibat dalam perjanjian, untuk menentukan isi perjanjiannya. Sebuah perjanjian yang dibuat secara bebas, setidaknya harus memenuhi persyaratan sahnya sebuah perjanjian. KUHPerdata memberikan panduan melalui pasal 1320 tentang persyaratan sahnya sebuah perjanjian. Pemenuhan persyaratan sahnya
1

Alumni FHUI 2005

sebuah perjanjian, dapat dilihat dari isi klausa-klausa atau pasal-pasal yang diperjanjikan (isi dan struktur perjanjian).

I.

Struktur Joint Venture Agreement Struktur Joint Venture Agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas diantara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut dimasa yang akan datang, sekurang-kurangnya meliputi tiga tahap penting, yaitu: a) Sebelum perusahaan patungan yang baru akan dibentuk, para pihak harus menentukan langka-langka yang harus diambil, baik langkah informal maupun langkah formal. b) Penentuan kewajiban-kewajiban dan hak-hak para pihak selama proses pembentukan perusahaan gabungan (joint venture company). c) Pada saat perusahaan baru dibentuk harus ditentukan hak dan kewajiban para pihak di dalam perusahaan tersebut hingga perusahaan berjalan dan berkembang dalam kondisi yang stabil.2 Struktur Joint Venture Agreement yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk Perusahaan Patungan (joint venture company) sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan bisnis. Sehingga kesepakatan di antara para pihak di dalam joint venture agreement harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin. Ketentuan-ketentuan itu antara lain meliputi:

1) Ketentuan mengenai definisi kontrak (contractual definitions)

Persetujuan yang dibuat di dalam sebuah perjanjian, menggunakan beberapa terminologi yang mempunyai arti dan maksud khusus yang hanya digunakan semata-mata di dalam pasal-pasal perjanjian yang disetujui. Definisi tersebut menggambarkan maksud dan pengertian yang dimengerti oleh pihak-pihak yang membuat dan menyetujuinya. Sehingga tidak akan menimbulkan pengertian dan penafsiran yang bertolak belakang dan bertentangan. Sebagaimana terlihat dalam sebuah pasal perjanjian berikut: ARTICLE 1 DEFINITIONS 1.1. Definitions

Pierre Lalive, International Trade Center Incorporated Joint Venture Model Agreement, (Geneva, UNCTAD/WTO, 2005), hal 4-5.

Page 2 of 38

In this Agreement, unless the context requires a different meaning, the following words and expressions have the following meanings: a. Agreement means this Joint Venture Agreement together with all amendments and modifications duly executed; b. Articles of Association means the JV Company's deed of incorporation, and any changes thereto, whether required by the Minister of Justice and Human Rights or otherwise, which shall form the JV Company's Articles of Association; c. BKPM means the Indonesian Investment Coordinating Board (Badan Koordinasi Penanaman Modal) or any successor body; d. BKPM Application means the Model IIIA/PMA application form to be submitted by the Parties to BKPM to apply for BKPM approval pursuant to Decree of Chairman of BKPM No. 57/SK/2004 dated 20 July 2004 regarding Guidelines and Procedures for Capital Investment Application Established in the Context of Domestic and Foreign Capital Investment; e. Board of Commissioners means the Board of Commissioners of the JV Company; f. Board of Directors means the Board of Directors of the JV Company; g. Civil Code means the Civil Code of the Republic of Indonesia; h. Force Majeure means any event or circumstance beyond the reasonable control of the Party whose obligation it affects that renders due performance of one or more obligation under this Agreement illegal or impracticable including but not limited to decree or restraint of any government, act of God, strikes, war, riot, civil commotion, fire, explosion, sabotage, perils of the sea, or embargo; i. Foreign Investment Law means the Indonesian Foreign Investment Law as stipulated in Law Number 1 of 1967 as amended by Law Number 11 of 1970, as duly amended, revised and as administratively clarified from time to time by the relevant Indonesian authorities; j. General Meeting of Shareholders means general meeting of shareholders of the JV Company; k. Governmental Approvals shall mean all authorizations, consents, decrees, permits, waivers and approvals of any Governmental Authority necessary for the establishment and operation of the JV Company. l. Governmental Authority means any foreign, domestic, national, provincial, territorial or local governmental authority, quasi-governmental authority, court, government organization, central bank, commission or any regulatory, administrative or other agency, or any political or other subdivision, department or branch of any of the foregoing. m. JV Company means the limited liability company to be incorporated by the Parties in accordance with the Articles of Association and the terms hereof; n. MoJ means the Ministry of Justice and Human Right of the Republic of Indonesia; o. SP PMA means the letter issued by the BKPM notifying the Parties of its approval on the BKPM Application submitted by the Parties. 1.2 Interpretation In this Agreement, unless the context otherwise requires:
Page 3 of 38

(a) headings and underlinings are for convenience only and do not affect the interpretation of this Agreement; (b) words importing the singular include the plural and vice versa; (c) words importing a gender include any gender; (d) other parts of speech and grammatical forms of a word or phrase defined in this Agreement have a corresponding meaning; (e) an expression importing a natural person includes any company, partnership, joint venture, association, corporation or other body corporate and any Governmental Authority; (f) a reference to any thing (including, but not limited to, any right) includes a part of that thing; (g) a reference to a part, clause, article, party, annexure, exhibit or schedule is a reference to a part, clause and article of, and a party, annexure exhibit and schedule to, this Agreement and a reference to this Agreement includes any annexure, exhibit and schedule; (h) a reference to a statute, decree, regulation, proclamation, ordinance or by-law includes all statutes, decrees, regulations, proclamations, ordinances or by-laws amending, consolidating or replacing it, and a reference to a statute includes all regulations, proclamations, ordinances and by-laws issued under that statute; (i) a reference to a document includes all amendments or supplements to, or replacements or novations of, that document; (j) a reference to a party to a document includes that party's successors and permitted assigns; (k) no rule of construction applies to the disadvantage of a party because that party was responsible for the preparation of this Agreement or any part of it; (l) a covenant or agreement on the part of two or more persons binds them jointly and severally; (m) a reference to an agreement other than this Agreement includes an undertaking, deed, agreement or legally enforceable arrangement or understanding whether or not in writing; (n) a reference to an asset includes all property of any nature, including, but not limited to, a business, and all rights, revenues and benefits; (o) a reference to a document includes any agreement in writing, or any certificate, notice, instrument or other document of any kind; 3
2) Tujuan Perjanjian (object of the Joint Venture)

Sangat penting bagi para pihak memberikan pertimbangan secara hati-hati terhadap objek yang diperjanjikan dalam sebuah joint venture agreement. Pertimbangan yang diberikan tersebut merupakan gambaran lingkup usaha bersama yang menjadi acuan bagi para pemengang saham dan manajemen joint venture company yang sekaligus merupakan bentuk perlindungan atas hak-hak dan kewajiban para pihak. Salah satunya seperti perlindungan hak terhadap pemegang saham minoritas.
3

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 4 of 38

Bagaimanapun, pasal yang berkaitan dengan tujuan perjanjian tidak boleh bermaksud untuk menciptakan batasan-batasan yang tidak diinginkan atau tidak jelas bagi perkembangan usaha joint venture company di masa yang akan datang. Sebagaimana terlihat dalam pasal perjanjian berikut: ARTICLE 4 OBJECTIVES OF THE COMPANY Parties acknowledge that the purpose of establishment of the Company is to cause the Company to engage in the business on the principles of the maximizing profit, and to cause the Company to serve as a modernized enterprise with the capacity to develop certain technologies regarding mobile terminal products primarily for party B. Parties contemplates that the Company will be engaged in development of technologies for 2.5 G mobile terminal products to be marketed in the Republic of Indonesia, and those for 3G mobile terminal products to be marketed worldwide. 4 3) Pendirian, Permodalan dan kedudukan Joint Venture Company Struktur ke tiga ini mengambarkan perhubungan dengan berbagai peraturanperaturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sebagai tempat dimana perusahaan Joint Venture tersebut akan didirikan. Seperti Perizinan, Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-undang Tenaga Kerja, Perpajakan, Peraturan Export Import, Peraturan Pertanahan, peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lain-lain. Jika para pihak telah memiliki sebuah nama untuk joint venture company, maka sebaiknya dinyatakan secara tegas namanya. Apabila terdapat pembatasan jangka waktu berdirinya joint venture company yang disepakati atau atas dasar adanya pembatasan peraturan perundang-undangan, misalnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu 30 tahun, maka pembatasan tersebut harus juga dinyatakan secara jelas. Perjanjian yang disepakati oleh para pihak juga memuat ketentuan kebutuhan modal awal yang dibutuhkan sebuah joint venture, dan kemungkinan pengembangan di masa yang akan datang.

4) Pasal Kontribusi Para Pihak Terhadap Joint Venture Company

(Contributions) Pendirian sebuah perusahaan membutuhkan kontribusi permodalan yang perlu diatur sedemikian rupa, atas dasar kemampuan dan kesanggupan pihak yang membuat perjanjian. Kontribusi para pihak merupakan modal awal bagi perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya.
4

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 5 of 38

Kontribusi para pihak dapat ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai, hak tanah, hak patent, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek dagang. Pemberian kontribusi tersebut biasanya disertai perhitungan-perhitungan secara jelas dan rinci, sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan. Pada saat penentuan nilai kontribusi yang akan diberikan oleh salah satu pihak, dapat digunakan beberapa pendekatan yang berbeda, diantaranya: a) Pertama, para pihak memastikan nilai kontribusi saham yang diambil, misalnya salah satu pihak menyediakan US $ 600.000-, (enam ratus ribu dolar) dengan konversi besar saham 20 % (dua puluh perseratus). b) Alternatif lainya adalah para pihak memutuskan untuk memberikan kontribusi saham dalam jumlah tertentu tanpa menentukan jumlah nilai. Misalnya salah satu pihak menguasai hak atas 35 % (tiga puluh lima perseratus) dari 100% jumlah saham yang diterbitkan. c) Pilihan lebih lanjut adalah penentuan besarnya kontribusi salah satu pihak, melalui ahli atau lembanga khusus yang dapat menentukan jumlah nilai saham atas kontribusi yang diberikan. Seperti kontribusi keterampilan dan keahlian, hak tanah atau merek yang diberikan salah satu pihak sebagai modal perusahaan yang hendak didirikan. Sebagai contoh kontribusi keterampilan dan keahlian salah satu pihak dinilai oleh lembaga independen bernilai 10 % (sepuluh perseratus) jumlah keseluruhan saham yang diterbitkan perusahaan. Dalam sebuah Joint Venture Agreement biasanya menerbitkan satu jenis saham dengan hak suara dan hak dividen yang sama, tetapi bisa juga disetujui untuk menerbitkan beberapa kelas atau jenis saham yang berbeda. Saham tersebut memiliki hak suara istimewa dan hak-hak dividen yang istimewa. Berikut salah satu contoh pasal dalam Joint Venture Agreement yang mengatur kontribusi para pihak: ARTICLE 6 REGISTERED CAPITAL AND TOTAL INVESTMENT 6.1 The total investment amount of the Company is One million Dollars (US $ 1,000,000). 6.2 The Registered Capital of the Company shall be One million Dollars (US $ 1,000,000). Each Party shall subscribe for and make contribution in cash to the Registered Capital of the Company as follows: PARTY A: Sevent Hundread Thousen dollars (US $ 700,000), accounting for seventy percent (70%) of the Registered Capital of the Company.
Page 6 of 38

PARTY B: Theree Hundread Dollars (US$ 300,000), accounting for thirty percent (30%) of the Registered Capital of the Company. Party A shall make cash contributions in dollars and Party B shall make cash contributions in US dollars. 6.3 Each Party shall contribute its entire amount of contribution to the Registered Capital within thirty (30) days after the Establishment date, provided, however, that each Party shall have no obligation to make its contributions to the Registered Capital if, prior to the completion of such contributions, (a) the other Party has committed a material breach relating to the establishment of the Company hereunder, or (b) any of the force majeure set forth in Article 21 has occurred and remains. 6.4 If either Party fails to make its contributions to the Registered Capital as required in Articles 6.2 and 6.3, it shall be subject to the liability provided in Article 14.1. 6.5 Within fourteen (14) days after each payment of the contributions pursuant to Article 6.2 The Company shall, at its cost, cause an accountant registered in the Indonesia to verify such payment and issue an investment verification report, and shall submit such report to the Approval Authority. In addition, without delay upon such payment, the Company shall send Parties an original of investment certificate and a copy of such report. The investment certificate, in which total investment paid by then by each Party shall be indicated, shall be signed by the chairman of the Board of Directors. If an investment certificate is defaced, lost, stolen or destroyed, the Company shall, upon request, reissue such investment certificate specifying the reasons. 6. 75 Dan pasal yang mengatur kewajiban teknis para pihak: ARTICLE 7 OBLIGATIONS OF BOTH PARTIES In Addition to subscribing for and making contributions to the Registered Capital pursuant hereto, Parties shall have the obligations set forth in this Article 7. (1) Party B shall be responsible for: - Matters related to application to the authorities of Indonesia for approval, registration and acquisition of permit or license other purpose of setting up the Company; - Applying for the land use right for the Company, to organize the design and construction of factory and engineering facilities required for the Company, to handle customs clearance for import and export as well as to handle transportation within Indonesia; - Assisting the Company in hiring personnel of Indonesian nationality
5

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 7 of 38

including managers, technicians, workers and other staff needed for the Company; - Assisting the Company in pursuing its business scope set forth in Article 5, including without limitation, transferring or dispatching certain appropriate engineers of its subsidiaries who are currently engaged in the design work for Party B; - Supporting the Company in obtaining availability of foreign currency in the Indonesia; - Assisting the Company in obtaining loans from financial organizations in the Indonesia ; - Assisting the Company in obtaining all the preference treatment which may be available for the Company as a Foreign-Capital Enterprise and/or as technologically-advanced enterprise in accordance with the Foreign-Capital Enterprises Law (UUPT); - Assisting the Company in obtaining latest technical and marketing information related to the businesses of the Company; - Assisting the Company in obtaining approval related to quality control such as ISO 9001; - Causing its subsidiaries to grant to the Company a license for performing the businesses contemplated herein, including without limitation, Know-how concerning 2.5G mobile terminal products, in accordance with the license contract to be entered into between the Company and such subsidiaries; and - Other matters entrusted by the Company and accepted by Party A. (2) Party A shall be responsible for: - Assisting the Company in procuring the advanced and applicable machinery and equipment from the international market, provide information in that regard by putting quality as top priority in the selection to ensure the quality and quantity standard of such equipment. - Providing the technical assistance to the Company pursuant to the "Framework Contract" and relevant individual contracts to be separately entered into with the Company under which the Company will develop certain technologies for Party B. - Other matters entrusted by the Company and accepted by Party B 6

5) Penambahan permodalan perusahaan joint venture, penerbitan saham

baru dan penjaminan (Additonal Funding, Issues of Share and Guaratees)

Penambahan modal untuk joint venture company melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh para pihak. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi
6

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 8 of 38

keberlangsungan aktivitas perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang disepakati. Alternatif pendekatan untuk mengatur hal tersebut diantaranya: 1) Setiap pihak memiliki hak untuk menyediakan dana tambahan jika dibutuhkan tetapi bukan suatu kewajiban. 2) Setiap pihak memiliki kewajiban untuk menyediakan dana tambahan (jika diminta oleh dewan direksi), yang jumlahnya tergantung pada proposi kepemilikan saham. Untuk melaksanakan keputusan tersebut harus melalui sebuah mekanisme pengambilan keputusan, misalnya melalui sebuah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 3) Kadang kala kewajiban penyediaan modal tambahan, ditentukan jumlah minimal yang harus dipersiapkan, sehingga para pihak dapat memperhitungkan kemampuan permodalan yang harus dipersiapkan dan dapat dipertanggungjawabkan ketersediaanya.
4) Mekanisme pengambilan keputusan untuk penambahan modal, tidak

diperbolehkan tanpa keputusan dan suara bulat para pemegang saham. 5) Penerbitan saham baru dan penjaminan saham harus mendapatkan persetujuan oleh para pihak. persetujuan itu diberikan dengan mekanisme yang jelas sesuai dengan kesepakatan.
6) Penambahan modal perusahaan melalui pinjaman para pemegang saham

harus ditentukan secara jelas. Perusahaan harus dapat membedakan penambahan modal sebagai penyertaan modal dan penambahan modal sebagai pinjaman.

6) Pasal Melakukan langka-langka administrasi, perhitungan biaya pengeluaran sebelum pengabungan kerjasama. Dalam mendirikan sebuah perusahaan joint venture, dipastikan melewati berbagai proses sebagai tahapan pendirian. Proses tersebut merupakan langkahlangkah umum yang dilakukan oleh para pihak untuk mewujudkan pendirian perusahaan. Pada setiap tahap dan prosesnya membutuhkan tenaga, biaya dan pemikiran. Para pihak dalam perjanjian, harus menentukan siapa yang akan melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap setiap proses yang harus dilalui. Di dalam kondisi yang seperti itu, perlu dipikirkan oleh para pihak apakah biayabiaya atau ongkos yang telah dikeluarkan dalam tahap-tahap administrasi tersebut akan dibebankan kepada perusahaan yang nantinya akan terbentuk, jika dibebankan kepada perusahaan, bagaimanakah prosedur pelaksanaanya. Dengan pemikiran yang sama, jika terdapat penyerahaan hak-hak (patent, merek, lisensi dan atau yang lain) oleh pemegang saham sebelum perusahaan terbentuk, harus mendapatkan persetujuan para pihak dalam perjanjian.

Page 9 of 38

7) Pasal Anggaran Dasar Joint Venture Company

Perusahaan joint venture membutuhkan instrumen untuk menjalankan aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar (statute) dan dokumen-dokumen legal lainnya. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen legal lainnya diatur di dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Wajib daftar perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh notaris. Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan dalam format yang kosisten dengan joint venture agreement. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya menggunakan terminologi yang sesuai dengan joint venture agreement yang telah disepakati bersama. Jika terdapat benturan antara joint venture agreement dengan anggaran dasar, maka para pihak akan mendasari pengambilan keputusan berdasarkan anggaran dasar perusahaan, jika berkaitan dengan pengambilan keputusan perusahaan. Namun bila benturan tersebut berkaitan dengan isi joint venture agreement, maka ketentuan hukum perjanjian yang mendasari pengambilan keputusan. Walaupun anggaran dasar merefleksikan konsistensi dengan joint venture agreement, namun kedua dokumen itu memiliki prinsip dasar yang berbeda, dengan dokumen-dokumen yang memuat ketentuan berbeda. Joint venture agreement biasanya berdampingan dengan perjanjian-perjanjian tambahan lainnya yang diatur secara rinci dan luas. Sedangkan anggaran dasar menyimpan dokumen-dokumen seperti risalah rapat pemegang saham, rapat umum luar biasa, dokumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, agenda-agenda penting dalam sebuah rapat dan lain-lain.

8) Rapat Pemegang Saham Otoritas pengambilan keputusan tertinggi sebuah perusahaan patungan dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perusahaan, pada hakekatnya, para pihak dalam perjanjian adalah pemegang saham dari perusahaan yang akan dibentuk, sehingga pertemuan atau rapat umum pemegang saham merupakan suatu kesatuan forum dengan diri mereka sendiri. Artinya kesepakatan yang diambil atau persetujuan yang akan dicapai, telah dipahami atau dimegerti antara para pihak. Hal-hal terpenting harus diperhatikan dalam sebuah joint venture company, antara lain: 1) Keputusan pemegang saham. Setiap perusahaan joint venture, memerlukan mekanisme dan aturan sendirinya untuk menerapkan dan menjalankan hasil keputusan-keputusan para

Page 10 of 38

pemegang saham dan direksi, termasuk pendelegasian tanggung jawab kepada para eksekutif. Keputusan tertinggi, menurut peraturan Perseroan Terbatas ada pada rapat umum pemegang saham (RUPS), dan hal ini menjadi acuan utama sebagai dasar pengelolaan joint venture company. 2) Pemberitahuan dan Agenda Pemberitahuan dan penyiapan agenda yang disampaikan kepada para pemegang saham untuk menghadiri pertemuan, merupakan prosedur dasar yang harus ditempuh dalam upaya pengambilan keputusan penting bagi joint venture company. 3) Pimpinan Penentuan siapa yang akan memimpin RUPS adalah penting, biasanya dipimpin oleh salah satu direktur yang ditunjuk.
4) Minimum Kehadiran (quorum)

Jumlah minimum kehadiran pemegang saham (quorum) adalah syarat awal yang harus terpenuhi dalam setiap penentuan pengambilan keputusan. Jika quorum tidak terpenuhi, maka keputusan yang dihasilkan dalam suatu rapat pemengang saham, dapat dianggap tidak sah atau valid. 5) Keputusan Mayoritas Perlu diperjelas mengenai keputusan mayoritas yang dapat diambil di dalam rapat pemegang saham. Biasanya menjadi permasalahan adalah hak suara minoritas. Pemegang saham minoritas sejauh mana memiliki hak-hak dalam pengambilan keputusan, apakah ditentukan bahwa saham minoritas memiliki satu hak veto dalam pengambilan keputusan-keputusan penting bagi perusahaan. Undang-undang telah mengatur mengenai hak suara pemegang saham minoritas. 6) Voting pengambilan keputusan Setuju atau tidak dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan melalui voting dengan cepat. Voting harus ditentukan sebagai cara-cara yang direkomendasikan oleh para pihak sebagai pilihan terakhir dalam menentukan keputusan. 7) Konsultasi terlebih dahulu Konsultasi atau rapat lebih dahulu, adalah tindakan informal tetapi sangat penting dan dapat menjadi landasan pengambilan keputusan. Setiap pihak mempunyai kesempatan memahami lebih dahulu tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi perusahaan, sehingga pada waktu mengikuti forum rapat pemegang saham tidak menimbulkan perdebatan dan konflik.
8) Pernyataan tertulis (written resolution)

Semua kesepakatann yang diambil, seperti kesepakatan dewan direksi dan RUPS harus dinyatakan dalam bentuk tertulis sebagai syarat formal, tetapi perlu
Page 11 of 38

pengaturan secara flexible, untuk bisa mengambil keputusan melalui telephone atau videoconference yang dapat disimpan dalam format yang berbeda sebagai bukti.

9) Dewan Komisaris dan Direksi Dewan Komisaris dan Direksi adalah organ perusahaan, dalam banyak perusahaan, dewan komisaris dan direksi memiliki tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengurusan perusahaan. Berikut ketentuan yang selalu ada dalam joint venture agreement:
1) Nominasi: biasanya para pihak diberikan hak untuk mengajukan

beberapa calon yang akan duduk dalam dewan komisaris dan direksi yang akan mewakili kepetingan para pihak. Dalam beberapa ketentuan, penunjukan dewan direksi harus melalui mekanisme rapat pemegang saham.
2) Tanggungjawab: penentuan nominasi siapa yang akan menempati posisi

di dalam dewan komisaris dan dewan direksi, disertai kejelasan mengenai peran dan fungsi serta tanggungjawab utama dari posisi-posisi tersebut. Peran dan fungsi erat kaitanya dengan otoritas yang akan digunakan dalam menjalankan perusahaan. Mengingat adanya perbedaan pemahaman dalam culture pengelolaan perusahaan (company management approach) diantara para pihak, sehingga diperlukan pembatasan yang jelas clear term of reference atas fungsi dan tugas Dewan Direksi dan Komisaris.
3) Informasi: Penunjukan kandidat oleh salah satu pihak, harus dilakukan

secara terbuka dan dapat diketahui oleh pihak yang lain. Sehingga nantinya, para pihak yang ada dalam perjanjian memiliki gambaran pasti mengenai pelaksana dan pegurusan manajemen perusahaan.

10) Auditor dan Ahli Independen Dalam internasional Joint Venture, dimana salah satu pihak datang dari negara dan culture serta hukum yang berbeda, maka perifikasi perhitungan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen, memiliki sebuah arti penting untuk membagun kepercayaan dan perlindungan diantara para pihak. Kebutuhan Auditor dan atau ahli independen untuk membantu penilaian, pengawasan dan penelitian jalannya perusahaan Joint Venture Company didasari atas kebutuhan para pihak yang harus diperjanjikan sebelumnya.

11) Pasal Pembukuan dan pembagian keuntungaan (Dividends)

Page 12 of 38

Syarat dasar yang berlaku universal dalam menjalankan sebuah usaha adalah adanya pembukuan yang jelas, pembukuan harus dilakukan berdasarkan atas standar legal dan dikerjakan secara profesional, dengan prinsip-prinsip akuntansi yang benar (good accounting practice and international accounting standards). Dalam pembukuan joint venture company, penting untuk mendefinisikan ketentuan tahun mengenai tahun fiscal atau financial untuk tujuan akuntansi. Auditan keuangan menjadi dasar bagi perusahaan untuk menyatakan bahwa perusahaan berhasil mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Jika perusahaan mendapatkan keuntungan atas usahanya, maka dikeluarkan pembangian deviden bagi para pemegang saham. Pembayaran keuntungan bagi pemegang saham biasanya diatur dalam keputusan rapat pemegang saham. Para pihak dalam perjanjian, memiliki keleluasaan atau akses terhadap pembukuan perusahaan dan berhak untuk mendapatkan laporan berkala atas posisi dan keadaan finansial perusahaan. Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur mengenai pembagian pembukuan dan keuntungan: ARTICLE 13 FINANCIAL AFFAIRS The fiscal year of the Company shall start from April 1st and close on March 31st. The first fiscal year shall start from the date of the Establishment Date. All accounts and statements shall be written both in English and Bahasa, both of which versions shall be equally authentic. The Company shall handle its accounting affairs in compliance with applicable laws and regulations of the Indonesia. To the maximum extent permitted by such laws and regulations, the Company shall adopt generally accepted international accounting principles. The Company shall open both Rupiah and foreign currency accounts with one (1) or more banks legal established in the Indonesia. The Company shall adopt accrual basis of accounting and the debit and credit methods for bookkeeping, and shall adopt the Rupiah as its accountkeeping unit. The conversion between Rupiah and other currencies shall be in accordance with the exchange rate on the day of conversion published by the Bank of Indonesia. After closing date of each fiscal year, the General Manager shall supervise the preparation of the previous year's balance sheet, profit and loss statement, cash flows statement and profit distribution and loss treatment statements. After they have been examined and signed by an auditor set forth in Article 13.8, no later than thirty (30) days after the end of each fiscal year, these statements shall be submitted to the Board of Directors for examination and approval, and to each Party. Such audited financial statements furnished to Party B shall be accompanied with an English translation. All matters concerning foreign exchange shall be handled according to the Regulations for Exchange Control of the Indonesia and other relevant

13.1

13.2

13.3 13.4

13.5

13.6

Page 13 of 38

laws and regulations of the Indonesia. 13.7 Each Party shall have the right to access to all accounting books and records of the Company at its own expenses to examine the accounts of the Company, provided that such Party shall give the Company a seven (7) day period written notice. The Company shall keep all of such books and records at its headquarters during the term of its corporate existence. 13.8 The accounts of the Company shall be audited at least annually by an auditor (hereinafter referred to as the "Auditor") who shall be an internationally recognized accounting firm registered in the Indonesia and shall be appointed by the Board of Directors upon nomination by both Parties, at the expense of the Company. 13.9 Each Party may, at its own expense and at any time, appoint an accountant for its own audit (hereinafter referred to as the "Accountant"), who may be either an accountant registered abroad or registered in the Indonesia. Auditing results by the Accountant shall not be deemed as an official report issued by the Company, provided, however, that the Company shall fully cooperate with the Accountant in its auditing and provided, Further, that the auditing results by the Accountant shall be properly reflected to the Company, to the extent permitted by applicable laws and regulations of the Indonesia. 13.10 Complete access to the accounting books and records shall be given by the Company to the Auditor and the Accountant, and the Company and the Party who appoints the Accountant shall cause the Auditor and the Accountant, respectively, to maintain the confidentiality of the Company's financial information and carry out its audit without prejudice to regular operation of the Company. Any auditing conducted pursuant to Articles 13.7 and 13.9 shall be made during the normal business hours of the Company. 13.11 The Company shall furnish each Party with monthly financial statements including without limitation balance sheet, profit and loss statement and cash flows statement, as well as monthly sales and operating report and other reasonable reporting documents, within thirty (30) days after the end of each month. All of such information furnished to Party B shall be accompanied with an English translation. Notwithstanding the foregoing, in the term until March, 2007, the Company shall furnish each Party with such financial statements within thirty (30) days after the end of each fiscal quarter. 13.12 Except the contributions to the Registered Capital set forth in Article 6.2, all financial requirements for operation of the business activities of the Company shall be provided internally, provided that, if sufficient funds are not available internally, the Company shall raise the necessary funds by borrowing from sources on its own loan capacity within the limit of annual loan budget approved by the Board of Directors pursuant to Article 8.4. Parties acknowledge that under no circumstances shall Party B have any obligation to provide any guarantee in connection with any debt of the Company. 7
7

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 14 of 38

ARTICLE 14 PROFIT DISTRIBUTION 14.1 If at the end of each fiscal year the Company makes a profit, then after deduction of income tax payable and after allocation of (i) the Reserve Fund and (ii) Bonus and Welfare Fund for Staff and Workers in accordance with the Foreign-Capital Enterprises Law (UUPT), the net profit shall be distributed to Parties in proportion to their respective ratio to the contributions to the Registered Capital actually paid at that time, as decided by the Board of Directors. The proportion of such allocation of the Reserve Fund and Bonus and Welfare Fund for Staff and Workers shall be decided by the Board of Directors subject to applicable laws and regulations of the Indonesia. The above distribution shall be made in the same currency as the payments by Parties of contributions to the Registered Capital, within thirty (30) days after the resolution of the Board of Directors. Party A shall assist the Company in remitting such profit to Party B. 14.2 Notwithstanding the provision of Article 14.1, in no event the Company may distribute the profit in any fiscal year unless the losses of the previous year(s) that has not been made up, if any, has been offset. Losses incurred by the Company in any fiscal year may be carried over to the next fiscal year. Should the income in the such next year be insufficient to make up the said losses, the balance may be made up with further deductions against income year by year over a period not exceeding three (3) years. 14.3 The plan for profit distribution or retention shall be decided by the Board of Directors within two (2) months after the end of each fiscal year. 8
12) Kepemimpinan (Leadership)

Dalam sebuah perusahaan joint venture internasional, salah satu pihak dapat diminta untuk menjadi sponsor dan pemimpin untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, biasanya orang yang ditunjuk tersebut adalah orang yang akan di nominasikan menjadi direktur utama. Namun dalam beberapa keadaan, orang yang akan menjadi sponsor atau pemimpin dapat juga dinominasikan menjadi Chief Excecutive perusahaan seperti General Manager, Deputy Leader yang disetujui bersama-sama.

13) Bantuan teknis dan administrasi untuk Joint Venture Company

(Technical and administrative)

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 15 of 38

Pasal bantuan teknis dan administrative merupakan sebuah legal frame work bagi salah satu pihak untuk melakukan kewajiban kepada perusahaan joint venture. Pada tahap-tahap awal pendirian sebuah perusahaan, dibutuhkan beberapa bantuan teknis manajemen, baik bersifat administratif, teknis, bantuan peralatan dan sebagainya. Pihak yang memberikan bantuan teknis tersebut, dapat memasukan bantuan yang diberikan sebagai kontribusi modal perusahan yang diperhitungkan dalam kepemilikan saham (jika diperjanjikan). Bantuan teknis dan admistrasi tersebut seperti: manajemen kantor dan fasiltas, penyedian bahan baku dan material produksi, teknis pemasaran dan distribusi produk, penyediaan bantuan teknis peralatan teknologi komputerisasi dan Information Technology (IT), penyewaan atau lisensi yang tidak termasuk bagian yang diperjanjikan sebagai kontribusi wajib salah satu pihak sebelumnya. Di dalam banyak kasus, bantuan teknis dan administratif ini, dibuat dalam perjanjian tersendiri dan terpisah dari perjanjian utama (joint venture agreement). Penambahan bantuan teknis dan pelayanan tersebut akan dibebankan pembayarannya kepada joint venture company, dan penting bahwa pembayaran oleh joint venture company harus melalui mekanisme yang jelas dan disetujui oleh direksi.

14) Hak Milik Kekayaan Intelektual (HAKI)

Pasal yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti know-how, paten, merek dan hak kekayaan intelektual lainnya, adalah bagian yang penting bagi sebuah perusahaan joint venture, terutama yang menyangkut:
1) Hak-hak komersial dari kekayaan intelektual tersebut dapat digunakan

secara bebas oleh joint venture company atau melalui perhitungan tersendiri.
2) Apakah salah satu pihak mengizinkan penggunaan Hak Kekayaan

Intelektualnya untuk kepentingan joint venture company secara bebas, dan merupakan bagian dari kontribusi yang diberikan kepada joint venture company. Apakah hal tersebut tidak menyebabkan munculnya persaingan antara pihak pemilik dengan joint venture company, apakah tidak berbenturan dengan ketentuan tidak boleh bersaing yang biasanya diatur dalam pasal tersendiri.
3) Apakah hak kekayaan intelektual yang digunakan dan dikembangkan

oleh joint venture company sepanjang aktivitas bisnisnya dapat juga digunakan oleh para pihak dalam aktivitas bisnis mereka sendiri. Biasanya pasal ini mengatur hak ekslusivitas joint venture company untuk menggunakan hak kekayaan intelektual secara penuh, para pihak tidak diperbolehkan untuk menggunakannya, kecuali dengan persetujuan khusus dari para pihak.

Page 16 of 38

4) Apakah setelah pemberhentian dan atau keluar dari joint venture

company salah satu pihak boleh mempergunakan hak kekayaan intelektual tersebut. Jika diperbolehkan biasanya diatur dalam pasal tersendiri. Jika joint venture company menggunakan merek dagang atau nama dagang salah satu pihak, maka biasanya akan dibuat perjanjian merek atau nama dagang (trademark licence agreement) tersendiri, landasan yang digunakan dalam perjanjian tersebut adalah Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

15) Pengalihan Saham (Transfer of Share)

Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun, penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuanketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati. Pengalihan saham secara langsung akan mengakibatkan berubahnya komposisi kepemilikan saham, jika saham dialihkan kepada pihak yang sudah memiliki saham di dalam perusahaan (internal transfer), maka ketentuan yang sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih tergantung dari jumlah saham yang di alihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi dan menyebabkan penggantian kontrol perusahaan, maka akan merubah perjanjian sebelumnya. Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar perusahaan (external transfer), maka hal tersebut menyebabkan masuknya investor baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor baru atau pemegang saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua joint venture agreement mengandung ketentuan yang membatasi pengalihan saham. Pendekatan yang dapat diambil dalam pembatasan pengalihan saham diantaranya: 1) Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa persetujuan para pihak. 2) Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam periode tertentu, misalnya selama 3 tahun pertama.
3) Pengalihan saham kepada pihak lain diperbolehkan dangan persyaratan

bahwa pemegang saham baru menyetujui ketentuan-ketentuan bisnis joint venture company yang telah ditetapkan sebelumnya.
4) Dalam banyak ketentuan joint venture company yang terdiri banyak

pihak, para pihak diberikan hak untuk dapat membeli kembali sahamsaham yang ada terutama saham yang akan dialihkan, sebelum dijual kepada pihak lain, saham tersebut harus ditawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu dengan harga yang telah ditetapkan dan disetujui.
Page 17 of 38

16)

Masuknya pihak baru/Investor baru

Joint venture harus merupakan perjanjian yang fleksible dan secara normal mengizinkan pihak yang baru untuk bergabung dalam usaha bersama. Masuknya investor baru salah satunya adalah peralihan kepemilikan saham melalui transaksi penjualan saham kepada pihak lain diluar perusahaan atau melalui penerbitan saham baru untuk perkembangan modal dan perluasan usaha. Masuknya pihak yang baru sebagai investor, secara sederhana harus mendapatkan persetujuan para pihak.

17) Pelanggaran perjanjian, perubahan kontrol, keadaan memaksa (force

majeure) dan ketidak mampuan membayar hutang (insolvency). Ada kemungkinan, sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi yang akhirnya menyebabkan salah satu pihak keluar dari joint venture, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti itu, tetapi perlu untuk mengantisipasi jika permasalahan tersebut terjadi, beberapa penyebabnya antara lain adalah Pelanggaran perjanjian, perubahan kendali, keadaan memaksa, dan ketidak mampuan membayar hutang.
1) Pelanggaran Perjanjian, dalam perjanjian materil yang dilanggar salah

satu pihak, maka diperlukan prosedur pemeriksaan untuk mengetahuinya secara benar dan memberikan kesempatan kepada pihak yang melanggar untuk mengklarifikasinya. Pihak yang melanggar dapat diberikan kesempatan untuk memenuhi kewajibanya dalam jangka waktu tertentu yang layak, dan dapat menyelesaikannya. Konsekwensinya jika dalam waktu yang telah diberikan tetap tidak dapat memenuhi kewajibanya, maka perjanjian dapat diakhiri. Pengakhiran perjanjian diikuti dengan konsekwensi penggantian ganti rugi kepada perusahaan.
2)

Perubahan kendali, situasi kedua yang penting adalah jika adanya perubahaan kontrol atau kendali terhadap perusahaan joint venture oleh pihak tertentu (sebagai akibat dari pengalihan saham dan kepemilikan saham), kententuan ini biasanya akan diatur dalam pasal-pasal khusus. Force majeure/insolvency, situasi lain ketika salah satu pihak dikeluarkan dari joint venture jika ia mengalami kebankrutan atau ketidak mampuan membayar hutang kepada perusahaan joint venture dalam keadaan diluar kemampuannya (keadaan memaksa).

3)

Semua aspek diatas kemungkinan besar memang dapat terjadi, untuk itu penetapan prosedur penyelesaianya harus melewati beberapa tahap sebelum menggambil keputusan. Tahap-tahap tersebut dapat berupa diskusi dan negosiasi antara para pihak untuk menemukan penyelesaian masalah.

Page 18 of 38

18) Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian (withdrawal)

Salah satu pihak pada suatu saat memiliki keinginan untuk menarik diri dari joint venture company. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam sebuah joint venture agreement, pengaturan tersebut dapat saja mengikuti model sebagai berikut:
1) Para pihak bersepakat untuk tidak menarik diri dalam jangka waktu

tertentu dari joint venture company. Periode ini harus sama dengan jangka waktu yang diatur dalam pasal yang mengatur sebelumnya yang berkaitan dengan pengalihan saham, pengalihan saham harus diberitahukan paling tidak tiga bulan sebelum berakhirnya tahun fiskal.
2) Dewan direktur atau perwakilan dari para pihak harus mendiskusikan

keadaan tersebut dengan itikad baik dan mempertimbangkan kemungkinan cara-cara lainnya untuk dapat menyetujui situasi tersebut (jika penarikan diri salah satu pihak tersebut akan mengakibatkan kerugian besar bagi joint venture company, maka keputusan tersebut dapat saja dibatalkan atau ditunda).
3) Tidak adanya penarikan diri atau terminasi dalam joint venture tanpa

suara yang bulat dari para pihak, dan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya.

19)

Kematian salah satu pihak

Pasal ini hanya berlaku jika salah satu pihak sebagai individu meninggal dunia. Saham yang dimiliki dapat diwarisi oleh ahli warisnya, namun pewarisan itu harus disetujui oleh para pihak sebelumnya, jika tidak perbolehkan, maka perlu diatur mengenai pengembalian harga saham yang dimiliki pihak yang meninggal kepada ahli warisnya.

20)

Berakhirnya Joint Venture (Termination)

Masuk akal untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tidak tercapainya tujuan pendirian usaha bersama (joint venture), kemudian mengakhirinya. Terminasi perjanjian dapat disebabkan adanya pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak, adanya keadaan memaksa, ketidak mampuan membayar hutang, perubahan pengendalian perusahaan dan atau akibat-akibat lainnya. Sangat mudah bagi para pihak untuk menyetujui bahwa tujuan dari pendirian perusahaan bersama telah tercapai atau tidak mungkin dapat tercapai, dan salah satunya dapat menyebabkan perusahaan bersama tersebut ditutup. Jika kemungkinan itu terjadi, perlu ditegaskan proses yang harus dilewati untuk

Page 19 of 38

mengakhiri kerjasama tersebut. Beberapa pedoman yang dapat diterapkan antara lain adalah:
1) Tahap mempersiapkan langkah-langkah penghentian joint venture

company dengan mendistribusikan atau menjual aset yang dimiliki. 2) Pihak yang memberikan kontribusi khusus dalam pendirian perusahaan (memberikan aset tertentu) harus dipertimbangkan bentuk pengembalian asetnya dalam sebuah nilai pasar yang jelas.
3) Biasanya, dalam pengakhiran kerjasama, setiap pihak bebas membawah

atau memakai metode bisnis yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh joint venture company. 4) Untuk kekayaan intelektual yang dimiliki perusahaan bersama harus ditentukan secara jelas apakah para pihak berhak menggunakannya atau tidak, hal ini untuk menghindari konflik yang dapat timbul antara para pihak.

21)

Kerahasian (confidentiality)

Sangat penting bagi setiap pihak dalam joint venture untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap kerahasian informasi aktivitas joint venture company yang didirikan. Kewajiban menjaga rahasia penting perusahaan tidak terbatas sampai waktu tertentu saja, bahkan setelah kerjasama berakhir kerahasian tetap harus dijaga oleh para pihak. Akan tetapi, sesuatu yang menjadi hak publik perlu dilakukan keterbukaan, dan hal tersebut biasanya berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ada. Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur kerahasian: ARTICLE 21 CONFIDENTIALITY Each Party agrees and undertakes that any and all information received by such Party or the JV Company in connection with this Agreement which is derived from the other Party (however acquired and in whatever form) shall be treated by it as confidential and it shall not disclose all or any part of it to any third party (other than to the JV Company) or otherwise seek to exploit all or any part of it without the prior written consent of the JV Company and the Party concerned, provided that this provision shall not apply to information which at any time comes into the public domain through no fault of such Party or is required to be furnished to any government or public authority pursuant to any law or judicial order applicable to any Party or shareholder thereof or the JV Company. Each Party agrees to make all reasonable efforts and to take all reasonable precautions to prevent any of its employees or personnel, or any other persons whatsoever, from obtaining or making any unauthorised use of, or effecting, any disclosure of any such information.
Page 20 of 38

21.1.

21.2.

21.3.

21.4.

21.5.

Each Party agrees that the JV Company shall treat all such information as confidential and shall not disclose all or any part of it to any third party or otherwise seek to exploit all or any part of it without the prior written consent of the Party from which it is derived, and that the JV Company shall make all reasonable efforts and take all reasonable precautions, to prevent any of its directors, employees or personnel, or any other persons whatsoever from obtaining or making any unauthorised use of or effecting any disclosure of any such information. The Parties must not and must use reasonable endeavours to ensure that their directors, officers agents and employees do not, divulge or communicate to any person for any purpose any confidential information relating to the other Party or the JV Company which the Parties have received or obtained as a result of negotiating or entering into this Agreement. This restriction continues to apply even after the expiration or termination of this Agreement. The Parties must advise and consult each other on the issue of any public report, statement or release pertaining to this Agreement, the JV Company or any matters relating thereto. 9 Itikad baik, konsultasi, non kompetitif dan mempromosikan tujuan perusahaan joint venture. kewajiban

22)

Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah Joint Venture Agreement, yaitu Itikad baik, mengedepankan kepercayaan, keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan. Prinsip-prinsip ini mencakup:
1) Setiap pihak memiliki kewajiban untuk memberikan kemampuan

terbaik dalam pembentukan joint venture company dan didasari oleh itikad baik yang menjadi semangat dalam perjanjian;
2) Bahwa setiap pengambilan keputusan dan persetujuan, diambil untuk

kepentingan terbaik bagi joint venture company;


3) Para pihak memastikan keterwakilan dan hadir dalam setiap pertemuan

(aktif) dan ketidak hadiran bukan penyebab tidak bisa diambilnya sebuah keputusan untuk kepentingan joint venture company;
4) Para pihak tidak akan melakukan pemugutan suara jika adanya

penolakan atau pertentangan antara Joint venture company dengan salah satu pihak, sehingga keputusan yang diambil menggambarkan proses yang adil;
5) Setiap kontrak antara joint venture company dengan salah satu pihak

harus dibuat secara jelas dan mendasar;

Article Joint Venture Angreement Antara NC dan PT. MPM.

Page 21 of 38

6) Para pihak tidak akan melakukan kegiatan usaha yang bersaing dengan

perusahaan joint venture dalam bisnis yang sama. Di dalam joint venture agreement, perlu dirinci secara tegas batasan mengenai aktivitas persaingan yang tidak diperbolehkan antara para pihak dengan joint venture company (competing). Dalam pasal tertentu dapat dinyatakan secara tegas non-competition bagi para pihak yang mengudurkan diri atau keluar untuk waktu tertentu, misalnya dalam masa 2 tahun setelah keluar tidak boleh melakukan usaha sejenis dalam wilayah tertentu yang telah ditetapkan.

23)

Evaluasi dan perubahan (ammademen)

Perubahan situasi dan keadaan memungkin perjanjian yang dibuat untuk dilakukan evaluasi, landasan utama dalam pasal yang mengatur tentang evaluasi adalah itikad baik dari para pihak. Apabila dalam sebuah evaluasi yang dilakukan, terdapat kententuan perjanjian yang perlu dirubah untuk kepentingan bersama, maka perubahan yang akan diputuskan tersebut diambil dengan cara-cara yang telah disetujui dan disepakati. Perubahan yang diambil hanya dilakukan untuk tujuan yang lebih baik bagi perkembangan perusahaan.

24)

Force Majeure

Pasal force majeure adalah klausa yang selalu digunakan dalam kontrak internasional. Dalam pasal force majeure mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan menyebabkan ketentuan dalam perjanjian tidak dapat laksanakan oleh salah satu pihak. Penyebabnya adalah keadaan memaksa diluar kemampuannya. Seperti bencana alam, perperangan, kebijakan pemerintah dan lain-lain yang dipertegaskan secara rinci dalam perjanjian.

25)

Keadaan-keadaan tertentu (Partial invalidity)

Merupakan ketetapan standar dalam perjanjian untuk memperjelas jika dalam perjanjian ditemukan ketetapan yang tidak sah, hal itu tidak akan membawa efek bagi keseluruhan perjanjian, atau tidak terpenuhinya kewajiban tertentu, bukan berarti tidak berlakunya semua ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian.

26)

Pemberitahuan (notices)

Page 22 of 38

Merupakan ketentuan standar dalam pelayanan formal, tetapi menjadi penting bagi para pihak untuk selalu memperhatikannya. Seperti ketentuan pemanggilan rapat pemengang saham diumumkan melalui surat kabar.

27)

Amendemen

Amademen terhadap perjanjian hanya efektif jika ditanda tangani oleh para pihak, dan melalui proses-proses yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan. No Assignment Pasal ini membuat jelas bahwa hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tidak bisa di alihkan begitu saja kepada pihak lain. Peralihan akan memberikan pengaruh kepada hak dan kewajiban di dalam Joint venture company.
28) 29)

Pilihan Hukum (applicable law)

Ini merupakan ketentuan yang harus benar-benar dipertimbangkan secara mendalam dan spesifik mengenai pilihan hukum dalam perjanjian. Biasanya pilihan hukum diambil dari pertimbangan dimana nantinya perusahaan joint venture akan didirikan dan melakukan operasinya. Para pihak mungkin akan setuju dengan pilihan hukum lain yang dirasakan sudah dipahami dan dikenal (familiar). Menurut Prof. Erman Radjagukguk, pilihan hukum ini hanya dapat dibatasi oleh ketentuan-ketentuan memaksa yang terdapat dalam hukum nasional mengenai perjanjian tertentu, misalnya ketentuan pasal 2 Algemene Bepalingen yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang menyangkut pekerjaan yang dilakukan di Indonesia harus berdasarkan hukum Indonesia.10

30)

Penyeseleaian sengketa (resolustion of disputes)

Para pihak perlu menentukan dan memperkenal cara-cara yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu untuk dicari jalan keluarnya (problem solving), termasuk pada saat tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rapat-rapat Dewan Direksi. Pasal penyelesaian sengketa ini, setidaknya harus mempersiapkan hal-hal berikut:
1) Suatu kewajiban bagi para pihak dalam joint venture company untuk

mencari dan memecahkan masalah dengan mengerahkan orang-orang terbaik, paling senior dan berpengalaman di perusahaan mereka, serta berwenang mengambil keputusan.
Erman Radjagukguk, Hukum Investasi di Indonesia, Pokok Bahasan, (Jakarta: FHUI, 2006), hal 146.
10

Page 23 of 38

2) Salah satu pihak dapat meminta penyelesaian sengketa diajukan melalui mediasi, atau bentuk lain dari Alternative Dispute Resolustion (ADR), tetapi bukan merupakan suatu kewajiban bagi para pihak untuk terlibat dalam prosedur ADR kecuali memang telah disepakati.
3) Penyelesaian melalui pengadilan umum atau pengadilan arbitrase yang

telah disetujui terlebih dahulu di dalam joint venture agreement, penyelesaian sengketa yang diambil pada jalur pengadilan ini bersifat final dan mengikat. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase selalu menjadi pilihan utama dalam Joint Venture Agreement internasional. Proses yang dilalui saat penyelesaian masalah bersifat sangat private, lebih fleksible dibandingan badan peradilan lainya. Jika para pihak berasal dari negara yang menandatangai konvensi New York tahun 1958 dapat mengajukan proses sengketa melalui arbitrase internasional. Sebagai penerapan prinsip kebebasan berkontrak, para pihak memiliki kebebasan dalam menentukan dan memilih forum penyelesaian sengketa. Jika badan arbitrase telah dipilih, maka ketentuan dalam perjanjian harus dinyatakan secara tegas di peradilan arbitrase mana yang akan dipilih. Ada banyak pilihan yang dapat menjadi alternatif, seperti UNCITRAL, International Chamber of Commerces (ICC), Formely London Court of International Arbitration (LCIA), Hongkong International Arbitration Center, Singapore International Arbitration Centre, Vienna Arbitration Centre, Netherland Arbitration Institute, Arbitration Institute of the Stockhlom Chamber of Commerce, atau lembaga arbitrase internasional lainnya. Pada saat perjanjian antara para pihak dibuat, penting sekali untuk menentukan hal-hal yang berkaitan dengan:
1) Pilihan hukum (choice of law), para pihak menentukan sendiri dalam

kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interprestasi kontrak tersebut.
2) Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan

sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak.
3) Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini para pihak

melakukan penunjukan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut. 11 Ketika para pihak melakukan pilihan hukum, pilihan forum dan pilihan domisili, maka pilihan tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek untung dan ruginya secara matang. Jika para pihak tidak memilih pilihan hukum, forum dan domisili maka akan menimbulkan persoalan yuridis yang serius.

11

Munir Fuady, Op. cit., hal. 137.

Page 24 of 38

Apabila terjadi perselisihan atau sengketa diantara para pihak tersebut, akan menyebabkan terjadinya benturan kepentingan dan benturan kekuasaan hukum. Pemilihan tempat arbitrase sangat penting, karena berkaitan dengan penerapan prosedur dan aturan lembaga arbitrase yang dipilih. Pihak internasional lebih memilih tempat arbitrase yang dirasakan lebih netral. Jarang sekali pihak asing mau memilih Badan Arbitrase Nasonal Indonesia (BANI) untuk menyelesaikan sengketa. Hal tersebut berangkat dari kekhawatiran tidak adanya netralitas dalam proses penggambilan putusan.

31)

Penandatangan dan pengesahan Perjanjian

Setelah tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai pasal-pasal dan ketentuan yang tuangkan dalam perjanjian, maka kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh para pihak dan dibuat dalam beberapa rangkap, baik untuk kepentingan para pihak yang menandatangani maupun pihak ketiga yang terkait, seperti BKPM, Departemen Hukum dan Ham dan atau departemen terkait lainya.

II. Lahirnya Joint Venture Company Dalam Bentuk Perseroan Terbatas Joint Venture Agreement antara investor asing dengan nasional bertujuan untuk membentuk perusahaan joint venture dan menjalankan kegiatan ekonominya sebagai sebuah badan hukum. Badan hukum yang ditetapkan oleh UUPM untuk perusahaan joint venture bermodalkan asing adalah perseroan terbatas (PT) , yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

1. Pembuatan Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan para pendiri dan pemilik sahamnya atau dari perusahaan induknya. Joint venture agreement yang telah disepakati kemudian menjadi akta perjanjian sebagai syarat dalam mengajukan izin kepada BKPM dan bagi pembuatan Badan Hukum Perseroan Terbatas. Bab II Pasal 7 ayat 1 Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas, menjelaskan bahwa:

Perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 12
Indonesia, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756, Pasal 7 ayat 1.
12

Page 25 of 38

Tidak semua ketentuan-ketentuan yang disepakati dalam joint venture agreement dapat dimasukan ke dalam akta pendirian perusahaan. Akta pendirian perusahaan yang dibuat oleh notaris biasanya memiliki standar format yang sudah ditetapkan, penetapan standar tersebut bertujuan untuk mempermudah proses klarifikasi kelengkapan dokumen yang akan diajukan kepada Departemen Hukum dan HAM.13 Para pihak tidak secara bebas dapat menentukan anggaran dasar, biasanya pada saat pembuatan joint venture agreement para pihak juga membuat draft untuk anggaran dasar perseroan, sehingga ketentuan yang ada dalam anggaran dasar tidak berbeda jauh dengan joint venture agreement. Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan pendirian perseroan, keterangan lain tersebut sekurang-kurangnya memuat: a) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perserorangan, atau nama, tempat kedudukan, dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendirian perseroan; b) Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan, anggota direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; c) Nama pemengang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. d) Dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. 14 Selain ketentuan yang dimaksud di dalam pasal 8 UUPT, anggaran dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan undang-undang Perseroan Terbatas. Secara jelas UUPT menegaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penerimaan bunga tetap atas saham; dan ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain, tidak boleh dimuat dalam anggaran dasar.15 2. Pengesahan Badan Hukum Akta pendirian dan anggaran dasar yang telah dibuat oleh pejabat notaris, kemudian harus memperoleh Keputusan Menteri untuk disahkan sebagai Badan Hukum Perseroan. Ketentuan ini dijelaskan dalam Pasal 9 UUPT sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh keputusan menteri mengenai pengesahaan badan

hukum Perseroan sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 7 ayat 4, pendiri bersama-sama mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada

13 14

Rudhi Prasetya, Op. cit., hal 167. Indonesia, Op. cit., pasal 8. 15 Indonesia, Op. cit., pasal 15 ayat 3 dan 4.

Page 26 of 38

menteri dengan mengisi format isian yang memuat sekurangkurangnya: a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Jangka waktu pendirian perseroan; c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; d. Jumlah modal dasar, modal ditempat dan modal disetor; e. Alamat lengkap perseroan 2) Pengisian format sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 harus didahului dengan pengajuan nama perseroan; 3) Dalam hal pediri tidak mengajukan sendiri permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan pemakaian nama perseroan diatur dengan peraturan pemerintah. 16 Pengajuan untuk mendapatkan pengesahaan dari menteri paling lambat diajukan 60 (enam puluh) hari, terhitung sejak tanggal akta pendirian di tandatangani para pendiri. Pengajuan tersebut harus dilengkapi dengan dokumendokumen pendukung. Menteri atas dasar pertimbangan kelengkapan dokumen permohonan yang disampaikan melalui fasilitas elektronik, akan memberikan jawaban tidak keberatan melalui fasilitas elektronik, begitu juga jika berkeberatan.17 Setelah pendiri menerima pemberitahuan tidak keberatan dari menteri, maka selambat-lambatnya selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pernyataan tidak keberatan, para pemohon harus wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri oleh dokumen pendukung. Setelah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahaan badan hukum perseroan yang ditandatangani secara elektronik.18 Sistem pendirian dan pengesahaan anggaran dasar Perseroan Terbatas (PT) secara online melalui Sistem Administrasi Badan Hukum (SISMINBAKUM), adalah merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat yang diupayakan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Fasilitas pelayanan tersebut mencakupi:19 a. Pengesahan Badan Hukum Perseroan Terbatas; b. Permohonan Persetujuan dan Penerimaan Pemberitahuan Perubahaan Anggaran Dasar Perseroan; c. Penyampaian pelaporan akta perubahan anggaran dasar Perseroan Terbatas; dan d. Pemberian informasi lainya melalui elektronik. 3. Daftar Perseroan dan Pengumuman Setelah pemohon memperoleh pengesahan badan hukum perseroan oleh menteri, maka perseroan dimasukan dalam daftar perseroan pada tanggal yang
Indonesia, Op. cit., pasal 9. Indonesia, Op. cit., pasal 10 ayat 3 dan 4. 18 Indonesia, Op. cit., pasal 10 ayat 6 19 Departemen Hukum dan HAM, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.HT.01.01 Tahun 2008, Tentang Daftar Perseroan, pasal 1 angka 2
17 16

Page 27 of 38

bersamaan dengan tanggal Keputusan menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan,20 persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan. Kemudian menteri melakukan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, isi pengumaman tersebut meliputi: a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimasud dalam pasal 7 ayat 4 UUPT; b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21 ayat 1; c. Akta perubahaan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh menteri. Pengumuman tersebut dilakukan oleh menteri paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitnya keputusan menteri berkaitan dengan status badan hukum yang telah disahkan. Ketentuan yang terdapat dalam pasal 29 UUPT yang baru jelas berbeda dengan ketentuan pasal 21 ayat 1 UUPT yang lama. Pendaftaran Perseroan menurut UUPT lama mengacu pada Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan Nomor 3 Tahun 1982 (UUWDP), perbedaan tersebut terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaran. Perbedaan mendasar dalam ketentuan UUPT yang baru dengan UUPT No. 1 Tahun 1995, mengandung unsur kontradiktif normatif yang menimbulkan 2 masalah, yaitu pertama, ketidak jelasan hukum khususnya bagi para pelaku usaha dan notaris yang melakukan pendaftaran perusahaan, apakah dilakukan di departemen Hukum dan HAM atau Departemen Perindustrian.21 Kedua, terdapatnya pengaturan yang tidak sama, dalam Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan (UUWDP) diatur sanksi dengan ancaman melakukan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran jika tidak mengikuti ketentuan UUWDP, sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3 UUPT baru, maka akan menimbulkan pertanyaan, apakah pendaftaran menurut UUWDP masih perlu dilakukan.22 Apapun kontradiktif normatif ketentuan yang ada, sebuah badan hukum perseroan dinyatakan lahir setelah mendapatkan pengesahan badan hukum dan diumumkannya Perseroan Terbatas dalam Lembar Negara Republik Indonesia. III. Kedudukan Joint Venture Agreement dan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (PT) Joint Venture Company

1) Kedudukan Joint Venture Agreement Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, ketentuan tersebut sebagaimana yang dinyatakan
Indonesia, Op. cit., pasal 29 ayat 3 (a) Ita Kurniasih,Implikasi Perubahan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Terhadap Undang-undang No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, Jurnal Hukum dan Pasar Modal, Vol. III. Edisi 4 Tahun 2008, hal. 5. 22 Ibid.
21 20

Page 28 of 38

dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, disamping itu kententuan tersebut mengisyaratkan bahwa suatu perjanjian memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang berjanji (Pacta Sun Servanda) dan menjadi hak serta kewajiban antara para pihak yang menyetujuinya. Tidak semua ketentuan yang ada dalam Joint Venture Agreement dapat dijabarkan dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Hanya kesepakatankesepakatan tertentu, namun ketentuan yang harus ada dalam anggaran dasar, diantaranya:
a) Pasal Maksud dan tujuan (Object of The Joint Venture) dari perjanjian joint

venture, pasal ini biasanya langsung diadopsi dalam pembuatan anggaran dasar perseroan terbatas, dimana dalam anggaran dasar perseroan harus menetapkan tujuan didirikannya perseroan terbatas.23 Para pihak harus sudah sangat mengerti dan memahami hak dan kewajiban yang telah ditentukan berkaitan dengan tujuan joint venture agreement.
b) Pasal Mengatur Pendirian, Permodalan dan kedudukan Joint Venture

Company, dalam pasal ini beberapa ketentuan dapat dimasukan kedalam anggaran dasar perseroan terbatas, dan menjadi kesepakatan para pihak yang telah tercapai sebelum anggaran dasar dibuat, yaitu mengenai jumlah modal dan penyertaan saham masing-masing pihak. Nama yang akan digunakan menjadi nama Persroan Terbatas, tempat alamat perusahaan joint venture yang dipilih menjadi tempat domisili.
c)

Pengalihan Saham (transfer of share), UUPT mengatur hal yang sama dalam pengalihan saham serta melakukan beberapa pembatasan, seperti yang telah diatur dalam Bab III Modal dan Saham. Ketentuan tersebut antara lain mengenai kepemilikan saham, penyetoran saham, pengalihan dan pembelian saham, klasifikasi jenis saham, hak suara pemegang saham.24 merupakan mekanisme pengambilan keputusan yang diperjanjikan dalam joint venture agreement dan disepakati oleh para pihak, biasanya mengatur cara pelaksanaanya, tempat, pemanggilan dan waktu. Ketentuan pelaksanaannya harus diatur dan tercantum dalam anggaran dasar. UUPT mengatur ketentuan rapat umum pemegang saham dalam Bab VI pasal 75 sampai dengan pasal 91. Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undangundang ini dan atau anggaran dasar. 25

d) Rapat Pemegang Saham (Shareholders Meeting), rapat pemegang saham

e) Pasal Dewan Komisaris dan Direksi, dalam Joint Venture Agreement, para

pihak memperjanjikan komposisi serta jumlah Dewan Komisaris dan Direksi.


Lihat pasal 15 ayat 1 hurup b Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 24 Lihat Bab III Tentang Modal dan Saham, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan Terbatas. 25 Lihat pasal pasal 1 ayat 4 dan pasal 75 ayat 1, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Perseroan Terbatas.
23

Page 29 of 38

Kewenangan menentukan komposisi dan jumlah Dewan Komisaris dan Direksi biasanya ditentukan oleh besar kecilnya saham yang dimiliki para pihak. Semakin besar saham yang miliki maka makin kuat daya tawar untuk menentukan penempatan orang-orang yang akan menduduki jambatan penting dalam perusahaan. Klausa yang mengatur Dewan Komisaris dan Direksi dalam Joint Venture Agreement, biasanya diadopsi dan dimasukan dalam anggaran dasar perusahaan yang akan didirikan. Hal-hal penting biasanya diatur dalam Joint Venture Agreement maupun dicantumkan dalam anggaran dasar diantaranya mengenai mekanisme pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian, serta tugas dan fungsi dari Dewan Komisaris dan Direksi.
f)

Pembagian deviden dan rugi (distribution of profit and losses), pembagian deviden dan resiko kerugian yang diperjanjikan dalam joint venture agreement biasanya didasari atas presentase kepemilikan saham. Pembagian deviden ini dipersyaratkan oleh pasal 15 ayat (1) huruf i UUPT yang menyatakan bahwa dalam anggaran dasar sekurang-kurangnya memuat cara penggunaan laba dan pembagian deviden.26 Pembagian dan deviden dan hak suara tidak hanya atas dasar presentase kepemilikan saham, tetapi juga tergantung kepada jenis saham yang miliki, undang-undang memberikan keleluasaan bagi para pihak untuk menentukan dan mengaturnya secara jelas dalam anggaran dasar. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UUPT ayat 1 sampai 4. venture agreement, jangka waktu berdirinya joint venture jika diperjanjikan oleh para pihak dapat dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas untuk menentukan jangka waktu berdirinya perusahaan perseroan. Pasal 15 ayat 1 huruf c UUPT menjelaskan, dalam anggaran dasar setidaknya memuat jangka waktu berdirinya perseroan.

g) Pasal yang berkaitan dengan jangka waktu berdirinya perusahaan joint

Di dalam joint venture agreement ada beberapa ketentuan yang biasanya tidak dimuat dalam anggaran dasar perseroan, salah satu penyebabnya adalah Joint Venture Agreement mengatur hak dan kewajiban para pihak lebih rinci dan luas, sedangkan anggaran dasar mengikuti standar-standar yang telah ditetapkan. Walaupun pada dasarnya, UUPT membuka kemungkinan para pihak untuk memasukan ketentuan-ketentuan lain yang disepakati asal tidak saling bertentangan dengan UUPT, sebagaimana diperbolehkan dalam pasal 15 ayat 2 UUPT. Beberapa kesepakatan yang biasanya tidak dimasukan di dalam anggaran dasar diantaranya:
1) Definisi (contractual definitions), sebuah Joint Venture Agreement membuat

pasal khusus yang menjelaskan pengertian dan istilah melalui sebuah definisi yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan interprestasi maksud para pihak. Definisi yang disepakati dalam Joint Venture
26

Indonesia, Op. cit., pasal 15 ayat 1 huruf i.

Page 30 of 38

Agreement biasanya menjadi rujukan dalam menentukan klausa-klausa perjanjian lain yang berhubungan. Seperti perjanjian know-how, lisensi, perjanjian pemasaran, bantuan teknis dan lain-lain.
2) Klausa yang berkaitan dengan pengaturan kekayaan intelektual (HAKI), di

dalam perjanjian joint venture, klausa yang mengatur HAKI adalah sangat penting. Terkadang salah satu pihak dalam Joint Venture Agreement memberikan kontribusi yang besar berupa kekayaan intelektual, seperti Patent, Merek, Lisensi, Metode Manajemen, Pemasaran dan Keahlian Produksi (teknis). Semua peralihan hak kekayaan intelektual tersebut membutuhkan pengaturan dan syarat-syarat tertentu. Perjanjian tersebut biasanya bukan perjanjian antara salah satu pihak di dalam joint venture agreement, melainkan perjanjian antara salah satu pihak dengan joint venture company yang akan didirikan. Joint Venture Agreement hanya menetapkan adanya persetujuan salah satu pihak untuk memberikan lisensi, hak merek, paten, bantuan manajemen, keahlian dan teknologi.
3) Pasal yang berkaitan dengan langkah-langkah administratif sebagai upaya

untuk mendirikan perusahaan joint venture. Dalam ketentuan ini, para pihak menetapkan secara jelas kewajiban-kewajiban para pihak dalam upaya pendirian perusahaan joint venture, seperti pengurusan perizinan, tempat, dan lain-lain.
4) Force majeur, anggaran dasar perseroan terbatas tidak memuat klausa force

majeur yang selalu diperjanjikan dalam setiap perjanjian joint venture, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Force majeur, merupakan mekanisme perlindungan bagi salah satu pihak yang tidak dapat menjalankan kewajibanya oleh sebab diluar kekuasaannya. Force majeur hanya diatur dalam rezim hukum perjanjian (law of agreement) dan tidak diatur dalam hukum perusahaan (company law).
5) Pengakhiran sebagai akibat kelalaian (events of default), Pengakhiran

perjanjian sebagai akibat kelalaian atau kesalahaan salah satu pihak sangat mungkin terjadi. Untuk itu dalam sebuah Joint Venture Agreement diatur secara jelas mengenai keadaan kelalaian atau kesalahaan yang dapat mengakibatkan berakhirnya perjanjian kerjasama. Anggaran dasar tidak mengatur mekanisme pengakhiran ini, anggaran dasar cenderung hanya memberikan pedoman mengenai mekanisme pelaksanaan pencapain tujuan perusahaan melalui pengaturan badan hukumnya, bukan tindakan para pemegang saham atau pengurusnya.
6) Hukum yang berlaku (applicable law), perbedaan asal negara menyebabkan

perbedaan sistem hukum yang dianut oleh para pihak dalam joint venture agreement, sehingga klausa ini menjadi benar-benar dipertimbangkan secara matang untuk dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Dengan asas freedom of contract para pihak dengan bebas dapat menentukan hukum mana yang berlaku. Namun dalam anggaran dasar, ketentuan yang berlaku adalah ketentuan yang ada dalam anggaran dasar dan tidak bertentangan dengan UUPT, anggaran dasar tidak melihat negara asal para pihak, perbedaan sistem hukum atau subjek hukum yang ada dalam perjanjian.
Page 31 of 38

7) Penyeseleaian sengketa (resolustion of disputes), persengketaan dalam sebuah

hubungan bisnis sangat mungkin terjadi. Salah satu penyebabnya adalah adanya perbedaan latar belakang, baik hukum maupun budaya. Joint Venture Agreement yang dibuat oleh para pihak dijabarkan secara rinci dan luas, termasuk kemungkinan cara-cara penyelesaian sengketa. Pasal penyelesaian sengketa berisikan pilihan forum atau lembaga tempat sengketa akan dibawah, apakah melalui peradilan umum diwilayah domisili perusahaan joint venture, atau lembaga arbitrase. Anggaran dasar tidak memuat mengenai pilihan hukum dan pilihan forum bagi para pihak yang bersengketa.
8) Pasal-pasal lainnya, isi Joint Venture Agreement dibuat secara rinci dan

komprehensif dengan tujuan mempermudah para pihak menjalankan joint venture company. Misalnya pasal Entirety (keseluruhan), severability, Assignability, confidentiality, disclaimer of agency, miscellaneous.27 Joint Venture Agreement seringkali diikuti oleh perjanjian lainnya yang mendukung Joint Venture Agreement, perjanjian itu sangat penting bagi sebuah perusahan joitn venture. Perjanjian-perjanjian pendukung tersebut juga tidak bisa dimasukan dalam anggaran dasar perseroan terbatas, diantaranya:

a. License agreement and use of trademark

b. Technical agreement c. Assistance agreement d. Loan agreement e. Agency agreement


f. Distribution agreement.28

2) Kedudukan Anggaran Dasar

Joint Venture Company yang lahir karena adanya joint veture agreement yang dibuat oleh para pihak dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia, harus memiliki badan hukum berbentuk perseroan terbatas. Pembentukan badan hukum perseroan terbatas tersebut mengikuti persyaratan dan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Persyaratan dan ketentuan untuk mendirikan perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas, dimulai dengan membuat akta pendirian perusahaan perseroan terbatas yang disahkan oleh pejabat notaris. Akta pendirian tersebut disamping memuat berbagai persyaratan administrasi lainya, akta harus memuat sebuah
Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, Edisi Revisi (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), hal. 121-142. 28 Ibid.
27

Page 32 of 38

Anggaran Dasar Perseroan Terbatas. Seperti yang diatur dalam pasal 8 UUPT berikut ini:

Pasal 8
(1) Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain

berkaitan dengan pendirian Perseroan.


(2) Keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat

sekurang-kurangnya : a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dankewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan; b. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat; c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. d. dalam pembuatan akta pendirian, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa.29 Ketentuan dalam pasal 8 UUPT tersebut menghendaki adanya kejelasan para pihak yang akan mendirikan badan hukum perseroan, keterangan-keterangan yang dibutuhkan seperti nama, identitas, tempat tinggal, serta kewarga negaraan. Kejelasan mengenai kewarganegaraan diperlukan sebagai persyaratan, pada dasarnya badan hukum Indonesia berbentuk perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun kepada warga negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum di Indonesia yang berbentuk perseroan, sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri. Dalam hal pendirian adalah badan hukum asing, nomor dan tanggal pengesahaan badan hukum pendiri adalah dokumen yang sejenis, antara lain certificate of incorporation. Anggaran dasar perseroan adalah seperangkat aturan-aturan mengenai pelaksanaan kegiatan perseroan terbatas sebagai sebuah badan hukum. Aturanaturan yang dimuat didalam anggaran dasar menjadi pedoman bagi sahnya tindakan-tindakan hukum perseroan terbatas, baik tindakan bersifat internal maupun tindakan hukum dengan pihak ketiga (eksternal). Tindakan-tindakan hukum yang dimaksud diantaranya adalah pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi, Komisaris, Tindakan-tindakan berkaitan dengan saham (kepemilikan, hak, penerbitan, pengalihan, jenis dan klasifikasi
29

Indonesia, Op. cit., pasal 8

Page 33 of 38

saham dan lain-lainnya), permodalan (modal dasar, modal ditempatkan, modal disetor dan penambahan modal), Mekanisme pengambilan keputusan perusahaan (Rapat umum pemegang saham (RUPS), jumlah kuorum dalam rapat pengambilan keputusan dan pembagian deviden.30

3)

Struktur Anggaran Dasar

Secara jelas tidak ada ketentuan yang mengatur format baku dari anggaran dasar Perseroan Terbatas, para pihak dalam suatu perjanjian untuk mendirikan badan hukum perseroan terbatas diberikan kebebasan untuk membuat anggaran dasar dan menentukan isinya. Namun jika merujuk pengaturan yang ada dalam UUPT, maka anggaran dasar suatu perseroan memuat hal-hal berikut: 1) Nama dan tempat kedudukan perseroan Perseroan sebagai sebuah badan hukum (legal entity) menyandang hak dan kewajiban hukum dan diakui secara hukum.31 Oleh karena itu badan hukum perseroan terbatas adalah subjek hukum yang memiliki kemandirian secara hukum, memiliki harta yang terpisah dari para pendirinya, anggota atau penanam modal perusahaan tersebut. Sebagai subjek hukum, Perseroan dikenal melalui sebuah nama dan kedudukannya yang jelas. Perseroan yang baru akan dibentuk, tidak diperbolehkan memakai sebuah nama yang telah digunakan oleh pihak lain. 2) Maksud dan tujuan dan serta kegiatan usaha perseroan Badan hukum perseroan dibentuk dengan tujuan tertentu, yaitu mencapai tujuan bisnis yang direncanakan, tujuan bisnis akan menunjukan karekteristik perseroan tersebut karena erat kaitannya dengan peraturan yang berlaku. Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok Perseroan. Perseroan yang bertujuan menjadi perseroan terbuka (Tbk), maka peraturan pasar modal menjadi pedoman bagi perseroan tersebut untuk bertindak atau melakukan kegiatanya, begitu juga dengan dengan perusahaan yang bertujuan menjalankan investasi yang masuk dalam daftar investasi khusus, maka perseroan sebagai badan hukum akan banyak mendasari kegiatannya dengan peraturan dan undang-undang khusus yang mengatur bidang investasi tersebut. Di dalam sebuah Joint Venture Agreement untuk mendirikan joint venture company, para pihak menyatakan dengan jelas tujuan dari kegiatan usaha patungan yang akan dijalankan, dan kemudian tujuan dari kegiatan yang dijanjikan dalam kontrak tersebut dapat dituangkan dalam sebuah anggaran dasar sebagai sistem manajemen perseroan terbatas (joint venture company). 3) Jangka waktu berdirinya perseroan
30

Lihat Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Bab II Bagian

Kedua. J. Satrio, Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alami, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal 13
31

Page 34 of 38

Pendirian suatu perseroan terbatas didasarkan atas perjanjian antara para pihak pendirinya, dalam perjanjian tersebut dapat ditentukan jangka waktu berakhirnya sebuah perseroan. Sekalipun dalam perjanjian, para pihak menyatakan jangka waktu pendirian perseroan adalah sampai waktu yang tidak ditentukan. Penentuan jangka waktu pendirian perseroan, tidak bisa terlepas dari beberapa peraturan yang ada, dan terkait dengan jenis tujuan dan kegiatan perizinan usaha yang dibutuhkan perseroan dalam menjalankan tujuannya. 4) Besarnya modal dasar, modal ditempatkan, dan modal yang disetor. Di dalam anggaran dasar harus dinyatakan dengan jelas besarnya modal dasar perseroan, modal dasar perseroan adalah keseluruhan nominal saham. UUPT pasal 32 memberikan batasan minimal modal dasar perseroan sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), namun untuk jenis usaha tertentu, jumlah modal dasar perseroan dapat lebih besar jumlahnya, tergantung pada aturan perundang-undangan yang ada. Dalam anggaran dasar, ditentukan secara jelas besarnya jumlah modal yang harus ditempatkan dan disetor oleh para pihak sesuai dengan kontribusi yang diperjanjikan. Undang-undang memberikan batasan minimum modal yang harus ditempatkan dan disetor sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah modal dasar.32 Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal penyetoran modal dalam bentuk lain, penilaian penyetoran saham ditentukan dalam nilai wajar yang ditentukan oleh penilai (appraisal) yang indenpenden. Apabila salah satu pihak menyetorkan modal dalam bentuk benda tidak bergerak, maka diwajibkan untuk mengumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dan diumumkan dalam waktu 14 hari setelah akta pendirian ditangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.33 5) Jumlah saham, jika diperlukan adanya klasifikasi saham, hak-hak setiap saham, jumlah nominal setiap saham. Anggaran dasar perseroan mengatur mengenai kepemilikan saham dan segala bentuk perubahannya (pengalihan, penerbitan, penjaminan, dan pembelian). Kepemilikan saham mengambarkan hak suara bagi pemiliknya untuk menentukan dan mengambil keputusan perseroan. Di dalam anggaran dasar sebuah perseroan terbatas, saham dapat ditentukan macam dan jenisnya. Macam, jenis dan nominalnya mempengaruhi hak pemegangnya. Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya, syarat untuk kepemilikan saham yang dikeluarkan oleh perseroan diatur secara jelas dalam anggaran dasar dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dan udang-undang yang berlaku.
32 33

Indonesia, Op. cit., pasal 33 ayat 1. Indonesia, Op. cit., pasal 34.

Page 35 of 38

Perseroan mengeluarkan saham dengan nominal, yang nilainya dicantumkan dalam mata uang rupiah, saham tampa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan oleh perseroan kecuali ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Saham yang dikeluarkan dimasukan dalam suatu daftar kepemilikan saham, yang berisi nama, dan alamat pemegang saham, jumlah, tanggal perolehan saham, dan klasifikasinya jika mengeluarkan saham lebih dari satu jenis, jumlah yang disetor atas setiap saham, nama dan alamat yang memiliki hak gadai, fidusia dan tanggal pendaftarannya dan keterangan bentuk penyetoran saham dalam bentuk lain.34 Mengenai kepemilikan saham, perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki perseroan lain yang sahamnya secara langsung dan tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 36 ayat 1 UUPT. Untuk melindungi permodalannya, perseroan dapat mengeluarkan ketentuan pembelian kembali saham yang telah dijual, penjualan saham, penjaminan dan atau gadai saham. berikut ini salah satu pasal UUPT yang menjelaskan pemindahan hak atas saham:

Pasal 57 (1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu: a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemengang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; dan/atau
c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari

instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.35

Daftar kepemilikan saham, klasifikasi, dan nominalnya haruslah tercatum secara jelas dalam anggaran dasar. UUPT mengatur secara rinci ketentuanketentuan mengenai saham perseroan. 6) Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta mekanisme pemilihan, penggangkatan, dan pemberhentian. Anggaran dasar perseroan terbatas, memuat nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris, lengkap dengan gambaran lingkup
Lihat Bagian Kelima Tentang Saham pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. 35 Ibid., Pasal 57
34

Page 36 of 38

tanggung jawab masing-masing jabatan. Para pihak dalam joint venture agreement biasanya sudah menetapkan orang-orang yang akan menempati jabatan-jabatan tertentu seperti Direksi dan Dewan komisaris. Hak memberikan nominasi untuk mengisi jabatan Direksi dan Dewan Komisaris dimiliki para pihak dengan porsi yang berbeda. Pihak yang menjadi pemegang saham mayoritas lebih memiliki posisi kuat menempatkan orang-orangnya dalam jabatan penting. Di dalam anggaran dasar, juga ditentukan secara jelas mekanisme pemilihan, penggangkatan, dan pemberhentian jabatan-jabatan yang ada dalam perseroan terbatas, salah satunya melalui RUPS. 7) Tata cara penyelenggaraan RUPS Anggaran dasar memuat tata cara RUPS secara rinci. Baik dari jangka waktu pemberitahuan kepada para pemegang saham (pengumuman), tempat rapat, peraturan pengambilan keputusan dalam rapat (kourum hadir), baik RUPS biasa atau RUPS luar biasa. Tata cara pelaksanaan RUPS secara rinci disusun dalam anggaran dasar dengan berpedoman kepada UUPT. 8) Tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden. Penyusunan ketentuan penggunaan laba dan pembagian deviden dalam anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UUPT. Pasal 70 UUPT memberikan pedoman sebagai berikut:

Pasal 70 (1) Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dan laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan; (2) Kewajiban penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud ayat 1 berlaku apabila perseroan mempunyai saldo laba yang positif; (3) Penyisihan labah bersih sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan sampai cadangan mencapai paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor;
(4) Cadangan yang dimaksud pada ayat 1 yang belum mencapai jumlah

sebagaimana yang dimaksud pada ayat 3 hanya boleh dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain. 36

Joint venture agreement memiliki kedudukan yang penting dalam pendirian sebuah joint venture company, prinsip kebebasan berkontrak memungkinkan para pihak mengatur banyak hal secara rinci, diteil, dan luas.
36

Indonesia, Op. cit., pasal 70

Page 37 of 38

Kesepakatan-kesepakatan yang tercipta dalam sebuah joint venture agreement, dapat dijadikan rujukan dan landasan bagi para pihak untuk melakukan tindakan hukum lainya, seperti melaksanakan perjanjian-perjanjian pendukung (License Agreement dan Use of Trademark; Technical Agreement; Assistence Agreement; Loan Agreement; Agency Agreement; Distribution Agreement). Joint venture agreement juga dapat dijadikan acuan dalam membuat draft anggaran dasar sebuah joint venture company. Landasan hukum joint venture angreement dapat dijadikan rujukan membuat anggaran dasar sebuah joint venture company, adalah joint venture agreement tunduk pada hukum perjanjian, dimana hukum perjanjian menentukan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan bagi mereka yang membuat perjanjian, maka perjanjian memiliki kekuatan mengikat (Pacta Sun Servanda). Perselisahan yang timbul berkaitan dengan isi joint venture agreement, diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum perjanjian. Sedangkan anggaran dasar perseroan adalah ketentuan operasional sebuah perseroan dalam melakukan tindakan-tindakan hukum. Secara teknis tindakantindakan tersebut diatur oleh rezim hukum perusahaan (company law), dalam hal ini Udang-undang Nomor 40 Tahun 2007. Anggaran dasar hanya mengatur kesepakatan teknis perseroan sebagai sebuah badan hukum untuk melakukan aktivitasnya. Ketentuan ini, memiliki arti bahwa perselisihan yang timbul dalam aktivitas sebuah badan hukum perseroan terbatas (PT), diselesaikan dengan menggunakan instrumen anggaran dasar.

Page 38 of 38

Anda mungkin juga menyukai