Anda di halaman 1dari 5

Nama : Astri Nur Utami

Npm : 3020210315

Kelas : B Hukum ESDM

Analisis hukum terkait dengan kasus geothermal energi antara Pt. Geo Dipa vs Pr. Bumigas Energi

➢ Kronologi kasus geothermal energi antara Pt. Geo Dipa vs Pr. Bumigas Energi

Kasus ini berawal ketika GDE berkontrak dengan Bumigas untuk mengembangkan PLTP Dieng (Jawa
Tengah) dan Patuha (Jawa Barat) sesuai kontrak No. KTR.001/GDE/11/2005 pada 1 Februari 2005.
Namun, karena Bumigas gagal melakukan kewajiban kontrak, maka pelaksanaan proyek Dieng dan
Patuha tersebut terbengkalai. Karena itu, GDE meminta pembatalan Perjanjian kepada BANI pada 26
November 2007. Permohonan tersebut dikabulkan, BANI kemudian mengeluarkan putusan
pembatalan kontrak.

Atas Putusan BANI di atas, Bumigas mengajukan permohonan (pertama) pembatalan Putusan BANI
pada 12 September 2008. Namun ditolak MA berdasarkan Putusan Kasasi MA No.250K/PDT.SUS/2009
pada 30 Juni 2009 dan Putusan Peninjauan Kembali (PK) MA No.16PKIPDT.SUS/2010 pada 25 Mei
2010. Terhitung sejak dikeluarkannya putusan MA pada 25 Mei 2010 tersebut dan bahkan sejak
adanya Putusan BANI tahun 2007, GDE tidak lagi mempunyai hubungan hukum dengan Bumigas
karena pembatalan perjanjian tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat.

Oleh karena itu, sesuai program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap
kedua, GDE melaksanakan sendiri pembangunan PLTP Patuha Unit 1 (1 x 55 MW) dengan
dukunganpinjaman dana dari BNI. PLTP Patuha Unit 1 inimulai beroperasi secara komersial pada
September 2014, setelah tersambung dengan Jaringan listri PLN Jawa, Madura dan Bali.

Namun, saat pembangunan PLTP Patuha tersebut dimulai pada 2012, Bumigas kembali mengajukan
permohonan pembatalan (kedua)Putusan BANI. Saat itu MA mengeluarkan Putusan
No.586K/PDT.SUS/2012 pada 24 Oktober 2012, yang pada pokoknya membatalkan Putusan BANI
tahun 2007. GDE kemudian mengajukan upaya hukum PK atas Putusan Kasasi dan PK atas Putusan PK
kepada MA, atas saran dan pendampingan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara
(JAMDATUN) Kejaksaan Agung RI.

Namun, permohonan PK oleh GDE tersebut dinyatakan tidak dapat diterima (cq. Putusan MA
No.143PKIPdt.Sus-Arbt/2013 tanggal 20 Februari 2014 jo. Putusan MA No.45 PK/ Pdt.Sus-Arbt/2015
tanggal 28 Mei 2015). Oleh karena itu Perjanjian antara GDE dengan Bumigas diasumsikan berlaku
kembali. Karena kembali berlakunya perjanjian, maka Bumigas meminta agar dilakukan proses re-
negosiasi terhadap syarat dan ketentuan di dalam Perjanjian.

Dalam proses re-negosiasi, Bumigas mengajukan permintaan ganti rugi berupa Right to Develop atas
Proyek Dieng & Patuha (termasuk PLTP Patuha Unit 1 vanq telah beroperasi) dan Project Development
dengan skema Build Operate Transfer (BOT). GDE menolak seluruh permintaan Bumigas karena
permintaan tersebut tidak berdasar, sebab faktanya Bumigas gagal menjalankan kontrak. Jika
permintaan ganti rugi dipenuhi, maka jelas negara akan dirugikan. PLTP Patuha Unit 1 merupakan
barang milik negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan melalui PMN pada GDE!
Lebih lanjut, GDE bermaksud mengembangkan Proyek Dieng & Patuha menggunakan pinjaman pihak
ketiga. Namun, dengan adanya pembatalan Putusan BANI, proses pemberian pinjaman tersebut
tertunda,menunggu perkembangan proses hukum antaraGDE dan Bumigas. Bumigas bahkan
mengarahkan sengketa menjadi tindak pidana (kriminalisasi) dengan membuat laporan kepada Polri
dalamperiode 2012–2016. Bumigas menekan GDE untukmengabulkan permintaan ganti rugi.

Potensi kerugian negara jika GDE menyerahkan PLTP Patuha Unit 1 kepada Bumigas mencapai Rp 2,4
triliun. Salah satu upaya kriminalisasi Bumigas terhadap GDE adalah terkait perizinan hak pengusahaan
SDA panasbumi rezim lama yang dianggap tidak sah dan illegal. Padahal menurut aturan yang berlaku,
ijin pengelolaan pengusahaan panasbumi rezim lama berupa kuasa pengusahaan jelas diakui oleh
hukum Indonesia, seperti yang dijalankan oleh Pertamina Geothermal Energi (PGE) dalam mengelola
14 wilayah kerja PLTP.

Jika kriminalisasi tanpa dasar dibiarkan, dan dikuatkan pula oleh putusan pengadilan (MA), maka
seluruh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, serta pemegang saham GDE dan PGE pun dapat dilaporkan
pidana oleh pihak lain yang bermaksud merebut dan mengambil wilayah pengusahaan panas bumi
diluar ketentuan peraturan yang berlaku. Yang jauh lebih penting, hal ini tentu akan menjadi preseden
buruk yang akan menghambat program penyediaan listrik di Indonesia.

➢ Analisis kasus geothermal energi antara Pt. Geo Dipa vs Pr. Bumigas Energi

Geo Dipa Energi adalah anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang
mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi.

GDE didirikan pada 5 Juli 2002 sesuai Akta Notaris Haryanto SH, No.6/2002. Status GDE menjadi
persero pada 29 Desember 2011 sesuai PP No.62/2011. Modal GDE semula berasal dari Bantuan
Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS), yang kemudian ditetapkan menjadi PMN
(Penyertaan Modal Negara) sesuai PP No.1/2015 tanggal 5 Januari 2015, dengan nilai Rp
2.668.136.770.000. Pada 12 Agustus 2015, sesuai PP No.63/2015, GDE mendapat tambahan PMN
sebesar Rp 607.307.000.000, sehingga sejak saat itu modal saham GDE adalah Rp 3.275.443.770.000.

Ditinjau dari sisi pemilikan saham, semula pada 2002 GDE dimiliki secara bersama oleh Pertamina
(67%) dan PLN (33%). Namun pada 2011, 67% saham Pertamina di GDE diserahkan kepada Pemerintah
RI. Selanjutnya pada 2016, 26,33% saham PLN yang ada di GDE pun dialihkan pula kepada Pemerintah
RI. Sehingga saat ini, pemegang saham GDE sebagai BUMN adalah Pemerintah RI (93,33%) dan PLN
(6,67%). Karena 100% saham PLN adalah milik negara, maka pada hakikatnya GDE adalah BUMN yang
100% sahamnya milik negara. Beberapa lokasi dari pembangkit listrik tenaga panas bumi terdapat di
berbagai kota, antara lain :

• Dieng

Dieng yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu lokasi proyek Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Geo Dipa Energi. Dengan kontur pegunungan, sumber air
panas, solfatara, fumarole serta bebatuan mengindikasikan bahwa Dieng merupakan lokasi
yang potensial untuk dikembangkan sebagai sumber energi panas bumi. Total potensi energi
panas bumi di sekitar Dieng diperkirakan sebesar 400 MW.

• Patuha
Proyek ini terletak di sekitar Gunung Patuha di Jawa Barat yang berada sekitar 40 km di
sebelah selatan kota Bandung. Tahun 2014 Geo Dipa Energi berhasil menyelesaikan
pembangunan 1 unit PLTP di Patuha dengan kapasitas 60 MW. Total potensi energi panas
bumi yang dihasilkan di sekitar area tersebut diperkirakan mencapai 400 MW. Saat ini Geo
Dipa Energi telah memformulasikan rencana pengembangan PLTP Patuha Unit 2 dan Unit 3
masing-masing dengan kapasitas 55 MW yang merupakan pengembangan Proyek Patuha Unit
1.

• Candradimuka
Area Prospek Candradimuka terletak di sebelah Barat Kontrak Area Dieng yang berada di kota
Banjarnegara, Jawa Tengah. Adanya manifestasi panas bumi seperti fumarole, mataair panas,
dan kaipohan menandakan Area Prospek Candradimuka memiliki potensi untuk
dikembangkan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Bedasarkan kajian
ilmiah yang telah dilakukan, area prospek Candradimuka mampu menghasilkan listrik sebesar
80 MWe.

Sedangkan PT Bumi Gas Energi adalah kontraktor yang di tunjuk PT Geo Dipa Energi yang tidak ada
kejelasannya tentang profil perusahaannya, yang ada hanya foto tempat yang di jadikan kantor namun
hanya sebuah rumah yang bertempat di daerah tanggerang selatan.

Hubungan kerja yang terjalin antara PT Geo Dipa Energi dengan PT Bumi Gas Energi yaitu untuk
membangun lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), yaitu PLTP Dieng 2, Dieng 3 dan
PLTP Patuha 1, Patuha 2, dan Patuha 3. Namun, dalam perjalanannya Bumigas tidak melakukan
pembangunan fisik sesuai kesepakatan kontrak. Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan
hasil, Pada tanggal 7 Februari 2017 Geo Dipa mengajukan gugatan arbitrase terhadap PT Bumigas
Energi kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk pemutusan kontrak. Permohonan
yang diajukan oleh Geo Dipa terkait dengan sengketa antara Geo Dipa dan Bumigas mengenai
keberlakuan Perjanjian Pengembangan PLTP Dieng dan Patuha No. KTR.001/GDE/II/2005 tertanggal 1
Februari 2005 yang telah dibuat dan ditandatangani oleh Geo Dipa dan Bumigas (“Perjanjian”).

Sebelum Permohonan ini diajukan, lanjutnya perjanjian pernah dinyatakan telah berakhir terhitung
sejak tanggal 17 Juli 2008 melalui Putusan Arbitrase BANI No. 271/XI/ARB-BANI/2007 tanggal 17 Juli
2008 (“Putusan BANI”) karena Bumigas ternyata tidak mampu melaksanakan dan memenuhi
kewajibannya berdasarkan Perjanjian. Namun demikian, dengan adanya Putusan Mahkamah Agung
No. 586 K/PDT.SUS/2012 tertanggal 24 Oktober 2012 yang pada pokoknya membatalkan Putusan
BANI, maka apabila Bumigas menganggap Perjanjian berlaku kembali, maka Bumigas harus dapat
memenuhi syarat untuk keberlakuan Perjanjian, yaitu memberikan bukti ketersediaan Dana 1st
Drawdown kepada Geo Dipa sesuai dengan Pasal 55.1 Perjanjian.

Pada faktanya sampai dengan saat ini, Bumigas sama sekali tidak pernah memberikan bukti
ketersediaan Dana 1st Drawdown kepada Geo Dipa. Geo Dipa bahkan telah berulang kali mengirimkan
surat-surat untuk meminta agar Bumigas dapat menunjukkan ketersediaan Dana 1st Drawdown
kepada Geo Dipa sejak tanggal 1 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 20 Januari 2017. Karena
Bumigas (tanpa menunjukkan itikad baiknya) masih belum memberikan tanggapan dan/atau bukti
kepada Geo Dipa terkait permintaan Geo Dipa tersebut, maka, sesuai dengan ketentuan dalam
Perjanjian, Perjanjian menjadi tidak berlaku, dan selanjutnya Geo Dipa tidak perlu melanjutkan proses
re-negosiasi dengan Bumigas. Berdasarkan fakta-fakta hukum itulah, kami mengajukan Permohonan
ini ke BANI sesuai dengan ketentuan Pasal 35.1 dan 35.2 dari Perjanjian agar BANI dapat menegaskan
bahwa Perjanjian sudah tidak berlaku.

Dalam tahap berjalannya gugatan arbitrase Forum Peduli BUMN menilai ada mafia hukum yang
bermain dalam perkara BUMN di bidang panas bumi PT Geo Dipa Energi (Persero) yang berniat
mencaplok aset BUMN ini. Karena itu pihaknya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mengawasi secara seksama persidangan kriminalisasi terhadap BUMN ini. KPK harus ikut memiliki
tanggungjawab moral untuk menyelamatkan aset negara karena ada upaya kriminalisasi yang
berpotensi merugikan keuangan negara,” kata Koordinator Forum Peduli (FP) BUMN Romadhon Jasn.

Di mana perjanjian tersebut telah dibatalkan oleh Badan Arbitrassi Nasional Indonesia (BANI) karena
PT Bumigas Energi cedera janji (wanprestatie) tidak dapat memulai pelaksanaan kontrak.

Sesungguhnya perkara ini murni perdata yang dikriminalisasi. Buktinya, sengketa kontrak di lingkup
perdata yang merugikan Geo Dipa sendiri tapi kemudian bergeser masuk ke dalam ranah hukum
pidana dengan pihak Geo Dipa yang diadukan. Yang mengadukan adalah Direktur Bumigas saat itu,
Haryono Mulyawan, dan Direktur Bumigas sekarang, David Randing melalui Kuasa Hukum nya,
Bambang Siswanto, ke Bareskrim. Dan celakanya, menurut Romadhon, Bareskrim serta Kejaksaan
Agung pun seolah mendukung upaya kriminalisasi Bumigas ini. Hal ini bisa menjadi preseden buruk
bagi siapa saja yang bermaksud merampok aset-aset BUMN maupun aset-aset negara lainnya dengan
melakukan modus dan tata cara yang sama seperti yang dilakukan Bumigas.

Sementara itu Direktur Utama Geo Dipa Riki Ibrahim menyampaikan update-update perkembangan
dan permasalahan usaha Geo Dipa. Setidaknya ada tiga hal penting yang dilaporkan oleh manajemen
Geo Dipa, yaitu :

✓ Pertama, saat ini Geo Dipa mengelola dua lapangan, yaitu Lapangan Panas Bumi Dieng dan
Patuha yang akan mencapai kapasitas produksi kurang lebih 100 MW dan 175 di tahun 2021.
✓ Kedua, Geo Dipa siap menerima wilayah kerja pertambangan (WKP) baru demi terciptanya
kedaulatan energi untuk rakyat Indonesia karena Geo Dipa memiliki SDM yang memahami
keduanya, baik Hulu maupun Hilir pengembangan energi panas bumi. Geo Dipa juga memiliki
Rencana Kerja Jangka Panjang di tahun 2030 yang siap memproduksi listrik sebesar 1100 MW
untuk hitungan optimis, sedangkan untuk 700 MW moderatnya.
✓ Ketiga, BUMN ini sedang disengketakan oleh PT Bumigas Energi, yang sebenarnya adalah
sengketa perdata. Geo Dipa didampingi oleh Jamdatun dan KPK untuk assesment Resiko
Hukum terhadap investasi proyek, dalam rangka penyelamatkan Aset Negara dari potensi
terjadinya kerugian.

Selain itu, BPKP Juga sedang melakukan audit investigasi terhadap Geo Dipa. Majelis Hakim Pengadilan
Negeri (PN) Jakarta Selatan telah mengabulkan permintaan PT Bumigas Energi (Bumigas) agar Putusan
Badan Arbitrase Indonesia (BANI) No.922/2017 tanggal 30 Mei 2018 dibatalkan. Putusan BANI
tersebut adalah tentang perjanjian pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Dieng dan Patuha tanggal 1 Februari 2005. Keputusan PN Jaksel ini berpotensi merugikan BUMN Geo
Dipa Energi (GDE) dan menghambat pengembangan PLTP untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.
Direktur Utama GDE Riki Ibrahim menyatakan putusan PN Jakarta Selatan tersebut bertentangan
dengan hukum dan fakta persidangan yang berlangsung sebelumnya.
Setelah mengkaji secara seksama, IRESS menemukan bahwa kasus ini telah menjalani berbagai sidang
yang panjang dan melelahkan di PN, MA dan BANI, di mana GDE sebelumnya telah ditetapkan sebagai
pemenang. Karena itu, IRESS menuntut agar putusan PN Jaksel tersebut dibatalkan. BUMN yang
menyelenggarakan usaha menyangkut hajat hidup orang banyak sesuai konstitusi harus dilindungi
dari berbagai upaya KKN.

Anda mungkin juga menyukai