Anda di halaman 1dari 5

KASUS SENGKETA PT HIMPURNA DAN PATUHA VS PLN

INDONESIA

Oleh :
Nama : Arneta Ramadhana ( 2131016 )

UNIVERSITAS MULIA
BALIKPAPAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Investasi adalah penempatan suatu modal yang berupa uang maupun aset
berharga lainnya yang dilakukan investor dengan harapan mendapatkan
keuntungan seiring berjalannya waktu dalam menanamkan modal tersebut.
Adapun jenis investasi yang dibagi menjadi 2 yaitu :
 investasi jangka pendek yang artinya penanaman dengan modal kecil
yang dilakukan dalam waktu singkat
 sedangkan investasi jangka panjang ialah investasi yang mempunyai
keuntungan besar dan penanaman modal yang cukup besar juga.
Banyak manfaat dari melakukan investasi salah satunya mempersiapkan
kebutuhan dimasa depan seperti biaya pendidikan, biaya ekonomi dimasa yang
akan datang dan lainnya.
Adapun sengketa yang terjadi antara perusahaan di Amerika Serikat, yaitu
Himputna Cal Energy Ltd. Yang membuat dua kontrak penjualan Energy Sales
Contratcts (ESC) dengan PLN yaitu Patuha Power Ltd, guna mengembangkan
dan meningkatkan energi geothermal di daerah Dieng dan Patuha. Tidak hanya
itu, Himpurna dan Patuha ini pun mewujudkan Join Operation Contracts (JOC)
dengan pertamina yang sudah nyata disepakati bahwa produksi listrik yang telah
dihasilkan geothermal nanti akan diperjualkan ke Pertamina yang akan lagi
diperjualkan kembali terhadap PLN. Akan tetapi dibulan juli 1997 itu terjadi
krisis moneter di ASEAN yang dimana indonesia terkena imbasnya, pemerintah
juga membuat keputusan presiden Nomor 39 tahun 1997 mengenai intervensi
untuk menunda penerapan ESC dan JOC, dan juga melarang PLN untuk
membeli energi listrik yang berasal dari Himpurna dan Patuha.
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985, disebutkan bahwa tenaga
listrik pada dasarnya dilakukan oleh Negara yang penyelenggaraannya
dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemegang Usaha
Ketenagalistrikan (untuk selanjutnya disebut sebagai PKUK).1
Apabila BUMN tidak bisa memenuhi kebutuhan tenaga listrik, maka
pihak swasta bisa diikutsertakan sebagai Pemegang Ijin Usaha
Ketenagalistrikan (untuk selanjutnya disebut sebagai PIUK).2

1
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), maka PT PLN Persero
ditetapkan sebagai Pemegang Izin Usaha Ketanagalistrikan.
2
Energy Sales Contract adalah perjanjian jual beli listrik yang menggunakan tenaga Panas Bumi
(Pembangkit Listrik Tenaga Bumi atau PLTP), antara pihak swasta dengan PLN, sedangkan Power Purchase
Contract adalah perjanjian jual beli listrik selain PLTP yang menggunakan tenaga uap (PLTU), air (PLTA), gas (PLTG)
dan sebagainya.
1.2 Rumusan masalah
1. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh PT Himpurna dan Patuha
terhadap Pemerintah Indonesia yang membatasi kerjasama PLN dengan
perusahaan asing ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 tindakan yang harus dilakukan terkait perilaku monopoli dan


diskriminasi
Investasi adalah penempatan suatu modal yang berupa uang maupun aset
berharga lainnya yang dilakukan investor dengan harapan mendapatkan
keuntungan seiring berjalannya waktu dalam menanamkan modal tersebut.
Adapun jenis investasi yang dibagi menjadi 2 yaitu :
 investasi jangka pendek yang artinya penanaman dengan modal kecil
yang dilakukan dalam waktu singkat
 sedangkan investasi jangka panjang ialah investasi yang mempunyai
keuntungan besar dan penanaman modal yang cukup besar juga.
Banyak manfaat dari melakukan investasi salah satunya mempersiapkan
kebutuhan dimasa depan seperti biaya pendidikan, biaya ekonomi dimasa yang
akan datang dan lainnya.
A. Pelanggaran Kontrak
Arbiter mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia gagal dalam melakukan
perjanjian yang telah disepakati, PLN diperintahkan untuk melakukan kewajiban
dalam ESC, PLN juga telah melanggar ESC yang ditentukan oleh Arbitrase
dimana keputusan tersebut dinyatakan akurat.
Pelanggaran kontrak ini disebut wanprestasi yaitu melanggar isi perjanjian
yang sudah ditentukan oleh beberapa pihak.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999, putusan Arbitrase antara Patuha dengan Pemerintah Indonesia wajib
diserahkan kepada Mahkamah Agung agar menindaklanjuti, akan tetapi
keputusan tersebut belum ada diserahkan terhadap Mahkamah agung. Walaupun
Pemerintah Indonesia telah ganti rugi tapi hal ini tidak sesuai dengan Undang-
Undang No.30 Tahun 1999 karena putusan Arbitrase harus memenuhi tempat dan
tanggal keputusan arbitrase tersebut dan keputusan antara Patuha dengan
Pemerintah Indonesia ini tidak diterterakan hal tersebut, maka keputusan tersebut
dianggap tidak sah, maka halnya putusan tersebut tidak bisa diakui dan
dilaksanakan di Indonesia.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari kasus yang saya bawakan ini adalah Pemerintah Indonesia
melanggar perjanjian (wanprestasi) dan pelanggaran dengan melarang PLN membeli
Energi di PT Himpurna dan Patuha Pemerintah Indonesia telah mengingkari janjinya.
Adapun PLN yang melanggar kejawibannya dalam ESC, yang mengakibatkan kedua
PT tersebut menggugat Pemerintah Indonesia sekaligus PLN. Setelah digugat
Pemerintah Indonesia diperintahkan untuk mengganti rugi terhadap PT Himpurna dan
patuha yang gugatan tersebut dimenangkan oleh Tribunal.
Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Penyelesaian Sengketa Arbitrase, keputusan yang dibuat Arbitrase harus memenuhi
menyertakan data Arbitrase itu sendiri, tapi putusan tersebut tidak bisa di akui di
Indonesia karena dianggap tidak sesuai syarat walaupun pemerintah Indonesia telah
membayar denda tersebut keputusan tersebut tidak bisa disahkan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Cet. 1. Jakarta:


PT Fikahati Aneska, 2002.

Adolf, Huala. Arbitrase Komersial Internasional. Ed. 2. Jakarta: Citra Niaga Rajawali
Pers, 1993.

Bakti, Yuda. Hukum Internasional. Bandung: Universitas Padjajaran, 2005.

Budidjaja, Tony. Public Policy As Grounds For Refusal Of Recogntion And


Enforcement Of Foreign Arbitral Award in Indonesia. Jakarta: PT Tanusa, 2002.

Fuady, Munir. Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Cet.2.


Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Gautama, Sudargo . Arbitrase Bank Dunia Tentang Penanaman Modal Asing di


Indonesia dan Jurisprudensi Indonesia, Cet. 1. Bandung: Alumni, 1994.

Anda mungkin juga menyukai