INDONESIA
Oleh :
Nama : Arneta Ramadhana ( 2131016 )
UNIVERSITAS MULIA
BALIKPAPAN
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk
Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO), maka PT PLN Persero
ditetapkan sebagai Pemegang Izin Usaha Ketanagalistrikan.
2
Energy Sales Contract adalah perjanjian jual beli listrik yang menggunakan tenaga Panas Bumi
(Pembangkit Listrik Tenaga Bumi atau PLTP), antara pihak swasta dengan PLN, sedangkan Power Purchase
Contract adalah perjanjian jual beli listrik selain PLTP yang menggunakan tenaga uap (PLTU), air (PLTA), gas (PLTG)
dan sebagainya.
1.2 Rumusan masalah
1. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh PT Himpurna dan Patuha
terhadap Pemerintah Indonesia yang membatasi kerjasama PLN dengan
perusahaan asing ?
BAB II
PEMBAHASAN
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari kasus yang saya bawakan ini adalah Pemerintah Indonesia
melanggar perjanjian (wanprestasi) dan pelanggaran dengan melarang PLN membeli
Energi di PT Himpurna dan Patuha Pemerintah Indonesia telah mengingkari janjinya.
Adapun PLN yang melanggar kejawibannya dalam ESC, yang mengakibatkan kedua
PT tersebut menggugat Pemerintah Indonesia sekaligus PLN. Setelah digugat
Pemerintah Indonesia diperintahkan untuk mengganti rugi terhadap PT Himpurna dan
patuha yang gugatan tersebut dimenangkan oleh Tribunal.
Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Penyelesaian Sengketa Arbitrase, keputusan yang dibuat Arbitrase harus memenuhi
menyertakan data Arbitrase itu sendiri, tapi putusan tersebut tidak bisa di akui di
Indonesia karena dianggap tidak sesuai syarat walaupun pemerintah Indonesia telah
membayar denda tersebut keputusan tersebut tidak bisa disahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adolf, Huala. Arbitrase Komersial Internasional. Ed. 2. Jakarta: Citra Niaga Rajawali
Pers, 1993.