Anda di halaman 1dari 3

Berikut ini merupakan skema Hukum Tanah Adat :

Hak-Hak
Hukum Tanah
atas tanah
Adat
dalam Hukum Adat

Hak-Hak atas tanah


dalam Hukum Adat

Hak
Hak Persekutuan Perseorangan
atas tanah atas tanah

Hak dan Kewajiban daripada Hak yang berkaitan dengan hak


persekutuan hukum adat milik dan hak pakai
sebagai satu kesatuan atas
wilayah tertentu
Yang dapat berupa :
1. Hak Milik atas tanah
Terdiri dari ;
2. Hak menikmati atas tanah
1. Hak dan kewajiban atas
tanah sendiri 3. Hak terdahulu
2. Hak dan kewajiban terhadap 4. Hak terdahulu untuk dibeli
orang luar 5. Hak memungut hasil karena
3. Hak dan kewajiban terhadap jabatan
warga persekutuan 6. Hak pakai
7. Hak gadai dan Hak sewa

Berdasarkan kasus tersebut kita mengetahui bahwa tanah yang menjadi objek
sengketa awalnya adalah tanah waris adat kepemilikan Melkianus Manderi
(Penggugat) yang merupakan warisan yang diberikan oleh almarhum Paulus Manderi
(Ayah si Penggugat). Sehingga tanah tersebut merupakan hak milik adat yang
diperoleh secara turun temurun dari penggugat sebagai pewaris tanah yang diberikan
oleh Ayahnya tersebut. Secara hukum indonesia memang betul bahwa tanah tersebut
adalah tanah kepemilikan si Tergugat I, karena ia telah memiliki Surat Sertifikat Hak
Milik No. M.16-T/SK sebagai tanda bukti yang sah menurut hukum dan undang-
undang yang berlaku, sehingga dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut maka
akibat hukumnya adalah Penggugat tidak lagi mempunyai hak milik atas tanah
tersebut. Lalu apabila kita melihat keterkaitannya dengan Hukum Tanah Adat seperti
pada skema diatas, maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perpindahan hak,
dimana Hak Persekutuan atas tanah milik Penggugat tersebut telah berpindah
kepemilikannya menjadi Hak Perseorangan atas tanah milik Tergugat sejak
dikeluarkannya surat sertifikat tersebut.

Menurut pendapat dari Djaren Saragih dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Transaksi Tanah dalam Hukum Adat adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan
untuk memperoleh hak-hak atas tanah atau memindahkan hak atas tanah. Sehingga
dalam pelaksanaannya harus dilandaskan dengan adanya kesepakatan diantara
pihak-pihak yang berkepentingan pada transaksi tersebut. Apabila dikaitkan dengan
transaksi jual beli atas tanah yang sampai menimbulkan sengketa sampai tingkat
Peradilan Mahkamah Agung tersebut, maka seharusnya penyelesaiannya diselesaikan
secara adat juga, melalui majelis permusyawaratan adat dengan cara musyawarah
mufakat terlebih dahulu dan dengan berlandaskan kesepakatan antara para pihak,
sehingga tidak langsung dibawa ke pengadilan. Sehingga secara hukum adat tanah
tersebut masih diakui sebagai milik Penggugat, namun kenyataannya secara hukum
indonesia tanah tersebut sudah beralih kepemilikannya menjadi milik Tergugat.

Kesimpulannya, transaksi jual beli atas tanah yang disengketakan tersebut seharusnya
batal demi hukum karena tidak berdasarkan kenyataan yang sebenarnya bahwa
sebidang tanah tersebut merupakan tanah adat. Kemudian dari sisi Tergugat juga tidak
ada itikad baik, dimana seharusnya dalam menggunakan sebidang tanah atau ketika
ingin memperoleh hak atas tanah sebaiknya terlebih dahulu ditelusuri seperti apa
sebenarnya status tanah tersebut yang dapat dilakukan dengan cara pengecekan
melalui perangkat desa pada wilayah yang bersangkutan, mengigat wilayah tersebut
masih kental dengan masyarakat hukum adatnya.

Berikut ini merupakan Asas-Asas Hukum Adat yang berkaitan dengan kasus tersebut,
yaitu :
 Asas Konkret dan Visual, artinya sifat hubungan hukum yang berlaku dalam
hukum adat haruslah dinyatakan dengan benda-benda berwujud dan dilakukan
dengan terang dan tunai, tidak samar-samar, diketahui, dilihat dan didengar
orang lain, dan nampak terjadi serah terima-nya. Dimana dalam kasus tersebut
dapat terlihat bahwa pada kenyataannya, Tergugat II melakukan semua proses
pengalihan tanah yang menjadi objek sengketa tersebut kepada Tergugat III,
dan dari Tergugat III mengalihkan ke Tergugat I telah dilaksanakan
berdasarkan mekanisme dan aturan yang berlaku, bukan dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Karena mereka telah memiliki alat bukti yang sah menurut
hukum dan undang-undang yang berlaku, yaitu berupa Surat Sertifikat Hak
Milik No. M.16-T/SK atas nama H. Adhan Arman selaku Tergugat I. Sehingga
hal tersebut merupakan cerminan dari asas Konkret dan Visual ini, karena
sudah jelas, nyata, berwujud, dan tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
 Asas Kontan, yang berarti bahwa pemindahan atau peralihan hak serta
kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan, dimana pada saat
terjadi penyerahan dan penerimaan harus dilaksanakan secara serentak. Hal
ini nampak pada proses diperjualbelikannya tanah dalam kasus tersebut,
karena pada saat melakukan penyerahan tanah telah disertai juga dengan
pembayaran uang yang diberikan kepada orang tua penggugat, bukan
diberikan langsung kepada penggugat itu sendiri mengingat usia penggugat
yang belum cukup umur, sehingga pada saat itu ia belum dianggap cakap
untuk melakukan perbuatan hukum.

Setelah membaca putusan Mahkamah Agung Nomor 73/Pdt/2016/PT JAP tersebut,


maka dapat disimpulkan bahwa menurut saya putusan tersebut sudah sesuai dengan
Asas-Asas yang terdapat dalam Hukum Adat, yaitu terdapat Asas Konkret dan Visual
serta Asas kontan di dalamnya. Sedangkan untuk asas-asas dalam hukum adat
lainnya, seperti Religio Magis (Keagamaan) serta Asas Komunal menurut pendapat
saya tidak ada keterkaitan yang erat dengan kasus jual beli tanah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai