Anda di halaman 1dari 3

Arya Putra Rizal Pratama

NIM :032124153002
Teori Hukum
(Antinomi Horizontal dan Vertikal Pasal 79 ayat (10) UU PT)
1. Penerapan asas Preferensi lex specialis dalam Pasal 79 ayat (10) di atas dapat
menimbulkan antinomi secara vertikal. Jelaskan kebenaran pertanyaan berikut?

Berbicara mengenai antinomi dalam peraturan perundang-undangan bahwa menurut kant


berangkat dari posisi, atau pandangan yang dipahami Bersama, bahwa ada hubungan sebab
akibat antara satu materi dengan materi lainnya, yang kesemuanya membentuk keteraturan (the
problem of free will in relation to universal causality). Namun, antinomi juga menjelaskan
bahwa gagasan tentang saling membutuhkan, yang akan menciptakan suatu argumentasi
pemikiran tentang kesadaran adanya kebutuhan (the existence of a necessary being).

Berbicara pada Pasal 79 ayat (10) UU PT bahwa “Penyelenggaraan RUPS Perseroan


Terbuka tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini sepanjang ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal tidak menentukan lain”. Penulis menganalisa bahwa
terdapatnya suatu antinomi horizontal antara UU PT dengan UU Pasar Modal”. Antinomi
horizontal yang diakibatkan oleh kedua peraturan perundang-undangan ini adalah bahwa
kedudukannya sama-sama Undang-Undang apabila dihubungkan dengan UU Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada frasa yang terdapat dalam
Pasal 79 ayat (10) UU PT yaitu “tidak menentukan lain” artinya adanya pengaturan khusus dari
peaturan Pasar Modal menyangkut RUPS. Salah satu contoh dari ketentuan RUPS dalam UU
Pasar Modal tercantum dalam Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
bahwa “ Pelaksanaan pembelian Kembali saham Reksa Dana berbentuk Perseroan dan
pengalihan lebih lanjut saham tersebut dalam dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat
Umum Pemegang Saham”. Penulis menafsirkan bahwa dalam pelaksanaan pembelian Saham
Reksa Dana wajib dilakukan melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham”. Dengan
begitu dalam ketentuan RUPS pada Pasal 79 ayat (10) tidak diutamakan dalam
pembelian Saham Reksa Dana secara perundang-undangan tetapi, akan diatur melalui
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.

Antinomi ini bersifat Horizontal dalam artinya adanya kesamaan terhadap level peraturan
berbentuk Undang-Undang secara Peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 Tahun 2011.
Berdasarkan ini bahwa adanya lex Specialist Derogat Legi Lex Generalis artinya meskipun UU
Pasar Modal lebih lama tetapi bersifat khusus dari pada
UU Perseroa Terbatas maka bersifat umum, ketentuan lain apabila harus berdasarkan UU Pasar
Modal akan yang akan berlaku adalah Lex Specialist. Dengan terdapat beberapa ketentuan yang
masih diatur. melalui UU Pasar Modal perihal Pembelian Saham Reksa Dana harus melalui
persetujuan RUPS. Melalui UU Pasar Modal perihal Pembelian Saham Reksa Dana harus
melalui persetujuan RUPS.
2. Perbaiki rumusan Pasal 79 ayat (10) di atas agar mampu mencegah antinomi secara
horizontal sekaligus vertikal?
• Antinomi Horizontal
Pada frasa yang terdapat dalam Pasal 79 ayat (10) UU PT yaitu “tidak menentukan
lain” artinya adanya pengaturan khusus dari peaturan Pasar Modal menyangkut RUPS.
Salah satu contoh dari ketentuan RUPS dalam UU Pasar Modal tercantum dalam Pasal
28 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal bahwa “ Pelaksanaan
pembelian Kembali saham Reksa Dana berbentuk Perseroan dan pengalihan lebih
lanjut saham tersebut dalam dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham”. Penulis menafsirkan bahwa dalam pelaksanaan pembelian Saham
Reksa Dana wajib dilakukan melalui persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Dengan begitu dalam ketentuan RUPS pada Pasal 79 ayat (10) tidak diutamakan
dalam pembelian Saham Reksa Dana secara perundang-undangan tetapi, akan
diatur melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal.
• Antinomi Vertikal
Pada Frasa yang terdapat dalam Pasal 79 ayat (10) UU Perseroan Terbatas dimana
terdapat frasa “ Tidak menentukan lain” dalam arti apabila pengaturan RUPS yang
seyogianya harus dilaksanakan melalui UU Pasar Modal seperti Pembelian Saham
Reksa Dana harus diatur melalui Pasal 28 ayat (3) UU Pasar Modal Nomor 8 Tahun
1995. Namun jika berbicara pada Antinomi Vertikal bahwa terdapatnya suatu
perbedaan urutan dalam suatu perundang-undangan secara hierarki akan
mengakibatkan ketidak berlakuan dari aturan yang tidak sesuai atau tidak selevel
tersebut.
Salah satu contoh adalah terdapatnya Ketentuan RUPS untuk pembelian Saham
Reksa Dana wajib dilakukan RUPS secara awal melalui Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) Nomor 3/POJK.04/2021 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di
Bidang Pasar Modal. Dimana Pasal 33 bahwa “Penerbitan saham baru, pembelian
kembali, dan pengalihan saham bagi Reksa Dana terbuka berbentuk Perseroan dapat
dilakukan tanpa persetujuan RUPS. Secara penafsiran bahwa suatu Perusahaan telah
membeli saham/ Reksa Dana yang wajib dilakukan melalui persetujuan RUPS tetapi
setelah adanya pembelian Kembali maka tidak perlu dilakukan melalui persetujuan
RUPS tersebut. Namun, Pasal 79 ayat (10) UU PT hanya bisa memberikan wewenang
terhadap UU yang setara secara perundang-undangan untuk mendelegasikan ketentuan
tersebut. Jika dibandingkan keseteraan level peraturan antara UU Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas dengan POJK Nomor 3/POJK.04/2021 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Di Bidang Pasar Modal maka akan mengakibatkan
antinomi vertical. Oleh karena itu, dari kedudukan peraturan tersebut yaitu asas lex
Superior Derogat Legi lex Inferior dimana hukum yang tinggi akan diutamakan
dibandingkan hukum yang rendah.

Penulis menilai perlunya perubahan (amandemen) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007


Tentang Perseroan Terbatas kedua. Dimana dalam kata menimbang pada huruf d pada UU
Perusahaan Terbatas bahwa “bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru”. Namun, adanya
pengaturan pada Pasal 79 ayat (10) UU PT bahwa “Penyelenggaraan RUPS Perseroan Terbuka
tunduk pada ketentuan Undang-Undang ini sepanjang ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal tidak menentukan lain”. Oleh karena itu, legislasi perundang-
undangan ini tidak konsisten dalam pengaturan yang berhubungan pada RUPS. Seharusnya
setelah perubahan dari ketentuan yang terdapat pada UU Pasar Modal melalui UU PT
Nomor 40 Tahun 2007 memberikan suatu konsistensi, keselarasan, dan kepastian akan
pengaturan RUPS tersebut.

Anda mungkin juga menyukai