Pendahuluan
1. Pada tahun 1951, dengan UU Darurat No. 1 tahun 1951, LN 1951-9, yang
kemudian dikuatkan menjadi UU dengan UU No. 1 tahun 1961, LN 1961-3,
Peradilan Agama diakui eksistensi dan perannya;
4. Pada tahun 1974 terbit UU No. 1 tahun 1974, LN 1974-1, yang dilaksanakan
dengan PP No. 9 tahun 1975, LN 1975-12, di mana segala jenis perkara di
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 1
bidang perkawinan bagi mereka yang beragama islam dopercayakan
kepada Peradilan Agama untuk menyelesaikannya.
1. Metode Penelitian
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 2
2. Metode Analisis
1. Peradilan Agama
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 3
tertentu. Dalam pasal 10 ayat (1) menjelaskan dalam hal ini, Peradilan
agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja, tidak pidana dan
pula tidak hanya untuk orang-orang Islam di Indonesia, dalam perkara-
perkara perdata Islam tertentu, tidak mencakup seluruh perdata Islam.
2. Peradilan Islam
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 4
2. Hukum Acara Peradilan Agama
Pasal 24 UUD 1945 dilaksanakan oleh UU No. 14 tahun 1970 dan UU No. 14
tahun 1970 menyebut “Kekuasaan Kehakiman” atau “Badan Kehakiman”
dengan “Badan Peradilan”. Pasal 10 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970 berbunyi:
Menurut Pasal 10 ayat (2) dan 11 ayat (2) dari UU tersebut, Mahkamah
Agung adalah Peradilan Negara Tertinggi dan ia mempunyai organisasi,
administrasi dan keuangan tersendiri. Oleh karena masing-masing lingkungan
peradilan tersebut terdiri dari pengadilan tingkat pertama dan tingkat
banding, yang semuanya berpuncak ke Mahkamah Agung (di bidang teknis
fungsional yudikatif), artinya di bidang memeriksa dan mengadili perkara,
maka susunan badan-badan peradilan di Indonesia adalah sebagai berikut;
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 5
1. Lingkungan Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan
Tinggi (PT), dan Mahkamah Agung (MA).
(UU No. 2 tahun 1986, LN 1986-20, tt. Peradilan Umum);
PN, PA, Mahmil dan PTUN disebut Pengadilan tingkat pertama karena ia
adalah pengadilan sehari-hari yang pertama kali menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan perkara pada lingkungannya masing-masing.
PT, PTA, Mahmilti dan PTTUN disebut Pengadilan tingkat banding karena
ia menerima perkara banding yang berasal dari pengadilan tingkat pertama
pada lingkungannya masing-masing.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 6
F. Titelatuer Badan Peradilan Agama
Mahkamah
Depertemen Departemen Agung Departemen PANGAB
Agama Kehakiman Hankam
PA PN PTUN Mahmil
Keterangan:
PTA : Pengadilan Tinggi Agama;
PT : Pengadilan Tinggi;
PTTUN : Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
Mahmilti : Mahkamah Militer Tinggi;
PA : Pengadilan Agama;
PN : Pengadilan Negara;
PTUN : Pengadilan Tasa Usaha Negara;
Mahmil : Makhamah Militer;
Hankam : Pertahanan dan keamanan;
PANGAB : Panglima Angkatan Bersenjata.
Hubungan ke Mahkamah Agung adalah di bidang teknis fungsional Yudikatif
Hubungan ke Departemen adalah di bidang organisatoris, administrative dan
finansial.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 7
DUA
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 8
oleh peraturan perundang-undangan, untuk mewujudkan hukum material
Islam dalam batas-batas kekuasaannya.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 9
C. Kesulitan Beracara di Muka Peradilan Agama
Alat bukti saksi misalnya, ia tidak diatur dalam UU No. 7 tahun 1989 dan itu
berarti harus berpedoman kepada alat bukti saksi yang diatur dalam hukum
acara perdata peradilan umum, cq. HIR/RBg
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 10
TIGA
A. Kekuasaan Relatif
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 11
Riau Kepulauan terdapat empat buah Pengadilan Agama, karena kondisi
transportasi sulit.
B. Kekuasaan Absolut
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 12
Kekuasaan absolut Peradilan Agama disebutkan dalam Pasal 49 dan 50
UU No. 7 tahun 1989, yang berbunyi:
Pasal 49
(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan;
b. Kewarisan, wasiat dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum
islam;
c. Wakaf dan shadaqah.
(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang
mengenai perkawinan yang berlaku.
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b.
ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli
waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Pasal 50
Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain
dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49,
maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus
diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum.
Penjelasan Pasal 50
Penyelesaian terhadap objek yang menjadi sengketa dimaksud tidak
berarti menghentikan proses peradilan di Pengadilan Agama atas objek
yang tidak menjadi sengketa itu.
Ada tiga hal yang perlu dikemukakan, yang kemungkinan akan menjadi
ganjalan dalam pelaksanaan kekuasaan Peradilan Agama. Tiga hal tersebut
sebagai berikut.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 13
1. Pasal 50 UU No. 7 tahun 1989
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 14
EMPAT
Dari berbagai hadis dan sejarah Rasulullah Saw. Ataupun dari sejarah
Peradilan Islam di masa Khalifah Empat/masa Sahabat, ternyata semua
gugatan/permohonan perkara diajukan ke tempat Rasulullah Saw., diam
atau ke tempat Qadi yang ditunjuk oleh beliau yang terdekat letaknya
dengan kediaman penggugat/pemohon. Atau kepada khalifah,
walaupun pada ketika itu belum ada gedung pengadilan tersendiri. Jadi,
asal mula tempat mengajukan gugatan/permohonan adalah ke
pengadilan yang mewilayahi tempat tinggal pihak
penggugat/pemohon.
Mungkin atas dasar menurut kode etik siding, tempat duduk tergugat
di muka siding selalu di sebelah kanan dari penggugat sedangkan
penggugat di sebelah kirinya.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 15
Tegasnya: (1) Untuk perkara perkawinan tentang cerai talak dan cerai
karena gugatan berpedoman kepada UU No. 7 tahun 1989, (2) untuk
perkara perkawinan selain (1) berpedoman kepada UU No. 1 tahun1974
dan PP No. 9 tahun 1975, (3) untuk perkara selain (1) dan (2)
berpedoman kepada Acara Perdata Peradilan Negeri.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 16
Pegadilan Agama yang mewilayahi suami-isteri yang bersangkutan, atau
ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman salah seorang
dari suami isteri tersebut.
9. Gugatan gabungan (kumulasi objektif), misalnya gugatan cerai yang
disertai dengan gugatan mengenai akibat dari perceraian tersebut,
maka dilihatlah kepada pokok perkaranya. Dalam hal ini, pokok
perkaranya adalah gugatan cerai, untuk mana berlakulah ketentuan
seperti telah disebutkan di butir 2. di muka.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 17
LIMA
B. Pihak-pihak
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 18
Di samping peradilan dalam arti sesungguhnya (jurisdictio contentiosa),
ada kemungkinan seseorang memohon kepada pengadilan untuk minta
ditetapkan atau mohon ditegaskan sesuatu hak bagi dirinya atau tentang
sesuatu situasi hukum tertentu, baginya sama sekali tidak ada lawan (tidak
berperkara dengan orang lain).
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 19
b. Dengan cara membuat surat kuasa khusus tersendiri, dilakukan di muka
pejabat yang berwenang, yang paling tepat adalah di muka
kepaiteraan penadilan atau notaris.
1. Surat gugatan
Bentuk dan isi surat gugatan secara garis besarnya terdiri dari tiga
komponen, yaitu sebagai berikut.
a. Identitas pihak-pihak
b. Fakta-fakta atau hubungan hukum yang terjadi antara kedua belah
pihak, biasa disebut bagian “posita” (jamak) atau “positum” (tunggal).
c. Isi tuntutan yang biasa disebut bagian “petita” (jamak) atau “petitum”
(tunggal).
2. Surat permohonan
3. Gugatan/Permohonan Lisan
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 20
Gugatan atau permohonan pada prinsipnya harus dibuat tertulis oleh
penggugat atau oleh pemohon atau oleh kuasa sahnya. Tapi kalau
pemohon/penggugat tidak bisa menulis (maksudnya buta huruf) maka
gugatan atau permohonan boleh diajukan secara lisan.
D. Kelengkapan Gugatan/Permohonan
Menurut prinsip hukum acara perdata, apabila tiga hal di aras sudah
dipenuhi, pengadilan secara formal tidak boleh menolak untuk menerima
pendaftaran perkaranya, sebab syarat-syarat kelengkapan selainnya, sudah
merupakan syarat untuk pemeriksaan bahkan mungkin untuk syarat
pembuktian perkara.
Syarat kelengkapan khusus ini tidaklah sama untuk semua kasus perkara,
jadi tergantung kepada macam atau sifat dari perkara itu an sich.
Contohnya sebagai berikut.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 21
a. Bagi anggota ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan
kepolisan yang mau kawin atau mau bercerai harus melampirkan izin
komandan.
b. Mereka yang mau kawin lebih dari seorang (selain ABRI, Kepolisian dan
pegawai negeri sipil), harus melampirkan;
1. Surat persetujuan tertulis dari isterinya yang telah ada
2. Surat keterangan tentang penghasilan suami, seperti daftar gajinya
atau harta yang dijadikan usahanya dalam mencari nafkah atau
penghasilan-penghasilan lainnya, untuk bukti bahwa suami tersebut
mampu beristeri lebih dari seorang,
3. Surat pernyataan dari suami bahwa ia sanggup berlaku adil terhadap
isteri atau isteri-isterinya dan anak-anaknya.
c. Untuk keperluan tersebut di b. di atas, atau jika mau bercerai, kalau
suami itu pegawai negeri sipil, maka syarat tersebut di b. harus ditambah
lagi dengan adanya izin dari pejabat yang berwena ng (atasannya).
d. Perkara-perkara perkawinan harus melampirkan kutipan akta nikah,
seperti perkara gugatan cerai, permohonan untuk menceraikan isteri
dengan cerai talak, gutatan nafkah isteri dan sebagainya.
e. Perkara-perkara yang berkenaan dengan akibat perceraian harus
melampirkan kutipan akta cerai. Seperti perkara gugatan nafkah iddah,
gugatan tentang mut’ah (pemberian dari suami kepada bekas isteri
yang diceraikan berhubung kehendak bercerai datangnya suami) dan
lain sebagainya.
f. Mereka yang hendak bercerai harus melampirkan surat keterangan
untuk bercerai dari kelurahan/kepala desa masing-masing, yang di sebut
model “Tra.”
g. Gugatan waris harus disertakan surat keterangan kematian pewaris. Dan
lain-lain sebagainya.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 22
ordonantie stbl. 1937-638 dan 639, (3) Pasal 11 ayat (2) dari PP No. 45
tahun 1957, semua surat-surat perkara yang semata-mata untuk
pemeriksaan perkara di muka Peradilan Agama tingkat pertama
maupun tingkat banding, salinan-salinan putusan/penetapan, surat-surat
untuk menjalankan keputusan, surat permohonan tentang perselisihan
kekuasaan mengadili serta keputusan-keputusannya, dibebaskan dari
materai. Tetapi, ordonantie tersebut di (1) yaitu untuk peradilan agama
di pulau Jawa-Madura, tersebut di (2) yaitu untuk peradilan agama di
sebagian daerah Kalimantan-Selatan dan Timur, tersebut di (3) untuk
daerah-daerah Indonesia lain-lainnya, sudah dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku oleh UU No. 7 tahun 1989.
Untuk menjamin sah bermaterai cukup dan swah legalisasi, maka perlu di
tempuh sebagai berikut:
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 23
E. Gugatan Kembali (Reconventie)
Patut diingatkan bahwa gugat balik hanya berlaku dalam perkara yang
terdiri dari dua pihak yang berlawanan, jadi dalam perkara permohonan
(voluntaria) penuh, tidak berlaku reconventie.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 24
ENAM
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 25
sebagaimana telah di tunjuk dalam pasal 14 UU Nomorn14 Tahun 1970, yang
berbunyi:
Penetapan PMH memakai nomor kode indeks surat keluar biasa dan
isinya menunjuk siapa-siapa hakim yang akan menangani perkara yang
dimaksudkan, siapa hakim ketua dan anggota, mungkin pula sekaligus
menunjuk panitera sidangnya.
Panitera sidang, jika dalam PMH belum ditunjuk, dapat ditunjuk oleh
ketua majelis. Ganti atau tukar Panitera Sidang karena suatu hal, itu boleh
saja dan tidak mesti dengan surat penetapan, jadi boleh isidental, sebab
panitera sidang hanyalah pembantu untuk kelancaran sidang. Walaupun
prinsipnya tidak perlu dengan Surat Penetapan, menurut majelis sebaiknya
ada semacam surat tertulis yang dapat menjadi pegangan bagi panitera
sidang tersebut.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 26
Ketua dan Wakil ketua Pengadilan selalu (mesti) hakim dan hakim itu
adalah jabatan fungsionalnya.
Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan belum tentu selalu ikut sidang atau
selalu dalam sidang bertindak sebagai Ketua Majelis sidang.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 27
Penetapan hari Sidang untuk sidang pertama sangat menentukan
sekali, karenanya ia harus dibuat tersendiri. Kita ketahui bila tergugat
sudah dipanggil dengan patut pada sidang pertama, ia atau kuasa
sahnya tidak menghadap , maka ia akan diputus verstek. Jika
penggugat sudah dipanggil dengan patut, ia atau kuasa sahnya tidak
datang menghadap pada sidang pertama maka perkaranya akan
diputus dengan digugurkan. Nah, landasan yuridis bolehnya “verstek”
dan “digugurkan” dalam hal ini adalah PHS dari ketua majelis tadi.
C. Pemanggilan Pihak-pihak
c. Apabila tergugat dalam perkara gugat cerai, tidak jelas atau tidak
diketahui tempat kediamannya atau tidak mempunyai tempat kediaman
yang tetap, panggilan dilakukan dengan menempelkannya pada Papan
Pengumuman resmi Pengadilan Agama ditambah dengan
mengumumkan melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media
lain.
Pengumuman melalui surat kabar atau mass media tersebut dilakukan
dua kali dengan tenggang waktu satu bulan antara panggilan pertama
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 28
dan panggilan kedua, dan antara pangilan kedua dan dengan sidang
ditetapkanya sekurang-kurangnya tiga bulan.
Jika setelah itu tergugat atau kuasa sahnya tidak juga hadir, Pengadilan
Agama dapat memutus dengan verstek;
Meja Sidang segi empat panjang, bertutup kain planel berwarna hijau
lumut, panjang meja diperkirakan minimal untuk kursi hakim ditambah
dengan prinsip administrasi perkantoran modern. Meja sidang ini menurut
surat Keputusan Menteri Agama Nomor 2 tahun 1986, tentang pembakuan
perlengkapan kerja dilingkungan departemen Agama, berukuran 150 cm
lebar, 300 cm Panjang. Menurut Direktorat pembinaan badan peradilan
agama islam, dalam buku pedoman kerja pengadilan agama islam
disebutkan lebar 100 cm, dan panjang 175 cm.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 29
Di sebelah kanan meja sidang dipasang bendera merah putih dan di
sebelah kirinya dipasang lambing pengadilan Agama. Tertempel pada
dinding belakang meja adalah lambing Negara garuda. Dalam ruang
sidang tidaklah perlu dipasang gambar presiden karena pada saat
persigangan hakin hanya tunduk pada Negara saja.
Untuk perkara pidana, surat edaran ini tidak berlaku lagi karena sidang
perkara pidana, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981, LN
1981-76, Tentang hukum acara pidana, sudah diatur tersendiri, yaitu: ketua
ditengah-tengah, di kiri kanannya adalah anggota, sedangkan panitera
adalah antara ketua dan anggota (di sebelah kiri ketua) agak mundur
sederet ke belakang, memakai meja sendiri.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 30
TUJUH
Sidang pertama bagi pengadilan mempunyai arti yang sangat penting dan
menentukan dalam beberapa hal, misalnya sebagai berikut.
Oleh karena itu, sidang pertama harus jelas, apa maksud atau artinya,
supaya tidak salah, misalnya dalam 4 hal disebutkan di atas tadi.
Panitera sidang, pada hari, tanggal dan jam sidang yang telah
ditentukan, mempersiapkan dan men-chek segala sesuatunya untuk sidang.
Setelah siap, panitera melapor kepada ketua majelis, lalu panitera sidang
siap menunggu diruang sidang pada tempat duduk yang disediakan
baginya dan telah siap memakai baju panitera sidang.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 31
2. Ketua Majelis Membuka Sidang
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 32
Pertimbangan hakim majelis mengabulkan sidang tertutup harus dengan
penetapan sela, tetapi cukup dicantumkan dalam berita acara sidang saja,
tidak perlu dengan penetapan tersendiri, sebab penetapan sela di situ tidak
mempengaruhi kepada putusan akhir (eind vonnis)
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 33
kewajiban hakim untuk mengundurkan diri sehubungan dengan adanya
hubungan itu. Selanjutnya hakim akan menganjurkan damai antar pihak
yang berperkara.
4. Anjuran Damai
Menurut HIR, anjuran damai dari hakim sudah dilakukan (dalam sidang
pertama) sebelum pembacaan surat gugatan. Hal ini seperti kurang rasional,
sebab bagaimana hakim tahudan bisa menganjurkan damai jika hakim
sendiribelum tahu duduk perkaranya. Begitu pula, sebelum penggugat
membacakan gugatannya, apakah tidak mungkin penggugat mengubah
gugatannya.
Jika tergugat akan menjawab lisan atau akan menjawab tertulis tetapi
sudah siap ditulisnya, sidang dilanjutkandengan mendengarkan jawaban
tersebut. Jawaban pertama, baik lisan ataupun tertulis dari tergugat ini
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 34
disebut “replik” (cq. Replik 1), sedangkan jawaban penggugat atas jawaban
itu disebut “duplik” (cq. Duplik 1). Begitulah seterusnya, replik-duplik, replik-
duplik.
Perlu diingatkan bahwa hak bicara terakhir di depan sidang selalu pada
tergugat, jadi replik-duplik belum akan berakhir sepanjang tergugat masih
ada yang akan dikemukakannya, kecuali kalau menurut majelis, sudah
ngawur alias tidak relevan. Itu berarti segala pemeriksaan dalam semua
tahap, selalu dimulai dari pihak penggugat dan diakhiri dari pihak tergugat,
tidak putar balik, apalagi terbalik.
Jika tergugat tidak hadir dengan sebab-sebab yang tidak dapat diketahui
maka majelis hakim memutus perkara dan memberikan putusan verstek. Dalam
kita fiqh islam memutus dengan verstek disebut “al qada’u ‘ala al ga’ib”.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 35
4. Tergugat Sebagian Hadir dan Sebagian Tidak Hadir
HIR Pasal 127 mengatur bahwa sidang wajib ditunda sampai kali yang lain.
Terhadap penggugat dan tergugat yang telah hadir diberitahukan langsung
kapan sidang selanjutnya, sedangkan terhadap tergugat yang belum hadir
diperintahkan untuk dipanggil lagi dengan surat panggilan.
Pada sidang pertama tergugat mungkin hadir tetapi pada sidang sidang
selanjutnya tidak pernah hadir lagi bahkan sampai sidang pengucapan
keputusan juga tidak hadir.
6. Suatu Permasalahan
7. Exceptie (Eksepsi)
Eksepsi adalah tangkisan dari tergugat. Jenis eksepsi terkait dengan materi
perkara disebut sebagai “verweer ten principale” (dalam bahasa belanda) atau
bantahan pokok perkara yakni terdiri atas dua macam :
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 36
belum cukup 3 bulan tidak memberikan nafkah,sedangkan dalam lafadz
ta’liq talaq akan jatuh talaq jika pihak suami tidak memberikan nafkah
selama 3 bulan.
a. Intervensi
b. Vrijwaring
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 37
Dengan dicabutnya permohonan banding dan atau kasasi maka perkara
banding atau kasasi tersebut tidak boleh lagi dimohonkan kembali banding
atau kasasi sekalipun tenggang waktu banding atau kasasi belum berakhir.
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 5 tahun 1968 tertanggal
11 November 1968, ada diberikan petunjuk bahwa perkara kasasi yang diajukan
oleh ahli waris dalam hal pihak meninggal dunia, harus ada surat keterangan
keahli-warisan dari kepala desa/lurah yang mewilayahi pihak yang meniggal
dunia tersebut.
Menurut Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A. SEMA tersebut tidak berlaku bagi
pihak yang beragama islam. Tidak sah surat keterangan keahli-warisan yang
dikeluarkan oleh lurah/kepala desa dengan alasan sebagai berikut.
a. Menetapkan sah atau tidak sahnya ahli waris bagi mereka yang beragama
islam hanya sah jika diberikan oleh Pengadilan Agama, lebih-lebih setelah
berlakunya UU No. 7 tahun 1989.
b. Lurah/kepala desa, tidak semuanya beragama islam, yang tentunya tidak
tahu siapa ahli waris dan bukan ahli waris menurut islam.
Dan menurutnya, kalau pihak yang dalam proses berperkara itu beragama
islam dan meninggal dunia, perkaranya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya
yang sah melalui penetapan pengadilan agama.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 38
D. Majelis Hakim
Pada sidang pertama ini, ada hal-hal penting yang mungkin terjadi dan
sangat berpengaruh terhadap proses perkara, seperti eksepsi, reconventie,
intervensi dan sebagainya, bahkan mungkin juga tergugat/termohon tidak hadir
tanpa alasan.
2. Tahap pembuktian
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 39
3. Tahap penyusunan konklusi
5. Pengucapan keputusan
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 40
DELAPAN
PEMBUKTIAN
1. Pengertian Pembuktian
2. Tujuan Pembuktian
3. Asas Pembuktian
Berdasarkan pasal 1865 BW, Pasala 163 HIR dan Pasal 283 RBg, barang
siapa yang mengaku mempunyai sesuatu hak harus membuktikan adanya
hak atau peristiwa tersebut. Dengan demikian beban pembuktian
dibebankan kepada pihak yang berkepentingan, yaitu:
4. Penilaian Pembuktian
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 41
B. Macam-macam Alat Bukti dan kekuatannya
1. Bukti mengikat, artinya meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup
bagi hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti tersebut tanpa
membutuhkan alat bukti yang lain. Hakim terikat dengan bukti tersebut,
sehingga tidak dapat memutus lain daripada yang telah terbukti dengan
satu alat bukti tersebut. Alat bukti ini tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti
lain. (Contoh: sumpah decisoir, pengakuan.)
2. Bukti sempurna, artinya meskipun hanya ada satu alat bukti, telah cukup
bagi hakim untuk memutus perkara berdasarkan alat bukti itu dan tidak
memerlukan adanya alat bukti lain. Hakim terikat dengan alat bukti tersebut
kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya, sehingga dapat dibuktikan dengan
bukti lawan.
3. Bukti bebas, artinya hakim bebas menilai dengan pertimangan yang logis,
tidak terikat dan terserah keyakinan hakim untuk menilai, dapat
mengesampingkan dan dapat dilumpuhkan, misalnya:saksi yang
disumpah,saksi ahli dan pengakuan di luar sidang.
4. Bukti permulaan, artinya meskipun alat bukti itu sah dan dapat dipercaya
kebenarannya, tetapi belum memenuhi syarat formil sebagai alat bukti yang
cukup. Bukti ini harus ditambah alat bukti lain agar menjadi sempurna.
Terhadap alat bukti ini, hakim bebas dan tidak terikat, misalnya akta di
bawah tangan yang tanda tanan dan isinya diingkari oleh yang
bersangkutan.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 42
SEMBILAN
A. Putusan
1. Pengertian Putusan
Perintah dari Pengadilan ini, jika tidak diturut dengan sukarela, dapat
diperintahkan untuk dilaksanakan secara paksa disebut eksekusi.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 43
g. Diktum atau amar putusan
h. Bagian kaki putusan
i. Tanda tangan hakim dan panitera serta perincian biaya.
Bagian ini memuat kata “PUTUSAN” atau kalau salinan, adalah “SALINAN
PUTUSAN”. Baris di bawah dari kata itu adalahNomor Putusan, yaitu menurut
nomor urut pendaftaran perkara, diikuti garis miring dan tahun pendaftaran
perkara. Baris selanjutnya adalah tulisan huruf besar semua berbunyi
“BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM” untuk memenuhi perintah Pasal 57 ayat (2) UU
Nomor 7 Tahun1989.
c. Identitas pihak-pihak
Identitas pihak ini meliputi; nama, bin/binti siapa, alias atau julukan, umur,
agama, pekerjaan, tempat tinggal terakhir, sebagi penggugat atau
tergugat.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 44
Dasar memutus biasanya dimulai dengan kata “mengingat”. Di dalam
bagian ini disebutkan dasar hukum putusan baik yang bersumber dari
perundang-undangan negara maupun dasar hukum syara’.
Pada asli Putusan, semua hakim dan panitera harus bertanda tangan
tetapi pada Salinan Putusan, hakim dan panitera hanya “ttd” (tertanda)
atau “dto” (ditandatangani oleh), lalu dibawahnya dilegalisir.
Menurut pasal 90 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989, rincian biaya tersebut
meliputi:
3. Putusan Sela
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 45
karena ada hal-hal yang mengharuskan demikian. Putusan sela ini adayang
menyebutnya interlocutoir dan ada pula yang menyebutnya tussen vonnis.
Jika permohonan sita diajukan setelah siding berjalan maka hakim harus
mengambil keputusan sela apakah permohonan sita tersebut dikabulkan
atau ditolak.”
Jika perkara sedang berlangsung antara dua pihak, salah satu pihak
meminta kepada hakim agar pihak ketiga diikutsertakan ke dalam proses
maka hakim harus mengambil keputusan apakah permohonan itu
dikabulkan atau tidak. Begitu juga kalau ada pihak ketiga yang mengajukan
permohonan untuk turut ke dalam proses yang sedang berjalan (vrijwaring).
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 46
Putusan sela wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
sebagaimana mengucapkan keputusan akhir sekalipun tidak mesti putusan
sela dibuatkan tersendiri melainkan cukup dalam Berita Acara Sidang.
4. Kekuatan Putusan
B. Penetapan
1. Pengertian Penetapan
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 47
2. Bentuk dan Isi Penetapan
Bentuk dan isi penetapan hampir sama saja dengan bentuk dan isi
putusan walaupun ada juga sedikit perbedaannya sebagai berikut:
3. Kekuatan Penetapan
4. Suatu Catatan
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 48
C. Produk Khusus
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 49
SEPULUH
Penyitaan, Pengukuhan
dan Eksekusi
A. Sita (Beslag)
Sita Marital tidak terdapat di dalam HIR atau RBg. Melainkan hanya
dijumpai di dalam BW (Buergerlijke Wetboek) dan Rsv (Reglement op de
Burgerlijke Rechtsvordering) yang sekarang ini sering dipakai di lingkungan
Peradilan Umum. Sita Marital yaitu istri (yang tunduk kepada hukum perdata
BW) boleh mengajukan permohonan ke Pengadilan agar selama dalam
masa sengketa perceraian yang sekaligus harta bersama di muka
Pengadilan, agar si suami tidak memindahkan atau mentransfer harta
kekayaan milik besama tersebut. Sita Marital ini dimohonkan oleh istri, karena
menurut BW si istri tidak mungkin menjualkan sebab ia tidak mampu
bertindak hukum kecuali atas bantuan suaminya, sehingga yang mungkin
menjual/mentransfer hanyalah suami.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 50
3. Sita Jaminan (Conservatoir Beslagh)
Sita Jaminan atau Conservatoir Beslagh adalah sita yang dilakukan oleh
Pengadilan atas permohonan dari pihak penggugat atas milik orang lain
(yakni milik tergugat) agar hak penggugat terjamin akan dipenuhi oleh
tergugat setelah penggugat diputus menang dalam perkaranya nanti.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 51
Fiat Eksekusi adalah pemberian kuasa untuk pelaksanaan putusan
executorial (bersifat dapat dilaksanakan). Sistem Fiat Eksekusi merupakan
wujud kedudukan Peradilan Agama yang Inferieur dihadapan Peradilan
Umum. Dan perlu diketahui di awal bahwa Pengukuhan Eksekusi Peradilan
Agama oleh Peradilan Umum sudah dikubur dalam-dalam oleh Undang-
Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
a. Pasal 2 a ayat (3), (4), (5) dari Ordonantie Stbl. 1882-152 jis. Stbl. 1937-116
dan 610.
b. Pasal 3 ayat (3), (4), (5) dari Ordonantie Stbl. 1937-638 dan 639.
c. Pasal 4 ayat (3), (4), (5), dari PP No. 45 tahun 1957,LN 1957-99.
d. Pasal 5 ayat (3) sub c, dari Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951, LN
1951-9.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 52
D. Eksekusi
Selain itu, menurut Pasal 95, 98 dan 103 UU No. 7 tahun 1989, peradilan
agama sudah dapat melaksanakan secara paksa (eksekusi) atas putusan
dan penetapannya sendiri, termasuk dapat melaksanakan segala macam
bentuk sita (beslag) yang diperlukan. Timbulah sekarang bagaimana
melakukan eksekusi putusan atau penetapan peradilan agama itu. Untuk itu,
acuannya ialah aturan eksekusi yang dipergunakan di lingkungan peradilan
umum.
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 53
SEBELAS
A. Verzet
B. Banding
C. Kasasi
D. Peninjauan Kembali
Natasha Rastie Aulia – Tugas makalah Hk. Acara Peradilan Agama (Dr. H. Roihan A. Rasyid, S.H., M.A.) Page 54