Anda di halaman 1dari 14

PENELUSURAN HUKUM DAN DOKUMENTASI HUKUM

Oleh :

H. ADI WARMAN, SH., MH., MBA.

KANTOR ADVOKAT H. ADI WARMAN, SH., MH., MBA.,


GRAND SLIPI TOWER, 18TH floor Jl. Letjend S. Parman Kav. 23-24, Jakarta Barat 11480

1
PENELUSURAN HUKUM DAN DOKUMENTASI HUKUM

Oleh: H. ADI WARMAN, SH., MH., MBA.

I. Pendahuluan.

Masyarakat umum beranggapan bahwa advokat adalah ahli hukum, sehingga bila
kita menghadapi suatu perkara yang disampaikan oleh Klien, maka diharapkan
membicarakan permasalahan (Perkara) tersebut dari segi-segi hukum atau dengan
kata lain harus mengutamakan argumentasi hukum. Kita sebagai advokat ditantang
menemukan kaidah hukum yang berlaku terhadap permasalahan (Perkara)
tersebut, sehingga dapat dirumuskan konstruksi hukumnya, beranjak dari hal inilah
maka kita diharapkan mampu menjelaskan apakah suatu permasalahan/Perkara
tersebut dapat dilakukan upaya hukum, memberi petunjuk tentang pelaksanaan
hukum tersebut dan penerapannya terhadap permasalahan (Perkara) tersebut.
Usaha menemukan kaidah hukum, terutama yang tertulis yang biasa disebut
dengan Peraturan Perundang-undangan, merupakan usaha yang dinamakan
penelusuran hukum.

Penelusuran hukum dalam konteks ini adalah penelusuran yang bersifat kontekstual
yang merupakan salah satu fungsi teramat penting dalam menjalankan profesi
advokat. Dengan demikian pemahaman yang mendalam tentang proses
penelusuran hukum ini memiliki makna yang strategis, karena melalui penelusuran
hukum yang baik seorang advokat dapat meningkatkan pengetahuan dan
efektifitasnya dalam menyelesaikan kasus/perkara yang sedang ditanganinya
secara baik juga.

Pada hakekatnya dalam melakukan penelusuran hukum, terdapat minimal tiga


pendekatan yang bisa kita pergunakan, baik sebagai suatu disiplin ilmiah, maupun

2
sebagai sebuah rangkaian kegiatan advokat dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya untuk menyelesaikan suatu perkara.

Pendekatan tersebut adalah :

1. Analisa komponen yang terdapat pada “ hukum “ dan atau perundang-undangan


terkait dengan kasus/perkara yang sedang ditangani advokat.
2. Memahami hukum acara sebagai proses penyelesaian litigasi.
3. Mempelajari penelusuran hukum berdasarkan alur pemikiran yang logis.

Dari penelusuran hukum tersebut diharapkan seorang advokat mampu memberikan


suatu pendapat hukum baik mengenai duduk permasalahan suatu perkara maupun
penyelesaiaannya baik secara litigasi (melalui Pengadilan) maupun secara non
litigasi (diluar Pengadilan), misalnya membuat memoranda hukum (legal
memorandum) atau pendapat hukum (legal opinion), menyusun atau mereview
kontrak bisnis (business contract drafting or reviewing) dan menyelesaikan perkara
melalui mekanisme penyelesian sengketa alternatif (Alternative Dispute
Resolution/ADR).

Dengan demikian, apabila seorang advokat berhasil melakukan penelusuran hukum


dengan baik, maka segala tindakannya dalam menangani suatu kasus/perkara akan
terlihat sistematis dan efektif, hal ini disebabkan advokat tersebut sudah memiliki
strategi, taktis dan operasional yang terencana dengan baik, mulai dari :

1. Mengidentifikasi perkara atau kasus dan membuat abstraksinya.


2. Mengumpulkan dan mengolah data sehingga tersedia informasi yang mutakhir,
lengkap dapat dipercaya dan tersimpan dengan baik, sehingga mudah untuk
ditelusuri kembali apabila diperlukan.
3. Merencanakan, menganalisa dan mengkaji berbagai alternatif langkah hukum
yang akan ditempuh dalam menyelesaikan perkara/kasus.
4. Melaksanakan langkah hukum yang diambil dan mengevaluasi (apakah hasil
yang diperoleh sesuai dengan harapan dan rencana).

3
II. Hirarki Perundang-Undangan di Indonesia.

Dalam usaha menemukan kaidah-kaidah hukum dalam Penelusuran Hukum, maka


kita harus mengacu pada peraturan hukum yang tertulis yaitu Peraturan
Perundang-undangan. Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, adapun bunyi pasal tersebut adalah
sebagai berikut :
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarkinya


sebagaimana tersebut di atas. Berkaitan dengan jenis peraturan perundang-
undangan sebagaimana tersebut dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011
tersebut di atas, ada jenis peraturan perundang-undangan lain yang diakui
keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan yaitu : mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-
Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Dalam penerapannya peraturan tersebut di atas harus memperhatikan asas-asas


hukum, setidaknya asas-asas di bawah ini agar antara satu peraturan dengan

4
peraturan lainnya tidak salah dalam penerapannya, adapun asas-asas hukum
tersebut adalah sebagai berikut :

a) Lex superior derogat lege inferiori, yang berarti ketentuan hukum yang
lebih tinggi mengalahkan ketentuan hukum rendah.
b) Lex specialis derogat lege generali, yang berarti ketentuan hukum khusus
mengalahkan ketentuan hukum umum.
c) Lex posterior derogat lege priori, yang berarti ketentuan hukum baru
mengalahkan ketentuan hukum lama.
d) Res Judicata pro vantate habetur, yang berarti putusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap dapat dilaksanakan walaupun bertentangan dengan
ketentuan undang-undang.
e) Ketentuan hukum tertulis mengalahkan ketentuan hukum tidak tertulis, namun
khusus untuk perkara Perdata tertentu dan daerah tertentu, hukum kebiasaan
yang dimenangkan.

III. Tehnik dan Metode Penelusuran Dokumen Hukum.

Dalam melakukan penelusuran dokumen hukum dapat dilakukan dengan 2 cara


yaitu :

a. Secara Manual.

Dalam melakukan pencarian dokumen hukum terdapat melalui media resmi


tepat di mana peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum tertentu
lainnya dimuat yaitu:
1) Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI).
2) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI).
3) Berita Negara Republik Indonesia (BNRI).
4) Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI).
5) Lembaran Daerah Provinsi.
6) Lembaran Daerah Kabupaten/Kota.
7) Berita Resmi Paten.
8) Berita Resmi Merek.

5
Selain hal tersebut di atas dapat juga dicari melalui Buku-buku Kompilasi hukum,
buku tentang Kompilasi Jurisprudensi yang dapat ditemukan di keperpustakaan
baik umum maupun hukum, dapat juga mencarinya melalui dokumen penempatan
hukum lainnya yang sifatnya nonformal. Yang terakhir ini misalnya pada atau
melalui Jurnal Legislasi Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Warta
Perundang-undangan, Majalah Hukum Nasional, yang diterbitkan oleh Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Majalah Varia Peradilan yang diterbitkan oleh Ikatan
Hakim Indonesia (IKAHI). Di samping itu, dapat juga diperoleh dalam lampiran
buku-buku teks tertentu tentang hukum dan buku yang khusus memuat peraturan
perundang-undangan.

b. Melalui Internet.

Selain dilakukan secara manual maka dapat dilakukan melalui internet atau
Browsing artinya membaca pencarian data pada jaringan (network) khususnya
internet. Untuk dapat mencari-cari dan menampilkan data tersebut diperlukan
sebuah program yang disebut sebagai browser. Setidaknya ada 5 (lima) browser
yang digunakan luas oleh netter (pengguna internet), yakni : Mozilla Firefox,
Internet Explorer, Chrom, Safari, dan Opera.

Penelusuran dokumen hukum melalui internet dapat dilakukan dengan


mengunjungi website BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional ) Kementerian
hukum dan HAM RI yaitu http://www.bphn.go.id/, atau website instansi yang
berkaitan dengan dokumen hukum yang dicari tersebut, seperti dokumen hukum
yang berkaitan dengan kesehatan dapat di unduh memalaui website Depatemen
kesehatan, tentang pertanahan dapat di unduh melalaui website BPN RI dan
sebagainya.

IV. Tujuan Penelusuran Dokumen Hukum.

Mengenai pengertian dokumentasi hukum secara umum dapat kita lihat dalam
keputusan Presiden No. 91 Tahun 1999 tentang jaringan Dokumentasi dan

6
informasi hukum nasional, yang tujuannya untuk segera mewujudkan adanya
jaringan dokumen dan informasi hukum nasional.

Dalam konteks ini, kita akan membahas dokumentasi dan atau kearsipan di
sebuah kantor advokat, seperti halnya di Perusahaan, birokrasi, organisasi dan lain-lain,
dokumentasi dibidang hukum dan atau di dunia advokat memiliki juga fungsi yang
sama pentingnya, bahkan bisa dikatakan sangat penting karena di dunia advokat segala
dokumentasi dapat dipastikan menyangkut “ perkara ” kliennya, tidak seperti di
Perusahaan atau birokrasi dokumentasi biasanya merekam kegiatan-kegiatan yang
normatif sehari-hari. Oleh karenanya dokumentasi dibidang hukum perlu disusun sebaik
mungkin agar mempermudah advokat dalam mencari data-data yang diperlukan
dikemudian hari. Dokumentasi saat ini biasanya dibuat dalam aslinya dan
disalin/direkam/disimpan dalam bentuk elektronik atau cd-room/flash disk sebagai
dokumentasi cadangan. Penyusunan dokumentasi di dunia advokat biasanya terbagi
dua, yaitu dokumentasi umum dan atau kesekretariatan advokat, termasuk keuangan,
pegawai dan lain-lain, dan dokumentasi penanganan perkara.

Dalam menyusun dokumentasi kita dapat memilih beberapa model, sepanjang


dianggap cocok dan mudah dalam mempraktekkannya, yaitu antara lain :

1. Menggunakan alfabet dengan acuan nama klien dan atau jenis perkara.
2. Menggunakan klasifikasi lingkungan peradilan.
3. Menggunakan klasifikasi jenis perkara.
4. Menggunakan administrasi kearsipan yang berlaku dilingkungan birokrasi.
5. Menggunakan administrasi dokumentasi Perusahaan sebagaimana diatur dalam
Undang – Undang nomor 8 tahun 1997.

Tujuan dilakukannya penelusuran dokumen hukum dalam penanganan suatu


perkara adalah untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya dokumen hukum sehingga
didapatkan kaidah-kaidah hukum yang dapat diterapkan dalam penyelesaian atau
penanganan suatu perkara hukum yang sedang ditangani. Dengan Dokumentasi hukum

7
tersebut diharapkan dapat makin memperjelas suatu perkara dapat atau tidak dilakukan
upaya hukum dalam perkara tersebut.

V. Sumber Sumber Hukum.

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang


mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan-aturan yang jika di
langgar mengakibatkan sanksi tegas dan nyata.

Sumber hukum ada 2 yaitu:


1. Sumber hukum materiil: tempat dari mana materi hukum di ambil, jadi
merupakan faktor pembantu pembentukan hukum, dapat di tinjau dari
berbagai sudut.
2. Sumber hukum formil ada 5 yaitu:
a) Peraturan Perundang-undangan.
b) Kebiasaan (custom)/hukum adat.
c) Jurisprudenci.
d) Pendapat sarjana hukum (doktrin).

adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan.


Peraturan tersebut biasanya bersifat memaksa. Sumber-sumber Hukum ada 2
(dua) jenis yaitu:
1) Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau
dari berbagai perspektif.
2) Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU, kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan
doktrin

Undang-Undang.

ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara
oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya.

8
Kebiasaan.

ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal
yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan
turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.

Keputusan Hakim (jurisprudensi)

ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga
dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat
membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.

Traktat.

ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini
mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga
mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.

Pendapat Para Ahli Hukum (Doktrin).

Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat
menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para
sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum
sangatlah penting.

VI. Rancangan Dokumen Hukum Dalam Rangka Litigasi (surat Kuasa,


Somasi, gugatan, Eksepsi, Replik, duplik, dokumentasi bukti-bukti,
kesimpulan, banding, kasasi dan Peninjauan Kembali).

a. Cara membuat Surat Kuasa Khusus.

9
Surat kuasa secara umum diatur dalam KUH Perdata, buku ketiga tentang
perikatan, tepatnya pada bab yang ke XVI dalam pasal 1792 KUHP Perdata yang
berbunyi sebagai berikut :

“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian


kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan
sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa”.

Dilihat dari cara merumuskannya, pemberian kuasa ini dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu secara khusus dan umum. hal ini sesuai dengan pasal 1795 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa ”Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus,
yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum,
yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa”.

Surat kuasa yang kita gunakan untuk penanganan suatu perkara adalah surat
kuasa khusus. Pemberian kuasa dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai
suatu kepentingan atau lebih. Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian
kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa
sebagai pihak Prinsipal, untuk dapat digunakan dalam persidangan, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan surat kuasa khusus ini, tidak bisa
hanya mengiktui ketentuan sesuai dengan pasal 123 HIR ayat (1), yang berbunyi
sebagai berikut :
“Bilamana dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili
oleh kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat
kuasa khusus, kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir.
Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang
ditanda tanganinya dan dimasukkan menurut ayat pertama pasal 118
atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120, maka
dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan
yang dibuat surat gugat ini”.

Apabila kita lihat dari makna yang terkandung pada pasal tersebut dari sudut
pandang pengaturan pembuatan pemberian kuasa, surat kuasa khusus dalam
format pasal ini sangatlah sederhana, hanya dengan memberikan judul khusus
10
pada surat kuasa, kemudian dibuat dalam bentuk tertulis. Bentuk yang terlalu
sederhana ini dalam perkembangan sejarah peradilan di Indonesia dinilai sudah
tidak tepat lagi, sehingga dilakukan lah penyempuranaan oleh MA melalui SEMA
(surat edaran Mahkamah Agung) tentang ciri surat kuasa khusus yang benar-benar
dapat membedakannya dengan surat kuasa umum. Dalam perkembangan nya
SEMA ini juga mengalami beberapa pergantian, dimulai dari SEMA No.2 Tahun
1959, sampai dengan yang terakhir SEMA No. 6 tahun 1994, 14 Oktober 1994.
Dalam SEMA yang terakhir, pada dasarnya lebih kembali menyerupai dengan syarat
pembuatan surat kuasa khusus yang diatur pada SEMA No.02 Tahun 1959, karena
SEMA ini dianggap lebih tepat untuk penyempurnaan ciri dari surat kuasa khusus.
Persyaratan pembuat surat kuasa khusus menurut SEMA ini yaitu:
a) Dalam surat kuasa khusus harus menyebutkan dengan jelas dan spesifik
surat kuasa, untuk berperan di pengadilan.
b) Menyebutkan tentang kompetensi relatif.
c) Menyebut identitas dan kedudukan para pihak secara jelas, dan
d) Menyebut secara ringkas dan kongkret pokok dan obyek sengketa yang
diperkarakan.

Dan seluruh syarat di atas bersifat kumulatif. Apabila ada salah satu dari syarat
diatas tidak dipenuhi, maka akan mengakibatkan kuasa tidak sah (yang pastinya
hal ini juga akan menyangkut hal lain yang berkenaan).

Dalam Surat Kuasa Khusus tersebut dapat dicantumkan bahwa surat kuasa khusus
tersebut hanya untuk satu tingkatan artinya surat kuasa khusus tersebut hanya
dapat digunkan untuk tingkatan tertentu seperti hanya untuk peradilan tingkat
pertama atau banding, atau kasasi, atau Peninjauan Kembali jadi bila satu
tingkatan telah selesai dilakukan maka untuk tingkatan berikutnya dibutuhkan surat
kuasa khusus baru. Ada juga surat kuasa khusus untuk seluruh tingkatan, namun
hal ini harus ditegaskan dalam surat kuasa tersebut sehingga dalam hal ini surat
kuasa tersebut dapat digunkana untuk setiap tingkatan, atau tidak diperlukan surat
kuasa baru dalam setiap tingkatan.

11
b. Cara membuat Dokumentasi Hukum yang berkaitan Jawab-jinawab
selama proses persidangan.

Bahwa dalam membuat atau merancang dokumen hukum dalam rangka


penyelesaian secara litigasi, maka sebelumnya kita lakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Identifikasi masalah hukum yaitu apa isu atau permasalahan hukum dari
suatu kasus, yang akan kita selesaikan dalam perkara tersebut.
2) Dari permasalahan tersebut maka kemudian kita temukan dasar hukum
dari perkara tersebut, dimana hal ini dapat kita lakukan melalui
penelusuran dokumen hukum sebagaimana telah diuraikan di atas.
3) Lalu kita mencari penerapan hukum dari dasar hukum tersebut diatas baik
melalaui Jurisprudensi maupun dalam pendapat-pendapat hukum dari
para Pakar hukum.
4) Terapkan aturan hukum tersebut terhadap fakta dalam masalah, uraikan
persamaan dan perbedaan fakta yang ada dengan fakta di dalam kasus-
kasus tersebut.
5) Membuat Kesimpulan yang berisi baik bagaimana penyelesaiannya
ataupun apa tuntutan hukum yang dapat diterapkan dalam kasus
tersebut.

c. Pembuatan daftar Bukti.

Penyusunan Daftar bukti dapat dilakukan dengan memberi Kode Bukti, Bila kita
sebagai pihak Penggugat dengan kode Bukti P-1 dst, kalau kita sebagai
Tergugat maka kode buktinya T – 1 dst, dimana setelah kode Bukti tersebut
mencantumkan tentang bukti surat apa yang kita ajukan, Contoh :
1. P-1 : Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 426/HGB/BPN/97 tertanggal
07 Juli 1997 Tentang Pemberian Hak Guna Usaha Atas Nama
Yanto, Atas Tanah Di Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat,

12
berdasarkan konsidern menimbang tanah obyeknya adalah
Tanah Negara.

Dalam Daftar bukti tidak ada kewajiban kita membuat uraian atau penjelasan
tentang bukti tersebut membuktikan apa, apa bila kita membuat uaraian atau
keterangan tersebut maka hal itu biasanya disebut dengan Risalah Daftar
Bukti, Contoh :
1. P-1 : Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 426/HGB/BPN/97
tertanggal 07 Juli 1997 Tentang Pemberian Hak Guna
Usaha Atas Nama Yanto, Atas Tanah Di Kabupaten Bekasi,
Propinsi Jawa Barat, berdasarkan konsidern menimbang
tanah obyeknya adalah Tanah Negara.
Bukti Ini : Membuktikan bahwa Tergugat telah
memberikan Hak Guna Usaha kepada Yanto selaku
Tergugat, dimana lokasi tanah tersebut berada di
atas tanah milik Pennggugat maka jelas Tergugat
telah melakukan Perbuatan melawan hukum atas
penerbitan Keputusan tersebut di atas.

d. Rancangan membuat Kesimpulan.

Kesimpulan adalah bukan sutau kewajiban dalam perkara Perdata dan Majelis
Hakim tidak terikat dengan Kesimpulan masing-masing pihak, tetapi sebagai
kuasa hukum maka sudah sewajarnya kita membuat Kesimpulan dengan
maksud atau tujuan untuk mengimbangi opini hukum dari pihak lawan kita ke
Majelis hakim. Dalam membuat kesimpulan tidak ada standar hukum yang
pasti tetapi hal tersebut diserahkan kepada masing-masing pihak atau kuasa
hukumnya, dan setiap advokat menpunyai stile masing-masing dalam membuat
Kesimpulan, namun setidaknya ada sistematika yang harus diuraikan dalam
kesimpulan diantaranya sebagai berikut :
1. Pendahuluan.

13
di awali uraian singkat/semacam prolog/pendahuluan.
2. Dalam Konpensi (sub judul ini bila ada Rekonpensi).
A. Uraian tentang jawab-menjawab (paparkan inti proses jawab-
menjawab).
B. Uraian tentang Bukti, jelaskan satu persatu bukti tertulis yang
memiliki kesesuaian dengan bukti tertulis lawan dengan para saksi
dst.
C. Pendapat akhir kita.
3. DALAM REKONPENSI (Sub Judul ini kalau ada Rekonpensi).
4. Penutup disertai permintaan kita/amar putusan yang kita minta.

VII. Contoh-Contoh kasus. (Akan diuraikan pada saat tatap muka sesuai
dengan kebutuhan)

VIII Penutup

Demikianlah materi ini semoga bermanfaat bagi peserta PKPA dan semoga dapat
menjadi advokat yang mampu menjaga marwah advokat sebagai profesi yang
terhormat/mulia.

*** Selesai ***

14

Anda mungkin juga menyukai