PENDAHULUAN
Penegakan hukum yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, tujuannya adalah dalam rangka mewujudkan suasana kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, damai, dan bersahabat. Penegakan hukum pada hakikatnya adalah upaya untuk menciptakan keadilan Korban dalam suatu tindak pidana, pada dasarnya dalam Sistem Hukum Nasional maupun Sistem Peradilan Pidana memiliki posisinya yang tidak menguntungkan. Karena korban tersebut, dalam Sistem Peradilan Peradilan hanya sebagai figuran, bukan sebagai pemeran utama atau hanya sebagai saksi (korban).
LANJUTAN
Perlindungan terhadap korban di Indonesia secara komprehensif bisa dibilang masih jauh dari apa yang diharapkan. Penegakan hukum selama ini cenderung lebih memperhatikan pelaku atau tersangka pelaku kejahatan ataupun terdakwa dan terpidana daripada korban. Perhatian terhadap saksi juga cenderung lebih banyak daripada kepada korban. Apalagi apabila saksi tersebut pada saat bersamaan adalah juga tersangka atau terdakwa yang amat diperlukan keterangannya untuk persidangan.
LANJUTAN
Restorative Justice sebagai sebuah alternatif dalam penyelesaian perkara selain Sistem Peradilan Pidana yang selama ini digunakan memang menawarkan sebuah proses penyelesaian perkara yang baik. Restorative Justice ini dapat dikatakan baik dalam penyelesaian perkara di mana hal ini dapat dilihat dari dalam proses penyelesaian perkara, Restorative Justice tidak lagi menggunakan caracara konvensional yang selama ini digunakan dalam Sistem Peradilan Pidana, yang berfokus pada mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, serta mencari hukuman apa yang pantas diberikan kepada pihak yang bersalah tersebut.
LANJUTAN
Dengan tujuan yang dimiliki oleh Restorative Justice tersebut, maka sudah pasti kedudukan korban disini menjadi lebih terlindungi baik dari pemenuhan kepentingan dan hak-hak yang dimiliki oleh korban dalam suatu perkara. Restorative Justice sebagai bentuk perlindungan terhadap korban tindak pidana merupakan upaya pemulihan kerugian yang telah di derita oleh korban. Hal tersebut akan lebih termaknai apabila korban dilibatkan langsung dalam proses penyelesaian perkara pidana tersebut
Restorative Justice adalah konsep pemikiran yang merespon pengembangan Sistem Peradilan Pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan korban dan masyarakat yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada Sistem Peradilan Pidana yang ada saat ini.Restorative Justice merupakan sebuah teori yang menekankan pada pemulihan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana. Pemulihan kerugian ini dicapai dengan adanya proses kooperatif yang mencakup semua pihak yang berkepentingan
BAGAIMANA PENERAPANNYA?
Konsep pendekatan Restorative Justice merupakan suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.
TUJUAN DARI RJ
Restorative Justice bertujuan untuk memberdayakan para korban, pelaku, keluarga dan masyarakat untuk memperbaiki suatu perbuatan melawan hukum, dengan menggunakan kesadaran dan keinsyafan sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan bermasyarakat dan menjelaskan bahwa konsep Restorative Justice pada dasarnya sederhana
Perubahan paradigma tentang keadilan dalam hukum pidana merupakan fenomena yang sudah mendunia dewasa ini. Sistem Peradilan Pidana yang sekarang berlandaskan pada keadilan retributive (menekankan keadilan pada pembalasan) dan restitutive (menekankan keadilan atas dasar pemberian ganti rugi) hanya memberikan wewenang kepada negara yang didelegasikan kepada Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim)
Pelaku dan korbannya sedikit sekali diberikan kesempatan untuk menyampaikan versi keadilan yang mereka inginkan.Jim Consedine, salah seorang pelopor Restorative Justice dari New Zealand, berpendapat konsep keadilan retributif dan restitutif yang berlandaskan hukuman, balas dendam terhadap pelaku, pengasingan, dan perusakan harus digantikan oleh Restorative Justice yang berdasarkan rekonsiliasi, pemulihan korban, integrasi dalam masyarakat, pemaafan dan pengampunan. Adapun tujuan hakiki yang ingin diwujudkan adalah terciptanya moral justice dan socialjustice dalam penegakan hukum selain mempertimbangkan legal justice. Dapat pula diartikan terwujudnya keseimbangan di masyarakat pasca putusan hakim
Konsep Dasar Pidana (penjara) tidak penting / tidak perlu Pertanggungjawaban perbuatan Menyelesaikan konflik Mendamaikan
Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban terhadap dampak / akibat kejahatan Dasarnya kerugian, membahayakan dan menderitakan Tidak dibatasi dalam bentuk pidana tetapi dipahami konteksnya secara keseluruhan
Kewajiban merestorasi akibat kejahatan dalam bentuk restitusi atau kompensasi Rekonsiliasi dan penyatuan sosial Lamanya pidana tergantung kepada besarnya kerugian yang terjadi
Bentuk Pidana
Efek
Tanggung jawab sosial Preventif Menghindari stigmatisasi kehidupan dimasa yang akan datang
RJ DI INDONESIA
Di Indonesia, yang dimaksud Restorative Justice (Keadilan Restoratif) adalah suatu penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga mereka dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana secara bersama-sama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana tersebut dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula Restorative Justice adalah konsep pemidanaan, tetapi sebagai konsep pemidanaan tidak hanya terbatas pada ketentuan hukum pidana (formal dan materil). Restorative Justice harus juga diamati dari segi kriminologi dan sistem pemasyarakatan
LANJUTAN
Perlindungan hak - hak korban pada hakikatnya merupakan bagian dari perlindungan hak asasi manusia. Sementara dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia kurang melindungi hak-hak korban tindak pidana bila dibandingkan dengan hak-hak tersangka. Dalam KUHAP tidak ada kecendrungan untuk terpusat kepada korban, tidak mengenal adanya proses lain kecuali pemidanaan berdasarkan pertimbangan fakta materil yang ada. Oleh sebab itu, wajar apabila hakim cendrung memperbandingkan fakta materil di persidangan dengan ketentuan pidananya.
Secara garis besar, Sistem Peradilan Pidana Indonesia diawali dengan peran kepolisian, selanjutnya dibawa ke kejaksaan dan pelimpahan perkara ke pengadilan untuk pembuktian yang diakhiri dengan putusan pengadilan. Di sini KUHAP tidak meberikan kewenangan kepada penyidik, penuntut umum dan hakim untuk melakukan negosiasi dengan pelaku tindak pidana guna mempercepat proses. Sehingga perkara yang sudah berdamai, selalu berakhir di penjara jika terbukti bersalah, tanpa melihat korban. Jadi KUHAP tidak mengenal RestorativeJustice melalui negosiasi atau musyawarah.
LANJUTAN
Pelaksanaan Restorarative Justice atau keadilan restoratif terutama untuk kasus-kasus kecil. Kasus kecil tidak perlu diajukan hingga ke pengadilan. Aparat kepolisian dan jaksa sebaiknya mengambil tindakan bijak dalam menyelesaikan perkara semacam itu tanpa mencederai keadilan. Perkara kecil kenapa mesti masuk ke pengadilan. Restorative Justicedianggap akan lebih memberikan rasa keadilan, karena hukum tidak dilaksanakan secara kaku demi kepastian hukum. Sebab Penerapan hukum secara kaku, sering melukai rasa keadilan masyarakat.
Momentum: sebelum dan sesudah proses peradilan berjalan forum yang dipergunakan
PELAKSANAAN RJ
Restorative Justice dapat dilaksanakan secara langsung sebelum atau sesudah tindak pidana masuk dalam proses sistem peradilan pidana Kasus pidana yang belum masuk ke dalam sistem penegakan hukum pidana dilakukan dengan cara diskresi (kebijaksanaan). Sedangkan kasus pidana yang sudah masuk ke dalam sistem penegakan hukum pidana dilakukan dengan cara pihak aparat mengambil tindakan mengalihkan kasus pidana yang terjadi ke proses informal (diversi).
LANJUTAN
Penyelesaian melalui Restorative Justice diwujudkan melalui mediasi antara pihak - pihak terkait, masyarakat Indonesia mengenalnya dengan sebutan musyawarah untuk mufakat. Musyawarah merupakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.. Melakukan musyawararah dalam rangka menyelesaikan sengketa sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan itu, ada baiknya musyawarah dapat dimasukkan ke dalam sistem Peradilan Pidana di Indonesia.
PELAKSANAAN RJ DI INDONESIA
Di Indonesia banyak hukum adat yang bisa menjadi Restorative ustice, namun negara belum mengakui keberadaannya dan melakukan kodifikasi ke dalam hukum nasional. Hukum adat bisa menyelesaikan konflik yang muncul di masyarakat dan memberikan kepuasan kepada pihak yang berkonflik.Penyelesaian peristiwa pidana dalam masyarakat hukum adat tidak begitu berbeda dengan cara - cara penyelesaian sengketa keperdataan.
LANJUTAN
Praktek perdamaian yang memberikan perhatian terhadap kepentingan korban sering kali kita jumpai dalam peristiwa pidana, termasuk di kota-kota. Misalnya, seorang pelaku yang menabrak orang lain yang menimbulkan cedera atau kematian, tidak jarang sertamerta memberikan perhatian terhadap korban (keluarga korban). Cara-cara tersebut dilakukan dengan mengambil tanggung jawab pengobatan, memberikan uang duka, meminta maaf, dan lain lain.
LANJUTAN
Menurut hukum adat yang melakukan perdamaian adalah ketua adat, kepala kaum atau kepala kerabat. Dalam praktek sekarang, perdamaian dilakukan oleh atau di hadapan kepolisian atau pejabat pemerintah lainnya. Praktek seperti ini tidak bertentangan dengan tujuan dan fungsi hukum untuk memulihkan ketenteraman dan memelihara perdamaian dalam masyarakat.
Hambatan dalam pelaksanaan perdamaian sering muncul dari sikap penegak hukum yang sangat formalistis dengan mengatakan proses hukum tetap dijalankan walaupun sudah ada perdamaian. Sifat melawan hukum tidak akan hapus karena perdamaian. Sebaiknya pertimbangan legalistik ini dihaluskan, yaitu dilihat dari tujuan pemidanaan.
Salah satu contoh, Polres Sambas, Kalimantan Barat, telah berhasil mendamaikan seorang remaja laki-laki dengan seorang gadis. Kasus posisinya, seorang remaja laki-laki mengirim MMS (multimedia messaging service) berisi gambar adegan ciuman antara sang gadis dan dirinya ketika mereka berpacaran dan mengancam akan menyebarkan gambar itu jika sang gadis memutuskan hubungan mereka.
LANJUTAN
Laki-laki ini telah disangka melakukan perbuatan yang dilarang Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yakni Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1), (3) dan (4). Ancaman hukumannya maksimal 6 tahun. Sang laki-laki, di depan kedua orangtuanya sendiri, berlutut meminta maaf kepada sang gadis berikut kedua orangtua sang gadis. Sang laki-laki, meminta maaf karena sudah menyakiti si gadis dan berjanji tidak mengulangi lagi perbuatannya. Jika mengulangi perbuatannya akan siap diperjara. Akhirnya sang gadis dan kedua orangtuanya pun memaafkan laki-laki itu. Pada waktu tersebut kedua pihak sepakat berdamai.
KESIMPULAN
Perlindungan hak-hak korban pada hakikatnya merupakan bagian dari perlindungan hak asasi manusia (HAM). Masalah perlindungan HAM dan korban merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Kedua-duanya tidak bisa dipisahkan. Jadi masalah perlindungan hak korban pada hakikatnya juga merupakan bagian dari masalah perlindungan HAM. Penegakan HAM tidak akan bermakna bila tidak ada pemulihan yang efektif bagi korban KUHAP kita sendiri kurang menghargai perlindungan bagi korban
LANJUTAN
Konsep Restorative Justice adalah dimana pelaku, korban, masyarakat dan negara diatur sedemikian rupa agar tercipta keadilan yang restoratif. Kedudukan korban kejahatan dalam konsep Restoratif Justice telah memiliki posisi yang kuat dan seimbang. Restorative Justice akan menjadi elemen yang akan menghilangkan kesenjangan keadilan yang diderita kelompok rentan, seperti anak-anak, perempuan, dan ekonomi lemah yang berurusan dengan penegakan hukum.