III. PEMBAHASAN
Secara umum selama enam bulan terakhir Polres Kutai Timur telah menerapkan
penyelesaian kasus tindak pidana diluar pengadilan yaitu melalui restorative
justice.
Dari data tersebut diatas, Polres Kutai Timur telah menerapkan Restorative
Justice (RJ) dalam penyelesaian perkara tindak pidana, dengan melalui
mekanisme sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) penyidikan.
Secara umum dalam penyelesaian TP melalui gelar perkara setelah penerimaan
laporan dan menentukan apakah memenuhi unsur dan cukup alat bukti, sehingga
mekanisme ini tidak bisa dihilangkan karena melibatkan pengawas penyidik dan
pengawas internal.
Dalam artikel ini akan dibahas khusus penyelesaian kasus tindak pidana
pencurian yang melibatkan anak dibawah umur. Satuan Reserse Kriminal (Sat
Reskrim) Polres Kutai Timur berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencurian
dengan pemberatan terhadap barang berupa ban motor beserta velgnya yang
terjadi di wilayah Kutai Timur (Kutim). Hal tersebut disampaikan Kanit Pidana
Umum, IPDA Erwin Susanto dalam konferensi pers di Mako Polres Kutim, Senin
(20/6/2022).
Pelaku berinisial FR dan dua rekannya SR dan OD, yang ternyata seorang
pelajar yang baru berusia 16 tahun atau masih di bawah umur. Menurut
pengakuannya, pelaku telah melakukan aksi pencurian ban dan velg motor di 2
lokasi berbeda di wilayah Sangatta, pelaku dalam aksinya sudah mempersiapkan
kunci-kunci yang dibutuhkan, salah satunya sebuah kunci roda ukuran 21 mm,
dan sepeda motor miliknya yang kemudian menjadi barang bukti di kepolisian.
pencurian velg dan ban dengan pelaku yang melibatkan anak-anak merupakan
yang pertama di wilayah hukum Polres Kutim. Informasi awal ada dua TKP motor
yang dicuri velg dan bannya.
Lokasi pertama di Gang Anita, Desa Sangatta Utara. Pelaku mengeksekusi
motor pada 14 Juni 2022, pukul 02.00 Wita setelah diintai selama 3 hari dan
berhasil melepas velg dan ban kemudian berselang berapa hari aksinya kembali
dilancarkan di Jalan Pendidikan Gang Tanjung. 1 Selain mengamankan pelaku,
petugas juga mengamankan bukti-bukti berupa 2 buah velg motor satu set
dengan ban depan belakang warna hitam emas, 4 buah kunci yaitu T (10), kunci
22 dan kunci 14, 1 unit motor mio soul G, 1 unit motor Genio, 1 buah knalpot
warna hitam. “Perkara pencurian dengan pemberatan ini, pelaku dijerat Pasal
363 Ayat 1 3e dan 5e KUHP ancaman tujuh tahun penjara,” tandasnya.
Dalam keterangan tersangka mengakui telah melakukan tindak pidana
pencurian, secara bersama-sama yaitu” barang siapa mengambil barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian yang dilakukan
waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada
rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh orang yang berhak”. Tersangka yang telah ditangkap dan
dimintai keterangan oleh penyidik serta kelengkapan administrasi penyidikan
telah dibuat untuk melakukan pemberkasan perkara pidana. Dalam
perkembangan kasus diupayakan diversi dan restorative justice dengan agenda
pemanggilan orang tua pelaku dan pemanggilan korban. Dari pihak korban
1
https://kaltimtoday.co/polres-kutim-ungkap-aksi-pencurian-velg-dan-ban-motor-di-kutim-pelaku-masih-pelajar/
menyampaikan tidak keberatan untuk dilakukan RJ dengan pertimbangan pelaku
masih dibawah umur dan mengaku tidak akan mengulangi perbuatannya.
Dari penyidik untuk melengkapi proses RJ telah memanggil beberapa pihak yang
terlibat dalam RJ sebelum masuk ke pengadilan untuk menyampaikan masukan
atau sebagai pihak luar. Adapun pihak yang terlibat antara lain penyidik/penyidik
pembantu dari PPA, keluarga pelaku, korban/pelapor, ketua RT dimana pelaku
tinggal, dinas sosial, bapas anak, Dinas DP3A dan ulama.
Dalam perkembangan setelah dilakukan musyawarah atau perundingan
maka seluruh pihak yang terlibat RJ setuju dilakukan RJ dengan pertimbangan
pelaku masih dibawah umur, baru sekali melakukan tindak pidana, masih punya
orang tua yang dapat memberikan pengawasan dan pendidikan, dari pihak
korban tidak keberatan namun di wajibkan mengganti barang yang hilang dicuri,
dari pihak ketua RT bersedia melakukan pengawasan, dari pihak tersangka
bersedia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan pidana dan bersedia
mengganti kehilangan barang.
Sehubungan dengan model keadilan itu, pencegahan bertujuan mencegah
pengulangan pelanggaran di kemudian hari. Sedangkan retribusi memusatkan
pada kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan kriminal pelanggar dan
dimaksudkan untuk memastikan si pelanggar membayar tindak pidana yang
dilakukannya. Ganjaran yang setimpal (just desert) menjelaskan konsepsi bahwa
alasan retribusi yang mendasari bukan balas dendam, namun lebih tepatnya
adalah beratnya sanksi seharusnya didasarkan atas beratnya perbuatan si
pelanggar. Dengan demikian, sanksi ganjaran yang setimpal harus sebanding
dengan perbuatan si pelanggar dan tingkat kerugian yang ditimbulkan oleh
pelanggar.2
IV. PENUTUP
KESIMPULAN
1. Polres Kutai Timur dalam Penyelesaian Kasus Tindak Pidana tidak
mengenyampingkan penyelesaian melalui penyelesaian diluar pengadilan,
yaitu diversi dan restorative justice. Mekanisme penyidikan harus sesuai
dengan standar operasional prosedur penyidikan dan KUHAP, terutama
kasus yang dapat diselesaikan melalui mediasi dan musyawarah antara
pelapor atau korban dengan terlapor. Upaya tersebut dilakukan untuk
memenuhi rasa keadilan dan memberikan kesempatan kepada kedua belah
pihak untuk berdamai.
2. Penyelesaian kasus pencurian yang melibatkan anak dibawah umur telah
melalui mekanisme yang benar yaitu dengan melibatkan pendamping, orang
tua pelaku, korban, pihak terlibat dari dinas sosial, Bapas anak, Ketua RT
serta penyidik. Dalam restorative justice diberikan kesempatan terlapor atau
terduga pelaku tindak pidana untuk mengakui kesalahan, meminta maaf dan
bersedia mengganti kerugian sesuai dengan kesepakatan. Tujuan dari
restorative justice kepada anak dibawah umur adalah untuk melindungi masa
depan mereka serta memberikan kepastian hukum.
SARAN
1. Dalam menangani Anak yang berhadapan dengan hukum, pendekatan
keadilan restoratif merupakan wacana yang memiliki prospek bagus jika
diterapkan. Namun demikian, untuk itu diperlukan perangkat perundang-
undangan yang memadai.
2. Diperlukan sosialisasi, pengajaran dan pencegahan tindak pidana yang
dilakukan oleh anak diabwah umur, baik oleh orang tua, lingkungan sekitar
maupun lingkungan sekolah.
Daftar Pustaka.
Marlina, Peradilan Pidana anak di Indonesia, 2009,Refika aditama, Bandung.
M. Sholehuddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana , 2003 : Ide Dasar Double Treck
System & Implementasinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Peraturan Perundang-undangan