Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan diubah kedua kalinya dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
[1] Pasal 81 ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”)
Sistem Peradilan Pidana Indonesia
Sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang
terdiri dari lembaga – lembaga kepolisian. Kejaksaan, pengadilan dan
permasyarakatan terpidana. Dikemukakan pula oleh Mardjono
Reksodiputro bahwa sistem peradilan pidana ( criminal justice
system) adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
kejahatan.
Apabila kita telaah dari isi ketentuan yang dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981, maka sistem peradilan pidana
“criminal justice system” di Indonesia terdiri dari komponen
kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri dan lembaga pemasyarakatan
sebagai aparat penegak hukum. Keempat aparat penegak hukum
tersebut memiliki hubungan yang erat satu sama lainnya.
Undang-Undang no 8 tahun 1981 yang di undangkan pada Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, merupakan
langkah pemerintah Indonesia untuk menggantikan Het Herzienen
Reglement Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 yang dipandang tidak
sesuai lagi dengan cita-cita hukum Indonesia. Undang – Undang
Nomor 8 Tahun 1981 yang dikenal dengan KUHAP terdiri dari 22
Bab disertai penjelasan secara lengkap yang merupakan proses
penyelesaian perkara pidana melalui penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan dipengadilan.
Sistem peradilan pidana di Indonesia telah menganut sistem campuran
dan mulai meninggalkan sistem lama yang kurang memperhatikan
kedudukan seorang yang dituduh melakukan tindak pidana.[1]
Undang-Undang No 8 tahun 1981 dapat dikatakan sebagai landasan
bagi terselenggaranya proses peradilan pidana yang benar-benar
bekerja dengan baik dan berwibawa serta benar-benar memberikan
perlindungan hukum terhadap harkat martabat tersangka, tertuduh
atau terdakwa sebagai manusia.
Dalam sistem peradilan Indonesia mencakup sub-sistem dengan
ruang lingkup masing-masing proses peradilan pidana sebagai
berikut :
1. Kepolisian, dengan tugas utama : menerima laporan dan
pengaduan dari publik manakala terjadi tindak pidana;
melakukan penyelidikan; penyidikan tindak pidana; melakukan
penyaringan perkarayang memenuhi syarat untuk diajukan
kekejaksaan; melaporkan hasil penyidika kepada kejaksaan dan
memastikan dilindunginya para hak yang terlibat dalam proses
peradilan pidana.
2. Kejaksaan dengan tugas pokok; menyaring kasus yang layak
diajukan kepengadilan; mempersiapkan berkas penuntutan;
melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan.
3. Pengadilan yang berkewajiban untuk; menegakkan hukum dan
keadilan; melindungi hak- hak terdakwa, saksi dan korban
dalam proses peradilan pidana; melakukan pemeriksaan kasus-
kasus secara efisien dan efektif; memberikan putusan yang adil
dan berdasarkan Hukum.
4. Lembaga pemasyarakatan, yang berfungsi untuk; menjalankan
putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan; memastikan
perlindungan hak-hak narapidana; melakukan upaya-upaya
untuk memperbaiki narapidana; mempersiapkan narapidana
untuk kembali kepada masyarakat.
5. Pengacara dengan fungsi; melakukan pembelaan bagi klien; dan
menjaga hak-hak klien dalam proses peradilan pidana.
Daftar Pustaka :
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1981
Nomor 76
Adang, dan Yesmil Anwar, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen,
dan Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia). Widya
padjajaran,
Bandung.Baringbing, RE., 2001, Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Pusat
kajian Reformasi, Jakarta.