Disusun
E1A017341
FAKULTAS HUKUM
2021
A. Latar Belakang
Anak merupakan amanah yang diberikan oleh tuhan kepada manusia sebagai generasi
penerus baik untuk penerus keluarga atau sekalipun untuk penerus bangsa, pengertian anak
banyak di ungkapkan oleh Undang-Undang seperti salah satunya adalah Undang-undang Nomor
35 Tahun 2014 yang disebutkan dalam Pasal 1, “Anak adalah seorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tidak kalah penting dalam
memberikan pendidikan dan budi yang baik sudah seharusnya diterapkan sejak dini pada
anak-anak bangsa. Anak adalah generasi muda yang nantinya akan meneruskan cita-cita
dari para leluhur bangsa, maupun menjadi pemimpin bangsa di masa yang akan datang.
Generasi muda menjadi harapan bagi peminpin dan leluhur terdahulu. Anak merupakan
salah satu aset untuk memajukan bangsa dan negara. Berkembangnya zaman memberi
perubahan terhadap lingkungan hidup maupun lingkunga social,hal tersebut membuat timbulnya
factor yang akan mempengaruhi pola pikir dan tata krama anak semakin menurun. Tidak
sedikit perkara anak sebagai aktor tindak kejahatan zaman saat ini. Tingkat kenakalan
anak yang meningkat dari tahun ke tahun disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor
penyebab kenakalan anak sehingga anak terjebak dalam perkara kriminal dan akhirnya harus
berhadapan dengan hukum diantaranya seperti kurangnya perhatian orang tua, keadaan yang
mengharuskan anak memenuhi kebutuhan hidup, atau bahkan pencarian jati diri. Faktor
tersebut dapat saja menjadikan anak-anak tersebut terjerumus terlalu dalam pergaulan yang
tidak semestinya dan menimbulkan adanya kenakalan remaja. Kenakalan pada anak-anak
seringkali tidak mendapatkan peringatan dan tindakan yang tegas. Di Indonesia, masalah
anak yang berkonflik dengan hukum mempunyai kecenderungan semakin meningkat. Catatan
kriminalitas terkait anak di Indonesia seperti yang diungkapkan oleh Direktur Bimbingan
Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak Ditjen Pemasyarakatan menunjukkan data bahwa anak
yang berada di lingkungan rutan dan lapas berjumlah 3.812 orang. Anak yang diversi sebanyak
5.229 orang, dan total sekitar 10 ribu anak termasuk mereka yang sedang menjalani asimilasi,
menyebutkan bahwa Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang berkonflik
dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak
pidana. Dijelaskan lebih lanjut bahwa Anak yang berkonflik dengan Hukum adalah Anak yang
telah berumur 12 ( dua belas ) tahun, namun belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang telah
diduga melakukan tindak pidana. Sedangkan Anak yang menjadi korban adalah anak yang belum
berumur 18 (delapan belas) tahun dan telah mengalami penderitaan baik fisik, mental, dan/atau
kerugian secara ekonomi yang disebabkan oleh adanya tindak pidana. Anak yang disebut sebagai
saksi adalah anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana adalah anak yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan,
penuntutan , dan pemeriksaan di siding peradilan tentang suatu perkara pidana yang telah
didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.2 Perbedaan pengertian anak tersebut dapat dilihat
pada tiap aturan perundang-undangan yang ada pada saat ini. Dari uraian tentang anak yang
berhadapan dengan tindak pidana yang disebutkan dalam Undang-undang Sistem Peradilan
Anak, yang menjadi pembatas pengertian dari anak sendiri adalah mereka yang berusia dibawah
1
http://www.pikiran-rakyat.com/bandungraya/2015/08/04/337054/sepuluh-ribu-anak-kiniberhadapan-dengan-
hukum
2
Pasal 1 Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Diaturnya tentang Sistem Peradilan Anak memberikan alternatif pemidanaan bagi anak
selain dari pidana kurungan, pidana denda dan pidana pengawasan. Hal ini dikarenakan anak
masih memiliki masa depan yang lebih panjang dibandingkan dengan orang dewasa. Tujuan
pemidanaan anak, perhatian diarahkan atas dasar pemikiran dilaksanakannya peradilan anak
terbaik bagi anak sebagai bagian integral dari kesejahteraan sosial. 3 Tujuan tersebut diharapkan
dapat memberikan perlindungan hukum yang akan diberikan kepada anak yang sudah melewati
proses peradilan, oleh karenanya di Indonesia, lembaga pemasyarakatan dibuat sesuai dengan
kondisi yang ada di lingkungan masyarakat, memiliki norma-norma kehidupan yang berlaku di
masyarakat, sehingga ketika anak telah menyelesaikan masa hukumannya, dan kembali ke
lingkungan masyarakat, anak menjadi pribadi yang lebih baik dan diharapkan tidak akan
berada di bawah kepentingan masyarakat,tetapi justru harus dilihat bahwa mendahulukan atau
mengutamakan kesejahteraan dan kepentingan anak itu pada hakikatnya merupakan bagian dari
usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.4 Uraian dari salah satu pertimbangan yang tertuang
dalam Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak huruf B “ bahwa
untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan perlindungan khusus,
terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan” serta yang tertuang pada huruf C
menyebutkan bahwa “ Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak
( Convention on the Rights of the Child) yang mengtaur prinsip perlindungan hokum terhadap
anak mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang
3
Mustakim Mahmud, “Penerapan Sanksi Pidana Anak Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak”,
Indonesia Journal of Criminal Law, Vol.1, No.2, Desember2019, pp 128-138, Sulawesi : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
Cokroaminoto Pinrang, hlm. 5
4
Barda Nawawai, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Jakarta,1992
berhadapan dengan hukum”. Berdasarkan uraian tersebut maka negara berperan dalam memberi
perlindungan bagi anak-anak yang memiliki konflik terlibat dengan hukum. Sehingga adanya
peran penting dari adanya sebuah pembinaan dan bimbingan yang dilakukan anak yang
melakukan penyimpangan terhadap norma hukum di dalam masyarakat. Bagi anak yang
melakukan tindak pidana akan diberi tindakan pidana yaitu pembinaan oleh Lembaga
Undang-undang Noomor 11 tahun 2012 Pasal 1 ayat 24 Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang
selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan dan fungsi penelitian
(BAPAS) ini kemudian diatur lebih lanjut lagi pada Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Nomor 12
adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Dalam hal ini Klien
pemasyarakatan yang dimaksud adalah Klien Anak. Klien anak adalah anak yang berada dalam
Kemudian dalam Pasal 1 ayat 9 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 menyebutkan bahwa
Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seorang yang berada dalam
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa hal dari uaraian di atas. Adapun rumusan masalah yang akan
Pemasyarakatan Tegal ?
2. Apakah yang menjadi faktor penghambat pada pelaksanaan Pembinaan Narapidana
C. Kerangka Teori
Narapidana adalah terpidana yang mana telah dijatuhi hukuman pidana dan menjalani
dengan keputusan hakim dan telah berkekuatan hukum tetap. Anak yang terlibat dalam konflik
hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun dan diduga telah melakukan tindak pidana. Kemudian yang disebut sebagai Anak
didik pemasyarakatan yang dikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu, Anak Pidana, Anak
Negara dan Anak Sipil. Sehingga dari penjabaran tentang Narapidana, anak didik
tersebut dijelaskan lebih rinci pada pasal 1 ayat 8 Undang-undang No 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan :
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di
negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh
penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur
oleh petugas pemasyarakatan. Pembinaan terhadap Anak didik pemasyarakatan ini berupa
pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketaatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku professional, kesehatan jasmani dan rohani Klien
bimbingan terhadap klien pemasyarakatan yaitu para Narapidana yang termasuk didalamnya juga
sebagai pengganti Undang-undang nomor 3 tahun 1997, diharapkan dapat memberikan adanya
perubahan dan pembaruan, dengan tujuan dan dasar pemikiran dari peradilan pidana anak yang
tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya
merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial.6 Adanya peradilan pidana Anak
mewujudkan kesejahteraan anak, sehingga dalam proses pemidanaanya berbeda dengan orang
5
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999
6
Guntarto Widodo.” Sistem Pemidanaan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Prespektif Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak” Jurnal Surya Kencana Dua.Fakultas Hukum Universitas
Pamulang. Pamulang : Vol. 6 No.1, Maret 2016. Hlm 68
dewasa lainnya. Seorang anak juga memiliki emosi yang belum stabil, masih mudah terpengaruh
dengan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya, di khawatirkan apabila tidak ada pembinaan
setelah anak melewati proses peradilan akan mengganggu aktivitas kesehariannya. Peradilan
pidana anak pada dasarnya untuk melakukan koreksi dan rehabilitasi, sehingga Anak yang telah
berproses dengan hukum dapat dengan mudah kembali pada kehidupan yang normal dan dapat
kembali beraktivitas dalam masyarakat. Sehingga dalam menegakan keadilan, pada tingkat
proses penyidikan, pemeriksaan dan penuntutan pada perkara yang melibatkan Anak khususnya
pada lingkungan Pengadilan Negeri, wajib mengupayakan Diversi, hal ini sesuai dengan
beberapa bagian dari hukum acara pidana seperti penyidikan, penuntutan, mengadili
praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penggeledahan, penahanan dan lain-
lain.7Hukum Pidana dapat disebut sebagai hukum pidana material, sedangkan Hukum Acara
Pidana disebut sebagai bentuk dari hukum pidana formil. Hal ini dapat menjadi sebuah pembeda
dimana hukum pidana materialnya berisikan aturan yang menjadi sebuah petunjuk dan aturan-
aturan sebagai syarat dari pemidanaan sedangkan hukum pidana formil merupakan bentuk dari
menjatuhkan hukuman pidananya. Berbicara mengenai Sanksi maka berbicara juga mengenai
hukum, karena penerapan sanksi tidak jauh dari adanya aturan hukum yang dilanggar. Hukum
berasal dari bahasa Arab “Alkas”, dan dalam bahasa Jerman disebut sebagai “Recht”, bahasa
Yunani yaitu “Ius”, sedangkan dalam bahasa Prancis disebut “Droit”. Semuana mempunyai arti
7
Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Jkarta, 2006, hlm.15.
yang kurang lebih sama, yaitu Hukum merupakan pakasaan, mengatur, dan memerintah 8
Menurut Utrecht sebagaimana dikutip oleh Soeroso dalam bukunya yang berjudul Pengantar
Ilmu Hukum, mengatakan bahwa ilmu hukum merupakan himpunan petunjuk hidup (perintah-
perintah) dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan
seharusnya ditaati oleh masyarakat itu. Oleh karena itu pelanggaran petunjuk tersebut dapat
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, sanksi didefinisikan sebagai
reaksi koersif masyarakat atas tingkah laku manusia (fakta sosial) yang mengganggu masyarakat.
Setiap sistem norma dalam pandangan Hans Kelsen selalu bersandar pada sanksi. Esensi dari
hukum adalah organisasi dari kekuatan, dan hukum bersandar pada sistem paksaan yang
dirancang untuk menjaga tingkah laku sosial tertentu. Dalam kondisi-kondisi tertentu digunakan
kekuatan untuk menjaga hukum dan ada sebuah organ dari komunitas yang melaksanakan hal
tersebut. Setiap norma dapat dikatakan “legal” apabila dilekati sanksi, walaupun norma itu harus
Penjatuhan Sanksi Pidana anak sebgai pelaku tindak pidana anak diharapkan tidak
merugikan bagi kepentingan siapapun, memberikan yang terbaik bagi seluruh pihak yang
terlibat. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak didasarkan kepada kebenaran, keadilan dan
kesejahteraan Anak.11 Hukum pidana untuk anak yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak dianggap belum memberikan perlindungan kepada anak, bahwa
Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan
8
Soerjono,Soekanto,1985, ”Teori Yang Murni Tentang Hukum”. PT. Alumni, Bandung hlm.40
9
R.Soeroso,loc.cit.
10
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manullang, 2007, Pengantar Ke Filsafat Hukum,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 84
11
Guntarto Widodo. “Sistem Pemidanaan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Prespektif Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak“ Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan
Keadilan Vol. 6 No.1, Maret 2016. Fakultas Hukum Universitas Pamulang.hlm.11
kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komperhensif memberikan perlindungan
kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan yang baru, hal ini
ada sebagai pertimbangan disahkannya Undang-undang nomor 11 tahun 2012. Oleh karena itu
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tersebut tidak berlaku kembali sesuai denggan tujuan dan
dasar pemikiran dari peradilan pidana anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama
mewujudkan kesejahteraan anak yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari
kesejahteraan sosial..12 Pemidanaan Terhadap Anak ini telah banyak diatur dalam hukum di
a. Pidana peringatan;
3). Pengawasan.
c. Pelatihan kerja;
e. Penjara
1) Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan
2) Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.
c. Pasal 45 KUHP
“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tua, walinya atau
diserahkan kepada pemerintah, tanpa pidana apa pun, yaitu jika perbuatan merupakan
kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505,
514, 517-519, 526, 532, 536 dan 540 serta belum lewat 2 (dua) tahun sejak dinyatakan
salah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut diatas, dan
Ancaman pidana yang dijatuhkan terhadap narapidana anak yang telah melakukan tindak
pidana sesuai dengan anturan hukum yang terdapat dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2012.
Setiap anak yang sedang dalam proses peradilan pidana berhak tidak dijatuhi pidana mati dan
penjara seumur hidup. Penjatuhan pidana atau tindakan merupakan suatu tindakan yang harus di
pertanggaung jawabkan dan dapat bermanfaat bagi anak. Setiap pelaksanakan pidana atau
tindakan, diusahakan tidak menimbulkan korban, penderitaan, kerugaian mental, fisik, dan
sosial. Mencegah akibat-akibat yang tidak diinginkan yang sifatnya merugikan , perlu
diperhatikan dasar etis bagi pemidanaan tersebut, yaitu keadilan sebagai satu-satunya dasar
pemidanaan, setiap tindakan pemidanaan dinilai tidak hanya berdasarkan sifat keadilan saja,
melainkan juga sifat kerukunan yang akan dicapainya, karena dalam kerukunan tercermin pula
keadilan, pemidanaan merupakan tindakan terhadap anak pidana yang dapat mempertanggung
jawabkan perbuatannya, penilaian anak pidana, tidak selalu didasarkan pada kualitas kemampuan
rohaniah dan psikis pada waktu kenakalan dilakukan, tetapi terutama didasarkan pada
kemampuan mereka berhak untuk menerima pidana dan tindakan. 13 Demi melaksanakan
penegakan pidana yang tidak menimbulkan korban, penderitaan, kerugaian mental, fisik, dan
sosial , maka pada kasus tindak pidana anak mewajibkan upaya Diversi, karena Sistem Peradilan
Pidana Anak yang yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia wajib
mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif. Sehingga pada tindak pidana yang hanya berupa
pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban dan tidak menimbulkan kerugian
korban yang tidak lebih dari upah minimum provinsi setempat, dan tindak pidana yang dilakukan
diancam dengan pidana Penjara di bawah 7 (tujuh) tahun, dan bukan merupakan pengulangan
tindak pidana, maka dapat diupayakan kesepakatan Diversi untuk menyelesaikannya. Proses
Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.14 Bentuk hasil dari kesepakatan Diversi seperti
d. Pelayanan masyarakat.
Berdasarkan putusan hakim Pengadilan Negeri yang memberikan sanksi kepada anak pidana
yang melakukan tindakan pidana, maka Balai Pemasyarakatan (BAPAS) mempunyai peran yang
sangat penting untuk membina dan membimbing klien (anak nakal) agar dapat memperbaiki diri
3. Balai Pemasyarakatan
Kemasyarakatan. Bentuk dari bimbingan yang diberikan macam-macam, mulai dari pemberian
pembinaan tentang agama, keterampilan, sampai pada pembinaan kepribadian. Bimbingan ini
diberikan dengan tujuan agar klien dapat hidup dengan baik didalam masyarakat sebagai warga
negara serta bertanggungjawab, untuk memberikan motivasi, agar dapat memperbaiki diri
sendiri, dan tidak mengulangi kejahatan (residive). Dalam pembinaan terhadap narapidana anak,
penelitian dalam masyarakat yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan dalam mencari
data secara detail dan valid mengenai latar belakang anak serta motif anak dalam melakukan
suatu tindak pidana, maupun hal lain yang bersangkutan dengan tindak pidana. Dalam sistem
peradilan anak ini, Balai Pemasyarakatan berperan penting dalam setiap proses peradilan.
Pembinaan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) ini sendiri merupakan
pembinaan yang dilaksanakan diluar Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) . dalam Pasal 1 ayat 4
UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menyatakan bahwa BAPAS adalah suatu
pranata untuk melaksanakan bimbingan klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan adalah
seseorang yang berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) sehingga anak yang
terlibat dengan hukum juga termasuk dalam Klien Pemasyarakatan. Lebih lanjut Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31
tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Pasal
1 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 menyebutkan bahwa
Penelitian Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Litmas adalah kegiatan penelitian untuk
mengetahui latar belakang kehidupan Warga Binaan Pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh
BAPAS. Pasal 6 ayat 3 Undang-undang nomor 12 tahun 1995 menyebutkan Pembimbingan oleh
a) Terpidana bersyarat;
b) Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapat pembebasan bersyarat
pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi maupun terhadap Anak yang berdasarkan
putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan. Anak yang berstatus sebagai klien
pembimbingan pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai dengan
tugas dan fungsi menyelenggarakan sebagian dari tugas pokok. Direktoral Jendral
Karena narapidana anak masih memiliki masa depan yang panjang, maka lembaga
pemasyarakatan ini dibuat agar anak dapat diterima lagi didalam masyarakat, menjalani norma di
masyarakat dengan baik, maka dalam upaya menjamin adanya perlindungan hukum terhadap
narapidana anak, maka diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak yang merupakan salah satu dalam upaya melindungi kepentingan Anak.
Disamping hal diatas, Balai Pemasyarakatan (BAPAS) juga memiliki peran penting dalam
memberikan bimbingan terhadap para narapidana yang telah memperoleh pelepasan bersyarat,
(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang
menjalankan putusan.
(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga yang berbentuk
badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu rumah
penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, supaya memberi
penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi dengan
Dari bunyi pasal 4 huruf d KUHP tersebut maka adanya pengawasan terhadap narapidana yang
mendapatkan pelepasan bersyarat diserahkan kepada yang berhak yang telah ditunjuk oleh
D . Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari adanya penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Pemasyarakatan (BAPAS)
E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Hasi dari penelitian ini diharapkan menjadi manfaat sebagai sumber informasi ilmiah
yang dapat digunakan sebagai sebuah bahan refrensi bagi perkembangan dunia
pengetahuan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum acara pidana yang berkaitan
dengan Pembinaan Terhadap Narapidana Anak setelah dijatuhi sanksi hukum yang
berlaku di Indonesia.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah dan dapat
sebagai bahan acuan, serta menjadi bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian yang
2. Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi manfaat bagi lembaga-lembaga yang
Tegal dalam pemberian pembinaan terhadap Narapidana Anak yang terlibat dalam tindak
memperoleh data sekunder yang terkait dengan Pembinaan Narapidana anak yang terlibat
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Empiris. Arti dari Empiris sendiri didasarkan pada observai terhadap kenyataan dan akal sehat,
dalam arti tidak spekulatif.16 Pendekatan empiris digunakan dalam melihat sejauh apakah Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) di Kota Tegal dalam memberi pembinaan terhadap narapidana anak
yang terlibat dalam tindak pidana. Soerjono Sekanto memberi pendapat bahwa penelitian hukum
16
Yesmil Anwar dan Adang, 2013. Pengantar Sosiologi Hhukum, Jakarta, Grasindo, hlm. 94
sosiologis atau empiris, data yang diteliti terlebih dahulu adalah data sekunder yang dilanjutkan
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Studi Pustaka
dalam penelitian ini. Studi pustaka ini merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun
Metode Studi Pustaka ini digunakan untuk memperoleh dokumen yang berkaitan dengan
b. Metode Survei
yang ada, dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, guna membedah dan mengenal
sedang berlangsung.19 Metode Survei ini digunakan dalam memperoleh data secara faktual
3. Spesifikasi Penelitian
17
Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Perss, hlm.52
18
Sukma Dinata dan Nana Syaodih, 2012. Metode Penelitian Pendidika, Bandung, PT Remaja Rosakarya, hlm. 21.
19
M. Nazir, 1999. Metode Penelitia, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 65.
Spesifikasi dalam penelitian yang digunakan adalam deskriptif analistis, yaitu suatu
penelitian yang berusaha memperoleh gambaran dan penjelasan sebenarnya mengenai masalah
yang diteliti.20 Pengunaan spesifikasi deskriptif dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran mengenai pelaksanaan Pembinaan terhadap narapidana anak yang dilakukan oleh
Balai Pemasyarakatan ( BAPAS ) di Kota Tegal. Dan melakukan analistis terhadap aturan
hukum yang berlaku yang mengatur tentang pembinaan terhadap narapidana anak, dan
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang berlokasi di Kota Tegal.
a. Ketersediaan data yang diperlukan dalam penelitian ini ada pada lokasi tersebut.
5. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah Kepala bagian dan anggota dari Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) Kota Tegal yang bertugas dan berwenang dan berkaitaan dengan
20
Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Ilmu Hukum, Jakarta. UI Press, hlm.52
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan metode penentuan Purposive
Sampling atau Certerian Selection, dan dilanjutkan denga menggunakan metode penentuan
dengan Snowball Sampling. Certerian Selection adalah penentuan informan dengan kasus yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan terpercaya untuk dijadikan narasumber, dalam
penelitian ini pemilihanya adalah Kepala Bagian dan anggota yang berwenang di Balai
Sampling atau Criterian Based Selection, peneliti cenderung memilih narasumber yang dianggap
tahu dan terpercaya untuk menjadi sumber data. Kemudian Snowball Sampling adalah teknik
pengumpulan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih
Dalam penelitian ini penulis menggunakan 2 (dua) sumber data yang meliputi :
a. Data Primer
Data Primer adalah data langsung yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber
pertamanya.22 Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan data primer adalah wawancara dengan
Kepala bagian dan anggota yang berwenang dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kota Tegal.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang langsung dikumpulkan oleh penulis sebagi peneliti yang
akan digunakan untuk penunjang dari sumber data pertama. Dalam hal ini dapat dikatakan data
yang tersusun dalam bentuk dokumen. Data sekunder dari penelitian ini sendiri terdiri atas :
21
Sugiyono, 2001. Statistika Untuk Penelitian, Bandung, Alfabeta, hlm. 61
22
Sumadi Suryabrata, 1987. Metode Penelitian, Jakarta, Rajawali, hlm. 93.
i. Undang-Undang Dasar
Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dengan metode sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan
dimana 2 orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi
bahan acuan dalam pembuatan penelitian ini dilakukan dengan mewawancarai Anggota yang
b. Studi Dokumenter
Studi Dokumenter adalah cara pengumpulan data dengan menggali informasi pada dokumen-
dokumen.24 Metode pengumpulan data dengan Studi Dokumenter ini merupakan metode
c. Studi Kepustakaan
23
Cholid Nurboko dan Abu Achmadi, 2001. Metodologi Penelitian, Jakarta, Bumi Aksara, hlm.81
24
Umi Zulfa, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Yogyakarta, Cahaya Ilmu, hlm. 102
Studi Kepstakaaan ini dilakukan dengan mempelajari dan mendalami peraturan dan buku-buku
yang menjadi bahan acuan dan berkaitan dengan penelitian ini maupun bahan-bahan penunjang
pnelitian lainnya.
Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah dengan metode Reduksi Data, yang
a. Reduksi Data
Reduksi data dapat dikatakan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi yang muncul dari catatan yang tertulis di
lapangan, oleh karenanya reduksi data merupakan bentuk suatu analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan
sedemikian rupa. Pada tahap ini, data dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
Data yang disajikan dalam penelitian ini akan menggunakan metode teks naratif. Teks
naratif merupakan penyajian data yang berbentuk dalam uraian dan disusun secara sistematis,
25
Sugiono, 2009. Metode Penelitian Kualitatif ,Bandung R&D, hlm.90.
Metode analisis data adalah proses menyusun data, agar data tersebut dapat ditafsirkan. 26
Dalam hal ini digunakan data analisis kualitatif, yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai
Daftar Pustaka
26
Dadang Khamad, 2002. Metode Penelitian Agama ,Bandung, CV. Puataka Setia, hlm. 102.
27
Tatang M Amirin, 1995. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta, PT. Grafindo Persada, hlm. 134
Literatur
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembimbingan dan
Okky Cahyo Nugroho.2017.Peran Balai Pemasyarakatan Pada Sistem Peradilan Pidana Anak
Volkgeist.Vol 3 No 1