Anda di halaman 1dari 6

A.

LATAR BELAKANG

Dalam perkembangan zaman sekarang yang sangat cepat, anak dengan

sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak juga dengan

mudahnya mencoba berbagai hal yang menurutnya belum dia lakukan, terlepas

itu berdampak positif ataupun negatif untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

Peranan orang tua bagi anak sangatlah penting untuk memberikan contoh

kehidupan dan cara bergaul yang baik, namun peranan orang tua saja tidak

cukup untuk memberikan pembelajaran bagi anak, maka pihak pemerintah

ataupun swasta menyediakan sekolah agar mendapatkan akhlak dan ilmu yang

baik untuk diterapkan dalam kehidupan si anak. Sebagai seoarang anak yang

dikatakan sebagai manusia biasa dan belum cakap dalam bertindak dan kurang

dalam mempertanggungjawabkan perbuatanya, maka sering sekali seoarang

anak melakukan kesalahan dalam bersosial maupun kesalahan dalam bentuk

tindak pidana, maka dari itu pemerintah sudah membuat dan mengesahkan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

yang dimana terdapat bagaimana cara menyelesaikan perbuatan hukum yang

dilakukan oleh anak. Di dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak

terdapat dua cara menyelesaikan perkara yang dilakukan oleh anak yaitu

dengan sanksi pidana maupun sanksi tindakan (maatregel).


Seorang anak sangat perlu untuk mendapatkan pengawasan dan

perlindungan dari dampak negatif perkembangan pembangunan yang cepat,

arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta perubahan sosial yang mendasar dalam

kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku

anak. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melangar hukum yang

dilakukan oleh anak, antara lain, disebabkan oleh faktor dari dalam diri anak

(keluarga) dan diluar diri ana (lingkungan) tersebut. Oleh karena itu peranan

orang tua untuk menjaga dan mendidik anak dalam perkembangan menuju

kedewasaan menjadi utama.

Tindak pidana pelaku kejahatan banyak melibatkan anak sebagai pelaku

ataupun korban, dan itu bukan merupakan hal yang baru terjadi di Indonesia

maupun di luar negeri. Sudah banyak peristiwa-peristiwa pidana seperti

penganiyaan, pencurian, pembegalan yang dilakukan oleh seorang anak.

Batasan kenakalan anak ditekankan terhadap perilaku anak yang merupakan

perbuatan yang melanggar norma, tetapi bila dilakukan oleh orang dewasa

disebut dengan kejahatan, karena tidak etis rasanya apabila pelaku anak disebut

dengan penjahat anak bukan kenakalan anak, karena mengingat anak yang
melakukan tindak pidana tersebut masih butuh pengawasan ataupun tindakan

pembinaan.1

Di dalam perkembangan hukum modern mengenal istilah double track

system yang bermakna adanya pemisahan antara sanksi pidana dengan sanksi

tindakan. Perkembangan sistem hukum inilah yang memperkenalkannya

tindakan (maatregel) sebagai alternatif lain dari pidana pokok terutama pidana

penjara. Hal ini terjadi dikarenakan ketidakpercayaan terhadap keberhasilan

“Penjara” sebagai salah satu bentuk hukuman /sanksi.2

Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana

anak sebagai pengganti Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang

pengadilan anak mengatur tentang jenis sanksi yang dihadapi seorang anak

yang berhadapan dengan hukum yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan

(double track system). Yang dimaksud dengan double track system adalah

sistem dua jalur dimana selain mengatur sanksi pidana juga mengatur sanksi

tindakan3. Dalam praktek hukum di Indonesia dikenal adanya pidana lain selain

delik/pidana yaitu perbuatan atau tindakan. Walaupun pasal 10 KUHP hanya

mengatur satu baris sebagai sanksi pidana. Hal ini membuktikan bahwa dalam

1
Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 29.
2
Gita Santika Ramdhani, Barda Nawawi Arief, Purwoto. Sistem Pidana dan Tindakan “Double
Track System” Dalam Hukum Pidana di Indonesia.
3
Damang, Double Track System.
KUHP, terdapat ketentuan tentang upaya mediasi pidana untuk menyelesaikan

kasus anak yang melanggar hukum. Sanksi tindakan dalam Undang-undang

Sistem Peradilan Pidana Anak diatut dalam pasal 82, khususnya berupa

penyerahan kepada orang tua/wali, penyerahan seseorang, perawatan dirumah

sakit jiwa, kewajiban mengikuti pelatihan yang diselenggarakan pemerintah,

perawatan di LPSK, pencabutan SIM dan ganti rugi atas kerusakan yang

diakibatkan oleh pelanggaran tersebut.

Penjatuhan sanksi merupakan alat kekuasaan untuk menguatkan

berlakunya suatu norma dan untuk mencegah serta memberantas tindakan-

tindakan yang menggangu berlakunya suatu norma. Tujuan yang ingin dicapai

dari penjatuhan sanksi terhadap anak adalah agar anak tersebut dapat berbaur

kembali terhadap masyarakat. Double track system merupakan sistem dua jalur

mengenai sanksi dalam prakteknya, perbedaan antara sanksi pidana dan jenis

sanksi tindakan. Sekalipun dalam prakteknya, perbedaan antara sanksi pidana

dan sanksi tindakan sering agak samar, namun di tingkat ide dasar keduanya

memiliki perbedaan mendasar, dimana sanksi pidana bersumber pad aide dasar

“mengapa diadakan pemidanaan” sedangkan sanksi tindakan bertolak dari ide

dasar “ untuk apa diadakan pemidanaan”4

4
M. Sholehuddin, 2014, Sistem sanksi dalam Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.
17
Adapun bentuk sanksi bagi anak ditentukan berdasarkan perbedaan usia

anak,khusus untuk anak yang berusia 14 (empat belas) tahun hanya dikenakan

tindakan, sedangkan untuk anak yang telah mencapai 14 (empat belas) tahun

sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dapat kenakan tindakan maupun

pidana. Karena sifat dan karakteristik anak yang berbeda, dan demi kepentingan

perlindungan bagi anak, maka perkara anak yang melanggar hukum harus

diadili di pengadilan anak, bagian dari lingkungan peradilan umum. Proses

penanganan anak sejak di tangkap, ditahan dan diadili harus diawasi oleh

petugas yang mememahami anak secara mendalam. Jika proses hukum

dilakukan terhadap seorang anak, maka tentu saja tidak adil jika anak yang

dituduh itu dikenakan proses hukum yang sama dengan terdakwa dewasa.

Begitu pula dengan hukuman yang nantinya akan dijatuhkan kepada anak-anak,

tentu sangat tidak adil apabila hukuman yang akan dijauthkan sama dengna

terdakwa dewasa. Oleh karena itu, melalui pasal 103 KUHP,masih dibenarkan

adanaya perbuatan lain yang menurut undang-undang selain KUHP dapat

dipidana sepanjang itu bertalian dengan masalah anak dan tidak bertentangan

dengan ketentuan KUHP (lex specialis derogate legi generali).

Berkaitan dengan hal tersebut diatas yang dalam kenyataan hakim

dalam menjatuhkan putusan kadang-kadang tidak sesuai dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku. Akibatnya dapat merugikan bagi diri si

pelaku, terutama dalam menjatuhkan putusan terhadap anak yang seharusnya

mendapatkan perlindungan dan perhatian khusus untuk terus tumbuh dan

berkembang sebagai generasi penerus bangsa, dalam konteksnya sering

dianggap tidak adil bagi bagi anak. Maka penyusun tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penerapan Double Track System Berdasarkan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak (Studi Kasus Pengadilan Negeri Dompu).

Anda mungkin juga menyukai